Anda di halaman 1dari 38

A.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang

harus dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya

Indonesia. Jumlah penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti

pertambahan lapangan pekerjaan selalu menjadi pemicu menjamurnya

pengangguran. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa,

menjadikan negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia.

Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih

dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.

Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun

berbeda.1

Sedangkan asas ketenagakerjaan yang digunakan menurut

Abdussalam adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi

fungsional lintas sektoral pusat dan daerah, sedangkan asas pembangunan

ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan

keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan

pekerja atau buruh, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan

dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling

mendukung. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.3 Tahun

2003 Pasal 3 tentang ketenagakerjaan yang memuat adanya pelaksanaan


1
Proyeksi Laju Partisipasi Angkatan kerja di Propinsi Sumatra Utara pada tahun 2012, Sumatra
Utara, 2012

1
pembangunan ketenagakerjaan dapat terwujud dengan melibatkan peranan

pemerintah, pengusaha dan pekerja atau buruh.2

1.2. Rumusan Masalah

Dalam hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan terdapat

beberapa elemen elemen dari hukum ketenagakerjaan yang harus

dipahami, seperti tenaga kerja, pekerja/buruh, pemberi kerja, pengusaha,

perusahaan dan lain-lain. Istilah dalam pengertian hal tersebut diatas dapat

ditemui dalam peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyatakan Ayat (2) “Tenaga Kerja adalah setiap orang

yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau

jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”

dan Ayat (3) “Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.3

Batas pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut

dengan hukum perburuhan atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian

hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang ahli

hukum. Tidak satu pun batas pengertian itu dapat memuaskan karena

masing-masing ahli hukum memiliki alasan tersendiri.

2
Prof. Dr. H.R. Abdussalam, SIK, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan),
Jakarta, Restu Agung, 2008
3
Dwiyatno, Agus dkk , Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada University Press,
2006

2
Mereka melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut

pandang yang berbeda. Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara

ahli hukum yang satu dan yang lainnya.

Sebelum membahas pengertian hukum perburuhan menurut para

ahli hukum, alangkah lebih baiknya kita melihat pengertian

ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 1

Ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan, “Ketenagakerjaan adalah

segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,

selama, dan sesudah masa kerja.”4

1.3. Identifikas Masalah

4
Panjaitan, Krismena Natalina, Pembinaan karier ketenagakerjaan dalam perbankan, Semarang,
Universitas Diponegoro, 2010

3
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum ketenagakerjaan itu?

2. Sebutkan sumber hukum ketenagakerjaan?

3. Jelaskan defenisi upah dalam hukum ketenagakerjaan dan

pembagian upah-upah tersebut?

4. Sebutkan defenii upah menurut para ahli dalam hukum

ketenagakerjaan?

1.4. Tujuan Masalah

1. Supaya mengetahui apakah yang dimaksud dengan hukum

ketenagakerjaan.

2. Agar mengetahui sumber-sumber yang terkandng dalam hukum

ketenagakerjaan.

3. Agar pembaca mengetahui defenisi upah beserta pembagian upah

tersebut.

4. Memberitahukan defenisi upah menurut parah ahli khususnya

dibidang hukum ketenagakerjaan.

B. PEMBAHASAN

4
2.1. Sejarah Hukum ketenagakerjaan

Ada 3 macam-macam sejarah hukum ketenagakerjaan yang berada

diIndonesia, yakni:

A. Masa Perbudakan

Budak tidak mempunyai hak apapun, hanya kewajiban melakukan

pekerjaan, fasilitas hanya kebijaksanaan, tidak ada aturan Tenaga

Kerja/Perburuhan, Berakhir tahun 1860

B. Masa Perkerjaan Rodi

Dibagi 3 golongan:

 Rodi Guvernemen

 Rodi Pembesar/pribadi

 Rodi Desa

Awalnya pembagian kerja (gotong royong), Lebih kejam dari

perbudakan, berakhir tahun 1880

C. Masa Poenale Sanksi

 Koeli Ordonantie /Kuli Kontrak

Dengan hukuman pidana bagi yang tidak mau bekerja dan

yang meninggalkan perkebunan merupakan kebijakan

pemerintah yang mengikat. Berpihak kepada pengusaha

berakhir tahun 1942.5

2.2. Definisi Umum Tentang Ketenagakerjaan

5
Kutut Layung Pambudi, S.H

5
Untuk dapat mengerti mengenai apa itu ketenaga kerjaan serta hal

apa saja yang terkait didalam nya ada baiknya jika mengetahui definisi

atau arti dari istilah-istilah yang sering dipergunakan dalam

ketenagakerjaan.

1. Ketenagakerjaan

Segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu

sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

2. Tenaga kerja

Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

3. Pekerja/buruh

Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain.

4. Pemberi kerja

Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan badan

lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah

atau imbalan dalam bentuk lain.

5. Pengusaha

Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan,

persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan,

persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili

6
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang

berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

6. Perusahaan

Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik

milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan

pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lain; usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai

pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah

atau imbalan dalam bentuk lain.

7. Perencanaan tenaga kerja

Proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang

dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi,

dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang

berkesinambungan.

8. Informasi ketenagakerjaan

Gabungan, rangkaian, dan analisis data yang berbentuk angka yang

telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan

makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.

9. Pelatihan kerja

Keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,

serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin,

sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian

7
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau

pekerjaan.

10. Kompetensi kerja

Kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan.

11. Pemagangan

Bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara

terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja

secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur

atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses

produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka

menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

12. Pelayanan penempatan tenaga kerja

Kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi

kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang

sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja

dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.

13. Tenaga kerja asing

Warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di

wilayah Indonesia.

2.3. Pengertian hukum perburuhan menurut pendapat para ahli

8
Pengertian hukum perburuhan menurut para ahli hukum dapat

dirangkum sebagai berikut:

1. Menurut Molenaar,

Hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang

pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha,

antara tenaga kerja dan tenaga kerja.

2. Menurut Mok,

Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan

pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan

pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.

3. Menurut Soetikno,

Hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai

hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi

ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai

keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut

dengan hubungan kerja tersebut.

4. Menurut Imam Sopomo,

Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis

maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat

seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

5. Menurut M.G. Levenbach,

Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan

hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan

9
keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan

hubungan kerja itu.

Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangat

luas dan untuk menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap

penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan

hubungan industrial, penulis berpendapat bahwa istilah hukum

ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan istilah hukum

perburuhan.

2.4. Sumber Hukum Tenaga Kerja

Sumber-sumber hukum ketenagakerjaan yang berada diIndonesia,

yaitu:

A. Undang-Undang

(Undang-undang yang dipergunakan sebagai Pedoman dalam

Hukum Tenaga Kerja) adalah :

 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan

 Undang-Undang No.02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial

 Undang-Undang No.21 Tahun 2003 Tentang Pengawasan

Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan

10
 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,

 Undang-Undang No. 1 TAHUN 2000 Tentang Pengesahan

ILO CONVENTIONNO. 182 CONCERNING THE

PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE

ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

LABOUR (KONVENSI ILO NO. 182 MENGENAI

PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA

PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN

TERBURUK UNTUK ANAK).

 Undang-Undang No. 19 TAHUN 1999 Tentang

Pengesahan ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING

THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI

ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA),

 Undang-Undang No. 03 Tahun 1992 Tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja.

 Undang-undang No. 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja.

B. Peraturan Lain

1. Peraturan Pemerintah

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46

Tahun 2008 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

No. 08 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja dan

Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit.

11
 Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun. 2007 Tentang

Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan

Dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan

Tenaga Kerja

 Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2005 Tentang

Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga

Kerjasama Tripartit

 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas PP No. 14 Tahun 1989 Tentang

Penyelenggaraan Program Jamsotek.

 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga

Kerja.

2. Peraturan Presiden

 Keppres No. 107 Tahun 2004. : Tentang Dewan

Pengupahan

 Keppres No. 25 Tahun 2004. : Tentang Tunjangan

Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan,

Perantara Hubungan Industrial dan Pengantar Kerja

12
 Kepres No. 29 Tahun 1999 Tentang Badan

Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.

 Keppres No. 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan

Konvensi ILO No. 87 Mengenai Kebebasan

Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk

Berorganisasi.

 Keppres No. 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

3. Instruksi Presiden.

 Instruksi Presiden No. 06 Tahun. 2006 Tentang

Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan Dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

4. Keputusan Menteri

 Kepmenakertrans KEP.355/MEN/X/2009 Tentang

Tata Kerja Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit

Nasional

 Kepmenakertrans. No. KEP. 113/MEN/IV/2009

Tentang Pembentukan TIM Teknis Pengelolaan

Dan Pengembangan Sistem Komputerisasi Tenaga

Kerja Di Luar Negeri TA. 2009

 Kepmenakertrans Nomor KEP.49/MEN/2004

Tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah

13
 Kepmenakertrans No. KEP.250/MEN/XII/2008

Tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari

Jenis Informasi Ketenagakerjaan

 Kepmennakertrans No. KEP.268/MEN/XII/2008

tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 2009

 Kepmenakertrans No. KEP. 201/MEN/IX/2008.

Tentang Penunjukan Pejabat Penerbitan Persetujuan

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri.

 Kepmenakertrans No. KEP.14/MEN/I/2005

Tentang Tim Pencegahan Pemberangkatan TKI Non

Prosedural dan Pelayanan dan Pelayanan

Pemulangan TKI

 Kepmenakertrans No. KEP.11/MEN/I/2005

Tentang Pembentukan dan susunan keanggotaan

Lembaga Akreditas Lembaga Pelatihan Kerja

 Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/VI/2004

Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja

Lembur.

 Kepmenakertrans No. KEP. 101/MEN/VI/2004

Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia

Jasa Pekerja / Buruh.

14
 Kepmenakertrans No. KEP. 51/MEN/2004 Tentang

Istirahat Panjang pada Perusahaan Tertentu.

5. Peraturan Menteri

 Permenakertrans No. PER-23/MEN/IX/2009

Tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

 Permenakertrans Nomor.PER-18/MEN/VIII/2009

Tentang Bentuk, Persyaratan, Dan Tata Cara

Memperoleh Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri

 Permenakertrans Nomor.PER-17/MEN/VIII/2009

Tentang Penyelenggaraan Pembekalan Akhir

Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar

Negeri

 Permenakertrans No. 10/MEN/V/2009 Tentang Tata

Cara Pemberian, Perpanjangan dan Pencabutan

Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja

Indonesia

 Permenakertrans No. PER-05/MEN/III/2009

Tentang Pelaksanaan Penyiapan Calon TKI Untuk

Bekerja Di Luar Negeri.

 Permenakertrans Nomor PER.31/MEN/XII/2008

tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit

15
 Permenakertrans Nomor PER.25/MEN/XII/2008

tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat

Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

 Permenakertrans Nomor PER. 23/MEN/XII/2008

tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia

 Peraturan Menteri No.07 Tahun 2008 Tentang

Penempatan Tenaga Kerja

 Peraturan Menteri Nomor. PER.02/MEN/III/2008

Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

 Peraturan Menteri No. PER.18/MEN/IX/2007

Tentang Pelaksanaan Penempatan Dan

Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

 Peraturan Menteri No. PER.17/MEN/VI/2007. :

Tentang Tata Cara Perizinan dan Pendaftaran

Lembaga Pelatihan Kerja.

 Peraturan Menteri No. PER.12/MEN/VI/2007

Tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan

Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan

Pelayanan Jamsostek.

 Peraturan Menteri No. PER. 21/MEN/X/2005

Tentang Penyelenggaraan Program Pemagangan.

C. Kebiasaan

Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang terjadi antara

pekerja dan pemberi kerja yang dilakukan berulang-ulang dan

16
diterima masyarakat (para pihak baik pekerja maupun pemberi

kerja),

Contoh: Perkerutan Pegawai tanpa pelatihan terstruktur (usaha

kecil dan menengah).

D. Yurisprodensi

Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 02 Tahun 2004

Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka

putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap (in kracht) akan menjadi dasar hukum bagi

hakim untuk memutus perkara serupa.

E. Perjanjian

Kaitannya dengan masalah perburuhan, perjanjian yang merupakan

sumber hukum tenaga kerja ialah perjanjian kerja. perjanjian kerja

mempunyai sifat kekuatan hukum mengikat dan berlaku seperti

undang-undang pada pihak yang membuatnya.

2.5. Upah Dalam Hukum Ketenagakerjaan

A. Pengertian Upah

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan

dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi

kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan

menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan

17
dilakukan. (Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan)

B. Dasar Hukum Upah bagi Tenaga Kerja

1. Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-undang No. 13 tahun 2003

3. Kepmenakertrans Nomor KEP.49/MEN/2004 Tentang

Ketentuan Struktur dan Skala Upah

4. Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang

Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

C. Komponen Upah

1. Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada

buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya

ditetapkan berdasarkan perjanjian

2. Fasilitas adalah kenikmatan dalam bentuk nyata / natur

karena hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan

kesejahteraan buruh (contoh: fasilitas antar jemput,

pemberian makan secara cuma-cuma, sarana kantin)

3. Bonus adalah pembayaran yang diterima buruh dari hasil

keuntungan perusahaan atau karena prestasi

2.6. Perselisihan Hubungan Industrial

Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara

pengusaha dan gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,

18
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Dengan demikian dalam perselisihan hubungan industrial di kenal

4 macam perselisihan pokok yaitu :

A. Perselisihan hak

Perselsihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat

adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

B. Perselisihan kepentingan

Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau

perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian

kerja atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

C. Perselisihan pemutusan hubungan kerja

Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah

satu pihak.

D. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh

Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat

pekerja.serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan karena

tidak adanya persesuaian paham menganai keanggotaan,

pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.

19
2.7. Hubungan Kerja

Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja

berdasarkan perjanjian Kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan

perintah. Jenis-jenis hubungan kerja:6

A. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) / Tetap.

1. Dapat mensyaratkan masa percobaan paling lama 3 bulan

2. Dilarang membayar upah dibawah UMK7

B. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) / Kontrak.

1. Berdasarkan jangka waktu tertentu

2. Pekerjaan sementara

3. Pekerjaan Musiman (tidak dapat dilakukan pembaharuan).8

4. Produk/kegiatan baru (tidak dapat dilakukan pembaharuan)

5. Penjajakan produk tambahan (tidak dapat dilakukan

pembaharuan)

6. PKWT dicatatkan ke Instansi Ketenagakerjaan setempat

paling lambat 7 hari sejak ditandatangani.9

C. Perjanjian Kerja Harian.

1. Pekerjaaan tertentu – berubah-rubah dalam hal waktu dan

volume

2. Bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan serta kurang dari

3 bulan

6
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 5
7
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 60
8
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 59
9
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 62

20
3. Upah berdasarkan kehadiran dikecualikan dari ketentuan

jangka waktu PKWT pada umumnya

4. Didaftarkan P/B disampaikan ke Sudinakertrans selambat-

lambatnya 7 hari sejak bekerja10

D. Program Pemagangan

1. Kurikulum dan Silabus (modul), metode pemagangan

2. Instruktur dan pembimbing teknis, harus memenuhi standar

kompetensi kerja khusus

3. Metode berupa pelatihan teori, simulasi, laboratorium,

bekerja langsung

4. Konsep Management Trainee hanya :

 Sebagai tahapan seleksi rekrutmen, ada standar

kualifikasi tertentu

 Ada sistem penilaian11

E. Perjanjian kerja Outsourching

1. Persyaratan penyerahan sebagian pekerjaan

2. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

3. Dengan perintah langsung / tidak langsung dari pemberi

kerja

4. Merupakan pekerjaan penunjang secara keseluruhan

5. Tidak menghambat proses produksi secara langsung12

6. Perusahaan penyedia jasa wajib memiliki ijin operasional

dari instansi yang bertanggung jawab sesuai domisili, wajib


10
KepMen No.100 Tahun 2004 pasal 10 dan 11
11
PerMen No. 22 Tahun 2009
12
Keppres No. 18 Tahun 2000 pasal 6 ayat 2

21
melampirkan : copy pengesahan sebagai badan hukum,

copy anggaran dasar (yang memuat kegiatan usaha

penyedia jasa), copy SIUP, dan copy wajib lapor

ketenagakerjaan yang masih berlaku13

7. Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi

persyaratan;

 Berbentuk badan hukum

 Memiliki tanda daftar perusahaan

 Memiliki ijin usaha

 Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan14

8. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan

penyedia jasa, pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 harus merupakan kegiatan, jasa penunjang atau yang

tidak berhubungan dengan proses produksi.

9. Kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat

2 meliputi :

 Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service)

 Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh

(catering)

 Usaha tenaga pengamanan (security)

 Usaha jasa penunjang di pertambangan dan

perminyakan
13
KepMen No.101 Tahun 2004
14
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 64 - 66

22
 Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh15

F. Berakhirnya Perjanjian Kerja.

1. Pekerja meninggal dunia

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian

3. Adanya putusan pengadilan

4. Keadaan tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian

kerja16

Pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya

jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, bukan karena adanya

keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar

upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu

perjanjian kerja17.

G. Pekerja Anak.

1. Izin orang tua / wali, pekerjaaan ringan untuk anak 13 – 15

tahun

2. Waktu kerja maksimal 3 jam, terpisah dari tempatnya

pekerja dewasa

3. Siang hari tidak mengganggu waktu sekolah

4. Petunjuk pelaksanaan pekerjaan jelas disertai bimbingan

dan pengawasan

5. Keselamatan dan kesehatan kerja, upah sesuai ketentuan


15
KepMen No.220 Tahun 2004
16
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 61
17
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 62

23
6. Tidak mengganggu fisik dan mental serta mental

7. Tidak berhubungan dengan mesin, pesawat, alat berat,

instalasi listrik, bejana tekan/angkut, tidak dibawah tanah,

di bawah air, tertutup dan sempit

8. Tidak dengan ketinggian > 2 m, kecepatan angin tinggi,

kelembaban ekstrim, kebisingan/getaran lebih besar dari

ambang batas

9. Tidak mengandung bahaya radiasi, bahaya kimia, bahaya

biologis

10. Tidak berhubungan dengan konstruksi bangunan, jembatan,

penebangan kayu dan bongkar muat

11. Tidak dalam lingkungan bar, diskotik, karaoke, bola sodok,

bioskop, panti pijat dan lokasi prostitusi

12. Tidak sebagai model minuman keras, rokok, obat

perangsang seksualitas, pornografi dan pornoaksi.18

H. Pekerja Perempuan.

1. Memberi makanan dan minuman yang bergizi sekurang-

kurangnya 1400 kalori tidak dapat diganti dengan uang

2. Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja

3. Ada petugas keamanan, kamar mandi / WC terpisah antara

pekerja perempuan dan laki-laki dengan penerangan yang

memadai

4. Menyediakan angkutan antar jemput (jika ada shift 3, 23.00

– 05.00)
18
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 62 dan KepMen No.235 Tahun 2003

24
5. Tempat penjemputan / pengantaran lokasi aman dan mudah

dijangkau

6. Kondisi kendaraan layak jalan dan terdaftar di perusahaan

7. Tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun

8. Tidak boleh dalam keadaan hamil yang menurut dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya

maupun dirinya sendiri.19

I. Lembur.

1. Perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari

pekerja (daftar lembur yang ditandatangani oleh pengusaha

dan pekerja

2. Upah lembur hanya untuk golongan jabatan tertentu,

mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir,

perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan

tidak berhak atas upah lembur

3. Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya

1400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 jam

(tidak boleh diganti dengan uang)

4. Memberi kesempatan istirahat secukupnya

5. Paling banyak 3 jam / hari dan 14 jam / minggu

6. Sektor usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada daerah

tertentu, waktu kerja, lembur, dan istirahat diatur dalam

KepMen No.234 Tahun 200320

19
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 62 dan KepMen No.235 Tahun 2003
20
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 76 dan KepMen No.224 Tahun 2003

25
J. Izin tidak masuk kerja dengan tetap mendapat upah.

1. Haid sakit hari pertama dan kedua (2 hari), Diri sendiri

menikah (3 hari)

2. Anak menikah, Khitan, Baptis (2 hari), Istri melahirkan /

keguguran (2 hari)

3. Suami/ Istri / Orang tua / mertua / anak / menantu

meninggal (2 hari)

4. Saudara kandung meninggal (1 hari)

5. Melaksanakan tugas serikat pekerja dengan persetujuan

pengusaha

6. Menjalankan ibadah agama, menjalankan kewajiban

agama21

K. Di larang PHK.

1. Sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak

melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus,

memenuhi kewajiban terhadapa Negara, menjalankan

ibadah yang diperintah agama

2. Menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan atau

menyusui bayi, mempunyai pertalian darah atau ikatan

dalam perkawinan di dalam satu perusahaan, kecuali telah

diatur dalam PK, PP atau PKB

3. Mendirikan, menjadi anggota atau pengurus, melakukan

kegiatan diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas

kesepakatan pengusaha atau PK, PP atau PKB


21
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 78 dan KepMen No.102 Tahun 2004

26
4. Mengadukan pengusaha kepada pihak berwajib yang

melakukan tindak pidana kejahatan, perbedaan paham,

agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis

kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan

5. Keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit

karena hubungan kerja menurut surat keterangan dokter

yang jangka waktu penyembuhan belum dapat dipastikan22

L. PHK tanpa penetapan

1. Di tahan pihak yang berwajib, mengundurkan diri, mangkir

5 (lima) hari kerja, PHK atas permohonan pekerja tidak

terbukti, Tidak lulus masa percobaan, Kontrak berakhir,

Meninggal dunia,23

2. Pensiun. (Angka 1,2,3 apabila pekerja tidak dapat

menerima PHK ini yang bersangkutan dapat mengajukan

gugatan PPHI paling lama 1 (satu) tahunsejak tanggal

PHK).24

M. Alasan PHK

1. Kesalahan berat, ditahan pihak yang berwajib, melakukan

pelanggaran.

2. Mengundurkan diri, perubahan status, penggabungan,

peleburan atau perubahan kepemilikan, Perusahaan tutup

atau keadaan memaksa, perusahaan pailit.

22
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 93
23
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 153-166
24
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 167-171

27
3. Meninggal dunia, usia pensiun, Mangkir 5 (lima) hari kerja

berturut-turut dikualifikasikan mengundurkan diri, Pekerja

mengajukan permohonan PHK kepada Lembaga

Perselisihan Hubungan Industrial, Sakit berkepanjangan,

mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat

melakukan pekerjaan.25

N. Kesalahan Berat

1. Pasal 158 UU No.13/2003, paska putusan MK

No.012/PUU-I/2003 mempunyai kekuatan hukum tetap

2. Surat Edaran Menakertrans No.SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005

tanggal 7 Januari 2005 (Alasan mendesak Pasal 1603 n jo

Pasal 1603o KHUPerdata), Diatur dalam Perjanjian Kerja/

Peraturan Perusahaan / Perjanjian Kerja Bersama, PHI

berwenang? (Ada bukti ; pengakuan, laporan dll serta

kualifikasi alasan mendesak / rumusan kesalahan berat

yang ada)

O. Mengundurkan diri

1. Ada uang penggantian hak dan uang pisah.

2. Surat pengunduran diri diajukan 30 hari sebelum hari H

3. Pengunduran diri yang dipaksakan maksudnya ada indikasi

adanya tekanan/intimidasi dari Pengusaha (pasal 1324 –

1327 KHUPerdata) pekerja masih dapat mengajukan

25
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 158-169

28
gugatan ke PHI dalam waktu 1 tahun (vide Pasal 171 UU

No.13/2003 jo Pasal 82 UU No.2 tahun 2004)26

P. Mangkir selama 5 (lima) hari kerja / lebih berturut-turut

1. Pemanggilan kerja secara tertulis

2. Tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua

paling sedikit 3 hari kerja

3. Mangkir selama 5 (lima) hari kerja / lebih berturut-turut

tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti

yang sah dan sudah dipanggil secara patut 2 (dua) kali,

dikualifikasikan mengundurkan diri.

Q. Sakit terus menerus

1. Setelah 12 (dua belas) bulan waktu penyembuhan belum

dapat dipastikan

2. Sakit kerja belum 4 minggu sakit lagi

3. Upah selama sakit.

 4 bulan : 100%

 4 bulan : 75%

 4 bulan : 50%

 Selanjutnya : 25%27

R. Sahnya PHK

1. PHK setelah memperoleh penetapan dari Lembaga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

26
KepMen No.232 tahun 2003
27
Undang-undang No.21 tahun 2000

29
2. PHK tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (batal demi hukum).

S. Mogok Kerja.

1. Akibat gagalnya perundingan, pengusaha tidak mau

melakukan perundingan

2. Perundingan mengalami jalan buntu (dinyatakan dalam

risalah perundingan)

3. Dilakukan secara tertib dan damai, tidak mengganggu

keamanan dan ketertiban umum dan atau mengancam

keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau

orang lain atau masyarakat

T. Prosedur Mogok Kerja.

1. Akibat gagalnya perundingan

2. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja

sebelum dilaksanakan, wajib memberitahu secara tertulis

kepada perusahaan dan instansi yang bertanggung jawab

dibidang ketenagakerjaan setempat serta kepolisian

3. Pemberitahuan memuat:

 Waktu (hari, tanggal, jam) dimulai dan diakhiri

mogok

 Tempat mogok

 Alasan dan sebab mogok

30
 Ada tandatangan ketua dan sekretaris Serikat

Pekerja atau penanggung jawab Mogok

4. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan

wajib memberikan tanda terima, mempertemukan dan

merundingkan dengan pihak-pihak yang berselisih

5. Dalam hal perundingan menghasilkan kesepakatan

dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani para

pihak dan pegawai instansi yang bertanggung jawab

dibidang ketenagakerjaan sebagai saksi

6. Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan

diserahkan kepada lembaga PPHI

7. Mogok dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara

atau dihentikan sama sekali atas dasar perundingan antara

pengusaha dengan Serikat Pekerja / Penanggung jawab

mogok

8. Dilarang mengganti Pekerja yang mogok dengan Pekerja

dari luar perusahaan.

9. Tidak mendapat upah, kecuali menuntut hak normatif yang

sungguh-sungguh dilanggar oleh Pengusaha.

10. Di perusahaan yang melayani kepentingan umum,

membahayakan keselamatan jiwa manusia, dilakukan oleh

Pekerja yang tidak sedang tugas.

U. Mogok Tidak Sah.

1. Dikualifikasikan mangkir

31
2. Dipanggil 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 7 hari

dianggap mengundurkan diri

3. Melarang Pekerja berada dilokasi Perusahaan bila tidak

mau bekerja

4. Pekerja yang sedang tugas berhubungan dengan

keselamatan jiwa manusia dikualifikasikan kesalahan berat

V. Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

1. Pengaturan jabatan tertentu yang tidak boleh menjadi

pengurus Serikat Pekerja / Buruh karena berpotensi

menimbulkan konflik kepentingan. seperti :

 Manajer SDM, Manajer Keuangan

 Kepala Divisi atau Unit yang bersifat otonom

2. Pengaturan kesempatan kepada Serikat Pekerja / Buruh

untuk menjalankan kegiatannya. seperti :

 Jenis kegiatan yang diberikan kesempatan, Tata cara

pemberian kesempatan untuk menjamin

kelangsungan proses produksi

 Pemberian kesempatan yang mendapat upah dan

tidak mendapat upah

W. Sanksi

1. Tidak boleh melarang / menghalang-halangi, memaksa

dengan cara:

 PHK, skorsing, mutasi, demosi, Tidak membayar /

mengurangi upah

32
 Melakukan intimidasi, Kampanye anti Serikat

Buruh / Pekerja

 Merupakan tindak pidana kejahatan (dengan pidana

penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling

banyak 5 (lima) tahun dan/denda paling sedikit

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

33
C. PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangat

luas dan untuk menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap

penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan

hubungan industrial, penulis berpendapat bahwa istilah hukum

ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan istilah hukum

perburuhan.

Berdasarkan uraian tersebut, jika dicermati hukum ketenagakerjaan

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.

2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan

pengusaha/majikan.

3. Mengatur perlindungan pekerja/buruh.

Hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur

hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan

segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak

mencakup pengaturan swapekerja (kerja dengan tanggung jawab/ risiko

sendiri), kerja yang dilakukan untuk orang atas dasar kesukarelaan, dan

kerja seseorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan. Perlu

34
diingat bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit, terbatas, dan

sederhana. Kenyataannya dalam praktik sangat kompleks dan

multidimensi. Oleh karena itu, ada benarnya jika hukum ketenagakerjaan

mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak dan

perlu adanya perlindungan pihak ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) jika

ada pihak-pihak yang dirugikan

3.2. SARAN

Semangat dari hukum ketenagakerjaan adalah ingin melindungi

hak-hak tenaga kerja dengan memberikan payung hukum yang termuat

didalam Undang-undang No.13 tahun 2003 beserta Keputusan Menteri

Tenaga Kerja tahun 2004 serta tertuang dalam PP (Peraturan Pelaksanaan).

Tentu dalam tataran praktis implementasi tentu banyak perbedaan,

sebagaimana kita tahu semboyan “das sein das sollen” bahwa teori dan

praktek berbeda.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah sengaja hanya

menjadi regulator dan fasilitator pada saat pengusaha dan buruh terjadi

konflik yakni menyarankan penyelesaian secara bipartit. Tuntutan dari

pengusaha adalah tidak jauh dari urusan produktifitas dan efesiensi

sedangkan buruh tidak jauh dari kesejahteraan, tunjangan-tunjangan,

insentif dan bonus.

Tentu apabila kita menjadi seorang HRD didalam suatu

perusahaan, seyogyanya mempunyai fungsi ibarat seorang supir yang

mana Owner laksana penumpang. Maksudnya seorang supir seharusnya

35
membekali diri dengan persyaratan administratif yaitu dengan

mempunyai SIM dan membekali diri dengan safety riding, sehingga

harapannya bisa mengantarkan penumpang sampai tujuan dengan selamat

dengan menaati segala rambu-rambu lalulintas. Fungsi dari departemen

HRD yang menerapkan aturan tenaga kerja sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Sehingga terjadi win-win solution antara pengusaha dan buruh.

Karena sejatinya hubungan tersebut adalah mutual simbiosisme yang

saling membutuhkan satu sama lain, bukan sebaliknya win-lose (satu

menang yang satu kalah).

36
DAFTAR PUSTAKA

Proyeksi Laju Partisipasi Angkatan kerja di Propinsi Sumatra Utara pada tahun

2012, Sumatra Utara, 2012

Prof. Dr. H.R. Abdussalam, SIK, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan (Hukum

Perburuhan), Jakarta, Restu Agung, 2008

Dwiyatno, Agus dkk , Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada

University Press, 2006

Panjaitan, Krismena Natalina, Pembinaan karier ketenagakerjaan dalam

perbankan, Semarang, Universitas Diponegoro, 2010

Kutut Layung Pambudi, S.H.

Undang-undang No.13 Tahun 2003

Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004

PerMen No. 22 Tahun 2009

KepMen No.220 Tahun 2004

Keppres No. 18 Tahun 2000

KepMen No.232 tahun 2003

37
Undang-undang No.21 tahun 2000

38

Anda mungkin juga menyukai