Anda di halaman 1dari 5

JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI

Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian.


Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu.
Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki hutan, dari
kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda.
Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah menuju
suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang
sangat indah di tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik
sedang mandi dan bercanda ria. Dengan mengendap- ngendap, Jaka
Tarub berjalan mendekat. Kemudian ia menemukan selendang wanita-
wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri
salah satunya dan menyembunyikannya. Beberapa saat pun berlalu dan
para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan.

Nawang Wulan : Kak, bagaimana ini selendangku tidak ada ?


Bidadari tertua : Cepat Nawang Wulan, coba kita mencari sampai
ketemu.
Nawang Wulan : (Setelah beberapa saat) tetap tidak ada kak.
Bagaimana aku kembali ke khayangan ?
6 Bidadari : Maaf Nawang, kami harus meninggalkanmu disini
karena matahari semakin terbenam.
Nawang Wulan : Kakak, bawa aku ke khayangan. (Sambil menangis)
Bidadari tertua : Maaf Nawang, tanpa selendang itu kamu tidak bisa
kembali. (Terbang diikuti bidadari yang lain)

Sambil menangis Nawang Wulan mencari-cari selendangnya. Jaka Tarub


kemudian menampakkan dirinya dengan membawa kain (bukan
selendang Nawang Wulan) dan menghibur sang bidadari. Awalnya
Nawang Wulan takut karena mengira Jaka Tarub orang jahat, tetapi
setelah Jaka Tarub berhasil meyakinkan Nawang Wulan mau berbicara.

Jaka Tarub : Hai, kenapa kamu disini ? (Mendekat pada Nawang


Wulan)
Nawang Wulan : Siapa kamu ? Jangan mendekat !
Jaka Tarub : Tenang, saya Jaka Tarub. Saya tidak berniat jahat.
Nawang Wulan : Lalu kenapa kamu disini ?
Jaka Tarub : Saya sedang mencari hewan buruan, kebetulan
saya mendengar ada wanita bercanda di dekat sini. Dan akhirnya saya
mendapati kamu sedang menangis.
Nawang Wulan : Selendang saya hilang, entah siapa yang mengambil
selendang tersebut.
Jaka Tarub : Selendang ? (Pura-pura terkejut). Buat apa
selendang ?
Nawang Wulan : Iya selendang. Sebenarnya saya adalah bidadari dari
khayangan. Saya dan kakak-kakak saya biasa mandi di danau seperti ini.
Jaka Tarub : Oooh... Kalau mau, kamu bisa menginap di rumah
saya. Tenang, saya orang baik. (Meyakinkan Nawang Wulan)
Nawang Wulan : Iya, saya ikut ke rumah kamu. (Dengan terpaksa)

Setelah beberapa bulan, Jaka Tarub ingin menikah dengan Nawang


Wulan. Pada suatu hari, Jaka Tarub mengutarakan maksudnya tersebut.
Karena merasa tidak memiliki siapapun di bumi, Nawang Wulan
menerima tawaran Jaka Tarub tersebut. Sejak menikah dengan Nawang
Wulan, Jaka Tarub hidup berkecukupan. Panennya melimpah dan
lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah berkekurangan. Pakaian
Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung yang selalu
penuh.
Nawang Wulan : Jaka, bagaimana hasil panennya ?
Jaka Tarub : Tidak ada halangan Nawang, semakin lama
semakin banyak kita panen.
Nawang Wulan : Tapi kamu harus tetap kerja keras, karena mungkin
saat musim kemarau kita jarang panen.
Jaka Tarub : Iya Nawang, aku pasti tetap kerja keras.
Nawang Wulan : (Tersenyum bahagia)

Lalu mereka dikaruniai seorang anak (menurut cerita anak itu bernama
Nawangsih). Mereka hidup bahagia dan selalu merawat Nawang Asih
dengan sepenuh hati. Namun setelah beberapa lama hidup berumah
tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka Tarub. Setiap hari ia dan
keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu tidak pernah
berkurang seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan. Suatu
hari Nawang Wulan hendak pergi ke sungai. Nawang Wulan berpesan
agar Jaka Tarub tidak membuka tutup penanak nasi apapun yang terjadi.

Nawang Wulan : Jaka, jangan kamu buka tutup ini apapun yang
terjadi.
Jaka Tarub : Kenapa ? (penasaran)
Nawang Wulan : Sudahlah, kamu turuti apa kata-kata ku tadi.
Sekarang aku pamit pergi ke sungai, Jaka. (Pergi meninggalkan rumah)

Namun karena Jaka Tarub penasaran, akhirnya ia mencoba melihat apa


yang ada di dalam penanak nasi tersebut. Dan di dalamnya hanya terdapat
sebutir beras. Akhirnya Jaka Tarub membiarkan beras itu tetap di dalam.
Setelah Nawang Wulan pulang, ia bertanya pada Jaka Tarub tentang
larangannya tadi.
Nawang Wulan : Jaka, apakah kamu membuka tutup ini ? (heran)
Jaka Tarub : Tidak, saya tidak membuka tutup itu.
Nawang Wulan : Bohong ! Lalu kenapa beras ini tidak berubah ?
(bertanya dengan emosi)
Jaka Tarub : (Tertunduk) Iya , Nawang. Saya telah melihat isi di
dalamnya.
Nawang Wulan : Apakah kamu tidak mendengar pesan saya tadi, Jaka
!
Jaka Tarub : Saya mengerti, tapi saya penasaran kenapa padi
kita tidak pernah habis. Padahal kita selalu makan nasi.
Nawang Wulan : (Menangis dan meninggalkan Jaka Tarub)

Nawang Wulan menjadi sedih karena sejak saat itu ia harus memasak
nasi seperti manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi
banyak- banyak menjadi beras sebelum kemudian menanaknya menjadi
nasi. Akibatnya karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan
padi di lumbung Jaka Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi
mereka semakin habis, sementara musim panen masih belum tiba. Ketika
suatu hari Nawang Wulan kembali mengambil padi untuk ditumbuk,
dilihatnya seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ketika
ditarik dan diperhatikan, teringatlah Nawang Wulan kalau itu adalah
selendang bidadarinya.

Nawang Wulan : (monolog) Rupanya selama ini Jaka Tarub yang


menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi lumbung terus berkurang
pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi
kehendak Yang Di Atas. Tapi kenapa Jaka Tarub tega berbuat seperti ini
kepadaku ? Apakah salahku kepadanya ? (Nawang Wulan menangis).
Ia lalu menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat
anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya
tidak meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk
kembali ke khayangan dan berpisah dengannya.

Nawang Wulan : Jaka, terimakasih atas semua kebaikanmu selama


ini. Kamu memang orang baik. (Tersenyum)
Jaka Tarub : (Terkejut) Dari mana kamu mendapat selendang itu
?
Nawang Wulan : Kamu tidak perlu berpura-pura, saya sudah
mengetahui semua. Sekarang saya akan kembali ke khayangan.
Jaka Tarub : Tidak ! Jangan kamu pergi Nawang, aku sangat
mencintaimu.
Nawang Wulan : Tapi aku harus kembali menemui keluargaku di
atas. Aku tidak dapat tinggal di sini.
Jaka Tarub : Bagaimana dengan anak kita ? Kamu tidak
kasihan ?
Nawang Wulan : Saya ingin kamu merawatnya, agar kelak menjadi
orang baik sepertimu. Jika ingin bertemu, setiap bulan purnama datanglah
ke dekat danau dimana kita pertama bertemu. Teriakkan namaku maka
aku akan datang.
Jaka Tarub : Selamat jalan Nawang, aku selalu menunggumu
kembali.
Nawang Wulan : Suatu saat nanti (terbang kembali ke khayangan)

Ia pun kemudian terbang ke langit menuju khayangan, meninggalkan


Jaka Tarub yang menangis dalam penyesalan.

Anda mungkin juga menyukai