Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara masalah Islam dan pemikiran tokoh-tokohnya sungguh akan memerlukan waktu yang sangat
panjang, mengingat banyaknya figur dan aktifitas yang pernah dilakukannya sehingga mengantarkannya
menjadi seorang tokoh, berikut pemikiran-pemikiran yang telah berhasil mengukir sejarah dan
melahirkan peradaban baru bagi umat Islam. Salah satu tokoh yang menjadi perhatian para pengkaji
adalah Muhammad Iqbal (selanjutnya ditulis Iqbal), seorang muslim mufakkir brilian asal India.

Iqbal adalah seorang intelektual asal India-Pakistan yang telah melahirkan pemikiran dan peradaban
besar bagi generasi setelahnya. Ia merupakan sosok pemikir multidisiplin, seorang sastrawan, negarawan,
ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya yang multidisiplin itu, "tentulah
sukar bagi kita untuk melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja
menakjubkan tetapi juga jarang ditemui". Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan
manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan tersebut agar sesuai
dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu
sanggupkah hukum Islam memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak
perubahan ini.

Di dalam kehidupannya, Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali
tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat tarian penanyalah yang
menghempaskan bangunan unionist dan meratakan jalan untuk berdirinya Pakistan, memang pena lebih
tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab kemunduran Islam kerena kurang kreatifnya umat Islam,
konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup. Sehingga umat Islam hanya bisa puas dengan keadaan yang
sekarang didalam kejumudan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Muhammad Iqbal


1. Kehidupan Pribadi dan Keluarganya

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, pada tanggal 9 Nopember 1877. Sialkot adalah sebuah kota
peninggalan dinasti Mughal India yang sudah lama pudar gemerlapnya. Kota ini terletak beberapa mil
dari Jammu dan Kashmir, suatu kawasan yang kelak terus-menerus menjadi sengketa antara India dan
Pakistan.

Kakek Iqbal, Syaikh Rafiq adalah seorang penjaja selendang dari Looehar, Kashmir. Penduduk Kashmir
yang awalnya beragama Hindu kemudian telah menganut Islam selama kurang lebih 500 tahun. Jika
diikuti, jejak leluhur Iqbal berasal dari kalangan Brahmana, subkasta Sapru. Ayahnya, Syaikh Nur
Muhammad memiliki kedekatan dengan kalangan sufi. Karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit
yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keinginyahuan ilmiah yang
tinggi. Tidak heran, jika Nur Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan sebutan ”sang filosof tanpa
guru” (un parh falsafi).

Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat religius. Ia membekali kelima anaknya, tiga putri dan dua
putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orang
tuanya yang taat inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak dikemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa
pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi dari kedua orang tuanya
tersebut.

Masa kanak-kanak Iqbal dihabiskan di kota perbatasan Punjab ini melalui kesenangan berolah raga dan
bercengkrama dengan kawan-kawan. Ketika itu ia dikenal menyukai ayam hutan dan senang memelihara
burung merpati.

Di usia dewasa, Iqbal menghabiskan waktunya di kota Lahore, kuliah di sebuah perguruan tinggi
terkemuka. Sebelum masuk kuliah (1892) Iqbal dinikahkan orang tuanya dengan Karim Bibi, putri
seorang dokter Gujarat yang kaya, Bahadur ’Atta Muhammad Khan. Dari Bibi, Iqbal dikaruniai tiga
orang anak, Mi’raj Begum, yang wafat diusia muda, Aftab Iqbal, yang mengikuti jejak Iqbal belajar
filsafat, dan salah satu lagi meninggal saat dilahirkan. Ketika di Eropa, Iqbal sempat menjalin
persahabatan mendalam dengan seorang perempuan Muslim avant-garde bernama Atiya Begum Faizee.
Namun Iqbal lebih suka memendam cintanya itu karena per
bedaan latar belakang keluarga.

Pada tahun 1909, Iqbal dinikahkan dengan Sardar Begum, seorang wanita muda yang cantik namun
rapuh fisiknya. Namun, pernikahan tersebut tidak sempurna. Karena sejunlah alasan, Iqbal sempat
terpisah beberapa lama dengannya. Namun, pada akhirnya mereka kemudian menikah untuk kedua
kalinya (1913). Sardar Begum memberikan cinta, pengabdian, dan ketenangan batin bagi Iqbal. Namun ia
wafat dalam usia muda (37 tahun). Ia meninggalkan satu putra Javid Iqbal dan seorang putri, Munirah.
Rentang masa berpisah dengan Sardar Begum, Iqbal sempat menikah dengan Mukhtar Begum yang
meninggal pada tahun 1924.
2. Pendidikan dan Karir Pekerjaan

Di masa kecilnya Iqbal telah dididik dengan dasar agama yang kuat. Ia dididik untuk belajar menghafal
al-Qur’an, baik oleh orang tuanya maupun oleh guru-gurunya di Maktab (madrasah).

Atas prestasinya, selepas dari sekolah menengah (1893), Iqbal memperoleh beasiswa ke perguruan tinggi.
Mir Hassan, seorang Profesor Sastra Timur di Scocth Mission College, membujuk karibnya Nur
Muhammad agar mengizinkan Iqbal melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi modern pertama di
wilayah tersebut. Di sekolah yang didirikan para missionaris Scotlandia dan Belanda inilah semangat
intelektual Iqbal mulai tumbuh. Belum lagi didikan privat Mir Hasan dalam pengetahuan kesusasteraan
Arab, Urdu, dan Persia, semakin menghidupkan bakat kepenyairan Iqbal.

Dua tahun kemudian, Iqbal menyelesaikan kuliah ilmu-ilmu humaniora di sekolah tersebut. Karena
kecemerlangannya, Iqbal didorong oleh para dosen dan orang tuanya untuk melanjutkan kuliah di
Government College, Lahore. Di salah satu lembaga pendidikan terbaik anak benua India ini, Iqbal
menekuni sastra serta filsafat Arab dan Inggris. Ia lulus dengan predikat cumlaude.

Melalui beasiswa yang diperolehnya, Iqbal kemudian melanjutkan kuliah magisternya di bidang filsafat.
Pada masa ini, perkembangan intelektual Iqbal tak lepas dari persahabatan guru-murid dengan Sir
Thomas Arnold, guru besar filsafat yang sangat mengerti tentang kebudayaan Islam dan kesusasteraan
Arab. Dialah yang memberi motivasi kepada Iqbal untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi di Eropa. Meski mencintai filsafat, Iqbal berupaya memperbaiki keadaan sosialnya dengan
menjadi pengacara. Namun ujian awal ilmu hukum yang diikutinya pada tahun 1898 mengalami
kegagalan. Setahun kemudian (1899), Iqbal kembali menunjukkan kejeniusannya dengan menjadi satu-
satunya calon yang lulus ujian komprehensif akhir sehingga mendapat penghargaan berupa medali emas.
Beberapa bulan setelah meraih gelar masternya di bidang filsafat itu, Iqbal kemudian mendapat tawaran
menjadi asisten dosen.
Karir pertamanya, ia ditunjuk sebagai asisten pengajar bahasa Arab di Macleod-Punjab Reader of
Arabic, University Oriental College (1899-1990). Di samping itu ia diminta mengajar pula mata kuliah
sejarah dan ekonomi. Setelah itu, Iqbal mengundurkan diri untuk menjadi asisten tidak tetap profesor
bahasa Inggris di Islamic and Goverment College selama tiga tahun (1901-1904). Sebenarnya, pada masa-
masa ini (1901-1905) Iqbal yang ambisius, mengalami ketidak puasannya akan profesi akademisnya itu. Di
samping prestise sosial yang rendah, perannya sebagai profesor sangat terkekang. Ketika itu, pemerintah
Inggris mengawasi pendidikan secara ketat sehingga kebebasan berpikir dan berekspresi menjadi terba
tas.

Untuk itulah Iqbal mencoba pada tahun 1901 mengikujti seleksi sebuah posisi bergengsi sebagai Komisi
Asisten Tambahan (Extra Assistant Commisioner). Meski telah melewati berbagai tahap ujian, Iqbal gagal
diterima dengan alasan tidak lulus uji kesehatan.Tahun 1905, Iqbal berangkat studi ke Eropa. Sambil
menyiapkan disertasi doktornya di bidang filsafat, Iqbal terlebih dahulu memperdalam pengetahuan
filsafatnya di universitas Cambridge, dengan mengambil kuliah bachelor pada jurusan filsafat. Di bawah
bimbingan Dr. John Mc. Taggart dan James Ward, Iqbal menyelesaikan studinya dalam bidang filsafat
moral (1907). Di samping itu, Iqbal mengambil pula kesempatan di universitas tersebut untuk menimba
ilmu dari dua orientalis terkemuka saat itu, E. G. Brown dan
Reynold A. Nicholson.

Selanjutnya Iqbal meneruskan niatnya pergi ke Jerman. Pertama-tama ia belajar bahasa dan filsafat
Jerman di universitas Heidelberg dari Fraulein Wagnast dan Fraulein Senecal. Secara menakjubkan, Iqbal
berhasil menguasai bahasa Jerman dalam waktu tiga bulan. Di universitas Munchlah Iqbal mengajukan
disertasinya yang berjudul ”The Development of Metaphysic in Persian: A Contribution to the History of
Islamic Philosophy” kepada Prof F. Homel. Gelar dictoris philosophiae gradum diperolehnya pada tahun
yang sama.

Tidak puas dengan itu, Iqbal kembali ke London untuk menyiapkan bekal bagi profesi pragmatisnya di
India kelak. Ia belaja di Lincoln’s Inn untuk gelar pengacara dan berhasil lulus pada tahun 1908. Selama
beberapa waktu, Iqbal sempat pula masuk ke School of Political Sciences dan menggantikan Sir Thomas
Arnold selama kurang lebih tiga bulan.Iqbal kembali ke tanah airnya, India pada tahun 1908. untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, Iqbal menjalani profesi sebagai pengacara yang berwenang dalam urusan
naik banding. Di samping itu ia pun kembali mengajar sebagai asisten professor di Government College,
memberi kuliah filsafat, sastra Arab, dan sastra Inggris selama ku
rang lebih satu setengah tahun.

Meski ia mengundurkan diri dari aktivitas pengajaran dan lebih memusatkan diri pada profesi
kepengacaraannya, Iqbal tetap aktif di perguruan tinggi tersebut pada berbagai lembaga dan badan yang
ada di dalamnya. Bahkan, Iqbal sempat menjabat Dekan Fakultas Kajian-Kajian ketimuran dan Kepala
Jurusan Kajian-Kajian Filsafat.

Sejak Oktober 1908 sampai dengan tahun 1934 atau emat tahun sebelum wafatnya, Iqbal setia menjalani
praktik pengacaranya sambil terus aktif sebagai pengajar, penulis, penyair, sekaligus politisi. Iqbal
meninggal dunia pada 21 April 1938 pada usia 65 tahun setelah mengalami sakit agak lama. Sayangnya
beliau tidak sempat melihat sebagian dari usaha dan impiannya yang kemudian setelah ia wafat menjadi
kenyataan. Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak: Bila beta telah pergi
meninggalkan dunia ini, Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta. Tapi sebenarnya tak seorang pun
kenal kelana ini, apa yang ia katakan siapa yang ia ajak bicara dan dari mana ia datang.

Nama Iqbal diabadikan menjadi nama Lapangan Terbang Pakistan, Allama Iqbal International Airport.
Dan generasi setelahnya, tidak hanya Muslim, mengenangnya sebagai seorang pemikir besar yang
mengabadikan fikirannya dengan puisi karena Iqbal begitu menghargai seni, khususnya puisi. Puisi,
menurut Iqbal, adalah cahaya filsafat sejati dan pengetahuan yang lengkap. Tujuannya membantu
manusia dalam perjuangannya melawan semua keburukan dengan mengimbau kepada unsur-unsur
kemuliaan. Peranan seni adalah bersifat sosial. Ia adalah penuntun kemanusiaan.

B. Buah Karya Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala pemikiran dan perjuangannya terpancar
dalam puisinya yang bernafaskan Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh
kerana itu beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar islam. Antara karya puisinya yang dianggap besar
pernah diterbitkan ialah Asrari Khudi (Rahasia Pribadi), terbit pada tahun 1915, diikuti dengan Rumuz bi
Khudi (Rahasia tidak Mementingkan Diri Sendiri), pada tahun 1917, Fayami Mashriq (Pesan Untuk
Timur), Tulu'ul Islam (Munculnya Islam) dan banyak lagi pada tahun-tahun berikutnya, bukunya yang
dianggap penting ialah Reconstruction of Religious Thought in Islam (Membina Kembali Cita-Cita
Keagamaan Dalam Islam), Develoment of Methaphysies in Persia : A Contribution to the History of
Moslem Philoshopy (perkembangan metafisika Persia suatu sumbangan untuk sejarah filsafat Islam) dan
sebuah lagi yang tidak dapat disiapkannya kerana sakit tua yang dideritanya ialah The Reconstruction of
Muslim Jurisprudence. Kebanyakan sajak-sajaknya ditulisnya dalam bahasa Parsi dan Urdu.

C. Pemikiran Muhammad Iqbal

1. Pertautan Barat dan Timur

Iqbal, penyair dan filsuf Timur, telah mengukir hidupnya sedemikian rupa hingga akan dikenang umat
manusia ratusan tahun yang akan datang, sebab seluruh karyanya dalam bentuk puisi dan prosa dalam
bahasa Urdu, Parsi, dan Inggris telah terdokumentasi dengan baik. Intelektualisme Iqbal dapat ditinjau
dari berbagai jurusan: puisi, filsafat, hukum, pemikiran Islam, dan kebudayaan dalam makna sempit.

Dalam semua wilayah itu, Iqbal telah mengerahkan hampir seluruh energinya dengan tujuan tunggal:
reorientasi nilai-nilai kemanusiaan Timur dan Barat dengan landasan tauhid yang teramat kokoh.
Peradaban Barat, sekalipun dalam beberapa segi dikaguminya, dalam perspektif moral transendental
sudah sangat jauh meluncur ke jurang berbahaya. Sementara Timur yang terpasung dalam spiritualisme,
telah lama pula dalam keadaan steril tanpa dinamika. Lalu untuk membangun sebuah peradaban baru
yang anggun dan segar diusulkannya agar Barat dan Timur diprtautkan dengan mengawinkan penalaran
(ziraki) dan cinta (’isyq). Dalam sajak di bawah ini dapat dilihat betapa rindunya Iqbal untuk melihat
Barat dan timur tidak lagi berada dalam dua kutub dikotomis, tetapi dalam posisi yang saling mengisi:
Bagi Barat penalaran (akal) merupakan instrumen kehidupan;
Bagi Timur rahasia alam semesta terletak dalam cinta (’isyq). Dengan bantuan cinta akal akan
berkenalan dengan Realitas;Sedangkan untuk penguatan fondasinya, cin
ta menerima kekuatan dari akal. Bila cinta dan penalaran saling berpelukan, Akan terciptalah sebuah
dunia baru;(oleh sebab itu), Bangkitlah dan b
angunlah sebuah dunia baru itu. Dengan mengawinkan cinta dan penalaran.

Obsesi Iqbal adalah cepat terwujudnya saling pengertian spiritual antara Barat dan Timur. Bertolak dari
doktrin al-Qur’an tentang persaudaraan universal umat manusia, penyair ini pada masa hidupnya amat
gelisah menyaksikan konflik berkepanjangan antara Barat dan Timur. ”Keperluan yang mendesak
sekarang”, tulis William O. Douglas dari Mahkamah Agung Amerika Serikat beberapa dekade yang lalu,
” ialah terciptanya saling pengertian antara Barat dan timur. Keperluan akan saling pengertian ini adalah
untuk level intelektual tertinggi, sebab dengan cara begitu, peradaban-peradaban yang berbeda masing-
masing berhak atas kebesarannya sendiri—boleh jadi akan saling mengenal dan memahami antara satu
dengan lainnya. Pengenalan akan membuahkan toleransi, saling menghormati, dan saling mengagumi.”

Iqbal adalah seorang pemikir kontemporer yang sangat gigih melawan rasialisme yang telah membelah
dan menghancurkan persaudaraan universal antarumat. Dalam suratnya yang tertanggal 24 Januari 1921
kepada Dr. Nicholson, Iqbal mengkritik Ernest Renan yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
musuh besar Islam. Renan sama sekali salah, kata Iqbal. Musuh Islam yang terbesar menurut Iqbal adalah
gagasan tentang ras (race-idea) yang juga sebenarnya merupakan musuh terbesar kemanusiaan. Oleh
sebab itu, menjadi kewajiban seluruh pecinta kemanusiaan untuk berontak melawan hasil temuan setan
yang mengerikan ini.Demi penyatuan umat manusia di muka bumi, kata Iqbal, al-Qur’an mengabaikan
perbedaan-perbedaan kecil antarsesama. Untuk tujuan ini ia mengutip surat Ali-Imran ayat 64: ”Marilah
kita bersatu atas platform yang sama antara kita”. Dan bagi Iqbal, gagasan tentang persaudaraan
universal umat manusia ini tidak mungkin menjadi kenyataan, bila kekuatan-kekuatan sejarah masih
disominasi oleh budaya sekula
ristik-ateistik.

2. Pemikiran tentang Al-Qur’an

Sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa
al-Qur’an adalah benar firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dengan pernyataannya “The Qur’an Is a book
which emphazhise deed rather than idea” (al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal
daripada cita-cita). Namun dia berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia berpendapat
bahwa penafsiran al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan jaman, dan pintu ijtihad tidak
pernah tertutup. Tujuan utama al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi
dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, jika al-Qur’an tidak memuatnya secara detail maka
manusialah yang dituntut untuk mengembangkannya. Dalam istilah fiqh hal ini disebut ijtihad. Ijtihad
dalam pandangan Iqbal adalah sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam. Disamping itu al-Qur’an
memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya,
walaupun al-Qur’an tidak melarang untuk memperimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun
masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. Akibat pemahaman yang kaku terhadap ulama terdahulu, maka ketika
masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya.

Iqbal juga mengeluh tentang ketidakmampuan masyarakat India dalam memahami al-Qur’an disebabkan
tidak memahami bahasa arab dan telah salah mengimpor ide-ide India (Hindu) dan Yunani ke dalam
Islam dan Al-Qur’an. Iqbal begitu terobsesi untuk menyadarkan umat Islam untuk lebih progresif dan
dinamis dari keadaaan statis dan stagnan dalam menjalani kehidupan duniawi. Karena berdasarkan
pengalaman, agama Yahudi dan Kristen telah gagal menuntun ummat manusia menjalani kehidupan.
Kegagalan Yahudi disebabkan terlalu mementingkan legalitas kehidupan duniawi. Sedangkan kegagalan
Kristen adalah dalam memberikan nilai-nilai kepada pemeliharaan Negara, undang-undang dan
organisasi disebabkan terlalu mementingkan segi ibadah ritual. Dalam kegagalan kedua agama tersebut,
menurut Iqbal, al-Qur’an berada di tengah-tengah dan sama-sama mengajarkan keseimbangan kedua
kehidupan tersebut, tanpa membeda-bedakannya. Baginya antara politik pemerintahan dan agama tidak
ada pemisahan sama sekali. Inilah yang dikembangkannya dalam merumuskan ide berdirinya Negara
Pakistan yang memisahkan diri dari India yang mayoritas Hindu.

3. Pemikiran tentang Hadith

Sejak dulu hadith memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Baik umat Islam maupun
kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan titik berangkat dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam
didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap ajaran Islam. Sedangkan orientalis
mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah. Bahkan terkadang hanya untuk mencari kelemahan ajaran
Islam lewat ajaran Islam itu sendiri. Iqbal memandang bahwa ummat Islam perlu melakukan studi
mendalam terhadap literatur hadith dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang
mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami
nilai-nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al-Qur’an.
Iqbal sepakat dengan pendapat Syaikh Waliyullah tentang hadith, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan
dakwah Islam dengan memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu.
Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam
penyampaiannya, Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat
manusia, tanpa terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang
dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan. Dari
pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep
istihsan dari pada hadits yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadith-hadith pada
jamannya belum dikumpulkan, karena Abu Malik dan Az-Zuhri telah membuat koleksi hadits tiga puluh
tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan
universal hadith daripada koleksi belaka.

4. Pemikiran tentang Ijtihad

Menurut Iqbal, ijtihad adalah “Exert with view to form an independent judgment on legal question”
(bersungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan
hukum). Kalau dipandang, baik hadith maupun al-Qur’an memang ada rekomendasi tentang ijtihad
tersebut. Disamping ijtihad pribadi, hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif.
Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh ahli hukum Islam dalam
mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat yang muncul sehingga melahirkan aneka ragam pendapat
(madzhâb). Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad ke dalam tiga tingkatan, yaitu : 1.
Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pa
da pendiri madzhâb-mazhâb saja.

2. Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhâb.

3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu, dengan
tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhâb.

Iqbal menggaris bawahi pada derajat yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini
memang disepakati diterima oleh ulama ahl al-sunnah, tetapi dalam kenyataannya dipungkiri sendiri sejak
berdirinya mazhâb-mazhâb. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkin
dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah sangat ganjil dalam suatu sistem hukum al-Qur’an yang sangat
menghargai pandangan dinamis. Akibat ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan hukum Islam selama
lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang . Ijtihad yang menjadi konsep
dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-
kajian masa lalu saja. Demikian juga ijma’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan ulama, apalagi
dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan ijma’ tersebut, hal ini
dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam. Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori
saja, konsekuensinya, hukum Islam pun statis tidak berkembang selama beberapa abad.

5. Pemikiran Politiknya

Pada tahun 1927, Iqbal berkiprah di arena politik secara aktif dan Ia dipilih sebagai perwakilan Dewan
Punjab selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1930 diangkat menjadi presiden Sidang Tahunan Liga
Muslim yang berlangsung di Allahabad. Dalam kesempatan ini Iqbal mengutarakan ide pembentukan
sebuah negara Islam Pakistan. Ide ini dibentangkan berdasarkan geografi, keagamaan dan kesejahteraan
masyarakat Islam yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan masyarakat Hindu. Tujuan membentuk
negara islam itu ditegaskan oleh Iqbal dalam rapat Liga Muslim pada tahun 1930 yang mendapat
dukungan dari para anggotanya. Sejak saat itu ide dan tujuan pembetukan negara Islam tersebut
diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India.
Disebabkan gagasan ide ini, Iqbal telah diberi julukan sebagai : ‘Bapak Pakistan’. Daerah-daerah yang
diinginkan oleh Iqbal menjadi satu negara Islam India adalah Punjab, daerah perbatasan Utara Sind dan
Balukhistan. Di samping menyuarakan pembentukan negara Islam Pakistan, Iqbal juga menyeru kepada
kebangkitan dan mempererat persaudaraan Islam sedunia. Bagaimanapun sebagai seorang yang
dilahirkan di Timur, Iqbal tetap mempertahankan dan menyanjung kebudayaan dan keperibadian Timur
yang halus, tinggi dan indah. Tentunya termasuk dalam arti kata Timur itu ialah hasil budaya masyarakat
benua kecil India. Terbentuknya negara islam Pakistan sebagaimana yang dicita-citakan Muhammad
Iqbal dapat tercapai pada tahun 1947 setelah beliau meninggal dunia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Di dalam dirinya tidak sedikit kualitas kaliber
internasional sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, pendidik, filosof dan mujtahid. Sebagai
pemikir Muslim dalam arti yang sesungguhnya, Iqbal telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap
Islam secara liberal dan radikal.Dalam mencari konsep sastra Islam, jelas bahwa Muhammad Iqbal
adalah salah seorang tokoh besar yang dapat menjadi contoh. Iqbal tidak hanya semata-mata kepunyaan
Pakistan, tetapi
juga kepunyaan seluruh dunia Islam. Semakin dunia sadar akan kemurnian Islam, semakin terasa
kebenaran pendapat dan falsafah Iqbal yang terpancar melalui syair-syairnya dan terasa dekatnya Iqbal
itu dengan diri kita. Rahasia kejayaan dan kekuatan Iqbal bersumber pada Al-Qura'an dan al-Sunnah
yaitu dua sumber besar yang terbukti mampu merubah dunia dan telah disaksikan sepanjang sejarah
manusia.

Pena lebih tajam dari pedang. Tak diragukan lagi pengaruh pena Iqbal dalam khazanah pemikiran Islam
luar biasa besarnya. Tak hanya dunia Timur-Islam, tetapi juga Timur-non Islam dan Barat.
Kejeniusannya dalam memadukan syair dan filsafat ditambah lagi sikap relegiusnya yang mendalam telah
menimbulkan decak kagum para filosof dan penyair di berbagai belahan dunia. Tak hanya itu, Iqbal juga
telah melakukan sintesis pemikiran Timur dan Barat dengan kekhasan yang belum ada bandingnya.

Tanggapannya terhadap pemikiran Barat mengajarkan umat Islam untuk tidak berapologi atau mencaci
maki setiap bersentuhan dengan khazanah Barat. Sikap yang baik adalah memanfaatkan apa-apa yang
baik dari khazanah Barat untuk merekonstruksi Islam dan kemajuannya. Terbukti Iqbal banyak
terpengaruh para filosof Barat seperti Nitzsche atau Henry Bergson. Walaupun Iqbal sebagian menolak
konsep mereka tentang moralitas, juga tentang kehendak sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa
tujuan.
B. Saran

Setelah memperoleh kesimpulan penulisan tentang pemikiran Muhammad Iqbal, maka untuk selanjutnya
penulis memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif bagi semua pihak yaitu jangan puas dengan
kemapanan yang sahabat miliki sekarang, itu hanya tipudaya yang sangat melemahkan pemikiran kita
dalam berproses, tidak ada pengetahuan yang suci di dunia ini, siapapun boleh menyampaikan dan
mengekspresikanakan. Bangunlah dari tidur lamamu sudah waktunya matahari timur meneranginya.

Anda mungkin juga menyukai