Perdata Formil
Perdata Formil
Oleh
Diatur dalam Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg. Namun dalam penerapan
peraturan perundang-undangannya asas tersebut kemudian dilengkapi lagi
penguraiannya, sejalan dengan penjelasan M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara
Perdata (hlm. 192-202), mengenai patokan-patokan dalam penetuan kompetensi
relatif menurut Undang-Undang dalam Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, antara lain:
Didasarkan pada Pasal 118 ayat (1) HIR, yang menjelaskan dan menentukan
bahwa yang memiliki kewenangan dalam mengadili suatu perkara adalah
Pengadilan Negeri di mana tempat tinggal tergugat berada.
Diatur dalam Pasal 118 ayat (2) HIR, yang menerangkan dalam pengajuan
gugatan oleh pengguugat terhadap tergugat yang lebih dari seorang dan tidak
tinggal dalam satu wilayah, tidak diharuskan mengajukan gugatan ke setiap
tergugat secara terpisah namun cukup dengan pemilihan Pengadilan Negeri di
tempat tinggal salah satu tergugat.
3) Asas Sequitor Forum Rei tanpa hak opsi, tetapi berdasarkan tempat tinggal
debitur principal/pokok
Sebagai kebalikan dari Asas Sequitor Forum Rei dengan hak opsi, namun sama
dalam Pasal 118 ayat (2) HIR pengaturannya. Secara singkat menjelaskan dalam
hubungan antar kreditur (pihak yang memiliki piutang), debitur pokok (pihak
yang memilki utang), dan penjamin (pihak yang oleh debitur menjadi penjamin
utangnya) maka gugatan diajukan tke Pengadilan Negeri tempat tinggal debitur
pokoknya.
Apabila dalam pengajuan gugatan tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak
diketahui, maka pengajuan gugatan dilakukan pada Pengadilan Negeri tempat
tinggal pihak penggugat, berdasarkan Pasal 99 ayat (3) Rv.
Berdasarkan Pasal 118 ayat (4) HIR, dimana dalam adanya sengketa adanya
perjanjian para pihak tekait bisa menyepakati domisili Pengadilan Negeri mana
yang akan berwenang menyelesaikan sengketanya tersebut.
*Relas: Surat Panggilan Sidang, untuk min. 3 hari kerja kedepan (dipanggil
dengan patut)
B. Dasar Gugatan
1. Perbuatan Melawan Hukum. (Formil-thd UU dan Materil-thd
kepentingan umum, kesusilaan, dll.)
Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum
(PMH) apabila melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
orang lain, melanggar kewajiban hukum pelaku, atau melanggar
kesusilaan. Berbuat atau idak bebruat yang dengan itu melanggar
hukum tertulis dan tidak tertulis, melanggar hak subjektif orang
lain atau bertentangan dengan kewajibannya, bertentangan dengan
kesusilaan atau sifat berhati-hati sebagaimana patut dalam
masyarakat.
Berdasarkan Pasal 1362-1380 KUHPerdata, sehingga orang
tidak bisa mengajukan adanya PMH dan meminta ganti rugi
apabila tidak disebutkan pasal dan peraturan dilanggarnya.
Dan di dalam gugatan yang diajukan terhadap PMH penggugat
harus membuktikan semua unsur-unsur peraturan dalam PMHnya
(melanggar undang-undang yang berlaku secara umum) juga
harus membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur.
E. Penggabungan Gugatan
Penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum kedalam satu
gugatan dalam subjek maupun objeknya. Asas actor sequitor forum rei,
bahwa gugatan diajukan di pengadilan tempat tinggal tergugat.
1
Pemerintah Indonesia, 2016, Perma No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
Jakarta: Sekretariat Negara.
karena masih dirasanya keragu-raguan masyarakat kepada pengadilan
sehingga mereka lebih sering memilih proses litigasi yang bersifat
menang-kalah. Terbukti banyak kasus yang tidak selesai lewat mediasi
yang memang kurang cocok dijalankan bagi peradilan perdata Indonesia.
b. Putusan Verstek
c. Putusan Contradictoir
Putusan ini ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat
putusan diucapkan. Terdapat dua jenis putusan contradictoir:
- Pada saat putusan diucapkan para pihak hadir
- Pada saat putusan diucapkan salah satu pihak tidak hadir
2. Dari aspek sifatnya; bagian dari putusan akhir
a. Putusan Deklarator
b. Putusan Constitutief
c. Putusan Condemnatoir
b. Putusan Akhir
C. Acara Istimewa
D. Penyitaan (beslag)
Sita marital atau sita harta bersama penyitaan yang bertujuan dalam
pembekuan harta bersama/mengamankan suami-istri agar tidak
berpindah kepada pihak ketiga selama proses pembagian harta
bersama berlangsung agar keberadaan dan keutuhan harta bersama
terlepas dari tindakan tergugat yang tidak bertanggung jawab.
5. (Panbeslag) - 751
Pembuktian
Proses yang penting setelah adanya gugatan, jawaban, replik, dan duplik
maka tahapan yang selanjutnya dilakukan adalah proses pembuktian.
Hukum pembuktian adalah proses meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu perkara yang dicantum dalam
gugatan demi terciptanya kepastian hukum. Sehingga setiap peristiwa atau
hak yang didalilkan para pihak harus dibuktikan oleh pihak masing-masing,
dan hal yang tidak perlu dibuktikan misalnya:
1) Gugatan yang sudah diakui pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi
2) Penglihatan hakim di muka persidangan karena sudah memberikan
keyakinan bagi hakim
3) Fakta-fakta yang diakui oleh umum
Sehingga bertitik tolak pada Pasal 163 HIR/ 283 RB, beban pembuktian
terletak bagi para pihak, bagi yang mendalilkan mereka juga yang
membuktikan dalil tersebut. Beban pembuktian dilaksanakan secara
seimbang.
Dalam proses pembuktian ada asas-asas yang mengaturnya antara lain:
a. Asas Ius Curia Novit, bahwa hakim dianggap mengetahui aturan
hukum yang digunakan dalam memeriksa.
b. Asas Audi et Alteram Partem, bahwa hakim harus memperhatikan para
pihak secara seimbang.
c. Asas Nemo Testis Indoneus in Propria Causa, bahwa pihak yang
berperkara tidak bisa menjadi saksi bagi dalilnya sendiri.
d. Asas Actori Incumbit Probatio, bahwa pembuktian dibebankan kepada
kedua pihak sesuai dalilnya.
e. Asas Unus Testis Nullus Testis, bahwa keterangan satu saksi harus
disertai alat bukti lainnya (min. 2 saksi).
f. Asas Acta Publica Pribant Sese Ipsa, bahwa pembuktian akta otentik
dibebankan kepada pihak yang menyangkal sifat keotentikan akta
tersebut.
Dalam hukum acara perdata sendiri mengatur alat-alat bukti yang
digunakan dalam pembuktian di sidang, sebagai sarana para pihak untuk
membuktikan dalil yang dikemukakan. Para pihak kemudian membuat
daftar alat bukti yang akan diajukan ke persidangan. Diatur dalam Pasal 164
HIR, 1866 BW, dan 284 RBg, antara lain:
a. Surat
Dalam mencari kebenaran formil, merupakan alat bukti yang utama
karena perbuatan perdata sengaja dilakukan dan kepastian adalah
melalui bentuk tulisan. Surat dalam sesuatu yang memuat tanda yang
dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran untuk proses
pembuktian. Dibagi dalam:
1) Akta, dan
Surat yang sengaja dibuat sebagai alat pembuktian dibagi dalam
akta autentik sebagai akta yang bentuknya ditentukan undang-
undang dan dibuat oleh pegawai umum tanpa persetujuan pihak atau
dibuat di hadapan pengawai umum berkuasa (notaris, polisi, hakim,
dll) dengan persetujuan pihak dan akta dibawah tangan sebagai akta
yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja. Akta secara
keseluruhan berdasarkan para pihak dan sengaja untuk keperluan
pembuktian.
2) Surat bukan akta
Surat-surat lain diluar akta yang bisa membuktikan suatu
perkara/peristiwa di pengadilan.
b. Saksi
Kesaksian yang diberikan seseorang dalam keterangannya di muka
persidangan tentang hal yang ia lihat, dengar, atau alami sendiri. Diabgi
menjadi saksi biasa yang memberikan keterangan dalam fakta peristiwa
dan saksi ahli berdasarkan keahlian yang ia miliki bersangkutan dengan
perkaranya. (kecuali keluarga dan semenda, isteri atau suami, anak
dibawah 15 tahun, orang gila)
c. Persangkaan-persangkaan
Persangkaan sebagai kesimpulan yang ditarik oleh atau dalam
undang-undang atau hakim dari peristiwa tertentu yang dikenal
sebelumnya ke peristiwa yang lain.
d. Pengakuan, dan
Pengakuan terbagi dalam pengakuan di muka persidangan dan di
luar persidangan. Untuk pengakuan di luar sidang harus ditambah
dengan alat bukti lain untuk lebih meyakinkan hakim. Dan pengakuan
di muka persidangan dibagi menjadi:
1) Pengakuan Sesungguhnya, tergugat dalam jawaban mengakui
secara sugguh-sungguh apa yang dialami penggugat.
2) Pengakuan kualifikasi, tergugat tidak mengakui sepenuhnya tetapi
ada sebagian yang dibantah.
3) Pengakuan klausal, apa yang didalilkan penggugat diakui namun
disertai keterangan tambahan.
e. Sumpah
Sebagai keterangan yang diberikan seseorang dengan
mengatasnamakan Tuhannya, daitur dalam Pasal 155 HIR.
Diatur dalam Perma No. 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Gugatan
Sederhana, merupakan tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap
gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata
cara dan pembuktian yang sederhana, yang membedakan gugatan
sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah pada nilai kerugian
materil yang secara khusus ditentukan maksimal sebesar Rp
200.000.000,00 juta rupiah. Sedangkan pada perkata perdata
biasa/pada umumnya aspek nilai kerugian materiil tersebut tidak
dibatasi. Dan juga adanya pemutusan perkara oleh hakim tunggal
bukan majelis pada perkara pada umumnya.
4) Adanya kerugian