Anda di halaman 1dari 19

Hukum Acara Perdata

Oleh

Matthew S. Gunena (110110170198)

Fakultas Hukum – Universitas Padjadjaran

Hukum Perdata Formil

Sebagai salah satu permasalahan ranah privat dalam mengatur


penjalanan Hukum Perdata Materil yang dilimpahkan/diselesaikan kepada
Pengadilan Umum dalam kompetensinya (kewenanangan/kompetensi
absolut) berdasarkan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang berlaku:

A) Peradilan umum: Pasal 50 dan 51 UU No. 2/1986 yang diubah dalam


UU No. 8/2004 tentang Peradilan Umum, hanya berwenang mengadili
perkara;
1. Pidana umum (Peradilan Anak, HAM, Tipikor, Perikanan) dan
khusus;
2. Perdata umum (PMH dan Wanprestasi) dan niaga (HaKI,
kepailitan, hubungan industrial, langsung kasasi)
B) Peradilan agama: (UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama) hanya
berwenang mengadili perkara bagi masyarakat yang beragama Islam
tentang;
1. Perkawinan
2. Kewarisan meliputi wasiat, hibah menurut hukum Islam
3. Waqaf dan shadaqah.
C) Peradilan tata usaha negara: UU No. 9/2004 tentang Peradilan TUN,
kewenangannya terbatas dan tertentu untuk mengadili sengketa Tata
Usaha Negara atau terhadap produk-produk administrasi negara;
D) Peradilan militer: Pasal 40 UU No. 31/1997 hanya berwenang
mengadili perkara pidana yang terdakwanya terdiri dari Prajurit TNI
dalam kepangkatan tertentu.

Dalam kompetensi relatif (pembagian wewenang mengadili antar


Pengadilan Negeri berdasarkan wilayah kewenangannya) pengadilan
bersangkutan dengan asas Actor sequitor forum rei tentang pengajuan
guggatan kepada pengadilan yang kewenangannya meliputi tempat tinggal
tergugat berdasarkan wilayah hukum yang menyangkut wilayah kekuasaan
pengadilan tersbeut di wilayahnya.

Diatur dalam Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg. Namun dalam penerapan
peraturan perundang-undangannya asas tersebut kemudian dilengkapi lagi
penguraiannya, sejalan dengan penjelasan M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara
Perdata (hlm. 192-202), mengenai patokan-patokan dalam penetuan kompetensi
relatif menurut Undang-Undang dalam Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, antara lain:

1) Asas Sequitor Forum Rei

Didasarkan pada Pasal 118 ayat (1) HIR, yang menjelaskan dan menentukan
bahwa yang memiliki kewenangan dalam mengadili suatu perkara adalah
Pengadilan Negeri di mana tempat tinggal tergugat berada.

2) Asas Sequitor Forum Rei dengan hak opsi

Diatur dalam Pasal 118 ayat (2) HIR, yang menerangkan dalam pengajuan
gugatan oleh pengguugat terhadap tergugat yang lebih dari seorang dan tidak
tinggal dalam satu wilayah, tidak diharuskan mengajukan gugatan ke setiap
tergugat secara terpisah namun cukup dengan pemilihan Pengadilan Negeri di
tempat tinggal salah satu tergugat.

3) Asas Sequitor Forum Rei tanpa hak opsi, tetapi berdasarkan tempat tinggal
debitur principal/pokok

Sebagai kebalikan dari Asas Sequitor Forum Rei dengan hak opsi, namun sama
dalam Pasal 118 ayat (2) HIR pengaturannya. Secara singkat menjelaskan dalam
hubungan antar kreditur (pihak yang memiliki piutang), debitur pokok (pihak
yang memilki utang), dan penjamin (pihak yang oleh debitur menjadi penjamin
utangnya) maka gugatan diajukan tke Pengadilan Negeri tempat tinggal debitur
pokoknya.

4) Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal Penggugat

Apabila dalam pengajuan gugatan tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak
diketahui, maka pengajuan gugatan dilakukan pada Pengadilan Negeri tempat
tinggal pihak penggugat, berdasarkan Pasal 99 ayat (3) Rv.

5) Forum Rei Sitae


Berdasarkan Pasal 118 ayat (3) HIR yang menjelaskan penggunaan asas ini dalam
pengajuan gugatan kepada Pengadilan Negeri di mana objek barang/benda tidak
bergerak yang disengkatakan berada.

6) Kompetensi relatif berdasarkan pemilihan domisili

Berdasarkan Pasal 118 ayat (4) HIR, dimana dalam adanya sengketa adanya
perjanjian para pihak tekait bisa menyepakati domisili Pengadilan Negeri mana
yang akan berwenang menyelesaikan sengketanya tersebut.

7) Negara atau Pemerintah dapat digugat pada setiap Pengadilan Negeri

Di dalam Pasal 99 ayat (18) Rv diatur mengenai kompetensi relatif dalam


penyelesaian sengketa yang melibatkan negara sebagai penggugat atau tergugat,
dikaitkan pula Pasal 118 HIR maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri
di mana departemen yang bersangkutan berada.

Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata

 Pengajuan gugatan dilakukan dalam surat permohonan, namun dapat


secara lisan (orang buta huruf)
 Tidak ada kewajiban untuk menguasakan kepada juru kuasa ynag ahli
hukum
 Hakim wajib mengusahakan perdamaian sebelum dimulai
pemeriksaan, dan mendengar langsung dri pihak-pihak
 Hakim bersifat menunggu dalam pengajuan hak menggugat dari yang
berkepentingan saja
 Hakim pasif dalam menentukan runag lingkup perkara yang di
periksa dari para pihak saja
 (Ius Curia Novit) Hakim dianggap tahu seluruh hukum, sehingga
Pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara
yang masuk.

*Relas: Surat Panggilan Sidang, untuk min. 3 hari kerja kedepan (dipanggil
dengan patut)

*Open Bar: sidang dibuka dan terbuka utk umum.


Prosedur Penyelesaian Perkara Perdata

1. Gugatan; oleh Penggugat


- Perdamaian atau Mediasi
2. Jawaban (Eksepsi); oleh Tergugat
3. Replik; oleh P
4. Duplik; oleh T
5. Pembuktian; oleh kedua pihak
6. Kesimpulan; oleh kedua pihak
7. Putusan; oleh Hakim
8. Upaya Hukum; oleh kedua pihak
9. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi).
Tuntutan Perdata

A. Tuntutan (hak) Perdata

Sebagai sebuah tuntutan hak, menurut Subekti: sebagai sebuah


gugatan. Menurut Pasal 118 ayat (1) H.I.R.

Tuntutan perdata merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak


yang merasa hak perdatanya dirugikan kemuka pegadilan demi
mendapatkan sebuah putusan, sebagai upaya terakhir yang dilakukan
(ultimum remidium). Ketika terjadi wanprestasi; setelah dilakukan
adanya pernyataan Somatie.

- Permohonan (voluntaria): tuntutan hak berdasarkan kepentingan 1


pihak/tidak ada konflik, tidak ada
sengketa, lewat sebuah penetapan. Mis:
adopsi, ganti kelamin, pewarisan.
- Penggugatan (contentiosa): bersifat sengketa (ada konflik), tuntutan
hak

perdata yang dilakukan lebih dari 1 orang,


lewat sebuah putusan kepada pihak yang
berperkara. Mis: wanprestasi, perbuatan
melawan hukum.

Pihak dalam sebuah gugatan adalah penggugat (yang mengajukan;


pihak yang memulai membuat perkara dengan mengajukan gugatan
akibat hak perdatanya dirugikan) dan tergugat (yang di gugat dalam
sengketa; pihak yang ditarik dimuka pengadilan karena dirasa sebagai
pihak yang merugikan hak perdata penggugat). Ada juga istilah Turut
Tergugat dalam praktik hanya demi lengkapnya suatu perkara, agar
tunduk dan taat dalam hasil putusan saja. Turut tergugat hanya
menuruti isi putusan karena tidak melakukan sesuatu (perbuatan), hanya
sebagai pihak terkait dalam perkara saja.
Selain orang, badan hukum juga dapat menjadi pihak dalam suatu
perkara yang bertindak melalui pengurus atau wakilnya.

B. Dasar Gugatan
1. Perbuatan Melawan Hukum. (Formil-thd UU dan Materil-thd
kepentingan umum, kesusilaan, dll.)
Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum
(PMH) apabila melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
orang lain, melanggar kewajiban hukum pelaku, atau melanggar
kesusilaan. Berbuat atau idak bebruat yang dengan itu melanggar
hukum tertulis dan tidak tertulis, melanggar hak subjektif orang
lain atau bertentangan dengan kewajibannya, bertentangan dengan
kesusilaan atau sifat berhati-hati sebagaimana patut dalam
masyarakat.
Berdasarkan Pasal 1362-1380 KUHPerdata, sehingga orang
tidak bisa mengajukan adanya PMH dan meminta ganti rugi
apabila tidak disebutkan pasal dan peraturan dilanggarnya.
Dan di dalam gugatan yang diajukan terhadap PMH penggugat
harus membuktikan semua unsur-unsur peraturan dalam PMHnya
(melanggar undang-undang yang berlaku secara umum) juga
harus membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur.

2. Wanprestasi harus melalui proses pengeluaran surat peringatan


dahulu (somasi), sebagai bentuk teguran dan peringatan bahwa
pihaknya akan dinyatakan wanprestasi, untuk mencegah kerugian
yang lebih besar bagi pihak tersebut.
Tindakan yang tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan,
melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana
mestinya, melaksanakan apa yang dijanjikan tapi terlambat,
melakukan sesuatu yang dalam perjanjian tidak dipebolehkan.
Sehingga sebagai ketiadaan suatu prestasi didalam suatu
perjanjian, terdapat 4 macam:
a) Tidak memenuhi prestasi sama sekali/tidak menyanggupi
b) Memenuhi prestasi tapi tidak tepat waktu
c) Memenuhi prestasi tapi tidak sesuai atau keliru/tidak sesuai
perjanjian
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian dilarang

Menurut Yahya Harapah wanprestasi sebagai pelaksanaan


kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
menurut selaknya. Dan pihak yang dirugikan bisa menuntut
pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian, atau meminta ganti
kerugian kepada debitur.

Sesorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu


perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, sebagai unsur wajib
dari wanprestasi.

C. Penyusunan Gugatan Perdata


Persyaratan mengenai isi surat gugatan diatur dalam Pasal 8 No.3
RV, yang secara pokok berisi:
Syarat Substantsi
1. Identitas para pihak, dari para penggugat dan para tergugat
apabila salah akan error in persona.
2. Dalil konkrit/Posita tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan dari pada tuntutan, mengenai
fundamentum petendi atau posita. Diantaranya mencakup:
- Objek Perkara
- Fakta hukum
- Kualifikasi perbuatan tergugar
- Uraian kerugian
- Hubungan posita dengan petitum
Teori dalam perumusan posita:
a) Substantierings Theorie (substansi)
Gugatan tidak cukup hanya menyebutkan dasar hukum
yang menjadi alasan menuntut, namun harus berdasarkan pula
kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum
yang menjadi dasar gugatan, dan menjadi sebab dari peristiwa
hukumnya.
b) Individualiserings Theori
Gugatan cukup menyebutkan kejadian-kejadian yang
menunjukkan adanyan hubungan hukum yang menjadi dasar
tuntutannya.

3. Tuntutan atau petitum.

Berdasarkan asas legitima persona standi in judicio, setiap orang


yang merasa mempunyai hak. Namun dalam pengajuan gugatan
harus oleh pihak yang mempunyai hubungan hukum (kepentingan
terhadap objek gugatan), sebagai keseimpulan dari suatu gugatan
berisi hal yang dimohonkan untuk diputuskan hakim. Petitum
Primair (hal pokok yang dimohonkan) dan Petitum Subsidair
(dengan memberi kebebasan kepada hakim untuk mengabulkan
lain dari petitum primair).

D. Perubahan dan Pencabutan Gugatan


Bisa dilakukan selama belum kepada sidang jawaban, tidak boleh
terhadap substansi gugatannya.
Terhadap pencabutan juga dapat dilakukan, sebelum adanya
putusan dan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

E. Penggabungan Gugatan
Penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum kedalam satu
gugatan dalam subjek maupun objeknya. Asas actor sequitor forum rei,
bahwa gugatan diajukan di pengadilan tempat tinggal tergugat.

Pemeriksaan Perkara dalam Persidangan

A. Perdamaian dalam sidang Pengadilan


“Non Multa Sed Multum”

Salah satu asas yang digunakan dalam proses persidangan perdata


adalah Hakim mengusahakan perdamaian terlebih dahulu kepada para
pihak. Perdamaian ini bisa dilakukan diluar persidangan melalui ADR,
maupun dalam sidang sendiri pada hari sidang yang pertama dan
kemudian dibuatkan akta perdamaian para pihaknya lewat mediasi (Acta
van dading) sebagai putusan yang tetap sehingga tidak bisa lagi diajukan
perkaranya ke pengadilan.

Upaya mediasi sebagai upaya perdamaian (dading) diatur dalam Pasal


130 HIR, juga dalam Pasal 154 RBg. Dalam HIR menjelaskan jika pada
hari yang sidang yang ditentukan kedua belah pihak menghadap maka
pengadilan negeri dengan perantaraan keduanya akan mencoba
mendamaikan mereka, sedangkan dalam RBg menjelaskan bila pada hari
yang telah ditentukan para pihak untuk datang maka pengadilan negeri
dengan perantara ketua berusaha mendamaikannya.

Acara perdamaian sebelum masuk jawab menjawab di persidangan.


Paling lama dilaksanakan selama 30 hari, untuk diusahakan kesepakatan
perdamaiannya.

Mediasi sendiri sebagai upaya penyelesaian sengketa melalui proses


perundingan atau mufakat para pihak yang bersengketa1 dibantu oleh
mediator yang pada akhirnya kewenangan keputusan damai atau
penyelesaian perdamaian tetap dikembalikan kepada para pihak.
Sehingga pelaksanaan mediasi tidak boleh ada unsur paksaan dalam
menyelesaikan proses tersebut.

Selanjutnya ketentuan khusus mengenai proses perdamaian ini


kemudian dikeluarkan lewat UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Alternatif Penyelesaian
Sengketa) dan dikeluarkannya juga pengaturan dari Mahkamah Agung
lewat Perma terakhir yaitu Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan. Lewat adanya peraturan-peraturan tersebut mediasi
diwajibkan pelaksanaannya oleh hakim dapat dikatakan bahwa proses
mediasi telah terintegrasi sebagai bagian dari hukum acara perdata
nasional.

Mulanya upaya perdamaian bertujuan untuk memberikan


penyelesaian yang bersifat saling menang, sebagaimana dicantumkan
dalam Perma No. 1 tahun 2016 bahwa mediasi diharapkan dapat
menyelesaikan masalah yang berlandaskan keadilan. Namun menurut
pakar praktisi hukum Otto Hasibuan praktik mediasi jarang digunakan

1
Pemerintah Indonesia, 2016, Perma No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
Jakarta: Sekretariat Negara.
karena masih dirasanya keragu-raguan masyarakat kepada pengadilan
sehingga mereka lebih sering memilih proses litigasi yang bersifat
menang-kalah. Terbukti banyak kasus yang tidak selesai lewat mediasi
yang memang kurang cocok dijalankan bagi peradilan perdata Indonesia.

B. Macam jenis putusan peradilan perdata

Jenis putusan hakim dapat dibagi menjadi:

1. Dari aspek kehadiran para pihak


a. Putusan Gugatan Gugur

Putusan ini dijatuhkan jika penggugat tidak datang pada hari


sidang yang ditentukan, atau tidak menyuruh wakilnya untuk
menghadiri padahal telah dipanggil dengan patut. Hakim dapat
menjatuhkan putusan menggugurkan gugatan penggugat dan
penggugat dihukum membayar biaya perkara.

b. Putusan Verstek

Adanya kondisi dimana pada hari sidang yang telah ditetapkan


pihak tergugat tidak hadir dan tidak mengirimkan wakilnya
sedangkan sudah dipanggil dengan patut, maka hakim
menyatakan putusan verstek atau putusan tanpa hadirnya pihak
tergugat (Pasal 125 ayat 1 HIR). Dapat dibanding oleh tergugat
selama max. 14 hari setelah putusan tersebut, lewat upaya hukum
perlawanan (verzet), sedangkan bagi pihak penggugat dapat
mengajukan banding untuk putusan verstek karena hanya
mengabulkan sebagian gugatannya.

Dalam hal pihak penggugat yang tidak menghadiri sidang,


diberi kesempatan untuk dipanggil sekali lagi namun apabila
masih tidak hadir maka gugatannya dinyatakan gugur dan tetap
membayar biaya perkara.

c. Putusan Contradictoir

Putusan ini ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat
putusan diucapkan. Terdapat dua jenis putusan contradictoir:
- Pada saat putusan diucapkan para pihak hadir
- Pada saat putusan diucapkan salah satu pihak tidak hadir
2. Dari aspek sifatnya; bagian dari putusan akhir
a. Putusan Deklarator

Pernyataan hakim dalam putusan yang dijatuhkan sebagai


penjeleasan atau penetapan tentang hak atau title atau status,
diatur dalam amar atau diktum putusan. Berisi pernyataan atau
penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum suatu
peristiwa. (sah nya perkawinan, sahnya jual-beli, hak kepemilikan
benda yang sah.)

b. Putusan Constitutief

Putusan yang memastikan suatu keadaan hukum dalam


meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru.
Hampir tidak ada batasan dengan putusan deklaratif, mis: putusan
perceraian.

c. Putusan Condemnatoir

Putusan yang berisi penghukuman salah satu pihak dalam


suatu perkara, bagian yang tidak terpisah dengan putusan lainnya
sebagai tambahan (asesor) karena tidak dapat berdiri sendiri. Oleh
karena itu:

a) Satu kesatuan yang tidak terpisah dengan amar deklaratif,


sebagai condition sine qua non (syarat mutlak);
b) Penempatan amar deklalator dalam putusan, ditempatkan
mendahului amar kondemnator.
3. Dari aspek waktu penjatuhannya
a. Putusan Sela

Putusan sela disebut juga putusan sementara. Ada juga yang


menyebutnya dengan incidental vonnis atau putusan insidentil.
Bahkan disebut juga tussen vonnis yang diartikan putusan antara.

b. Putusan Akhir

Putusan akhir (eind vonnis) atau dalam common lawsama


dengan final judgement diambil dan dijatuhkan pada akhir atau
sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok. Merupakan tindakan
atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan
kehakiman untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang
terjadi di antara pihak yang berperkara.

C. Acara Istimewa
D. Penyitaan (beslag)

Dalam hukum acara perdata merupakan penempatan secara paksa


harta tersita dibawah penjagaan pengadilan (kurator) untuk kepentingan
penggugat dalam sementara waktu, untuk penggugat perlu dimasukan
kedalam surat gugatan agar yang dimenangkannya harta tersita
dalamperkara tidak hanya menang di atas kertas (lewat sita jaminan
untuk gugatan imateril dalam surat gugatan).

Sehingga tujuan dilakukan penyitaan selain untuk merealisasikan


gugatan agar harta tergugat tidak dipindahkan/digelapkan/dibenani
kepada pihak ketiga, melindungi dan menjamin kepentingan penggugat
sampai adanya putusan hukum yang tetap karena harta di bawah
penjagaan dan pengawasan pengadilan. Sehingga terhadap tergugat
berlaku Pasal 189 HIR dan Pasal 213 RBG, yaitu:

1) Larangan tergugat menjual, menghibahkan, atau memindahkan


barang itu dalam bentuk apapun kepada siapa pun.
2) Adanya akibat hukum dalam;
i. Segi Perdata: jual beli atau pemindahan tsb batal demi hukum
menurut Pasal 1341 KUHPer tentang hak kreditur untuk
membatalkan perbuatan debitur yang tidak diwajibkan, dengan
akibat yang merugikan kreditur (Actio Pauliana). Memiliki
syarat:
 Merupakan perbuatan hukum sehingga ada akibat
hukumnya
 Perbuatan tersebut sifatnya tidak wajib untuk dilakukan
 Akibat dilakukan perbuatan merugikan kreditur
 Debitur dan pihak ketiga mengetahui perbuatan tsb
merugikan kreditur.
ii. Segi Pidana: dapat diancam pidana penjara sesuai dalam Pasal
231 KUHPer sebagai kejahatan melepaskan barang di sita
dengan sengaja.

Benda yang disita merupakan benda bergerak dan tidak bergerak,


disebutkan secara jelas mengenai identitas atau ciri barang. Jenis-jenis
penyitaan:

1. Sita Jaminan (Consevatoir Beslag) -

Penyitaan yang dilakukan dalam mengamankan harta tergugat selama


proses peradilan berlangsung, untuk mencegah terpindah
tangankannya harta tersebut kepada pihak ketiga demi menjamin hak
penggugat. Sita jaminan diajukan awal ketika mengajukan gugatan di
surat dakwaan agar kemenangan penggugat nantinya tidak hanya
diatas kertas.

2. Sita Revindikasi (Revindicatoir Beslag) - 226

Penyitaan untuk mendapatkan hak kembali/menuntut oleh


penggugat sebagai pemilik barang, yaitu barang bergerak di tangan
pihak lain yang tanpa hak dan harus dituangkan dengan jelas
kepastian barangnya dalam.

3. Sita Harta Bersama (Marital Beslag) – 822, 823

Sita marital atau sita harta bersama penyitaan yang bertujuan dalam
pembekuan harta bersama/mengamankan suami-istri agar tidak
berpindah kepada pihak ketiga selama proses pembagian harta
bersama berlangsung agar keberadaan dan keutuhan harta bersama
terlepas dari tindakan tergugat yang tidak bertanggung jawab.

4. Sita Eksekusi (Executorial Beslag)

Penyitaan yang dilakukan setelah adanya putusan yang berkekuatan


hukum tetap dalam perkara untuk dieksekusi proses sita, salah
satunya kelanjutan dari sita jaminan.

5. (Panbeslag) - 751

Pembuktian
Proses yang penting setelah adanya gugatan, jawaban, replik, dan duplik
maka tahapan yang selanjutnya dilakukan adalah proses pembuktian.
Hukum pembuktian adalah proses meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu perkara yang dicantum dalam
gugatan demi terciptanya kepastian hukum. Sehingga setiap peristiwa atau
hak yang didalilkan para pihak harus dibuktikan oleh pihak masing-masing,
dan hal yang tidak perlu dibuktikan misalnya:
1) Gugatan yang sudah diakui pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi
2) Penglihatan hakim di muka persidangan karena sudah memberikan
keyakinan bagi hakim
3) Fakta-fakta yang diakui oleh umum
Sehingga bertitik tolak pada Pasal 163 HIR/ 283 RB, beban pembuktian
terletak bagi para pihak, bagi yang mendalilkan mereka juga yang
membuktikan dalil tersebut. Beban pembuktian dilaksanakan secara
seimbang.
Dalam proses pembuktian ada asas-asas yang mengaturnya antara lain:
a. Asas Ius Curia Novit, bahwa hakim dianggap mengetahui aturan
hukum yang digunakan dalam memeriksa.
b. Asas Audi et Alteram Partem, bahwa hakim harus memperhatikan para
pihak secara seimbang.
c. Asas Nemo Testis Indoneus in Propria Causa, bahwa pihak yang
berperkara tidak bisa menjadi saksi bagi dalilnya sendiri.
d. Asas Actori Incumbit Probatio, bahwa pembuktian dibebankan kepada
kedua pihak sesuai dalilnya.
e. Asas Unus Testis Nullus Testis, bahwa keterangan satu saksi harus
disertai alat bukti lainnya (min. 2 saksi).
f. Asas Acta Publica Pribant Sese Ipsa, bahwa pembuktian akta otentik
dibebankan kepada pihak yang menyangkal sifat keotentikan akta
tersebut.
Dalam hukum acara perdata sendiri mengatur alat-alat bukti yang
digunakan dalam pembuktian di sidang, sebagai sarana para pihak untuk
membuktikan dalil yang dikemukakan. Para pihak kemudian membuat
daftar alat bukti yang akan diajukan ke persidangan. Diatur dalam Pasal 164
HIR, 1866 BW, dan 284 RBg, antara lain:
a. Surat
Dalam mencari kebenaran formil, merupakan alat bukti yang utama
karena perbuatan perdata sengaja dilakukan dan kepastian adalah
melalui bentuk tulisan. Surat dalam sesuatu yang memuat tanda yang
dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran untuk proses
pembuktian. Dibagi dalam:
1) Akta, dan
Surat yang sengaja dibuat sebagai alat pembuktian dibagi dalam
akta autentik sebagai akta yang bentuknya ditentukan undang-
undang dan dibuat oleh pegawai umum tanpa persetujuan pihak atau
dibuat di hadapan pengawai umum berkuasa (notaris, polisi, hakim,
dll) dengan persetujuan pihak dan akta dibawah tangan sebagai akta
yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja. Akta secara
keseluruhan berdasarkan para pihak dan sengaja untuk keperluan
pembuktian.
2) Surat bukan akta
Surat-surat lain diluar akta yang bisa membuktikan suatu
perkara/peristiwa di pengadilan.
b. Saksi
Kesaksian yang diberikan seseorang dalam keterangannya di muka
persidangan tentang hal yang ia lihat, dengar, atau alami sendiri. Diabgi
menjadi saksi biasa yang memberikan keterangan dalam fakta peristiwa
dan saksi ahli berdasarkan keahlian yang ia miliki bersangkutan dengan
perkaranya. (kecuali keluarga dan semenda, isteri atau suami, anak
dibawah 15 tahun, orang gila)
c. Persangkaan-persangkaan
Persangkaan sebagai kesimpulan yang ditarik oleh atau dalam
undang-undang atau hakim dari peristiwa tertentu yang dikenal
sebelumnya ke peristiwa yang lain.
d. Pengakuan, dan
Pengakuan terbagi dalam pengakuan di muka persidangan dan di
luar persidangan. Untuk pengakuan di luar sidang harus ditambah
dengan alat bukti lain untuk lebih meyakinkan hakim. Dan pengakuan
di muka persidangan dibagi menjadi:
1) Pengakuan Sesungguhnya, tergugat dalam jawaban mengakui
secara sugguh-sungguh apa yang dialami penggugat.
2) Pengakuan kualifikasi, tergugat tidak mengakui sepenuhnya tetapi
ada sebagian yang dibantah.
3) Pengakuan klausal, apa yang didalilkan penggugat diakui namun
disertai keterangan tambahan.
e. Sumpah
Sebagai keterangan yang diberikan seseorang dengan
mengatasnamakan Tuhannya, daitur dalam Pasal 155 HIR.

Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan

Dalam sebuah putusan dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,


dan Mahkamah Agung. Dilakukan terhadap putusan hakimyang belum
berkekuatan hukum tetap (putusan PN dan PT) dan terhadap putusan
berkekuatan hukum tetap (putusan MA) Dibagi menjadi:
a. Upaya Hukum Biasa terhadap putusan hukum yang belum
berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini putusan ada pengajuan
upaya hukum. Terbagi menjadi verzet, banding (14 hari dari
putusan akhir pn) dan kasasi (14 hari dri putusan banding).
b. Upaya Hukum Luar Biasa terhadap putusan hakim yang sudah
berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini putusan pengadilan
negeri yang tidak diajukan banding atau kasasi dan juga putusan
dari Mahkamah Agung.
Terbagi menjadi peninjauan kembali (180 hari sejak ditemukan
fakta baru) apabila putusan dan Derden Verzet.
Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi selalu dilakukan
dengan paksa (bukan sukarela) terhadap pihak yang bersangkutan,
dilakukan apabila pihak ini tidak melaksanakan putusan condemnator dari
hakim. Jenisnya:
a. Eksekusi riil: pengosongan objek sengketa yang didahului dengan
anmaning/peringatan dari pengadilan.
b. Eksekusi

Perbandingan dalam Gugatan


CLASS ACTION, CITIZEN LAW SUIT dan LEGAL STANDING
A. Class Action (Gugatan perwakilan). Cth: kasus R.O. Tambunan thd
Rokok Bentoel Remaja pada 1980-an.

Salah satu mekanisme dalam Acara Perdata berupa pengajuan


gugatan secara berkelompok dalam suatu kepentingan bersama untuk
berpekara dengan diwakilkan satu atau lebih orang sebagai wakil
kelas/kelompok, dalam hukum acara perdata Indonesia dikenal sebagai
Gugatan Perwakilan Kelompok (PERMA No. 1/2002 dan dalam Pasal 91
UUPPLH). Memiliki unsur-unsur:

1) Gugatan secara perdata (small claim court)

Diatur dalam Perma No. 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Gugatan
Sederhana, merupakan tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap
gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata
cara dan pembuktian yang sederhana, yang membedakan gugatan
sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah pada nilai kerugian
materil yang secara khusus ditentukan maksimal sebesar Rp
200.000.000,00 juta rupiah. Sedangkan pada perkata perdata
biasa/pada umumnya aspek nilai kerugian materiil tersebut tidak
dibatasi. Dan juga adanya pemutusan perkara oleh hakim tunggal
bukan majelis pada perkara pada umumnya.

Hakim tunggal yang memeriksa dalam menentukan apakah suatu


perkara termasuk dalam gugatan sederhana, apabila kemudian
hasilnya hakim berpendapat bahwa perkara tersebut bukan sebuah
gugatan sederhana maka Hakim mengeluarkan penetapan yang
menyatakan bukan gugatan sederhana, lalu mencoret dari register
perkara dan memerinthakan untuk dilakukan pengembalian sisa biaya
perkara kepada penggugat.

Sedangkan mengenai putusan dalm gugatan sederhana, para pihak


nanti dapat mengajukan keberatan paling lama 7 hari setelah putusan
diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Dan terhadap
putusan keberatan ini diputus sebagai putusan akhir, tidak ada upaya
banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam lapangan hukum perdata, untuk memperoleh hak yang
mengandung sengketa.

2) Wakil kelompok (Class representative)

Satu orang/lebih sebagai penggugat aktif yang menderita kerugian


yang mengajukan gugatan sekaligus mewakili kelompok yang lebih
banyak orangnya, lewat surat kuasa khusus dari anggota kelompok
itu.

3) Anggota kelompok (Class members)

Sekelompok orang sebagai penggugat pasif yang menderita kerugian


langsung dan kepentingannya diwakilkan oleh kelompok di
pengadilan.

4) Adanya kerugian

Baik pihak kelompok maupun anggota kelompok harus benar-benar


dan secara nyata mengalami kerugian.

5) Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum

Kesamaan fakta/peristiwa dan kesamaan dasar hukum antara pihak


yang mewakilkan dan diwakilkan.

B. Citizen Lawsuit. Cth: gugatan a/n Munir Cs atas penelantaran TKI


nigran yang dideportasikan di Nunukn, gugatan terhadap sistem UN
dari LBH Jakarta.

Atau yang dikenal dengan hak gugatan warganegara, merupakan


mekanisme beracara di pengadilan dari kemungkinan kerugian/kerugian
dari tindakan dan/atau kebijakan pemerintah sebagai pengambil
keputusan. Penggugat tidak benar-benar sebagai korban langsung
sehingga tidak perlu membuktikan dirinya memiliki kepentingan hukum
langsung, hanya berdasarkan demi kepentingan publik terhdap negara.
(Didahului dengan adanya dua buah putusan Pengadilan Negeri Jakarta.
Pusat masing-masing dengan No 28/Pdt.G/2003/PN.Jkt Pusat dan dan
No 212/Pdt G/2002/PN.Jkt Pusat)

C. Legal Standing. Cth: LSM sbg penggugat mewakili kepentingan


lingkungan hidup.
Sebagai hak gugatan organisasi (ius standi), akses perorangan,
kelompok/organisasi di pengadilan sebagai pihak penggugat. Hak
seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk tampil di pengadilan
dalam proses gugatan perdata.

Dimilki oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang tidak mengalami


kerugian nyata namun berdasarkan kepentingannya mengajukan
gugatan, dan berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
LSM tersebut mencantumkan hak gugatan yang berkaitan dalam suatu
bidang. (Pasal 37 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 71 ayat (1) Undang-undang No. 41 tahun 1999
tentang Kehutanan dan Pasal 46 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen)

Anda mungkin juga menyukai