Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.
Ucapan terimaksih saya sampaikan kepada Ibu Dr. Ikama Dewi S T .,S.H,.M.H.
Karena dengan adanya tugas makalah ini saya dapat lebih memahami mengenai penologi.
Makalah ini disusun berdasarkan referensi-referensi dari berbagai sumber. Saya menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Saya harap
makalah ini dapat berguna dan dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi saya
khususnya dan juga pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan, Bahasa, maupun materi yang tentunya
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Maka dari itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat saya harapkan dalam
penyempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi nantinya.

Purwokerto, 24 Desember 2022


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum menurut Hans Kelsen adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-
aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu
aturan tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga
dapat dipahami sebagai suatu sistem. Bahwa suatu aturan yang mengatur perilaku manusia
adalah aturan-aturan yang harus ditaati oleh setiap manusia dan pemahaman atas peraturan
yang bertujuan untuk mengatur manusia tidak dapat dipahami dengan satu peraturan
melainkan dengan seperangkat peraturan.

Hukum pidana dibagi atas tiga bidang yakni hukum pidana materiel yang mengatur
mengenai ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan (subtantif). Hukum pidana formil
yang mengatur mengenai hukum acara pidana atau penerapan atas hukum pidana materiel
terhadap pelanggar hukum. Hukum pelaksana pidana yang mengatur mengenai pelaksanaan
pidana yang atas putusan hakim terhadap pelanggar hukum.

Berkaitan mengenai pelaksanaan pidana Van Bemmelen berpendapat untuk tidak


memandang pidana itu semata-mata sebagai pidana atau melihat pemidanaan itu sebagai
pemidanaannya dalam pengertian hukum penitensier. Pada dasarnya hukum penitensier
adalah peraturan positif mengenai pelaksanaan sistem hukum (strafstelsel) dan sistem
tindakan (maatregelstelsel). Dapat di pahami kinerja hukum penitensier pada saat 2 hukum
pidana telah berhenti bekerja dan hakim telah menjatuhkan putusan pidana terhadap
pelanggar hukum. Apabila terdapat atau sudah ada putusan yang dijatuhkan kepada pelanggar
hukum yang mana hukum pidana sudah tidak bekerja maka selanjutnya hukum penitensier
yang aktif dalam penerapan hukum pidana tersebut. Pada hakekatnya setiap orang berhak
mendapatkan Hak Asasi Manusia (HAM), meskipun orang tersebut telah hilang
kemerdekaannya. Pada dasarnya hak asasi manusia melekat disetiap pribadi masing-masing
sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia tercantum di Negara
Republik Indonesia dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1.2 Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang diatas maka kami menyatakan ada beberapa rumusan masalah
yang didapat terkait dengan institusi, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan penology


2. Apa kedudukan penology di ilmu hukum?
3. Apa hubungan penology dengan cabang ilmu hukum yang lain?
4. Apa Pengertian hukum pidana?
5. Apakah posisi penology dalam hukum pidana?
6. Apa saja jenis sanksi pidana?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

 Menjabarkan tentang ilmu penologi


BAB II
PEMBAHASAN
1.4 Pengertian Penologi

Istilah penologi berasal dari kata dasar “Penal” dan “Logos/Logi”. Penal berasal dari
bahasa Perancis yang artinya pidana, atau Poena (bahasa latin) berarti hukuman/denda atau
Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman). Sedangkan “Logos”/Logi berarti ilmu
pengetahuan, Penologi merupakan ilmu terapan atau pengembangan serta pelaksanaan
pemidanaan. Secara harfiah penologi berarti suatu ilmu (logos) yang mempelajari tentang
penal (pidana)..

Sedangkan menurut pendapat dari beberapa sarjana hukum Indonesia, mengenai


pengertian penology adalah sebagai berikut :

1. Soedjono Dirdjosisworo mendefinisikan Penologi merupakan ilmu tentang


kepenjaraan dan perlakuan atau pembinaan narapidana
2. Moelyatno mengatakan Penologi sebagai ilmu pengetahuan tentang pidana dan
pemidanaannya atau ilmu pengetahuan tentang memperlakukan dan memidana si
pelaku pidana
3. Widiada Gunakaya SA mengatakan Penologi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari konsenkuensi kejahatan, menganalisis bagaimana pelanggar hukum
atau penjahat dapat menjadi anggota masyarakat yang baik lagi serta dapat
mentaati hukum yang berlaku. Dengan kata lain Penologi merupakan ilmu yang
mepelajari mengenai pembinaan terhadap pelaku kejahatan di lembaga
pemasyarakatan.

Berdasarkan definisi Penologi yang dikemukakan oleh para ahli hukum diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Penologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
masalah penghukuman/pemidanaan serta bagaimana memperlakukan narapidana pada saat
proses penahanan dan dalam proses menjalani hukuman. Selain itu terdapat juga unsur-unsur
yang dapat dipelajari pada nya yakni meliputi:

1. Pengertian dan jenis sanksi dalam hukum pidana baik berupa pidana maupun
Tindakan
2. Landasan pembenaran pemberlakuan dan penjatuhan sanksi dalam hukum pidana
3. Tujuan dan manfaat sanksi pidana dalam penanggulangan kejahatan
4. Proses pelaksanaan sanksi pidana
5. Dampak penjatuhan sanksi terhadap terpidana dan masyarakat
6. Upaya penanggulangan kejahatan dalam arti luas (kebijakan kriminal)

Penologi disebut juga sebagai politik criminal (Criminele Politiek, Control of Crime)
yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundang-undangan saja dan suatu
tempat/Negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah penal tampa batas wilayah dan
tampa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pidana,
tetapi juga yang di luar pidana. Selain itu penologi merupakan anak kandung dari
“Kriminologi” yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat dan penanggulangannya.) secara
ilmiah. Walaupun pengertian Penal dalam Penologi lebih luas dibandingkan pengertian penal
yang tercakup dalam hukum Pinitensier, yang hanya meliputi pidana/hukuman terhadap suatu
tindakan tercela sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan pidana dan
berlaku di suatu Negara pada kurun waktu tertentu saja. Namun ada kecendrungan di
kalangan para akhli hukum untuk membatasi/focus pada jenis pidana penjara sehingga
penologi identik dengan pemasyarakatan.

1.5 Kedudukan Penologi dalam Ilmu Hukum

Kedudukan penology dalam ilmu hukum adalah sebagai berikut:

1. Penologi posisinya dalam ilmu hukum disebut sebagai ilmu normatif sebagai
dogmatik hukum (law in the book) yaitu hukum dipelajari sebagai norma kaedah
dalam peraturan Perundang-undangan, Kitab Undang-Undang, Yurisprudensi,
Konvensi International.
2. Ilmu hukum empiris yaitu hukum dalam kenyataannya di masyarakat (law in action)
ilmu kenyataan hukum (sosiologi hukum, antripologi hukum, psikologi hukum,
kriminologi, penologi, viktimologi).

1.6 Hubungan Penologi dengan Ilmu lainnya.

A. Hubungan Penologi dengan Kriminologi.


Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan upaya untuk
menanggulangi kejahatan tersebut. Penologi merupakan bagian dari kriminologi
sehingga penologi menunjang kriminologi. Objek kriminologi adalah kejahatan yang
terjadi secara nyata sebagai suatu gejala yang ada dalam masyarakat dan pelaku
kejahatan itu sendiri, sedangkan objek penologi adalah pelaku kejahatan, pelanggar
hukum, narapidana. Kriminologi bertujuan untuk memahami penyebab terjadinya
kejahatan dan upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, sedangkan penologi
bertujuan untuk memahami pidana dan pemidanaan serta mengetahui pelaksanaan
pembinaan narapidana
B. Hubungan Penologi dengan Ilmu Kedokteran Forensik.
Ilmu Kedokteran Forensik menentukan keadaan fisik, sebab kematian dan
lain-lain sehingga hal tersebut akan mempengaruhi putusan berkaitan dengan
pembinaan
C. Hubungan Penologi dengan Hukum Pidana.
Penologi mempunyai peran yang strategis dalam Hukum Pidana karena
penologi menentukan berhasil atau tidak berhasilnya pemberian sanksi kepada pelaku
kejahatan, menentukan sanksi yang tepat bagi pelaku kejahatan serta pelaksanaan
hukuman tersebut.
D. Hubungan Penologi dengan Psikiatri.
Kehakiman Ilmu Psikiatri sangat membantu Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan
Hakim dalam menangani kejahatan yang berkaitan dengan keselamatan jiwa
seseorang. Hakim sangat memerlukan keterangan dari ahli psikiatri mengenai istilah-
istilah tertentu sehingga Hakim, Jaksa dan Pengacara dapat memahami istilah
tersebut. Ilmu Psikiatri juga memegang peranan penting dalam pembinaan kepada
narapidana.

1.7 Ruang lingkup penologi

Sebagai suatu ilmu, maka objek yang dipelajari dalam penologi antara lain adalah :

a. Jenis pidana (peraturan atau kebijakan).


b. Tujuan pemidanaan bagi pelaku
c. Efektivitas pemidanaan bagi masyarakat.
d. Dampak pemidanaan bagi pelaku.

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa nya merupakan ilmu yang mempelajari
mengenai penjahat berkaitan dengan pemidanaan yang merupakan proses penerapan
sanksi pidana pada pelaku tindak pidana. Selain itu terdapat juga Penologi modern, yakni
perkembangan nya klasik atau dapat dikatakan sebagai proses pemidanaan terhadap
pelaku pidana pada masa sekarang, ruang lingkup nya modern atau Penologi baru yakni
lebih mengutamakan sejumlah alternatif tindakan dengan mengutamakan pada
pembedaan individu. Tujuannya juga lebih kompleks tidak sekedar memperbaiki sistem
dalam penjara saja tetapi juga memperbaiki sistem pelaksanaannya serta unsur yang ada
diluar sistem tersebut
1.8 Posisi Penologi dalam hukum pidana

Posisi Penologi dalam hukum pidana sangat strategis, karena penologi sangat
menentukan berhasilnya pemberian sanksi kepada pelaku. Sanksi apa yang tepat untuk pelaku
? serta bagaimana pelaksanaanya dalam hukum pidana menjadi sasaran ilmu penology.

Penjatuhan pidana atau pemidanaan ini sangat penting dalam hukum pidana dan dalam
peradilan pidana. Dalam penjatuhan pidana seseorang, perlu di tinjau hakekatnya dan tujuan
pemidanaan. Hal tersebut menimbulkan beberapa teori serta memikirkan mengapa suatu
kejahatan itu perlu adanya hukuman pidana. Dalam hukum pidana mengenal adanaya 3 (tiga)
teori tujuan pemidanaan. Secara garis besar teori tujuan pemidanaan, yaitu :

1. Teori Absolut Terori absolut atau teori pembalasan, “dasar pijakan teori ini ialah
pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu
pada penjahat”. 2 Teori ini beranggapan bahwa apa yang dilakukannya maka itu
adalah hukuman yang harus diterimanya. Penjatuhan hukuman ini didasarkan pada
pembalasan terhadap kejahatan yang telah dilakukannya, mengenai dasar hukum teori
ini terletak pada kejahatan itu sendiri. “Teori ini sebenarnya adalah suatu teori yang
berdasarkan pada anggapan, bahwa hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa dan hutang
darah harus di bayar dengan darah”.
2. Teori Relatife “Teori relatife atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa
pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat”. 4 Teori
ini berbanding terbalik dengan teori mutlak, dalam teori relatife ini ditujukan hanya
untuk pencegahan (prevensi) dimana teori relatife mementingkan hari-hari yang akan
datang terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana agar menjadi orang yang
lebih baik.
3. Teori Gabungan. “Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan
asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar
penjatuhan pidana”.5 Teori ini menggabungkan antara Teori Absolut dengan Teori
Relatife. Dalam teori gabungan ini tidak hanya menitik beratkan hukuman yang
diterima itu sebagai pembalsan melainkan mendidik seseorang yang melakukan
tindak pidana agar menjadi lebih baik di kehidupan selanjutnya.
1.9 Jenis Sanksi dalam hukum Pidana.

Berdasarkan ketentuan yang ada di KUHP menyangkut tentang sangsi pidana atau
jenis pemidanaan hanya terdapat 2 macam hukuman pidana, yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan.Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pidana terdiri atas:

A. Hukuman pokok ( hoofd straffen ) :


1. Pidana Mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
B. Hukuman tambahan ( bijkomende straffen ) :
1. Pencabutan hak – hak tertentu
2. Perampasan barang – barang tertentu
3. Pengumuman Putusan Hakim

Pidana pokok adalah hukuman yang dapat dijatuhkan terlepas dari hukuman hukuman –
hukuman lain. Sedangakan pidana tambahan adalah hukuman yang hanya dapat dijatuhkan
bersama – sama dengan hukuman pokok.

A. Pidana Pokok
1. Pidana Mati.
Pidana mati merupakan pidana yang terberat menurut peraturan perundang-
undangan pidana di Indonesia. Pidana mati merupakan jenis pidana yang merampas
kepentingan umum, yaitu jiwa atau nyawa manusia. Namun, undang-undang
menentukan bahwa Hakim hanya dapat menjatuhkan pidana mati apabila keamanan
negara benar-benar menghendakinya. Pidana mati hingga saat ini menuai kontroversi,
di mana terdapat pihak yang ingin menghapuskan pidana mati dan di lain pihak
terdapat pihak yang masih ingin mempertahankan pidana mati.

2. Pidana Penjara
A.Z. Abidin Farid dan Andi Hamzah menegaskan, bahwa pidana penjara
adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan
kemerdekaan bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga pengasingan.
Roeslan Saleh berpendapat bahwa pidana penjara merupakan pidana utama di antara
pidana kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara dapat dijatuhkan untuk sementara
waktu atau seumur hidup. Menurut Lamintang, bentuk pidana penjara merupakan
suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang
dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan
yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar
peraturan tersebut. Andi Hamzah berpendapat bahwa pidana penjara disebut pidana
hilang kemerdekaan, bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka berpergian,
tetapi juga narapidana itu kehilangan beberapa hak, seperti :
a. Hak untuk memilih dan dipilih.
b. Hak untuk memangku jabatan publik.
c. Hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan.
d. Hak untuk mendapatkan perizinan-perizinan tertentu.
e. Hak untuk mengadakan asuransi hidup.
f. Hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan. Pemenjaraan merupakan salah satu
alasan untuk meminta perceraian menurut Hukum Perdata.
g. Hak untuk kawin.
h. Beberapa hak sipil yang lain.

3. Pidana Kurungan
Pidana kurungan juga merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan
bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di
dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang tersebut untuk
mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga Pemasyarakatan
yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang melanggar
peraturan tersebut. Lembaga pidana kurungan berasal dari lembaga Enprisonnement
Pour Contraventions Depolice yang terdapat dalam Code Penal Perancis. Jangka
waktu pidana kurungan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHP adalah sebagai
berikut : “Paling sedikit 1 (satu) hari dan paling lama setahun, dan jika ada
pemberatan karena gabungan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 dapat
ditambah menjadi 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan. Pidana kurungan sekali-kali tidak
boleh lebih dari 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan”.

4. Pidana Denda
Pidana denda pada dasarnya merupakan bentuk pidana tertua, bahkan lebih tua
dari pidana penjara. Pidana denda merupakan hukuman berupa kewajiban bagi
seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum sebagai penebus dosa dengan
pembayaran sejumlah uang tertentu. Menurut van Hattum, hal mana disebabkan
karena pembentuk undang-undang telah menghendaki agar pidana denda itu hanya
dijatuhkan bagi pelaku-pelaku tindak pidana yang sifatnya ringan saja.

B. Pidana Tambahan
Pidana tambahan berupa :
1. Pencabutan Hak-hak Tertentu.
Hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan Hakim menurut ketentuan
dalam Pasal 35 ayat (1) KUHP dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan
umum lainnya, adalah :
a. Hak untuk menduduki jabatan-jabatan atau jabatan-jabatan tertentu.
b. Hak untuk memasuki Angkatan Bersenjata.
c. Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum.
d. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,
menjadi wali, pengawas, pengampu atau pengawas atas orang yang
bukan anaknya sendiri.
e. Hak untuk menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anaknya sendiri.

Hak-hak tersebut dapat dicabut apabila pemidanaan terjadi karena :

a. Pemegang hak tersebut dengan sengaja melakukan kejahatan bersama


dengan anak yang kurang cukup umur yang berada di bawah
kekuasaannya.
b. Pemegang hak tersebut melakukan kejahatan penggelapan asal usul,
kesusilaan, meninggalkan seseorang padahal memerlukan pertolongan,
perampasan kemerdekaan, perampasan jiwa atau penganiayaan
terhadap anak yang kurang cukup umur yang berada di bawah
kekuasaannya.
c. Hak menjalankan mata pencaharian baru.
Dalam hal pencabutan hak, Hakim menentukan lamanya pencabutan itu sebagai
berikut:
a. Dalam hal pidana mati atau penjara seumur hidup maka lamanya pencabutan
adalah seumur hidup.
b. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu dan/atau pidana kurungan,
lamanya pencabutan paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling banyak 5 (lima)
tahun dari pdana pokoknya.
b. Dalam hal pidana denda, lama pencabutan paling lama 5 (lima) tahun.

2. Perampasan Barang-barang Tertentu

Perampasan barang harus pada barang-barang tertentu, jadi tidak mungkin


merampas seluruh harta kekayaan terpidana. Perampasan barang tertentu ditegaskan
dalam Pasal 250 bis KUHP, yang menyebutkan bahwa : “Dalam hal pemidanaan
karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Bab ini, maka mata uang palsu,
dipalsu, atau dirusak, uang kertas negara atau bank yang dipalsu atau dipalsu, bahan-
bahan atau benda-benda yang menilik sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu
atau mengurangkan nilai mata uang atau uang kertas sepanjang dipakai untuk menjadi
objek di dalam melakukan kejahatan, dirampas juga apabila barang-barang itu bukan
kepunyaan terpidana”.

3. Pengumuman Putusan Hakim

Pengumuman putusan Hakim adalah pidana tambahan ketiga di mana


pengenaannya hanya dapat dikenakan dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-
undang Pidana tambahan pengumuman putusan Hakim terutama dimaksudkan untuk
mencegah agar masyarakat dapat terhindar dari kelihaian busuk atau kesembronoan
pelaku. Pidana tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan
berlaku untuk pasal-pasal tindak pidana tertentu. KUHP mengatur beberapa jenis
kejahatan yang dapat diancam dengan pidana tambahan ini, yaitu :

a. Menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan


Angkatan Perang pada waktu perang.
b. Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang yang
membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau karena alpa.
c. Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain luka atau mati.
d. Penggelapan.
e. Penipuan
f. Tindakan merugikan pemiutang

BAB III

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai