Anda di halaman 1dari 7

Artikel 3

Assesment Organisasi berbasis Proses dan Output (Champion


Office) di Kementerian Keuangan
Donny Maha Putra

Organisasi merupakan kunci utama dalam pencapaian tujuan strategis di


Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang berperan penting dalam mewujudkan
visi jangka pendek, menengah, dan panjang. Sebagai instansi pemerintah yang
strategis, Kemenkeu berkomitmen untuk mengelola organisasinya secara optimal
di semua tingkatan untuk memastikan keandalan dan efektivitas operasional.
Dalam rangka mencapai tujuan ini, Kemenkeu telah melaksanakan berbagai
inisiatif, termasuk program reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan,
yang bertujuan untuk memastikan kualitas organisasi yang andal dan
pengelolaan yang optimal.

Pada tahun 2023, Sekretariat Jenderal melalui Biro Organisasi dan


Ketatalaksanaan menginisiasi kegiatan simplifikasi berbagai penilaian dengan
menggunakan tingkat kematangan organisasi Kemenkeu dan konsep Champion
Office (CO). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa unit organisasi yang telah
mencapai status "champion" tidak hanya unggul dalam satu aspek tertentu tetapi
juga menunjukkan keunggulan dalam keseluruhan aspek organisasi secara end-
to-end, dari hulu hingga hilir. Tools penilaian yang dikembangkan dirancang untuk
memotret secara komprehensif aspek-aspek pengelolaan organisasi pelayanan
publik, meliputi Aspek Proses dan Aspek Hasil yang dibagi ke dalam lima dimensi:
Pelayanan, Kapabilitas Internal, Tata Kelola dan Kepemimpinan, Inovasi, dan
Lingkungan.

Penilaian kematangan pengelolaan organisasi dilakukan secara berjenjang,


meliputi penilaian mandiri oleh setiap unit Eselon I, penilaian berbasis dokumen,
dan observasi lapangan—baik secara virtual maupun luring—oleh Tim Penilai yang
merupakan perwakilan dari unit Eselon II di lingkungan Sekretariat Jenderal serta
Inspektorat Jenderal. Sebagai tahap awal, kegiatan piloting penilaian CO telah
dilakukan pada empat belas unit kerja. Secara keseluruhan, tingkat kematangan
organisasi Kementerian Keuangan mencapai 2,87 (Level 2), yang menandakan
bahwa pengelolaan organisasi telah terencana dengan baik menggunakan
metodologi tertentu dan terdokumentasi secara efektif. Kesimpulan awal ini
menunjukkan bahwa meskipun Kemenkeu telah membuat kemajuan signifikan
dalam mengelola organisasinya, masih terdapat peluang untuk peningkatan lebih
lanjut dalam rangka mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi. Ini
mencerminkan pentingnya terus menerapkan strategi-strategi berbasis bukti dan
terbaik untuk meningkatkan kapabilitas internal, pelayanan, tata kelola, inovasi,
dan pengelolaan lingkungan dalam setiap unit kerja di Kemenkeu.

Analisis Hasil Pengukuran

Berdasarkan hasil reviu terhadap penilaian mandiri oleh masing-masing unit lokus
piloting Champion Office di Kementerian Keuangan, ditemukan bahwa tingkat
kematangan organisasi secara agregat berada pada level 2 (managed). Ini
menandakan bahwa Kemenkeu telah berhasil mengimplementasikan kebijakan
dan tata kelola organisasi yang baik, terencana, dan terdokumentasi dengan baik,
berdasarkan pada kaidah-kaidah yang dipersyaratkan. Penemuan ini sejalan
dengan teori manajemen organisasi yang menekankan pentingnya dokumentasi
dan perencanaan dalam mencapai pengelolaan yang efektif (Deming, 1986).

Dimensi Pelayanan

Pelayanan kepada masyarakat tidak hanya merupakan salah satu dimensi kinerja
utama bagi lembaga pemerintahan seperti Kementerian Keuangan tetapi juga
refleksi langsung dari kualitas dan efektivitas layanan yang disediakan. Penekanan
pada pelayanan sebagai komponen utama dengan bobot 20% mencerminkan
komitmen Kemenkeu untuk tidak hanya memenuhi ekspektasi dasar masyarakat
tetapi juga menciptakan pengalaman positif yang meningkatkan kepercayaan
dan kepuasan publik terhadap lembaga. Ini sejalan dengan konsep yang
dijelaskan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) dalam model SERVQUAL,
yang mengidentifikasi dimensi kualitas layanan yang dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, Indeks Kepuasan Pengguna Layanan, Tingkat


Penyelesaian Pengaduan Layanan, Efisiensi Waktu Pelayanan, dan Tingkat
Keberhasilan Pemenuhan Layanan menjadi empat indikator kunci dalam penilaian
ini. Penilaian menunjukkan keberhasilan tertinggi pada indikator Tingkat
Keberhasilan Pemenuhan Layanan (level 4), menandakan bahwa unit-unit
organisasi di Kemenkeu secara konsisten berhasil mempertahankan dan
meningkatkan kinerja layanannya.

Meskipun Dimensi Pelayanan mencatat skor maturitas tertinggi, terdapat ruang


untuk perbaikan, khususnya dalam konsistensi dan komitmen penyelenggaraan
survei kepuasan secara berkala serta upaya korektif berdasarkan hasil survei
tersebut. Implementasi tindak lanjut dari rekomendasi hasil survei merupakan
langkah krusial untuk memastikan peningkatan berkelanjutan dalam kualitas
pelayanan.

Indikator Pengaduan Layanan

Mayoritas dari 14 unit kerja yang dinilai tidak menerima aduan masuk, yang pada
satu sisi dapat diinterpretasikan sebagai indikasi pelayanan yang baik. Namun, ini
juga menunjukkan kebutuhan untuk memperkuat internalisasi dan integrasi
media/saluran pengaduan seperti Whistleblowing System Kemenkeu (WISE) dan
SP4N LAPOR! untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memberikan
masukan atau pengaduan. Hal ini menekankan pentingnya komunikasi dua arah
antara lembaga pemerintah dan masyarakat, sebagaimana dijelaskan oleh
Grönroos (1990), yang menggarisbawahi pentingnya interaksi dalam menciptakan
nilai layanan.

Dimensi Kapabilitas Internal

Kapabilitas Internal menjadi fondasi operasional layanan sehari-hari dan inti dari
keberhasilan jangka panjang. Dengan bobot 40%, dimensi ini mencerminkan
pentingnya pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), Proses Bisnis, dan Teknologi
Informasi Komunikasi (TIK). Mintzberg (1979) dalam teorinya tentang struktur
organisasi menekankan bahwa kapabilitas internal yang kuat adalah kunci untuk
efektivitas organisasi. Pengelolaan SDM memiliki tingkat kematangan yang lebih
tinggi (level 3) dibandingkan dengan pengelolaan arsip yang masih pada level
initial (1), mengindikasikan perlunya peningkatan dalam dokumentasi dan arsip.

Dimensi Tata Kelola dan Kepemimpinan

Dimensi Tata Kelola dan Kepemimpinan fokus pada implementasi Good


Governance, yang diperkuat oleh indikator seperti manajemen perubahan,
perencanaan kegiatan, dan hubungan dengan pemangku kepentingan. Model
Good Governance menekankan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan tata
kelola efektif dalam menciptakan nilai organisasi (Osborne & Gaebler, 1992). Meski
Kemenkeu telah mencapai tingkat maturitas yang baik dalam perencanaan
kegiatan (level 3), terdapat kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan
pemangku kepentingan dan manajemen perubahan, mengindikasikan ruang
perbaikan dalam membangun komunikasi efektif dan sistem peringatan dini
terhadap potensi fraud. Rekomendasi untuk Peningkatan:

1. Pelaksanaan Survei Kepuasan secara Berkala: Menerapkan survei


kepuasan pengguna layanan secara rutin dan sistematis untuk
meningkatkan IKPL.

2. Pengembangan dan Pelatihan SDM: Memfokuskan pada peningkatan


kompetensi SDM melalui pelatihan dan pengembangan berkelanjutan.

3. Peningkatan Manajemen Arsip: Mengadopsi teknologi terkini dan praktek


terbaik dalam manajemen arsip untuk memperkuat kapabilitas internal.

4. Penguatan Hubungan dengan Pemangku Kepentingan: Meningkatkan


komunikasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan melalui
pemetaan stakeholder yang efektif.

5. Memperkuat Manajemen Perubahan: Memberikan pembekalan dan


pelatihan khusus kepada agen perubahan untuk memastikan
implementasi yang efektif dan menciptakan dampak maksimal.
Dimensi Inovasi

Dimensi Inovasi dalam Kementerian Keuangan mengukur kemampuan unit


organisasi untuk menciptakan layanan yang efektif melalui inovasi, yang esensial
untuk pertumbuhan berkelanjutan dan peningkatan kualitas layanan. Indikator
utama dalam dimensi ini adalah proses inovasi dan manajemen pengetahuan,
menggarisbawahi pentingnya pengembangan berkelanjutan produk, proses, dan
layanan baru. Rogers (2003) dalam teorinya tentang Diffusion of Innovations
menekankan bahwa inovasi adalah kunci untuk menjaga relevansi dan efektivitas
organisasi dalam lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi berada pada
level 3, menunjukkan adanya upaya signifikan dalam inovasi. Namun, terdapat
tantangan dalam mengarahkan inovasi agar dapat berkompetisi di tingkat
regional maupun nasional. Untuk mendukung ini, penting dilakukan pemetaan
inovasi tahunan untuk dimasukkan dalam modul inovasi, memfasilitasi identifikasi
dan partisipasi dalam kompetisi inovasi.

Isu utama dalam dimensi inovasi terletak pada manajemen pengetahuan, yang
sebagian besar berada pada level 2. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua
unit organisasi mengoptimalkan Kemenkeu Learning Center (KLC) sebagai pusat
aset intelektual. Pelembagaan inovasi melalui Keputusan pimpinan, alokasi
sumber daya, dan sosialisasi massif diperlukan untuk memperkuat ekosistem
inovasi. Rekomendasi untuk Dimensi Inovasi

1. Pemetaan Inovasi Tahunan: Melakukan pemetaan inovasi secara teratur


dan memasukkannya ke dalam modul inovasi untuk memudahkan
identifikasi dan promosi inovasi yang berpotensi berkompetisi di berbagai
tingkatan.

2. Optimalisasi Manajemen Pengetahuan: Memaksimalkan pemanfaatan


Kemenkeu Learning Center (KLC) sebagai repositori pengetahuan dan
meningkatkan integrasi sistem manajemen pengetahuan yang ada untuk
mendukung berbagi dan replikasi inovasi.

3. Pelembagaan dan Sosialisasi Inovasi: Membuat kebijakan yang


mendukung keberlangsungan inovasi, menyediakan sumber daya yang
cukup, dan meningkatkan sosialisasi inovasi untuk mendorong adopsi dan
replikasi lintas unit organisasi.
Dimensi Lingkungan

Dimensi Lingkungan bertujuan untuk menilai kemampuan organisasi dalam


menerapkan prinsip green office, mencerminkan responsivitas organisasi
terhadap faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, sosial, politik, dan teknologi.
Organisasi perlu menjadi fleksibel dan adaptif terhadap perubahan lingkungan
untuk memastikan keberlanjutan. Gambar 11 menunjukkan bahwa dimensi
lingkungan berada pada level 2, menunjukkan bahwa telah ada upaya dalam
manajemen lingkungan dan efisiensi sumber daya, namun masih terdapat ruang
untuk peningkatan. Rekomendasi untuk Dimensi Lingkungan:

1. Implementasi Program Eco-Office: Memperkuat implementasi program


eco-office, termasuk inisiatif dalam pengelolaan sampah dan efisiensi
sumber daya, untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.

2. Kolaborasi dengan Pihak Eksternal: Meningkatkan kerjasama dengan


pihak eksternal seperti bank sampah dan inisiatif daur ulang untuk
meningkatkan kenyamanan, kebersihan, dan keberlanjutan lingkungan.

3. Pengembangan Indikator Lingkungan: Mengembangkan dan


mengimplementasikan indikator kinerja untuk manajemen lingkungan dan
efisiensi sumber daya, memastikan bahwa praktik ramah lingkungan
terintegrasi dalam operasional sehari-hari

Summary

Hasil penilaian tingkat kematangan pengelolaan organisasi di Kementerian


Keuangan secara keseluruhan berada pada level 2, mengindikasikan bahwa
pengelolaan organisasi telah terencana dan terdokumentasi dengan baik, sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen yang efektif. Faktanya, beberapa unit kerja
bahkan telah mencapai level 3, menandakan kinerja yang lebih tinggi dalam
aspek pelayanan, yang merupakan hasil langsung dari kebijakan pengelolaan
organisasi yang baik. Ini sejalan dengan konsep "learning organization" yang
diusulkan oleh Senge (1990), dimana organisasi yang terus menerus belajar dan
berinovasi cenderung mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi. Meskipun
penilaian menunjukkan hasil yang cukup baik, terdapat beberapa area yang
membutuhkan perhatian dan perbaikan:

1. Internalisasi Kebijakan dan Prosedur: Pentingnya kegiatan internalisasi


berbagai ketentuan dan kebijakan mengenai pengelolaan organisasi,
mengingat beberapa unit organisasi masih kurang terinformasi tentang
kebijakan terbaru atau kebijakan lama yang masih berlaku.
2. Pemantauan dan Evaluasi Berkala: Kegiatan pemantauan dan evaluasi
perlu dilakukan secara berkala untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan
dampak dari berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan.
3. Penciptaan Iklim Learning Organization: Perlu menciptakan iklim
organisasi pembelajaran, yang mendukung inovasi dalam pengelolaan
organisasi dan tata laksana, untuk meningkatkan kapasitas organisasi dan
individu agar lebih dinamis dan adaptif.
4. Pelatihan Tim Manajemen Perubahan: Pentingnya pelatihan bagi Tim
Manajemen Perubahan di setiap unit kerja untuk memastikan bahwa agen
perubahan mampu mewujudkan aksi nyata dari program manajemen
perubahan dengan pengetahuan dan keterampilan yang adekuat.
5. Penguatan Kapabilitas Internal dan Tata Kelola Kepemimpinan:
Perkuatan pada Dimensi Kapabilitas Internal dan Tata Kelola dan
Kepemimpinan menjadi krusial, karena kedua dimensi ini adalah fondasi
yang menentukan efektivitas respons organisasi terhadap tantangan dan
peluang.

Penilaian tingkat kematangan pengelolaan organisasi ini berperan vital sebagai


fungsi manajemen untuk mengidentifikasi sejauh mana nilai pengelolaan
organisasi telah diimplementasikan. Hasil penilaian ini bukan hanya memberikan
gambaran akurat dan komprehensif tentang kinerja organisasi tetapi juga
membuka peluang untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pengelolaan
organisasi secara berkelanjutan. Hasil penilaian ini harus dianggap sebagai
masukan dan rekomendasi yang konstruktif, bukan sebagai pemeringkatan, untuk
mendorong upaya perbaikan berkelanjutan di setiap unit kerja. Dengan demikian,
sangat dianjurkan bagi setiap unit eselon I untuk menindaklanjuti rekomendasi
hasil penilaian ini dengan serius dan memasukkannya ke dalam program
pengelolaan organisasi yang dilaksanakan secara periodik, sebagai bagian dari
komitmen Kemenkeu untuk terus meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi.

References

1. Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., & Berry, L. L. (1990). Delivering Quality Service.
Free Press.
2. Mintzberg, H. (1979). The Structuring of Organizations. Prentice-Hall.
3. Osborne, D., & Gaebler, T. (1992). Reinventing Government. Addison-Wesley.
4. Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1985). A conceptual model of
service quality and its implications for future research. Journal of Marketing,
49(4), 41-50.
5. Grönroos, C. (1990). Service Management and Marketing: Managing the
Moments of Truth in Service Competition. Lexington Books. Bass, B. M. (1985).
Leadership and performance beyond expectations. Free Press.
6. Deming, W. E. (1986). Out of the Crisis. MIT Center for Advanced Engineering
Study.
7. Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). Free Press.

Anda mungkin juga menyukai