Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AGAMA ISLAM
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
DOSEN PENGAMPU : TAJUDDIN S.Pd.M.Pd

Kelompok 1

TANDRIYASSANG
NURUL ANISYAH
NURUL AZIZAH
MASITA

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES BINA BANGSA MAJENE 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji syukur kamu
panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan inayahNya sehingga
kami dapat merangkumkan penyusunan makalah agama islam dengan judul “ KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM” penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan di dukung bantuan
bebagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya , untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak dan sumber yang telah membantu kami dalam
meramkumkan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Penyusun sangat mengharapkan semoga dari
makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi
para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada maklah – makalah
selanjutnya.

Majene, 24 september 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR................................................................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH.........................................................................................


B. RUMUSAN MASLAH ...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. FILSAFAT KETUHANAN ISLAM...................................................................................................


B. PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN..................................................................................................
C. PROSES TERBENTUKNYA TUHAN................................................................................
D. KEIMANAN DAN KETAKWAAN.........................................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................................................................
B. SARAN.................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang
eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Contoh
yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat
bagaimana filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam
membuktikan adanya penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).
Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian
secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi
tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan
kemudian secara spektakuler melahirkan
filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi
warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam penafsiran Islam.
Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika
kita membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang
eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu
pula sebaliknya, wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak
mengkaji suatu realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari
ribuan faktor yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor
filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus yang dipengaruhi oleh
faktor tertentu.
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan
hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi
semua tempat dan segala realitas wujud.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa itu Filsafat Ketuhanan Dalam Islam ?
2. Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan Dalam Islam ?
3. Bagaimana Proses Terbentuknya Iman?
4. Apa yang dimaksud Keimanan dan Ketakwaan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui Filsafat Ketuhanan Dalam Islam.
2. Untuk mengetahui pembuktian Wujud Tuhan Dalam Islam.
3. Untuk mengetahui Proses Terbentuknya Iman.
4. Untuk mengetahui apa itu Keimanan dan Ketakwaan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. FILSAFAT KETUHANAN ISLAM

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti
ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan

akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar


Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-
perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama
yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan
pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan
secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak
dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang
tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-
191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan
pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang
fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan
Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

A. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai
obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

( ‫َأَفَر َأْيَت َمِن اَّتَخ َذ ِإَلَهُه َهَو اُه َو َأَض َّلُه ُهَّللا َع َلى ِع ْلٍم َو َخ َتَم َع َلى َسْمِع ِه َو َقْلِبِه َو َجَعَل َع َلى َبَص ِرِه ِغ َشاَو ًة َفَم ْن َيْهِد يِه ِم ْن َبْع ِد ِهَّللا َأَفال َت َذَّك ُروَن‬
)٢٣

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:

‫َو َقاَل ِفْر َعْو ُن َيا َأُّيَها اْلَم أل َم ا َعِلْم ُت َلُك ْم ِم ْن ِإَلٍه َغْيِري َفَأْو ِقْد ِلي َيا َهاَم اُن َع َلى الِّطيِن َفاْج َع ْل ِلي َص ْر ًحا َلَع ِّلي َأَّطِلُع ِإَلى ِإَل ِه ُم وَس ى َو ِإِّني‬
)٣٨( ‫ألُظُّنُه ِم َن اْلَكاِذ ِبيَن‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka
bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya
aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk
orang-orang pendusta".

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi
makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-
Quran sebagai berikut:

Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan
secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:

Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.
Imaduddin, 1989 : 56)

Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti,
manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap
manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada
hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “laa ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal
itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.

Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan dalam
makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah di edit oleh DR.
Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam
ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa
kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui
segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak
ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan
agung.

2. PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN

Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh memberikan
penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu akal yang tidak ada
batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini
“ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya,
ada dengan sendirinya tanpa pencipta ?

Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat ditemukan dalam
Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63 dijelaskan bahwa: “bangsa arab yang penyembah
berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit dan bumi.

Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab sesungguhnya telah
memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi serta pengaturnya.
Namun menurut al-Quran, ada segelintir anak manusia yang menolak eksistensi tuhan, seperti
penggambaran al-Quran dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan bahwa: “mereka
berkata: “ kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan kita hidup, dan
tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan eksistensi tuhan oleh sebagian kecil
manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang
meyakinkan seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu:”mereka sekali kali
tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.

Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang keberadaan
Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah Ali-Imran ayat 62 yang
artinya “sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan sungguh Allah
Maha Perkasa , Maha Bijaksana.

Keesaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat Laa ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.

Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan adalah Wujud
(ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang adanya alam semesta. Setiap sesuatu yang
ada tentu diciptakan dan pencipta adalah Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta. Pembuktian
dengan pendekatan seperti diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh sebelum umat Islam
menggunakan pembuktian semacam itu, Plato telah mengemukakan teori dalam
bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang menjadikan.
3. PROSES TERBENTUKNYA IMAN

Benih iman yang dibawah sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar
kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh
terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari
lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati
seperti cuaca, tanah , air, dan lingkungan flora serta fauna.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun
tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah
tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda,
“Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani, atau majusi”.

Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan,
kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah SWT adalah langkah awal
dalam mencapai iman kepada Allah SWT. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah SWT, maka
orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah SWT.

Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus
dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-
Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran
Allah.

4. KEIMANAN DAN KETAKWAAN

Kata iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan yang secara etimologi berarti
yakin atau percaya. Dalam surat Al-Baqarah 165, yang artinya “Adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada Allah”.

Iman kepada Allah berarti percaya dan cinta kepada ajaran Allah, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan
tekad untuk mengorbankan apa saja untuk mewujudkan harapan dan kemauan yang menuntut Allah
kepadanya.

Dalam hadits dinyatakan bahwa iman adalah hati membenarkan,lisan mengucapkan dan dikerjakan
dalam kehidupan sehari-hari (tashdiiqun bil qolbi waiqroru bil lisan wa’amalu bil arkan) dan iman
dalam Islam termaktub dalam rukun iman sedang aplikasinya didalam rukun islam.

Iman itu mengikat orang islam, ia terikat dengan segala aturan hukum yang ada dalam islam
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karenanya, orang Islam itu harus Iman, sehingga
ia meyakini ajaran Islam dan secara totalitas mengamalkannya dalam seluruh kehidupannya.
Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama dalam memeluk suatu agama karena dengan
keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang
oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.

Dalam surah Al-Baqarah 165 dikatakan bahwa orang beriman adalah orang yang amat sangat cinta
kepada Allah. Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat cinta dan yakin terhadap
ajaran Allah yaitu Al-Quran. Jika kita ibaratkan dengan sebuah bangunan, keimanan adalah pondasi
yang menopang segala sesuatu yang berada diatasnya, yang kokoh tidaknya bangunan itu sangat
tergantung pada kuat tidaknya pondasi tersebut. Meskipun demikian keimanan saja tidak cukup ia
harus diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama yang kita
anut. Keimanan tidaklah sempurna jika hanya diyakini dalam hati tapi juga harus diwujudkan dengan
diikrarkan oleh lisan dan dibuktikan dengan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang. Iman
bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim berbuat amal
shaleh. Seseorang dikatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.

Berbicara masalah keimanan , kita bisa melihat takaran keimanan seseorang dari tanda-tandanya
seperti :

1. Jika menyebut atau mendengar nama Allah SWT hatinya bergetar, dan berusaha agar
Allah SWT tidak lepas dari ingatannya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan keimanan
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan perintahnya
4. Menafkahkan rizky yang diperolehnya di jalan Allah
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji

Manfaat dan pengaruh Iman dalam kehidupan manusia :


1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
3. Iman memberikan ketentramann jiwa
4. Iman mewujudkan kehidupan yang baik
5. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Demikianlah manfaat iman dalam kehidupan manusia, bukan hanya sekedar kepercayaan yang
berada dalam hati manusia, tetapi dapat menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap
dan perilaku hidup Islami. Apabila suatu masyarakat terdiri dan orang-orang yang beriman, akan
terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.

Kata taqwa berasal dari waqa-yaqi-wiqayah, yang berati takut, menjaga, memelihara, dan
melindungi. Taqwa dapat diartikan memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan
ajaran agama islam secara utuh dan konsisten (istiqomah).

hakikat takwa sebagaimana yang disampaikan oleh Thalq bin Hubaib, “Takwa adalah engkau
melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan nur (petunjuk) dari Allah SWT karena mengharapkan
pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah
karena takut akan siksa-Nya."
Kata takwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga diri atau menjauhi hal-hal yang diharamkan,
sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ketika ditanya tentang takwa, beliau
mengatakan, “Apakah kamu pernah melewati jalanan yang berduri?” Si penanya menjawab, ”Ya”.
Beliau balik bertanya, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Orang itu menjawab, “Jika aku melihat duri,
maka aku menyingkir darinya, atau aku melompatinya atau aku tahan langkah”. Maka berkata Abu
Hurairah, ”Seperti itulah takwa.”

Karakteristik orang yang bertakwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori /
indikator ketaqwaan:

1. Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, Kitab-kitab dan para nabi, iman kepada hari kiamat,
serta qada dan qadar dengan kata lain instrumen ketaqwaan yang pertama ini dikatakan dengan
memelihara Fitrah Iman.
2. Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-
orang yang putus di perjalanan, Atau dengan kata lain mencintai umat manusia.
3. Mendirikan shalat, puasa dan zakat
4. Menepati janji
5. Sabar disaat kepayahan, dan memiliki semangat perjuangan
6. Menahan amarah dan memaafkaan orang lain.
Hubungan Takwa dengan Allah SWT

Seseorang yang bertakwa (muttaqin) adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan
selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus
menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran
dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Karena itu inti ketaqwaan adalah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

Memelihara hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan melaksanakan tugas (ibadah) secara
sungguh-sungguh dan ikhlas, dan memelihara hubungan dengan Allah SWT dilakukan juga dengan
menjauhi perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Hubungan Takwa dengan sesama manusia

Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi sesama manusia yang bertakwa akan dapat dilihat dari
peranannya ditengah-tengah masyarakat. Sikap takwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk
mendorong orang lain, melindungi yang lemah dan berpihak pada kebenaran dan keadilan

Hubungan Takwa dengan Diri sendiri :

1. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan,
maupun musibah yang menimpanya. Sabar terhadap perintah adalah menerima dan melaksanakan
perintah dengan ikhlas. Dalam melaksanakan perintah terhadap upaya untuk mengendalikan diri
agar perintah itu dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Tawakkal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar dan usaha kepada Allah.
Tawakkal bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya usaha maksimal tetapi hasilnya diserahkan
seluruhnya kepada Allah SWT yang menentukan.
3. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang diberikan Allah atau sesame manusia.
Bersyukur kepada Allah adalah sikap berterima kasih terhadap apa saja yang telah diberikan Allah,
baik dengan ucapan maupun perbuatan. Bersyukur dengan perbuatan adalah mengucapkan
hamdalah sedangkan bersyukur dengan perbuatan adalah menggunakan nikmat yang diberikan
Allah sesuai dengan keharusannya.

4. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai konsekuensinya dari komitmen
dirinya terhadap kebenaran. Jadi berani berkaitan dengan nilai – nilai kebenaran. Kebenaran lahir
dari hubungan seseorang dengan dirinya terutama berkaitan dengan pengendalian dari sifat – sifat
buruk yang datang dari dorongan hawa nafsunya.

Keterkaitan Antara Keimanan Dan Ketakwaan

Keimanan dan ketaqwaan tidak dapat dipisahkan dan pada hakikatnya keduanya saling memerlukan.
Artinya keimanan diperlukan manusia agar dapat meraih ketakwaan. Karena setiap perbuatan atau
amalan yang baik, akan diterima oleh Allah tanpa didasari oleh Iman.

Semua bentuk ketakwaan seperti salat, puasa, zakat, dan haji merupakan bagian dan kesempurnaan
iman seseorang. Amal saleh tersebut merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang harus
menterjemahkan keyakinannya menjadi kongkret dan menjadi satu sikap budaya untuk
mengembangkan amal saleh.

Dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menggandengkan antara “orang yang
beriman” dengan “orang yang beramal saleh”. Iman dan amal saleh atau iman dan takwa sangat
dekat. Seolah hampa dan kosong iman seseorang kalau tanpa amal saleh yang menyertainya. Yang
secara kongkrit membuktikan bahwa ada iman dalam hatinya. Iman adalah pondasi dasar seseorang
hamba yang menghendaki bangunan kesempurnaan taqwa dirinya.

Keterkaitan antara iman dan taqwa ini, juga disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Al
imanu’uryanun walibasuhu at-taqwa” (iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa). Maksud
hadits ini adalah iman harus diikuti dengan melakukan amal saleh (taqwa). Iman tanpa disertai amal
saleh maka imannya masih telanjang tanpa pakaian.

Oleh karenanya, seseorang baru dinyatakan beriman dan taqwa apabila telah punya keyakinan yang
mantap dalam hati, kemudian mengucapkan kalimat tauhid dan kemudian diikuti dengan
mengamalkan semua perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat diartikan
sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu
hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang
fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Kata iman berasal dari bahasa Arab,
yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara ethimologi berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa
berasal dari bahasa Arab, yaitu waqa-yuwaqi-wiqayah, secara ethimologi artinya hati-hati, waspada,
mawasdiri, memelihara, dan melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-
hadits, yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la
illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam
hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

B. SARAN

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena
saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau memperdalam kajian
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al Karim
Agung Sukses, Konsep Ketuhanan Dalam Islam,
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ (diakses pada 24
September 2011)
Ahmadi, Abu, dkk.1991. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Bumi Aksara
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi umum. Jakarta: Departemen
Agama RI
Dr. M. Yusuf Musa, 1984, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam (editor : DR. Ahmad
Daudy, MA) Jakarta : Bulan Bintang.
Kamal, Konsep Ketuhanan Dalam Filsafat Shadrian,
http://eurekamal.wordpress.com/2007/06/25/konsep-ketuhanan-dalam-filsafat-shadrian/ (diakses
pada 24 September 2011)
Pringgabaya, Konsep Ketuhanan,
http://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html (diakses pada 24 September
2011)
Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta : Bulan Bintang
Sayyid Mujtaba Musawwi Lari, 1989. God and His Attributes: Lessons on Islamic Doctrine.
Cet. 1. (Terj. Ilham Mashuri dan Mufid Ashfahani). Mengenal Tuhan dan Sifat-SifatNya. Jakarta: PT.
Lentera Basritama.
Yunus, Muhammad.1997.Pendidikan Agama Islam untuk SLTP.Jakarta,Erlangga
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “TUHAN
DALAM ISLAM”

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah ilmu pengetahuan
tentang Proses yang benar tentang konsep Ketuhanan dalam Islam. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
kami harapkan. Untuk itu, Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

MAJENE, 22 SEPTEMBER 2020

PENYUSUN
MAKALAH
BIOLOGI

DOSEN PENGAMPU : TAJUDDIN. S.Pd.M.Pd

Kelompok 1

TANDRIYASSANG
NURUL ANISYAH
NURUL AZIZAH
MASITA
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BINA BANGSA MAJENE 2020

DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai