Anda di halaman 1dari 15

Modul 1

MODUL KEBIJAKAN PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

MODUL E-LEARNING

A. Pengantar
Modul “Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)” ini disajikan sebagai salah
satu referensi bagi peserta diklat e-learning yang didalamnya akan disajikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pengertian dan kegiatan pengelolaan BMN
2. Pejabat yang berwenang melakukan pengelolaan BMN
3. Ruang Lingkup Pengelolaan BMN
Untuk lebih memberikan gambaran tentang intisari peraturan terkait barang
milik negara maka secara umum dalam modul ini akan membahas menjelaskan
ketentuan-ketentuan terkait pengelolaan BMN mulai dari latar belakang hingga
diterbitkannya ketentuan yang mengatur pengelolaan BMN. Adapun pengaturan di
bidang pengelolaan BMN ini merupakan landasan hukum guna mewujudkan
pengelolaan BMN lebih tertib baik secara administrasi, hukum dan tertib fisik.
Peserta diklat disarankan membaca dan mendiskusikan dengan teman di
lingkungan kerja dan teman sesama peserta diklat.

B. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami latar belakang diterbitkannya peraturan di bidang pengelolaan BMN
2. Memahami pengertian dan konsepsi pengelolaan BMN;
3. Mengetahui peran, tugas dan kewenangan pejabat pengelolaan BMN;
4. Menyebutkan lingkup kegiatan-kegiatan yang ada dalam siklus pengelolaan BMN
(manajemen aset);

C. Tujuan Instruksional Khusus


Secara spesifik, setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan landasan hukum pengelolaan BMN;
2. Menjelaskan asas-asas dan pengelolaan BMN ;
3. Menjelaskan alur pengelolaan BMN (siklus penggunaan BMN);
4. Menjelaskan batasan-batasan, ketentuan umum, pertimbangan, serta persyaratan
perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan,
penatausahaan, pemindahtanganan, penghapusan, penilaian, pengawasan dan
pengendalian BMN;

1
Modul 1

Kegiatan Belajar 1
Konsepsi Pengelolaan BMN

Pada kegiatan belajar ini akan dibahas latar belakang, pengertian dan konsepsi,
wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan BMN serta lingkup kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan BMN.

A. Latar Belakang
Reformasi dibidang pengelolaan keuangan Negara ditandai dengan diterbitkan
beberapa produk peraturan perundang-undangan yaitu :
1. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendahaan Negara
3. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan untuk
menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan BMN/Daerah,
maka telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan BMN/Daerah.
Di dalam perkembangan pelaksanaannya PP Nomor 6 tahun 2006 telah diubah
dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan BMN/Daerah. Perubahan tersebut dilatarbelakangi antara lain :
1. Adanya dinamika dalam pengelolaan BMN/D, antara lain terkait periodesasi
pemanfaatan BMN berupa sewa, kerjasama pemanfaatan, pengelolaan BMN di
luar negeri
2. Adanya multi interpretasi terhadap aturan dalam PP 6/2006 terkait : Badan
Layanan Umum (BLU), penerimaan negara yang dihasilkan dari pengelolaan BMN,
permasalahan BMN baik dari kasus-kasus pengelolaan BMN maupun temuan
pemeriksaan BPK
Sesuai penjelasan PP 6 tahun 2006 dalam PP 27 tahun 2014 ditegaskan kembali
bahwa Pengelolaan BMN dilaksanakan berdasarkan asas-asas :
1. asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-
masalah di bidang pengelolaan barang milik negara yang dilaksanakan oleh
kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang sesuai fungsi,
wewenang, dan tanggungjawab masing-masing;
2. azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara harus
dilaksankan berdasarkan hokum dan peraturan perundang-undangan;
3. asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik
negara harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh
informasi yang benar;
4. asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara diarahkan agar barang
milik Negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan
yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintah secara optimal;
5. asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
6. asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara / daerah serta
penyusunan Neraca Pemerintah.

2
Modul 1

Penerapan asas-asas tersebut bertujuan agar dalam pengelolaan BMN dapat :


1. mengakomodir dinamika pengelolaan BMN.
2. meminimalisir multitafsir atas pengelolaan BMN.
3. mempertegas tanggung jawab serta kewenangan Pengguna dan Pengelola
Barang.
4. harmonisasi dengan peraturan terkait
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan BMN adalah:
1. terjaminnya pengaman asset;
2. dihindarinya pemborosan dalam pengadaan, pemeliharaan, dan pengamanan;
3. peningkatan PNBP dengan cara:
a. tanah / gedung idle diserahkan kepada Pengelola;
b. optimalisasi dengan cara pengalihan status penggunaan;
c. pemanfaatan aset idle untuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan, bangun serah guna, atau bangun guna serah;
d. pemindahtanganan aset yang tidak ekonomis.

B. Pengertian dan Konsepsi Pengelolaan BMN


Pengertian Pengelolaan BMN adalah rangkaian kegiatan perencanaan,
pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan pengamanan, pemanfaatan, penilaian,
sampai dengan penghapusan BMN dan tindaklanjutnya berupa pemindahtanganan
yang seluruh kegiatannya ditatausahakan serta dilakukan dengan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian.
Adapun pengertian Barang Milik Negara (BMN) mengacu pada rumusan dalam
Pasal 1 angka 10 dan angka 11 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal
dari perolehan lain yang sah. Sedangkan yang dimaksud dengan perolehan lain yang
sah diuraikan dalam pasal 2 ayat (2) yaitu BMN yang berasal dari :
1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya,
2. diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/ kontrak,
3. diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, dan
4. diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pada pokoknya pengelolaan BMN dilaksanakan dengan konsep bahwa:
1. Perencanaan kebutuhan berdasarkan ketersediaan dan standar kebutuhan
untuk pelayanan;
2. Pengadaan dengan cara yang memungkinkan terjadinya persaingan sehat,
mendapatkan barang bermutu baik, terjadinya harga yang wajar, tepat
jumlah, dan tepat waktu;
3. Penggunaan terbatas untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi;
4. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan harga yang wajar;
5. Nilai wajar diperlukan untuk neraca, pemanfaatan, dan pemindahtanganan;
6. Tanah / bangunan idle diserahkan kepada Pengelola;
7. Pengelola menetapkan pengalihan status penggunaan kepada Pengguna Lain;
8. BMN idle dimanfaatkan untuk tujuan pengamanan dan penerimaan PNBP;
9. Terhadap BMN idle yang tidak dapat dimanfaatkan dilakukan
pemindahtanganan;
10. Terhadap BMN yang tidak dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan
dilakukan pemusnahan;

3
Modul 1

11. Agar seluruh kegiatan terlaksana dengan tertib, maka semua


transaksi harus ditatausahakan dengan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian yang memadai.

C. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan BMN


Pada prinsipnya presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
memberikan kuasa untuk mengelola dan menggunakan kepada pemerntah pusat
terhadap BMN dengan ketentuan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara
adalah Pengelola Barang, sedangkan menteri/pimpinan lembaga menurut Pasal 6
ayat (1) adalah sebagai Pengguna Barang, dan Kepala Kantor Satuan Kerja adalah
Kuasa Pengguna Barang.
Pengelola Barang bertanggungjawab dan berwenang untuk:
1. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan
barang milik negara;
2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik negara;
3. menetapkan status penguasaan dan penggunaan barang milik negara;
4. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan
bangunan yang memerlukan persetujuan DPR;
5. memberikan keutusan atas usul pemindahtanganan barang milik negara berupa
tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR sepanjang
dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;
6. memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang
milik negara berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan
DPR dalam batas kewenangan Presiden;
7. memberikan keputusan atas usul pemindahtanganan dan penghapusan
barang milik negara selain tanah dan bangunan sesuai batas kewenangannya;
8. memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang
milik negara selain tanah dan bangunan kepada Presiden atau DPR;
9. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan
bangunan;
10. memberikan keputusan atas usul pemanfaatan barang milik negara selain
tanah dan bangunan;
11. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik negara
serta mnghimpun hasil inventarisasi;
12. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
negara;
13. Menyusun dan mempersiapkan Lporan Rekapitulasi barang milik negara
kepada Presiden sewaktu diperlukan.
Selanjutnya Pengguna barang berwenang dan bertanggungjawab :
1. menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan
menyimpan Barang Milik Negara;
2. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara
untuk Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya;
3. melaksanakan pengadaan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan
peratura perundang-undangan;
4. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik
Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
5. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga;

4
Modul 1

6. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam


penguasaannya;
7. mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengelola Barang;
8. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengelola Barang;
9. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang
dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain kepada Pengelola
Barang;
10. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang
berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
11. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan Barang
Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
12. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya; dan
13. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran
dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya
kepada Pengelola Barang.
Di dalam peraturan pemerintah nomor 27 telah terdapat penyederhanaan
Birokrasi antara lain terdapat pendelegasian kewenangan Pengelola BMN kepada
Pengguna BMN (Pasal 4 ayat (3) serta Pendelegasian kewenangan Pengguna BMN
kepada Kuasa Pengguna Barang (Pasal 6 ayat (3)) dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.

D. Lingkup kegiatan pengelolaan BMN


Lingkup kegiatan Pengelolaan BMN meliputi semua aktivitas yang berkaitan
dengan BMN meliputi kegiatan-kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan dan pendistribusian; Penggunaan; Pemanfaatan(meliputi sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun guna serah/bangun serah guna);
pengamanan meliputi administrasi, fisik dan hukum) dan pemeliharaan; Penilaian;
Pemindahtanganan (meliputi penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan
modal); Pemusnahan; Penghapusan; Penatausahaan (meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan); serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diuraikan dalam gambar dibawah ini :

5
Modul 1

Agar pengelolaan BMN yang diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dapat
dilaksanakan secara operasional, maka diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) yang mengatur keseluruhan dari apa yang diamanatkan oleh PP Nomor 27
Tahun 2014 sesuai dengan asas-asas pengelolaan BMN.

1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran


Perencanaan kebutuhan BMN seperti diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 150 tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN disusun
dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga setelah
memperhatikan ketersediaan BMN yang ada. Perencanaan kebutuhan BMN
tersebut dilaksanaan dengan ketentuan :
a. berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.
b. Perencanaan Kebutuhan BMN meliputi perencanaan pengadaan dan
pemeliharaan BMN.
c. Perencanaan pengadaan dibuat dengan mempertimbangkan pengadaan
barang melalui mekanisme pembelian, Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli
(leasing), atau mekanisme lainnya yang lebih efektif dan efisien sesuai
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara.
d. Perencanaan pemeliharaan, dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan
3 (tiga) tahun.
e. Perencanaan Kebutuhan BMN merupakan salah satu dasar dalam pengusulan
penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar
(baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Dalam pasal 10 PP nomor 27 tahun 2014 diuraikan langkah-langkah
perencanaan BMN yang diawali dengan langkah menghimpun usul rencana
kebutuhan barang yang diajukan oleh kuasa pengguna barang hingga
penyusunan Rencana Kebutuhan BMN (RKBMN) oleh pengguna barang setelah
memperhatikan daftar barang pada pengguna barang, dan ditungkan dalam
bentuk Daftar Kebutuhan BMN (DKBMN).

6
Modul 1

2. Pengadaan
Dalam pasal 12 PP nomor 27 tahun 2014 disebutkan bahwa pengadaan BMN
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka,
bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai pengadaan
tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perudang-undangan. Sedangkan
ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan BMN selain
tanah diatur dengan Peraturan Presiden.
Perlu diketahui bahwa sesuai perencanaannya maka pengadaan BMN
dilaksanakan dengan mempertimbangkan mekanisme memperoleh BMN yang
direncanakan baik melalui pembelian, Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (leasing),
atau mekanisme lainnya yang lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
3. Penggunaan
Penggunaan BMN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
87/PMK.06/2016 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik
Negara. Penggunaan pada dasarnya adalah untuk menjalankan tugas dan fungsi
kementerian negara/lembaga dan dilakukan berdasarkan penetapan status
penggunaan.
Secara normatif penekanan penggunaan BMN meliputi alih status
penggunaan, penggunaan sementara dan BMN idle. Dalam hal ini Pengelola dapat
mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Pengguna dan dalam kondisi
tertentu, Pengelola dapat menetapkan status Penggunaan BMN pada Pengguna
tanpa didahului usulan Pengguna
Penetapan status penggunaan dikecualikan untuk:
 Barang persediaan,
 Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP),
 Barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan,
 BMN yang berasal dari Dekonsentrasi/Tugas Perbantuan (penunjang) yang
direncanakan untuk diserahkan,
Dalam pengembangan manajemen asset, penetapan status penggunaan
BMN dikelompokkan ke dalam 5 bagian yaitu :
a. penetapan status penggunaan untuk BMN berupa tanah dan bangunan,
b. untuk BMN selain tanah dan/atau bangunan,
c. untuk BMN yang dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan
pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kemenerian negara/lembaga,
d. untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang, dan
e. untuk BMN antar Pengguna Barang.
4. Pemanfaatan
Dalam pengembangan manajemen aset negara ruang lingkup pemanfaatan
BMN mencakup :
a. pendayagunaan BMN yg tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi
b. optimalisasi BMN

7
Modul 1

c. Jangka waktu, besaran dan cara pembayaran sewa untuk infrastruktur (bisa >
5 tahun)
d. Diversifikasi Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)  Konstribusi dan pembagian
keuntungan dapat berupa aset (maks. 10%)
e. Jangka waktu KSP Infrastruktur (KSPI) s.d. 50 tahun
f. Jangka waktu pinjam pakai (5 tahun)
g. Mekanisme tender KSP dan Bangun Guna Serah (BGS) /Bangun Serah Guna
(BSG)
h. Harmonisasi pengaturan dan penyederhanaan birokrasi
1) Pelaksana pemanfaatan BMN
2) Pengelola untuk BMN pada Pengelola
3) Pengguna untuk BMN pada Pengguna
4) Jumlah peserta tender sekurangnya 3 peserta
5) Mitra KSP penugasan
Pemanfaatan BMN terdiri dari sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan,
dan bangunan guna serah/bangun serah guna.
a. Sewa, yaitu pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Pertimbangan sewa adalah
untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan, menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi atau
mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah.
Objek yang dapat disewakan adalah meliputi tanah dan/atau
bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan BMN selain tanah
dan/atau bangunan.
Subjek pelaksana sewa dapat dibedakan antara pihak yang dapat
menyewakan dan pihak yang dapat menyewa BMN.
 Pihak yang dapat menyewakan BMN adalah pengelola barang, untuk
tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang,
dan pengguna parang dengan persetujuan pengelola arang, untuk
sebagian tanah dan/atau bangunan yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan BMN selain
tanah dan/atau bangunan.
 Pihak yang dapat menyewa BMN meliputi : Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum lainnya, dan perorangan.
b. Pinjam pakai BMN, yaitu penyerahan penggunaan BMN antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir
BMN tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat.
Pertimbangan pinjam pakai BMN dimaksud adalah untuk
mengoptimalkan penggunaan BMN yang belum/tidak dipergunakan
untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan untuk
menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Objek yang dapat dipinjam-pakaikan adalah tanah dan/atau
bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta BMN selain tanah
dan/atau bangunan.

8
Modul 1

Subjek pelaksana sewa dapat dibedakan antara pihak yang dapat


meminjam-pakaikan BMN dan pihak yang dapat meminjam BMN.
 Pihak yang dapat meminjam-pakaikan BMN adalah Pengelola Barang,
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang,
 Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk
sebagian tanah dan/atau bangunan yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan BMN selain
tanah dan/atau bangunan. Sedangkan pihak yang dapat meminjam
BMN adalah pemerintah daerah.
c. Kerjasama pemanfaatan, yaitu pendayagunaan BMN oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan
negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Pertimbangan kerjasama pemanfaatan BMN adalah untuk
mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan, meningkatkan penerimaan negara, dan mengamankan
BMN dalam arti mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada
ketentuan yang berlaku.
Objek kerjasama pemanfaatan adalah adalah tanah dan/atau
bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang
status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta BMN selain
tanah dan/atau bangunan.
Subjek Pelaksana Kerjasama Pemanfaatan adalah Pengelola Barang
dan Pengguna Barang.
d. Bangunan Guna Serah (BGS), yaitu pemanfaatan tanah milik pemerintah
pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka
waktu.
Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat
oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada
Pengelola Barang untuk kemudiandidayagunakan oleh pihak lain tersebut
selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
Pertimbangan dilakukannya BGS dan BSG adalah untuk menyediakan
bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Objek BGS/BSG adalah berupa tanah, baik tanah yang ada pada
Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya ada pada
Pengguna Barang.
Subjek Pelaksanaan BGS/BSG adalah Pengelola Barang, dan pihak-pihak
yang dapat menjadi mitra BGS/BSG adalah BUMN, BUMD, dan Badan Hukum
lainnya.

9
Modul 1

5. Pengamanan dan pemeliharaan


Pengamanan dan pemeliharaan BMN berpedoman pada Surat Edaran
Sekretaris Jenderal Nomor SEK.PL.03.03-134 tentang Pengamanan dan
Pemeliharaan BMN di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
a. Pengamanan
Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
wajib melakukan pengamanan BMN yang berada dalam penguasaannya,
meliputi pengamanan administrasi, fisik, dan pengamanan hukum. BMN
berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Sedangkan BMN
berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama
Pemerintah RI.
Selanjutnya, BMN selain tanah dan/atau bangunan dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama Pengguna Barang. Pengamanan bukti
kepemilikan BMN wajib disimpan dengan tertib dan aman, dengan ketentuan :
 penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan
dilakukan oleh Pengelola Barang
 bukti kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan disimpan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
b. Pemeliharaan
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab
atas pemeliharaan BMN, dengan berpedoman pada Daftar Kebutuhan
Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan BMN dimaksud dibebankan
pada APBN.
Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan
Barang (DHPB) yang berada dalam kewenangannya, dan melaporkan/
menyampaikan hasil pemeliharaan barang tersebut kepada Pengguna Barang
secara berkala. Selanjutnya, Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk
meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang
yang dilakukan dalam 1 tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan
evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan BMN.
6. Penilaian
Penilaian BMN dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah
pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN. Penetapan nilai BMN dalam
rangka penyusunan neraca pemerintah pusat dilakukan dengan berpedoman pada
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan
atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh pengelola
barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola
barang. Penilaian BMN dimaksud dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar,
dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.
Hasil penilaian dimaksud ditetapkan oleh pengelola barang. Penilaian BMN
selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau
pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh pengguna barang,
dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengguna barang.
Penilaian BMN dimaksud dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Hasil
penilaian dimaksud ditetapkan oleh pengguna barang.

10
Modul 1

7. Penghapusan, yaitu tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan


menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk
membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik
barang yang berada dalam penguasaannya.
Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar
Barang Kuasa Pengguna dilakukan dalam hal
 BMN dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna
Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
 karena salah satu hal yaitu penyerahan BMN kepada Pengelola Barang,
pengalihan status penggunaan, pemindahtanganan, putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah
tidak ada upaya hukum lainnya, atau menjalankan ketentuan undang-
undang, pemusnahan,
 dan sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar
menjadi penyebab penghapusan, antara lain hilang, kecurian,
terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam,
kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk
tanaman/hewan/ternak, serta terkena dampak dari terjadinya force
majeure.
Persyaratan penghapusan BMN selain tanah dan/atau bangunan harus
memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan ekonomis.
Penghapusan sebagaimana disebutkan di atas apabila memenuhi syarat
dapat ditindak lanjuti dengan pemusnahan. Pemusnahan dimaksud dapat
dilakukan dalam hal :

Tata cara pelaksanaan penghapusan diatur dalam modul tentang penghapusan


8. Pemindahtanganan
Dalam pengembangan manajemen aset negara PP 27 Nomor 27 Tahun
2014 telah mencakup penyederhanaan pendelegasian kewenangan Pengelola
kepada Pengguna berupa :
 Perhitungan nilai limit penjualan
 Pengkinian definisi lelang
 Perluasan pertimbangan hibah
 Perluasan cakupan mitra tukar-menukar
 Penyesuaian tujuan PMPP/D
Bentuk pemindahtanganan meliputi penjualan, tukar menukar, hibah dan
penyertaan modal pemerintah pusat.
a. Penjualan, yaitu adalah pengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain
dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Pertimbangan Penjualan BMN adalah :

11
Modul 1

1) dalam rangka optimalisasi BMN yang berlebih atau idle,


2) karena secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara, dan
3) sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun BMN yang dapat dijual adalah meliputi tanah dan/atau
bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan baik yang berada pada
Pengelola Barang dan yang status penggunaannya ada pada Pengguna
Barang.
Ketentuan dalam Pelaksanaan Penjualan dibahas dalam modul
tentang pemindahtanganan BMN
b. Tukar menukar, yaitu pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau antara
pemerintah pusat dengan pihak lain, dengan menerima penggantian
dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Pertimbangan dilakukannya tukar-menukar BMN adalah dalam
rangka memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan
pemerintahan, optimalisasi penggunaan BMN, atau tidak tersedia dana
dalam APBN.
BMN yang dapat dilakukan Tukar-menukar meliputi (a) tanah
dan/atau bangunan baik yang berada pada Pengelola Barang, maupun
yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan (b) selain
tanah dan/atau bangunan.
Tukar-menukar BMN berupa ntanah dan/ atau bangunan dapat
dilakukan dalam hal sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota, belum dimanfaatkan secara optimal, penyatuan BMN
yang lokasinya terpencar, pelaksanaan rencana strategis
pemerintah/negara. BMN selain tanah dan/atau bangunan yang
ketinggalan teknologi, sesuai kebutuhan/ kondisi/ ketentuan peraturan-
perundang-undangan.
Syarat dalam pelaksananaan tukat menukar serta tata cara
pelaksanaan tukar menukar diatur dalam modul tentang tukar menukar
c. Hibah, pengalihan kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh
penggantian.
Pertimbangan untuk melakukan hibah BMN adalah untuk
kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Pihak yang dapat melaksanakan hibah BMN adalah :
1)
2)

12
Modul 1

Pihak yang dapat menerima hibah adalah meliputi :


1)

2)
Adapun persyaratan dan bersaran nilai serta tata cara pelaksanaan hibah
dibahan dalam modul tentang pemindahtanganan BMN.
d. Penyertaan modal pemerintah pusat (PMPP), yaitu pengalihan
kepemilikan BMN yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada BUMN, BUMD atau
Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.
BMN dijadikan PMPP dalam rangka pendirian, pengembangan, dan
peningkatan kinerja BUMN/D atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki
Negara/Daerah.
Adapun pertimbangan dilakukannya PMPP agar pengelolaan BMN
tersebut akan lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN/D atau Badan
Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah, baik yang sudah ada
maupun yang akan dibentuk.
Jenis BMN yang dapat dilakukan PMPP adalah meliputi
1) tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang,
2) tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat
sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggarannya; serta
3) selain tanah dan/atau bangunan.
Subjek Pelaksana PMPP adalah Pengelola Barang yaitu untuk tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang, dan Pengguna
Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang yaitu untuk BMN berupa
tanah dan/at au bangunan yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat sesuai
yang tercantum dalam dokumen penganggaran, dan BMN selain t anah
dan/atau bangunan.
Pihak-pihak yang dapat menerima PMPP meliputi BUMN, BUMD, dan
Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.
Ketentuan dalam pelaksanaan PMPP akan dibahas dalam modul
pemindahtanganan BMN.
9. Penatausahaan
Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yakni semua yang berada
dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan berada dalam
pengelolaan Pengelola Barang.
Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN.
Dalam penatausahaan BMN ini termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan
fungsi akuntansi BMN. Penatausahaan BMN dilaksanakan untuk :
a. dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk menyusun Laporan
BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah
pusat.

13
Modul 1

b. dalam rangka mendukung terwujudnya tertib pengelolaan BMN yaitu


menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan
sesuai dengan azas fungsional, kapastian hukum, transparansi dan
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai antara lain
perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun.
a. Pengorganisasian
Sebagaimana diketahui BMN tersebar pada satuan kerja yang lokasinya
tersebar diseluruh Indonesia tentunya membutuhkan koordinasi yang baik
agar tujuan penatausahaan dapat tercapai. Untuk itu, diperlukan
pengorganisasian yang nantinya digunakan dalam alur bisnis proses
penatausahaan BMN.
Penatausahaan BMN meliputi penatausahaan pada Kuasa Pengguna
Barang/Pengguna Barang dan Pengelola Barang. Pelaksana penatausahaan
BMN pada Pengguna Barang dilakukan oleh organisasi penatausahaan BMN
pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut:
1) Unit Penatausahaan Pengguna Barang (UPPB), merupakan unit akuntansi
tingkat kementerian.
2) Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Eselon I (UPPB-E1) sebagai unit
akuntansi tingkat Eselon I
3) Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Wilayah (UPPB-W), sebagai unit
akuntansi tingkat wilayah.
Untuk unit penatausahaan BMN Dana Dekonsentrasi, penanggung jawab
UPPB-W adalah Gubernur, sedangkan untuk penatausahaan BMN Dana
Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Daerah
sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui
Kementerian Negara/Lembaga.
4) Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB) yang merupakan
unit akuntansi pada tingkat kantor/satuan kerja.
a) Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana
Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
b) Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU, penanggung jawab UPKPB
adalah Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan Kerja pada BLU.
b. Kegiatan Penatausahaan
Kegiatan penatausahaan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah nomor 27 tahun 2014 adalah meliputi pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan. Selain itu juga termasuk tugas dari pelaksana penatausahaan
adalah pengamanan dokumen.
Adapun tugas dari pelaksana penatausahaan adalah membuat daftar
BMN, dan melakukan pembukuan. Pembukuan ini dilakukan pada tingkat
Satuan Kerja dan KPKNL. Selain dua kegiatan di atas tugas pelaksana
penatausahaan adalah melakukan inventarisasi BMN, melakukan pelaporan
BMN, melakukan pengamanan dokumen, melakukan rekonsiliasi data
dan/atau pemutakhiran data, dan melakukan pembinaan.
Detil kegiatan penatausahaan akan dibahas dalam modul tentang
penatausahaan BMN.

14
Modul 1

10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian


Guna pelaksanaan pengelolaan BMN dapat berjalan efektif, efisien,
akuntabel dan terintegrasi maka diperlukan pengawasan dan pengendalian antar
kegiatan-kegiatan yang yang dilaksanakan
a. Pembinaan
1) Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan BMN.
2) Menteri Keuangan juga menetapkan kebijakan tehnis dan melakukan
pembinaan pengelolaan BMN
b. Pengawasan dan pengendalian
1) Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan yang berada pada pengusaannya.
Pelaksanaan pemantauan dan penertiban dimaksud untuk kantor/satuan
kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang. Selanjutnya Kuasa
Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawas
fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan
penertiban dimaksud. Kemudian Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna
Barang menindaklanjuti hasil audit dimaksud sesuai dengan ketentuan
undang-undang.
2) Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantuan dan investigasi
atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan
BMN, dalam rangka penggunaan, pemanfaatan, dan pemindatanganan
BMN sesuai ketentuan yang berlaku. Sebagai tindak lanjutnya pengelola
Barang dapat meminta aparat fungsional untuk melakukan audit atas
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN.
Selanjutnya, hasil audit dimaksud disampaikan kepada Pengelola Barang
untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.

15

Anda mungkin juga menyukai