Anda di halaman 1dari 12

GADJAH MADA JOURNAL OF TOURISM STUDIES

VOLUME 1 NUMBER 2 OCTOBER 2018

Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku


Kepentingan Kunci di Tebing Breksi Yogyakarta Terhadap
Prinsip-Prinsip Pariwisata Berkelanjutan Berdasarkan Sustdi

Tania Nugraheni Ayuningtyas


Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
Email: tania.nugraheni.a@mail.ugm.ac.id

Abstract
Tourism has involved the local communities as a key stakeholders in many tourism
destination in Indonesia that are growing due to the phenomenon of digital tourism. In Tebing Breksi
Yogyakarta, the growth of tourism sector as a result of the digital tourism phenomenon has made
the local people relying on tourism as the main sector to fulfil economic needs after the mining
ban from the local government. This research conduct the SUSTDI (Stakeholder Understanding of
Sustainable Tourism Development Index) method as a tool to asses level of understanding of local
communities about sustainable tourism concepts. According to Timur & Getz (2009: 223) about
the theory of key stakeholder role, three groups of local community has identified such as: host
community group, local authority group and tourism industry group. The proportional sampling and
stratified random sampling conducted to determined the amount of representative respondent. The
result showed that the local communities as the key stakeholder in Tebing Breksi have a high overall
level of understanding about the sustainable tourism concept at the scale 4,19 out of 5,00. Despite
of that, the level of understanding on the three of the group respondent on question number 23
implies that the “economic development funds should to be used to promote tourism” as “Medium”.
Moreover, tourism planner can use this results to develop a precise education and training program
to improve their knowledge about sustainable tourism development.

Keyword: Key Stakeholder, Sustainable Tourism Principles, Tebing Breksi Yogyakarta

1. Pendahuluan
Masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan Di Indonesia, keterlibatan masyarakat
kunci, seringkali terlibat aktif dalam menentukan lokal sebagai pemangku kepentingan kunci dalam
perencanaan dan manajemen pariwisata di suatu pengelolaan pariwisata sebelum adanya kegiatan
destinasi wisata (Mason, 2003: 87). Masyarakat pengembangan dan perencanaaan banyak terjadi
lokal menjadi salah satu pemain kunci karena pada destinasi wisata baru yang tumbuh karena
menyediakan sebagian besar atraksi wisata sekaligus fenomena wisata digital. Wisata digital, adalah
menentukan kualitas produk wisata (Damanik wisata yang menawarkan dan memenuhi kebutuhan
& Weber, 2006: 23). Bahkan di beberapa kasus, digital, artinya wisatawan pergi ke suatu destinasi
tidak jarang masyarakat lokal sudah lebih dahulu untuk kemudian berfoto dan diunggah ke media
terlibat dalam pengelolaan pariwisata sebelum sosial Instagram dalam rangka menunjukkan
adanya kegiatan pengembangan dan perencanaaan eksistensinya. 1 Namun, keberadaan sektor
(Damanik & Weber, 2006: 23). pariwisata sebagai suatu akibat dari fenomena

88
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

wisata digital yang terjadi secara tiba-tiba pada edukasi terhadap pariwisata berkelanjutan penting
destinasi wisata digital, membuat masyarakat untuk dilakukan dalam rangka menanggulangi
lokal cenderung impulsif terhadap tren yang dampak yang akan dihasilkan. Oleh karena itu,
sedang berkembang di media sosial hanya untuk mengujikan SUSTDI (Stakeholder Understanding
meningkatkan keuntungan ekonomi semata2 seperti of Sustainable Tourism Development Index) untuk
yang terjadi pada area bekas pertambangan yang mengidentifikasi bagaimana tingkat pemahaman
menjadi Kawasan Objek Wisata Taman Tebing masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan
Breksi yang terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan kunci di Tebing Breksi Yogyakarta terhadap
Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan menjadi
Yogyakarta (DIY). penting karena masyarakat lokal di Tebing Breksi
Tebing Breksi adalah destinasi wisata baru Yogyakarta mengandalkan pariwisata sebagai
di Yogyakarta yang diresmikan pada 30 Mei 2015 sektor utama pemenuh kebutuhan ekonomi setelah
oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu adanya larangan penambangan oleh pemerintah
Sri Sultan Hamangkubuwono X sebagai “Destinasi desa setempat. SUSTDI adalah sebuah studi
Wisata Minat Khusus dan Bumi Perkemahan” eksploratif dari penelitian Cárdenas, Byrd &
yang juga berhasil meraih sebuah penghargaan Duffy (2015), yang menghasilkan alat penilaian
dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia secara kuantitatif yang dapat membantu perencana
sebagai Destinasi Wisata Terpopuler di Indonesia dalam mengukur pengetahuan dan persetujuan
berdasarkan sistem voting nasional di media sosial masyarakat terhadap prinsip-prinsip pariwisata
di tahun 2017. Aktivitas pariwisata di Tebing Breksi berkelanjutan. Melalui instrumen SUSTDI,
bermula dari orang-orang yang singgah untuk masyarakat lokal juga akan memperoleh edukasi
berfoto pada areal bekas pertambangan ini. Ketika tentang prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan
hasil foto itu diunggah ke media sosial terutama sehingga diharapkan tidak impulsif terhadap
Instagram, banyak netizen3 yang tertarik untuk tren yang diinginkan oleh wisatawan digital dan
datang secara langsung sehingga kepopuleran lebih berorientasi untuk mewujudkan pariwisata
Tebing Breksi menjadi viral4 di tahun 2014. berkelanjutan. Selain itu, Tebing Breksi juga
Selanjutnya pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi merupakan kawasan geoheritage6 yang perlu
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas dilindungi (Surat Keputusan Badan Geologi Nomor
Pariwisata Provinsi DIY melakukan pembangunan 1157.K/73/BGL/2014 tentang Penentuan Kawasan
fisik di Tebing Breksi. Setelah itu, terbitlah Cagar Alam Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta)
larangan yang berkaitan dengan penghentian sehingga memerlukan pembangunan pariwisata
aktivitas penambangan yang dikeluarkan oleh yang berkelanjutan.
Pemerintah Desa Sambirejo melalui Peraturan
Desa Sambirejo Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Larangan Penambangan Galian C di Zona Merah 2. Kerangka Teori
Kawasan Geoheritage di Wilayah Desa Sambirejo. Menurut Timur & Getz (2009: 223) terdapat tiga
Sejak saat itu, terjadi transformasi pekerjaan pada kelompok peran pada pemangku kepentingan
masyarakat lokal di Tebing Breksi yang awalnya kunci. Pertama, sebagai host community (komunitas
beprofesi sebagai penambang kemudian dialihkan lokal) yang meliputi penduduk, kelompok-
ke sektor pariwisata. Pariwisata akhirnya menjadi kelompok komunitas, organisasi bisnis lokal dan
sektor utama pemenuh kebutuhan ekonomi bagi berbagai asosiasi lokal. Kedua, sebagai local
masyarakat lokal yang dahulu berprofesi sebagai authority (pemerintah lokal), yang keterlibatannya
penambang.5 sangat penting karena memiliki tanggung jawab
Menurut Cárdenas, Byrd & Duffy (2015: untuk menerapkan kebijakan dan perencanaan,
263) apabila masyarakat di sekitar destinasi wisata menegakkan peraturan dan melakukan pemantauan
mengandalkan pariwisata sebagai sektor pemenuh pembangunan. Ketiga, sebagai tourism industry
kebutuhan ekonomi, maka itu tandanya sumber (industri pariwisata) yang terdiri dari berbagai
daya alam dan lingkungan sekitar menjadi semakin subsektor seperti penyedia transportasi, akomodasi,
rentan terhadap eksploitasi berlebihan, sehingga atraksi (alam, budaya atau bangunan, yang meliputi

89
GamaJTS, Vol. 1 Number 2 October 2018

museum, fasilitas perbelanjaan, acara budaya atau 31 butir pernyataan yang terbagi ke dalam 6
olahraga, festival dan lain-lain), makanan dan faktor solusi. Enam faktor solusi tersebut terdiri
minuman dan biro perjalanan. dari konservasi sumber daya alam (resource
Sebagai pemangku kepentingan kunci, preservation) yang memiliki 8 butir pernyataan,
masyarakat lokal di negara berkembang seringkali edukasi lingkungan (environmental education) 6
terlibat aktif dalam pengelolaan dan juga dalam butir pernyataan, inklusi pemangku kepentingan
menentukan perencanaan dan manajemen (stakeholders inclusion) 6 butir pernyataan,
pariwisata di destinasi wisata (Mason, 2003: 87). perencanaan ekonomi (economic planning) 6 butir
Bahkan tidak jarang masyarakat lokal sudah lebih pernyataan, kesadaran budaya (cultural awareness)
dahulu terlibat dalam pengelolaan pariwisata 2 butir pernyataan dan identifikasi sumber daya
sebelum adanya kegiatan pengembangan dan masyarakat (community resource identification)
perencanaaan pariwisata (Damanik & Weber, sebanyak 3 butir pernyataan. Faktor-faktor di dalam
2006: 23). Masyarakat lokal ini berorientasi untuk SUSTDI tersebut merupakan penyempurnaan
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran
mendapatkan keuntungan ekonomi dari pariwisata pemangku kepentingan yang diadaptasi dari
(Timur & Getz, 2009: 222). penelitian Byrd, Cárdenas & Greenwood (2008).
Menurut Cárdenas, Byrd & Duffy (2015: Selanjutnya, penyempurnaan faktor solusi pada
263) apabila masyarakat di lokal sekitar destinasi SUSTDI dikembangkan dari penelitian-penelitian
wisata mengandalkan pariwisata sebagai sektor lainnya yang berkaitan dengan teori stakeholder,
pemenuh kebutuhan ekonomi, maka itu tandanya prinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan,
sumber daya alam dan lingkungan sekitar menjadi persepsi dan sikap penduduk terhadap pariwisata
semakin rentan terhadap eksploitasi berlebihan, yang disempurnakan dengan saran-saran dari para
sehingga edukasi tentang pariwisata berkelanjutan edukator yang memiliki perhatian lebih terhadap
penting untuk dilakukan. Pariwisata berkelanjutan pariwisata berkelanjutan (Cárdenas, Byrd & Duffy,
merupakan pariwisata yang berbasis pembangunan 2015: 258). Faktor-faktor solusi pada SUSTDI telah
berkelanjutan yang dapat diterapkan pada setiap mencakup lima dari enam prinsip pengembangan
bentuk pariwisata dan di setiap destinasi wisata, pariwisata berkelanjutan milik Byrd et al (2008)
dengan menerapkan keseimbangan dari tiga aspek yang tertulis dalam definisi konseptual World
yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya Tourism Organization (WTO) kecuali prinsip yang
sehingga dapat menjamin keberlanjutan jangka berkaitan dengan kepuasan wisatawan, sehingga
panjang (UNEP dan WTO, 2005: 11). dengan demikian SUSTDI tidak dapat diujikan
Edukasi tentang pariwisata berkelanjutan kepada wisatawan.
kepada masyarakat lokal sebagai pemangku SUSTDI bermanfaat untuk mengedukasi
kepentingan kunci dalam pengembangan pariwisata pemangku kepentingan terkait prinsip-prinsip
berkelanjutan dapat dilakukan dengan mengujikan pariwisata berkelanjutan melalui setiap butir
instrumen SUSTDI (Stakeholder Understanding pernyataan yang diujikan. Hasil penilaian
of Sustainable Tourism Development Index) SUSTDI dapat digunakan untuk mengembangkan
(Cárdenas, Byrd & Duffy, 2015). SUSTDI juga program pendidikan dan pelatihan dalam rangka
dapat menjadi alat untuk mengetahui pengetahuan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
dan persetujuan mereka terhadap prinsip-prinsip pemangku kepentingan terhadap prinsip-prinsip
pariwisata berkelanjutan. SUSTDI adalah sebuah pariwisata berkelanjutan. Program pendidikan
studi eksploratif yang berasal dari penelitian milik dan pelatihan tersebut akan fokus pada faktor-
Cárdenas, Byrd & Duffy (2015), yang menghasilkan faktor yang memiliki tingkat pemahaman yang
alat penilaian secara kuantitatif yang membantu rendah ataupun yang memiliki ketimpangan.
perencana pariwisata dalam mengukur tingkat Penilaian SUSTDI pada pemangku kepentingan
pemahaman masyarakat terhadap prinsip-prinsip sangat diperlukan sebab tingkat pemahaman
pariwisata berkelanjutan. yang baik terhadap prinsip-prinsip pariwisata
Pengukuran dilakukan dengan cara berkelanjutan akan mengarah pada perbaikan
mengujikan kuesioner SUSTDI yang berisi produk dan pelayanan bagi semua yang terlibat

90
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

dalam destinasi wisata (Cárdenas, Byrd & Duffy, untuk memperkecil kesalahan dalam menentukan
2015). Dengan demikian, masyarakat lokal sebagai sampling (sampling error) dan untuk menambahkan
pemangku kepentingan kunci dalam perencanaan keterwakilan (representativeness) pada sampel
dan manajemen destinasi wisata adalah sasaran yang diambil.
yang tepat dalam mengujikan SUSTDI. Analisis data dilakukan dengan mencari
nilai rata-rata (mean score) yang diperoleh dari
menghitung frekuensi (fi) jawaban dari setiap
3. Metodologi Penelitian
responden, dikalikan dengan nilai bobot (xi) pada
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif setiap respon jawaban. Nilai bobot pada setiap
deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan, respon jawaban adalah: “Sangat Tidak Setuju (STS)
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi memiliki nilai bobot 1, “Tidak Setuju (TS)” nilai
dan variabel yang menjadi objek penelitian bobot 2, “Ragu-Ragu (RR)” nilai bobot 3, “Setuju
berdasarkan apa yang terjadi (Bungin, 2005: (S)” nilai bobot 4 dan “Sangat Setuju (SS)” dengan
44). Penelitian ini juga dimaksudkan untuk nilai bobot 5.
mendeskripsikan situasi atau kejadian secara tepat
dan akurat, bukan untuk mencari hubungan sebab
dan akibat (Yusuf, 2013: 63). Pengumpulan data
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
64 responden representatif dengan menggunakan Keterangan:
teknik proporsional sampling, sehingga dapat = rata-rata
diketahui tiga kelompok masyarakat lokal yang = frekuensi data yang ke i
berperan sebagai pemangku kepentingan kunci = perkalian frekuensi dengan nilai bobot i
di Tebing Breksi Yogyakarta. Tiga kelompok = jumlah individu i
pemangku kepentingan kunci tersebut adalah = jumlah perkalian frekuensi dengan nilai
Kelompok Pemerintah Desa Sambirejo, Kelompok bobot data ke i
Komunitas Lokal yang terdiri dari yang terdiri
Nilai rata-rata (mean score) yang telah
dari Kelompok Sadar Wisata Tlatar Seneng dan
diperoleh selanjutnya dinalisis secara deskriptif
Kelompok Pengelola Tebing Breksi Lowo Ijo dan
melalui dasar pengklasifikasian mengacu pada
Kelompok Penyedia Jasa Lokal yang meliputi
ketentuan yang dikemukakan oleh Umar (1998),
meliputi penyedia kuliner, penyedia jasa photo
yaitu Rentang Skala (RS) yang diperoleh dengan
booth Enliven dan kelompok penyedia jip wisata
formula sebagai berikut:
Shiva Plateau.
Penentuan sampel pada setiap kelompok
kemudian dilakukan dengan cara stratified random
sampling agar sampel antar kelompok tidak tumpang
tindih satu sama lain. Implementasi teknik stratified Keterangan: m = jumlah alternatif jawaban tiap
random sampling dalam peneltian ini dilakukan butir pernyataan
dengan cara membuat daftar nama sampel yang Sehingga,
terpilih yang menjadi responden penelitian.
Pembuatan daftar nama sampel yang terpilih Tabel 1. Interpretasi Skala Penilaian
didasarkan dari daftar nama pada struktur organisasi
di setiap kelompok pemangku kepentingan kunci Skala Penilaian Kriteria
yang didapatkan dari hasil observasi dan wawancara 1,00 - 1,80 Sangat rendah
peneliti. Peneliti kemudian memilih siapa saja 1,80 - 2,60 Rendah
sampel yang memiliki posisi penting dalam struktur
2,60 - 3,40 Sedang
organisasi seperti Ketua, Sekeretaris, Bendahara
3,40 - 4,20 Tinggi
dan Anggota yang tidak tumpang tindih satu sama
lain. Menurut Yusuf (2014: 160-161), penggunaan 4,20 - 5,00 Sangat tinggi
teknik stratified random sampling dimaksudkan Sumber: Umar (1998)

91
GamaJTS, Vol. 1 Number 2 October 2018

Berdasarkan skala penilaian di atas, jika nilai Status Pernikahan


rata-rata yang diperoleh pada masing-masing butir
Belum Menikah 19 29,7%
pernyataan yang ada di setiap faktor solusi semakin
Menikah 45 70,3%
mendekati angka 5,00, maka semakin tinggi tingkat
pemahaman pemangku kepentingan kunci di Tebing Jenis Kelamin
Breksi terhadap pernyataan tersebut. Sebaliknya, Laki-Laki 54 84,4%
apabila nilai rata-rata semakin mendekati angka Perempuan 10 15,6%
1,00, maka tingkat pemahaman pemangku Tingkat Pendidikan
kepentingan kunci di Tebing Breksi semakin rendah.
Tidak Bersekolah Formal 0,0%
Selanjutnya dalam menentukan nilai rata-rata pada
Tidak Tamat SD 0 0,0%
setiap faktor, dilakukan dengan menjumlah setiap
nilai rata-rata pada setiap butir pernyataan dibagi Tamat SD 6 9,4%
jumlah pernyataan secara keseluruhan di setiap Tamat SMP/MTs 21 32,8%
faktor. Berdasarkan interpretasi skala penilaian Tamat SMA/SMK 30 46,9%
pada Tabel 1, akan diketahui tingkat pemahaman Perguruan Tinggi 7 10,9%
pemangku kepentingan kunci pada setiap faktor
Tingkat Pendapatan per Bulan
sehingga dapat diketahui faktor apa saja yang
< Rp1.500.000,00 48 75,0%
memerlukan perhatian lebih dalam menyusun
program edukasi untuk pengembangan pariwisata Rp1.500.000,00 - Rp2.500.000,00 13 20,3%
berkelanjutan di Tebing Breksi. Rp2.500.000,00 - Rp3.500.000,00 2 3,1%
> Rp3.500.000,00 1 1,6%
4. Hasil Penelitian Peran
Sebagai Pemerintah Desa 7 10,9%
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden Sebagai Komunitas Lokal 23 35,9%
Karakteristik responden yang merupakan masyarakat Sebagai Penyedia Jasa Lokal 34 53,1%
lokal yang menjadi pemangku kepentingan kunci
di Tebing Breksi mayoritas berusia 23-39 tahun, 4.2. Analisis Kuesioner SUSTDI
sudah menikah, berjenis kelamin laki-laki,berlatar Hasil analisis kuesioner SUSTDI di tiga kelompok
pendidikan sebagai lulusan SMA dengan tingat pemangku kepentingan kunci pada Tabel 3 secara
pendapatan yang rendah (BPS:2008) dan di bawah keseluruhan menunjukkan hasil yang baik dengan
UMR DIY karena memiliki tingkat pendapatan interpretasi tingkat pemahaman pada setiap butir
perbulan kurang dari Rp1.500.00,00. Apabila dilihat pernyataan menunjukan kategori “Tinggi” hingga
dari sisi peran, ditemukan perbedaan jumlah antara “Sangat Tinggi”. Hasil ini menunjukkan bahwa
data peran berdasarkan data pada struktur organisasi secara mayoritas responden memberikan respon
dan peran yang dipilih oleh setiap individu sehingga jawaban positif yaitu “Sangat Setuju” maupun
hal ini mengindikasikan adanya peran ganda pada “Setuju” terhadap 31 pernyataan yang diajukan.
pemangku kepentingan kunci di Tebing Breksi. Walapun demikian, masih terdapat beberapa
butir pernyataan yang memiliki tingkat pemahaman
Tabel 2. Karakteristik Responden yang “Rendah” dan “Sedang”. Tingkat pemahaman
yang “Rendah” ditunjukkan oleh Kelompok
Karakteristik n %
Penyedia Jasa terhadap pernyataan pada nomor 4
Usia yang menyatakan bahwa “pariwisata harus tidak
15-24 tahun 17 26,6% dilanjutkan apabila merusak lingkungan” dengan
25-39 tahun 29 45,3% nilai rata-rata 2,57. Sehubungan dengan rendahnya
40-55 tahun 16 25,0% tingkat pemahaman pada pernyataan nomor 4, maka
diperlukan upaya untuk meningkatkan pemahaman
56-64 tahun 1 1,6%
Kelompok Penyedia Jasa Lokal sebagai bagian dari
>64 tahun 1 1,6%
pemangku kepentingan kunci di Tebing Breksi

92
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

Tabel 3. Analisis Kuesioner SUSTDI pada Tiga Kelompok Pemangku Kepentingan Kunci

Kelompok pada StakeholderKunci Lokal


Pemerintah Komunitas Penyedia
No Pernyataan Desa Lokal Jasa Lokal
Mean Mean Mean
Ket. Ket. Ket.
Score Score Score
Faktor 1. Konservasi Sumber Daya Alam
Pengembangan pariwisata harus mencakup Sangat Sangat
1 4,00 Tinggi 4,57 4,47
perlindungan terhadap lingkungan alam Tinggi Tinggi
Studi mengenai dampak lingkungan harus
2 dilakukan untuk pengembangan pariwisata 4,00 Tinggi 4,14 Tinggi 4,13 Tinggi
yang ada dan yang telah diusulkan
Kegiatan pariwisata harus diintegrasikan
3 (digabungkan menjadi satu kesatuan) 4,17 Tinggi 3,86 Tinggi 4,13 Tinggi
dengan program konservasi daerah
Pengembangan pariwisata harus tidak
4 4,00 Tinggi 3,39 Sedang 2,57 Rendah
dilanjutkan apabila merugikan lingkungan
Pariwisata harus membuat lingkungan Sangat Sangat Sangat
5 4,33 4,64 4,73
menjadi lebih baik untuk generasi mendatang Tinggi Tinggi Tinggi
Pariwisata seharusnya tidak
Sangat Sangat
6 diperbolehkan untuk merusak sumber 4,83 4,43 4,13 Tinggi
Tinggi Tinggi
daya budaya (cagar budaya)
Sumber Daya Alam harus dilindungi untuk Sangat Sangat Sangat
7 5,00 4,57 4,50
digunakan oleh generasi mendatang Tinggi Tinggi Tinggi
Masyarakat harus terlibat secara aktif
Sangat Sangat Sangat
8 dalam pelestarian lingkungan hidup 4,50 4,39 4,60
Tinggi Tinggi Tinggi
di wilayah ini (Tebing Breksi)
Faktor 2. Edukasi Lingkungan
Diperlukan kesempatan untuk mempelajari
9 4,17 Tinggi 4,00 Tinggi 3,97 Tinggi
lebih lanjut tentang lingkungan alam
Program pendidikan lingkungan
Sangat
10 mengarah pada peningkatan 4,33 3,96 Tinggi 4,00 Tinggi
Tinggi
pemanfaatan sumber daya alam
Tanaman dan hewan memiliki
hak selayaknya manusia terhadap
11 4,17 Tinggi 4,18 Tinggi 4,17 Tinggi
sumber daya alam di lingkungan
dan masyarakat sekitarnya
Pendidikan terhadap penduduk setempat
tentang praktik penggunaan lahan yang Sangat
12 4,17 Tinggi 4,21 4,20 Tinggi
tepat sangat penting bagi keberhasilan Tinggi
pengembangan pariwisata di Tebing Breksi
Pendidikan terhadap pemilik bisnis
lokal tentang praktik penggunaan
13 4,17 Tinggi 4,11 Tinggi 3,97 Tinggi
lahan yang tepat sangat penting bagi
keberhasilan pengembangan pariwisata

93
GamaJTS, Vol. 1 Number 2 October 2018

Pendidikan terhadap pengunjung


tentang praktik penggunaan lahan yang
14 3,83 Tinggi 3,61 Tinggi 4,17 Tinggi
tepat sangat penting bagi keberhasilan
pengembangan pariwisata di Tebing Breksi
Faktor 3. Inklusi Pemangku Kepentingan
Para pemimpin sektor pariwisata harus
memantau kepuasan pengusaha di bidang Sangat
15 4,17 Tinggi 4,11 Tinggi 4,27
bisnis pariwisata dengan sudut pandang Tinggi
pariwisata agar pariwisata menjadi sukses
Para pemimpin sektor pariwisata harus
Sangat Sangat Sangat
16 memantau kepuasan warga di kawasan 4,67 4,25 4,27
Tinggi Tinggi Tinggi
pariwisata agar pariwisata menjadi sukses
Keterlibatan masyarakat meningkatkan Sangat Sangat Sangat
17 4,33 4,32 4,43
dukungan bagi sektor pariwisata Tinggi Tinggi Tinggi
Para pemimpin pariwisata harus memantau
Sangat Sangat
18 kepuasan wisatawan dengan sudut pandang 4,50 3,89 Tinggi 4,33
Tinggi Tinggi
pariwisata agar pariwisata menjadi sukses
Partisipasi pengunjung dalam pengembangan
Sangat
19 pariwisata sangat penting bagi 4,17 Tinggi 4,11 Tinggi 4,43
Tinggi
keberhasilan pengembangan pariwisata
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan
Sangat Sangat
20 pariwisata sangat penting bagi 4,17 Tinggi 4,29 4,43
Tinggi Tinggi
keberhasilan pengembangan pariwisata
Faktor 4. Perencanaan Ekonomi
Pariwisata memberikan keanekaragaman Sangat Sangat Sangat
21 4,50 4,25 4,23
bagi ekonomi lokal Tinggi Tinggi Tinggi
Pariwisata itu baik untuk Sangat Sangat
22 4,17 Tinggi 4,25 4,30
ekonomi masyarakat Tinggi Tinggi
Dana pembangunan ekonomi sebaiknya
23 2,83 Sedang 3,36 Sedang 3,33 Sedang
digunakan untuk mempromosikan pariwisata
Tujuan jangka panjang diperlukan
Sangat Sangat
24 ketika akan merencanakan 4,00 Tinggi 4,36 4,27
Tinggi Tinggi
pengembangan pariwisata
Saya percaya pengembangan pariwisata
Sangat Sangat Sangat
25 membutuhkan perencanaan yang 4,50 4,36 4,40
Tinggi Tinggi Tinggi
terkoordinasi dengan baik
Pendidikan terhadap pejabat pemerintah
daerah tentang praktik penggunaan
26 4,17 Tinggi 4,04 Tinggi 3,83 Tinggi
lahan yang tepat sangat penting bagi
keberhasilan pengembangan pariwisata
Faktor 5. Kesadaran Budaya
Kesempatan dibutuhkan untuk belajar Sangat
27 4,17 Tinggi 4,11 Tinggi 4,27
lebih banyak tentang sejarah setempat Tinggi
Kesempatan dibutuhkan untuk belajar Sangat Sangat
28 4,33 4,18 Tinggi 4,30
lebih banyak tentang budaya lokal Tinggi Tinggi

94
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

Faktor 6. Identifikasi Sumber Daya Manusia


Budaya masyarakat merupakan Sangat Sangat
29 4,67 4,39 Tinggi 4,27
daya tarik wisata Tinggi Tinggi
Pemugaran terhadap situs sejarah Sangat
30 3,83 Tinggi 3,71 Tinggi 4,30
akan mempromosikan pariwisata Tinggi
Sangat Sangat Sangat
31 Lingkungan alam adalah daya tarik wisata 4,50 4,36 4,30
Tinggi Tinggi Tinggi

bahwa pariwisata tidak dapat dilakukan tanpa batas aspek lingkungan dan sosial-budaya (Hitchcock and
dan tidak boleh merusak sumber daya yang ada serta Willard, 2009; Stoddard et al., 2012; Swarbrook,
harus berorientasi untuk meminimalkan dampak 1999: dalam Cárdenas, Byrd & Duffy, 2015:255).
serta memaksimalkan manfaat bagi lingkungan Menurut Hitchcock and Willard (2009:9) dalam
alam dan masyarakat lokal (UNWTO, 2004:3). Cárdenas, Byrd & Duffy (2015:255), ketika
Kelompok Komunitas Lokal memiliki tingkat pemangku kepentingan tidak memahami 3 (tiga)
pemahaman yang “Sedang” terhadap pernyataan aspek penting yang saling berinterdependensi
pada nomor 4 dengan nilai rata-rata 3,39. Dengan tersebut, biasanya mereka cenderung membuat
tingkat pemahaman yang sedang, maka diperlukan keputusan yang kurang tepat dalam upayanya
upaya lebih lanjut untuk memberikan pemahaman mencapai pengembangan pariwisata yang
kepada Kelompok Komunitas Lokal terkait dengan berkelanjutan.
apa dan bagaimana konservasi sumber daya alam
yang seharusnya dilakukan. Menurut Fandeli 4.4. Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat
(2002), salah satu bentuk konsevasi sumber daya Lokal sebagai Pemangku Kepentingan di
alam di destinasi wisata dapat dilakukan dengan Tebing Breksi Kunci terhadap Prinsip-Prinsip
melakukan pengusahaan ekowisata. Ekowisata Pariwisata Berkelanjutan berdasarkan SUSTDI
merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dengan masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan
menyediakan bentuk kegiatan wisata yang secara kunci di Tebing Breksi memiliki tingkat pemahaman
aktif menyumbang kegiatan konservasi alam yang tinggi terhadap prinsip-prinsip pariwisata
dan budaya, melibatkan masyarakat lokal dalam berkelanjutan dengan nilai rata-rata 4,19. Dengan
perencanaan, pengembangan dan pengelolaan demikian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
wisata serta memberikan sembangan positif lokal sebagai pemangku kepentingan kunci
terhadap kesejahteraan mereka yang dilakukan cenderung memberikan persetujuannya terhadap
dalam bentuk kelompok kecil (Deklarasi Quebec butir-butir pernyataan SUSTDI yang di dalamnya
dalam Damanik & Weber, 2006: 38). memuat prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan.
Sedangkan pernyataan pada nomor 23 yang Persetujuan ini kemudian dapat diartikan bahwa
menyatakan bahwa ”dana pembangunan ekonomi mereka paham pentingnya melaksanakan pariwisata
sebaiknya digunakan untuk memajukan pariwisata”, di Tebing Breksi sebagaimana seperti yang tertera
di ketiga kelompok pemangku kepentingan kunci pada 31 butir pernyataan yang diajukan kepada
menunjukkan tingkat pemahaman yang “Sedang”. responden.
Dalam hubungan ini, artinya ketiga kelompok Meskipun secara keseluruhan memiliki
pemangku kepentingan kunci di Tebing Breksi tingkat pemahaman yang baik terhadap prinsip-
memiliki tingkat pemahaman yang sedang pada prinsip pariwisata berkelanjutan, tingkat pemahaman
hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dana pada setiap kelompok pemangku kepentingan kunci
ekonomi untuk pengembangan pariwisata. tidak dapat digeneralisasikan. Seperti yang terjadi
Dalam mencapai keberhasilan pengembangan pada nilai rata-rata di Kelompok Pemerintah Desa
pariwisata yang berkelanjutan, aspek ekonomi Sambirejo terhadap SUSTDI sebesar 4,24 yang
adalah satu dari tiga aspek penting dalam, selain lebih tinggi daripada Kelompok Komunitas Lokal

95
GamaJTS, Vol. 1 Number 2 October 2018

Tabel 4. Tingkat Pemahaman Pemangku Kepentingan Kunci di Tebing Breksi

Kelompok Pemangku Kepentingan Kunci


Pemerintah Komunitas Penyedia Total
No Faktor Desa Lokal Jasa Lokal Mean Ket.
Mean Mean Mean Score
Ket. Ket. Ket.
Score Score Score
Konservasi Sumber Sangat Sangat Sangat
1 4,35 4,25 4,16 Tinggi 4,25
Daya Alam Tinggi Tinggi Tinggi
2 Edukasi Lingkungan 4,14 Tinggi 4,01 Tinggi 4,08 Tinggi 4,08 Tinggi
Inklusi Pemangku Sangat Sangat Sangat
3 4,33 4,16 Tinggi 4,36 4,29
kepentingan Tinggi Tinggi Tinggi
4 Perencanaan Ekonomi 4,03 Tinggi 4,10 Tinggi 4,06 Tinggi 4,06 Tinggi
Sangat Sangat Sangat
5 Kesadaran Budaya 4,25 4,14 Tinggi 4,28 4,23
Tinggi Tinggi Tinggi
Identifikasi sumber Sangat Sangat Sangat
6 4,33 4,15 Tinggi 4,29 4,26
daya masyarakat Tinggi Tinggi Tinggi
Sangat
Mean Score SUSTDI 4,24 4,14 Tinggi 4,20 Tinggi 4,19 Tinggi
Tinggi

yang memiliki nilai rata-rata 4,14 dan Kelompok Sementara pada faktor edukasi lingkungan,
Penyedia Jasa Lokal dengan nilai rata-rata 4,20. Kelompok Komunitas Lokal memperoleh nilai
Hal ini dapat menunjukkan bahwa Kelompok rata-rata terendah dengan nilai 4,01. Hal ini
Pemerintah Desa Sambirejo lebih memahami mengindikasikan bahwa perlu menyediakan
pentingnya prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan kesempatan lebih bagi Kelompok Komunitas
dibandingkan dua kelompok pemangku kepentingan Lokal untuk belajar tentang pendidikan lingkungan.
kunci lainnya. Menurut Sakellari & Skavanis (2013: 322),
Berdasarkan analisis pada setiap faktor, program pendidikan lingkungan harus dirancang
terlihat perbedaan nilai rata-rata dan tingkat secara efektif dengan mempertimbangkan motivasi,
pemahaman di setiap kelompok responden. Pada perbedaan sikap dan perliku para pemangku
faktor konservasi sumber daya alam nilai rata-rata kepentingan dalam belajar.
tertinggi diperoleh oleh Kelompok Pemerintah Sama seperti faktor edukasi lingkungan,
Desa Sambirejo dengan nilai 4,35. Hal ini pada beberapa faktor berikutnya yaitu faktor inklusi
menunjukkan bahwa Kelompok Pemerintah Desa pemangku kepentingan, kesadaran budaya dan
Sambirejo memiliki tingkat persetujuan yang identifikasi sumber daya masyarakat, nilai rata-rata
lebih tinggi terhadap faktor konservasi lingkungan terendah masih berada pada Kelompok Komunitas
alam daripada Kelompok Komunitas Lokal dan Lokal. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu lebih
Kelompok Penyedia Jasa Lokal di Tebing Breksi. melibatkan, menginformasikan dan memberikan
Hal ini menunjukkan bahwa Kelompok Pemerintah kesempatan kepada Kelompok Komunitas Lokal
Desa Sambirejo lebih memahami pentingnya faktor untuk berpartisipasi dalam upaya pengembangan
konservasi sumber daya alam daripada dua kelompok pariwisata berkelanjutan (Byrd, 2007:8). Sedangkan
pemangku kepentingan kunci lainnya. Faktor untuk faktor perencanaan ekonomi, nilai rata-rata
koservasi sumber daya alam adalah faktor prioritas terendah ditunjukkan oleh Kelompok Pemerintah
dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan Desa Sambirejo.
yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan Secara keseluruhan, faktor perencanaan
sumber daya lingkungan secara bertanggungjawab ekonomi menjadi faktor yang memiliki nilai rata-
(UNWTO, 2004:5). rata terendah diantara 5 faktor lainnya dengan nilai

96
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

4,06. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal dampak yang akan dihasilkan. Edukasi tentang
sebagai pemangku kepentingan kunci di Tebing pariwisata berkelanjutan dapat dilakukan dengan
Breksi kurang menganggap pentingnya faktor mengujikan instrumen SUSTDI (Stakeholder
perencanaan ekonomi di dalam melaksankan Understanding of Sustainable Tourism Development
prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan di Tebing Index). Dengan mengujikan SUSTDI, maka
Breksi. Apabila dikaitkan dengan hasil analisis dapat diketahui tingkat pemahaman masyarakat
kuesioner pada 4.2, dapat terlihat bahwa ketiga lokal sebagai pemangku kepentingan kunci di
kelompok responden memiliki tingkat pemahaman Tebing Breksi terhadap prinsip-prinsip pariwisata
yang sedang terhadap pernyataan pada nomor berkelanjutan.
23. Tingkat pemahaman yang sedang tersebut Berdasarkan teori peran pada pemangku
menunjukkan bahwa masyarakat lokal sebagai kepentingan kunci dari teori Timur & Getz (2009:
pemangku kepentingan kunci di Tebing Breksi 223), teridentifikasi tiga kelompok responden yang
cenderung ragu-ragu apabila dana pembangunan terdiri dari Kelompok Pemerintah Desa Sambirejo.
ekonomi sebaiknya digunakan untuk memajukan Kelompok Komunitas Lokal dan Kelompok
pariwisata. Penyedia Jasa Lokal. Hasil penelitian menunjukkan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa masyarakat lokal sebagai pemangku
faktor perencanaan ekonomi perlu mendapatkan kepentingan kunci di Tebing Breksi memiliki
perhatian lebih lanjut karena dalam mencapai tingkat pemahaman yang tinggi terhadap prinsip-
keberhasilan pariwisata yang berkelanjutan, aspek prinsip pariwisata berkelanjutan dengan nilai rata-
ekonomi adalah satu dari tiga aspek penting, selain rata 4,19. Meskipun demikian, tingkat pemahaman
aspek lingkungan dan sosial-budaya (Hitchcock masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan
et al., 2009; Stoddard et al., 2012; Swarbrook, kunci tidak dapat digeneralisasikan karena terdapat
1999: dalam Cárdenas, Byrd & Duffy, 2015:255). perbedaan nilai rata-rata di setiap kelompok
Menurut Hitchcock et al (2009:9) dalam Cárdenas, responden. Tingkat pemahaman pada Kelompok
Byrd & Duffy (2015:255), ketika pemangku Pemerintah Desa Sambirejo terhadap SUSTDI
kepentingan tidak memahami tiga aspek penting lebih tinggi dengan nilai rata-rata 4,24 daripada
yang saling berinterdependensi tersebut, biasanya Kelompok Komunitas Lokal yang memiliki nilai
mereka cenderung membuat keputusan yang kurang rata-rata 4,14 dan Kelompok Penyedia Jasa Lokal
tepat dalam upayanya mencapai pengembangan dengan nilai rata-rata 4,20.
pariwisata yang berkelanjutan. Setelah melalui serangkaian analisis yang
telah dipaparkan, hasil dari penelitian ini dapat
digunakan oleh akademisi maupun perencana
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
pariwisata sebagai acuan dalam mengembangkan
Kawasan Objek Wisata Taman Tebing Breksi program pendidikan dan pelatihan yang tepat, yang
(Tlatar Seneng) Yogyakarta merupakan destinasi berguna untuk meningkatkan pemahaman dan
wisata yang tumbuh karena fenomena wisata digital. pengetahuan masyarakat lokal sebagai pemangku
Sejak viral di media sosial terutama Instagram pada kepentingan kunci berkaitan dengan bagaimana
tahun 2014, terjadi transformasi pekerjaan pada seharusnya prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan
masyarakat lokal yang dahulu berprofesi sebagai itu dilaksanakan.
penambang menjadi pemangku kepentingan kunci
dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata 5.1. Rekomendasi
di Tebing Breksi Yogyakarta. Hal ini membuat Berdasarkan hasil pembahasan yang telah
masyarakat lokal mengandalkan pariwisata sebagai dipaparkan, terdapat beberapa saran terkait
sektor utama pemenuh kebutuhan ekonomi sehingga penelitian selanjutnya. Pertama, penelitian ini
dikhawatirkan sumber daya alam dan lingkungan dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif
sekitar menjadi semakin rentan terhadap eksploitasi sehingga memiliki kelemahan untuk melakukan
berlebihan. Oleh sebab itu, edukasi tentang prinsip- hubungan sebab akibat dan mengekplorasi hubungan
prinsip pariwisata berkelanjutan penting untuk sebab akibat tersebut. Oleh karena itu, perlu
diberikan sebagai upaya menanggulangi dampak- adanya penelitian SUSTDI yang dilakukan dengan

97
GamaJTS, Vol. 1 Number 2 October 2018

menggunakan metode gabungan antara kuantitatif budaya dan nilai estetika (The Geological Society
dan kualitatif sehingga dapat meningkatkan of Amerika, 2012)
kekuatan hasil penelitian SUSTDI sebagai acuan
perencana pariwisata dalam mewujudkan pariwisata
Daftar Pustaka
berkelanjutan pada destinasi wisata.
Kedua, penelitian ini menemukan indikasi
Arsip, sumber resmi tercetak dan sumber
bahwa masyarakat lokal sebagai pemangku
Internet
kepentingan kunci di Tebing Breksi memiliki
Anonim. 2018. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
peran ganda yang tumpang tindih di dalam struktur
Daring”. https://kbbi.kemdikbud.go.id/. Diakses
organisasi. Hal ini menarik untuk dibahas dalam pada Selasa, 30 Januari 2018. Pukul. 14.42 WIB.
penelitiaan selanjutnya tentang peran ganda pada Anonim. 2017. “Tebing Breksi Jadi Juara Wisata Baru
masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan Terpopuler 2017”. https://lifestyle.okezone.com/
kunci di dalam pengelolaan destinasi wisata yang read/2017/11/27/406/1821545/tebing-breksi-
berbasis masyarakat. jadi-juara-wisata-baru-terpopuler-2017. Diakses
Ketiga, penelitian selanjutnya dapat melihat pada Kamis, 10 Mei 2018. Pukul. 14:55 WIB.
apakah terjadi perubahan seperti peningkatan Aini, N. 2017. “Suka Selfie? Kemenpar akan Kembangkan
ataupun penurunan tingkat pemahaman masyarakat Wisata Digital”. http://www.republika.co.id/
lokal sebagai pemangku kepentingan kunci di berita/ekonomi/makro/17/12/12/p0udxu382-
suka-selfie-kemenpar-akan-kembangkan-wisata-
Tebing Breksi Yogyakarta terhadap prinsip-prinsip
digital. Diakses pada Selasa, 30 Januari 2018.
pariwisata berkelanjutan setelah diujikannya Pukul. 11:29 WIB.
SUSTDI melalui penelitian ini. Selain itu, penelitian Sulistiarmi, W. 2017. “Definisi Spot Fotogenik bagi
selanjutnya juga dapat dilakukan untuk mengetahui Seorang Fotografer dan Wisatawan Lokal”.
apakah adanya tindak lanjut untuk melakukan https://phinemo.com/pro-kontra-spot-fotogenik-
program pendidikan dan pelatihan predalam di-destinasi-wisata-masa-kini-di-indonesia/.
rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan Diakses pada Rabu, 16 Mei 2018. Pukul. 15:36
pemangku kepentingan terhadap prinsip-prinsip WIB.
pariwisata berkelanjutan.
Buku, Makalah dan Tulisan Ilmiah
Badan Pusat Statistik. 2008. “Penggolongan Pendapatan
Catatan Akhir Penduduk”. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
1) Aini, N. 2017. “Suka Selfie? Kemenpar akan Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif:
Kembangkan Wisata Digital”, http://www. Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik
republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/12/12/ Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
p0udxu382-suka-selfie-kemenpar-akan- Prenada Media Group.
kembangkan-wisata-digital diakses pada Selasa, Byrd, E. T., Cárdenas, D. A., & Greenwood, J. B.
30 Januari 2018 pukul. 11:29 WIB. 2008. “Factors of Stakeholder Understanding
2) Sulistiarmi, W. 2017. “Definisi Spot Fotogenik of Tourism: The Case of Eastern North
bagi Seorang Fotografer dan Wisatawan Lokal”, Carolina. Tourism and Hospitality Research, 8(3):
https://phinemo.com/pro-kontra-spot-fotogenik- 192-204.
di-destinasi-wisata-masa-kini-di-indonesia/ Damanik, J., & Weber, H.F. 2006. Perencanaan
diakses pada Rabu, 16 Mei 2018, pukul. 15:36 Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi.Yogyakarta:
WIB. Penerbit Andi.
3) Warganet (KBBI, 2018) Cárdenas, D. A., Byrd, E. T., & Duffy, L. N. 2015. “An
4) Bersifat menyebar luas dan cepat seperti Exploratory Study of Community Awareness
virus (KBBI, 2017) of Impacts and Agreement to Sustainable
5) Wawancara Bapak Ngatijo, Kepala Bagian Tourism Development Principles”. Tourism and
Pembangunan Pemerintah Desa Sambirejo pada 1 Hospitality Research, 15(4): 254-266.
Maret 2018, Pukul. 11.00–11.30 WIB Fandeli, C. 2002. Pengusahaan Ekowisata dengan
6) geo- yang berarti “bumi” dan heritage- “warisan” Paradigma dalam Pengusahaan Ekowisata.
adalah situs atau area geologi yang memiliki nilai- Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas
nilai yang penting di bidang keilmuan, pendidikan, Gadjah Mada.

98
Ayuningtyas - Tingkat Pemahaman Masyarakat Lokal sebagai Pemangku Kepentingan Kunci ...

Mason, P. 2003. Touirsm Impact, Planning and UNWTO. 2004. Indicators of Sustainable Development
Management. Oxford: Butterworth-Heinemann. for Tourism Destination: A Guidebook. Madrid:
Sakellari, M., & Skanavis, C. 2013. “Environmental World Tourism Organization.
Education and Gender: An Emerging Area Yusuf, M. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif,
of Concern for Environmental Education Kualitatif & Penelitan. Gabungan. Jakarta:
Research”. Applied Environmental Education & Prenadamedia
Communication, 12(2): 77-87. Waligo, V. M., Clarke, J., & Hawkins, R. 2013.
Swarbrooke, John. 1999. Sustainable Tourism “Implementing Sustainable Tourism: A
Management. New York: CABI Publishing. Multi-stakeholder Involvement Management
Timur, S., & Getz, D. 2009. “Sustainable Tourism Framework”. Tourism Management, 36: 342-
Development: How Do Destination Stakeholders 353.
Perceive Sustainable Urban Tourism?”.
Sustainable Development, 17: 220-232. Wawancara
Umar, H. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Wawancara Bapak Ngatijo, Sleman, Daerah Istimewa
Gramedia Pustaka Utama Yogyakarta, 1 Maret 2018, Pukul. 11.00–11.30
UNEP dan UNWTO. 2005. Making Tourism More WIB.
Sustainable A Guide for Policy Makers. Prancis:
UNEP.

99

Anda mungkin juga menyukai