Minggu 2 - Perkembangan Perbankan Di Indonesia
Minggu 2 - Perkembangan Perbankan Di Indonesia
Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu
ke waktu. Perubahan ini selain di sebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan,
juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor ril dalam
perekonomian, politik, hokum, dan social. Perkembangan faktor internal dan eksternal
perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat di
kelompokkan dalam empat periode.
1
1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka
bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari
1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan
dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan
sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga
Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan
industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996,
PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor
banknya.
2
b) Kredit likuiditas Bank Indonesia ( KLBI ) pada bank-bank tertentu.
c) Bank banyak menanggung program-program pemerintah.
d) Instrumen pasar uang yang terbatas.
e) Jumlah bank swasta yang relative sedikit.
f) Sulitnya pendirian bank baru.
g) Persaingan antar bank yang tidak ketat.
h) Posisi tawar-menawar bank relative lebih kuat daripada nasabah.
i) Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit.
j) Bank bukan merupakan alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan
meminjam dana.
k) Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah.
Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi makroekonomi secara umum yang tidak bagus
terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan
baik. Untuk mengatasi situasi yang serba tidak menguntungkan ini cara yang di tempuh
pemerintah pada waktu itu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa
deregulasi di sektor riil dan di sektor moneter. Kebijakan deregulasi yang tidak dilakukan dan
terkait dengan dunia perbankan antara lain :
a) Paket 1 juni 1983 yang berisi tentang :
Penghapusan pada kredit dan pembatasan aset lain.
Pengurangan KLBI.
Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan
pinjaman.
b) Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI
c) Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas
diskonto oleh BI
d) Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang :
Pengerahan dana masyarakat yang meliputi :
1. Kemudahan pembukaan kantor bank.
3
2. Bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta nasional,
dan bank koperasi dapat membuka cabang di seluruh wilayah
Indonesia.
3. Kejelasan aturan pendirian bank swasta.
4. Modal disetor bank umum Rp. 10 Milliar
5. Modal disetor BPR minimal 50 juta
6. BPR dapat ditingkatkan menjadi bank umum
Efisiensi lembaga keuangan, yang meliputi hal – hal berikut :
1. BUMN dan BUMD bukan bank dapat menempatkan sampai dengan
50% dananya pada bank nasional manapun.
2. Bank maksimum pemberian kredit (BMPK) bagi bank dan lembaga
keuangan bukan bank.
Pengendalian kebijakan moneter, yang meliputu hal – hal sebagai berikut :
1. Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank diturunkan dari 15% menjadi 2 % dari jumlah dana pihak ketiga.
2. SBI dan SPBU yang semula hanya berjangka waktu 7 hari, sekarang
ditambah dengan berjangka waktu sampai dengan 6 bulan.
Pengembangan pasar modal, yang meliputi sebagai berikut :
1. Bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito dikenakan pajak
penghasilan sebesar 15% agar dunia perbankan mendapat perlakukan
yang sama dengan pasar modal.
2. Penangguhan pengenaan pajak penghasilan terhadap bunga tabungan.
3. Perluasan modal bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat
dilakukan dengan penjualan saham baru melalui psar saham.
e) Paket 20 Desember 1988 yang berisi tentang :
Aturan penyelenggara bursa efek oleh swasta
Alternative sumber pembiayaan berupa sewa guna usaha, pajak, piutang,
modal ventura, perdagangan surat berharga.
f) Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang :
Penyempurnaan paket sebelumnya
4
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat memliki met open position
maksimum sebesar 25% dari modal sendiri
g) Paket 29 Januari 1990 yang berisi tentang :
h) Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang :
i) UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan
j) Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank
meliputi :
Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio)
Batas maksimum kredit (BMPK)
Kredit usaha kecil (KUK)
Pembentukan cadangan piutang
Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposite ratio)
Pada masa setelah deregulasi perbankan di Indonesia mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a) Peraturan yang memberikan kepastian hukum
b) Jumlah bank swasta banyak bertambah
c) Tingkat persaingan bank yang semakin kuat
d) Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat
e) Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar
5
c) Adanya spread negative
d) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru
e) Jumlah bank menurun.
Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998 memaksa
pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam
rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
1. Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas
2. Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard
internasional bagi pengawasan bank.
3. Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time
Gross Settlements (RTGS).
4. Menerapkan Bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank
5. Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta
maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA).
6. Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan
bank‐bank yang direkap.
7. Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika
memasuki periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank
Indonesia, Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga internasional berupaya keras
menanggulangi krisis tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan
yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan
pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah yang
dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan dan perbankan tersebut adalah :
a. Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI)
b. Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi
untuk melanjutkan kegiata usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang
signifikan terhadap kebijakannya
6
c. Menutup bank‐bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan
dengan melakukan marger
d. Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri
perbankan seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e. Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui
penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin
independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
Meskipun istilah yang digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan
yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia
perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh
otoritas moneter untuk meningkatkan dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan
akan meningkatkan kinerja sektor riil.
7
f. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
g. Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi :
1. CAR (Capital Adequacy Ratio)
2. Batas Maksimum Pemberian Kredit
3. Kredit Usaha Kecil
4. Pembentukan cadangan piutang
5. Loan to Deposit Ratio
Pasca Krisis
Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan
kendala yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari
berbagai sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya.
Pasalnya siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun ini dan akibatnya
dampak tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia.
Ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak
ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi
dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras
memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.
8
Sementara tiga bank posisi short (jual), akan memberi efek negatif bagi laba-rugi. Akan
tetapi posisi PDN masih jauh di bawah threshold sehingga tidak terlalu berpengaruh.
Adapun dari sisi rasio kecukupan modal (CAR) 118 bank, menurut profil risiko
kisarannya 10-14 persen. Artinya, CAR bank semua memenuhi CAR profil risiko. Paling
rendah, secara individu CAR 11 persen, sementara yang paling tinggi bisa 35 persen. Rata-
rata CAR industri 20,19 persen.