Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Khilafah Menyelesaikan Kasus Freeport

12 Nov 2015 in Seputar Khilafah Leave a comment

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman


PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya
dimilikiFreeport-McMoran Copper & Gold Inc.(AS). Perusahaan ini menghasilkan emas
terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport telah melakukan eksplorasi di dua
tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang
Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 milyar dolar AS.
Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per
ons. Wajar jika Mining International, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang
emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia.
saham perusahaan ini dipegang oleh: (1) Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS)
sebesar 81,28 persen; (2) pemerintah Indonesia memegang 9,36 persen, dan PT.
Indocopper Investama memegang 9,36 persen. Perusahaan tambang ini tidak hanya
menghasilkan emas, tetapi juga tembaga, emas, perak, molybdenum dan rhenium. Selama
ini hasil bahan yang di tambang tidaklah jelas, karena hasil tambangnya dikapalkan ke luar
untuk dimurnikan, sedangkan molybdenum dan rhenium merupakan sebuah hasil
sampingan dari pemrosesan bijih tembaga.
Freeport telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang
lingkungan hidup sehingga merusak lingkungan.
Protret Penjajahan
Dengan kekuatan uangnya, perusahaan ini bisa membeli apapun dan siapapun untuk
mempertahankan kepentingannya. Inilah yang membuat perusahaan ini sejak lebih dari 48
tahun bisa bercokol di negeri ini, menguras kekayaan alamnya, dan tak tersentuh. Maka,
masalah Freeport tidak mungkin bisa diselesaikan kecuali dengan memerdekakan negeri
ini dari penjajahan AS. Penjajahan AS di negeri ini tidak mungkin bisa diakhiri, kecuali
dengan bangkitnya rakyat, khususnya umat Islam di negeri ini untuk melawan penjajahan
tersebut.
Hanya saja, kesulitan rakyat dan umat Islam di negeri untuk melepaskan diri dari
penjajahan terbentur dengan banyaknya agen, kacung, dan komprador yang bekerja untuk
kepentingan negara penjajah itu. Belum lagi, penyesatan opini dan politik yang mereka
lakukan begitu massif, membuat rakyat dan umat di negeri ini sulit melepaskan diri dari
jeratan mereka.
Namun, dengan izin dan pertolongan Allah, semuanya itu sedikit demi sedikit telah berhasil
diatasi. Karena ada partai politik idelogis yang mempunyai kesadaran politik, yang terus-
menerus membina rakyat dan umat di negeri ini sehingga rakyat mulai sadar. Bangkitnya
kesadaran baru rakyat dan umat ini juga menandai era baru, kembalinya Khilafah ala
Minhaj Nubuwwah, yang akan mengakhiri semua bentuk penjajahan di muka bumi.
Termasuk di negeri ini.
Kebijakan Khilafah
Mengakhiri kontrak karya dengan Freeport bukan masalah mengakhiri kontrak biasa,
tetapi mengakiri kontrak karya dengan perusahaan negara penjajah. Di sinilah masalahnya.
Karena itu, sangat susah dilakukan dengan cara biasa. Mereka juga akan melakukan
berbagai cara untuk mempertahankan keberadaannya. Karena itu, dibutuhkan dukungan
rakyat dan umat.
Dukungan ini penting, karena tanpa itu, siapapun yang berkuasa,
termasuk Khilafah sekalipun akan mengalami kesulitan untuk mengakhiri masalah ini.
Memang benar, bagi Khilafah sangat mudah mengambil langkah, jika negeri ini sudah
dibersihkan dari agen, kacung dan komprador negara penjajah. Karena, solusinya dalam
pandangan Islam sudah sangat jelas.
Betapa tidak, dengan tegas Nabi SAW menyebutkan, bahwa “Kaum muslim bersyarikat
dalam tiga hal: air, padang dan api.” [HR Ahmad]. Karena itu, status tambang ini jelas
merupakan milik umum, dan harus dikembalikan ke tangan umat [rakyat]. Dengan begitu,
segala bentuk kesepakatan, termasuk klausul perjanjian dengan PT Freeport,
begitu Khilafah berdiri dinyatakan batal.
Sebab, Nabi SAW menyatakan, “Bagaimana mungkin suatu kaum membuat syarat, yang
tidak ada dalam kitabullah. Tiap syarat yang tidak ada dalam kitabullah, maka batal, meski
berisi seratus syarat. Keputusan Allah lebih haq, dan syarat Allah lebih kuat.” [Lihat, al-
Hindi, Kanz al-‘Ummal, hadits no. 29615].
Perusahaan ini juga tidak harus dibubarkan, tetapi cukup dibekukan sementara, dan
diubah akadnya. Dengan demikian, statusnya pun berubah, dari milik private menjadi milik
publik dan negara. Selain bentuknya menggunakan perseroan saham (PT terbuka), yang
jelas diharamkan, dan harus diubah, juga aspek kepemilikan sahamnya akan dikembalikan
kepada masing-masing pemiliknya. Karena akad ini batil, maka mereka hanya berhak
mendapatkan harta pokoknya saja. Sedangkan keuntungannya haram menjadi hak mereka.
Karena cara mereka memiliki harta tersebut adalah cara yang haram, maka status harta
tersebut bukanlah hak milik mereka. Maka, harta tersebut tidak boleh diserahkan kepada
mereka, ketika PT terbuka tersebut dibatalkan. Demikian halnya, ketika
perusahaan private tersebut dikembalikan kepada perusahaan publik dan negara, maka
pemilik yang sebenarnya adalah publik dan negara, bukan private. Dengan begitu, individu-
individu pemilik saham sebelumnya, tidak berhak mendapatkan keuntungan dari apa yang
sebenarnya bukan haknya. Kecuali, harta pokok mereka.
Dengan dinormalisasikannya kembali perusahaan publik dan negara sesuai hukum Islam,
negaralah yang menjadi satu-satunya pemegang hak pengelolanya. Dalam hal ini, negara
bisa mengkaji, apakah bisa langsung running, atau tidak, bergantung tingkat kepentingan
perusahaan tersebut. Jika sebelumnya perusahaan ini untung, maka keuntungannya bisa
diparkir pada pos harta haram. Karena, ini merupakan keuntungan dari PT terbuka, yang
statusnya haram. Selain itu, ini juga keuntungan yang didapatkan individu dari harta milik
publik dan negara. Setelah itu, keuntungan yang haram ini pun menjadi halal di
tangan Khilafah, dan boleh digunakan untuk membiayai proyek atau perusahaan milik
negara atau publik yang lainnya.
Cara Mengesekusi
Sudah menjadi rahasia umum, perusahaan publik dan negara ini juga menjadi sapi perah
partai,penguasa dan antek-anteknya. Karena itu, Khilafah juga akan membersihkan mereka
semua dari perusahaan publik dan negara tersebut.
Mereka saat ini banyak yang duduk sebagai komisaris dan direksi. Maka, dengan
dinormalkannya perusahaan tersebut mengikuti hukum syara’, jabatan komisaris dan
direksi seperti saat ini tidak lagi ada. Dengan begitu, mereka semua akan dibersihkan dari
perusahaan-perusahaan publik dan negara tersebut.
Harta yang mereka dapatkan dengan cara yang haram itu juga akan disita sebagai harta
haram, yang bukan menjadi hak mereka. Setelah itu, dikembalikan ke kas negara, dan
dimasukkan dalam pos harta haram. Khilafah juga bisa menelusuri aliran dana-dana yang
dikuras dari perusahaan-perusahaan publik dan negara ini ke kantong-kantong pribadi,
partai atau penguasa sebelumnya. Karena ini menyangkut harta, maka kebijakan yang
salah di era mereka, terlebih menyangkut hak publik dan negara, bisa diusut dan dituntut.
Dalam hal ini, dengan tegas Nabi SAW telah menyatakan: “Siapa saja yang menanami tanah
milik suatu kaum, tanpa kerelaannya, maka tidak berhak mendapatkan apapun dari
tanaman tersebut. Dia hanya berhak mendapatkan biaya (yang telah dikeluarkannya).” (HR
al-Bukhari dan Abu Dawud dari Rafi’ bin Khadij, hadits no. 3403). Meski konteks hadits ini
terkait dengan tanah, pemanfaatan tanah tanpa izin, atau tidak mendapatkan kerelaan
pemiliknya, tetapi hadits yang sama bisa digunakan sebagai dalil bagi kasus lain. Termasuk
kasus yang telah disebutkan di atas.
Maka, dengan cara seperti ini, seluruh aset umat ini akan bisa dikembalikan kepada
pemiliknya, baik kepada negara maupun publik. Dengan alasan yang sama, apa yang telah
mereka ambil dari keuntungan perusahaan tersebut juga bisa diambil kembali, karena
bukan merupakan hak mereka. Begitulah, caraKhilafah membersihkan perusahaan publik
dan negara tersebut dari partai, pejabat dan orang-orang korup tadi. Wallahu a’lam.[]

Anda mungkin juga menyukai