Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS RISIKO PAPARAN DEBU PM 2,5 TERHADAP

KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA PEKERJA


BAGIAN BOILER PERUSAHAAN LEM DI PROBOLINGGO
Risk Analysis Exposure of PM 2.5 toward Incidence of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease in Boiler Workers, Glue Factory, Probolinggo

Luthfida Anisa Kurnia dan Soedjajadi Keman


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Luthfidaanisa@yahoo.com

Abstract: Particulate matter 2.5 is one of the six pollutants most harmful to and can cause COPD. The aim of this study
was to analyze risk exposure of fine particles and occurrence of chronic obstructive pulmonary disease in boiler workers
in glue factory, Probolinggo. This is cross sectional analytical observational. The research sample was 11 people and
fine particles. The collected data were analyzed with environmental health risk analysis methods and fisher’s exact test.
The result showed that the highest fine particles measurement was 60.27 µg/m3. The main sources of fine particles
pollutant came from the fumes of tank truck and back hoe, smoke, coal, fly ash, and bottom ash. Environmental health
risk analysis showed that during their lenght of service, workers safe to work in that area with concentration of fine
particles as measured. Fisher’s Exact test statistic for the variable of smoking habits, smoking severity, and age was
not significant. Whereas, for risk quotient variable, statistical result is undefined because the risk quotient value of all
workers are safe. Since the company stands to this study has not found the incidence of COPD due to exposure of fine
particles on Boiler workers in glue factory. However, the factory ought to measure fine particles routinely for ensure that
the concentration of fine particles doesn’t exceed the TLV.

Keywords: environmental risk health analysis, chronic obstructive pulmonary diseases, particulate matter 2.5 (fine
particles)

Abstrak: Debu PM 2,5 adalah salah satu dari enam polutan paling berbahaya dapat mengakibatkan penyakit paru
obstruktif kronis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko paparan debu PM 2,5 dan kejadian penyakit paru
obstruktif kronis pada pekerja bagian Boiler perusahaan lem di Probolinggo. Penelitian ini bersifat observasional
deskriptif, dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini sebesar 11 orang dan debu PM 2,5. Data yang
terkumpul dianalisis dengan metode ARKL dan uji Fisher’s Exact. Hasil penelitian menunjukkan pengukuran debu PM
2,5 tertinggi sebesar 60,27 µg/m3. Sumber pencemar utama debu PM 2,5 berasal dari asap truk tangki, asap back
hoe, batubara, fly ash, dan bottom ash. Hasil ARKL menunjukkan bahwa selama masa kerjanya pekerja aman berada
di daerah tersebut dengan konsentrasi debu PM 2,5 sesuai dengan hasil pengukuran. Uji statistik Fisher’s Exact untuk
variabel kebiasaan merokok, derajat berat merokok, dan usia tidak signifikan. Sedangkan untuk variabel risk quotient
hasil uji statistik tidak terdefinisi karena nilai RQ semua responden aman. Selama bekerja di perusahaan lem hingga
penelitian ini dilakukan belum ditemukan risiko kejadian PPOK akibat paparan debu PM 2,5 pada pekerja bagian Boiler.
Meski begitu, sebaiknya perusahaan melakukan pengukuran debu PM 2,5 secara rutin untuk memastikan konsentrasi
debu PM 2,5 tidak melebihi NAB.

Kata kunci: analisis risiko kesehatan lingkungan, penyakit paru obstruktif kronis, debu PM 2,5

PENDAHULUAN manusia dan kelestarian lingkungan, menganalisis


risiko saat ini dan memperkirakan perubahan
Analisis risiko kesehatan lingkungan bertujuan
yang mungkin terjadi akibat paparan faktor risiko
untuk memberikan informasi yang lengkap kepada
tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan.
pemerintah dan pemegang kebijakan sebagai
Risiko berada di antara pasti tidak terjadi dan pasti
bahan pertimbangan dalam proses pengambilan
terjadi (0<risiko<1).
keputusan. Perlu disadari bahwa dalam penilaian
Particulate Matter 2,5 (debu partikulat 2,5)
risiko banyak hal yang bersifat tidak pasti akan
adalah partikel dengan diameter aerodinamik
tetapi penilaian risiko perlu dilakukan untuk
lebih kecil dari 2,5 µm. Semakin kecil ukuran
menyediakan informasi mengenai identifikasi dan
diameter partikel debu akan semakin berbahaya
membedakan faktor yang berpengaruh terhadap
karena dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran
lingkungan dan bahayanya terhadap kesehatan

118
L A Kurnia dan S Keman, Analisis Risiko Paparan Debu 119

pernapasan bagian bronkiale dan alveoli yang hubungan antara kejadian peradangan pada
merupakan tempat pertukaran gas oksigen dan penderita PPOK dan paparan debu PM 2,5.
karbon dioksida di dalam paru. Debu partikulat Perusahaan Lem di Probolinggo adalah
adalah satu dari enam polutan paling berbahaya salah satu industri penghasil lem untuk plywood
yaitu karbon monoksida, timbal, nitrogen dioksida, di Indonesia yang menggunakan formaldehid/
ozone, sulfur dioksida, dan particulate matter (PM/ formalin sebagai bahan baku utama yang
debu partikulat). Debu umumnya berasal dari dikombinasikan dengan berbagai bahan lainnya
gabungan secara mekanik dan material yang yaitu urea, melamin, dan fenol. Bahan baku yang
berukuran kasar yang melayang di udara dan digunakan dalam proses pembuatan formalin
bersifat toksik bagi manusia. adalah methanol dan uap panas. Uap panas ini
Masalah kesehatan yang mungkin timbul diperoleh dari hasil pembakaran batubara yang
akibat paparan debu partikulat adalah peningkatan dilakukan di Bagian Boiler dan kemudian dialirkan
rawat inap rumah sakit, masalah pernapasan, melalui pipa ke Pabrik Formalin, Pabrik adhesive,
bronchitis kronis, asma, denyut jantung tidak dan PT Y.
normal, absen di sekolah, kematian akibat Proses pembakaran batubara di Bagian Boiler
penyakit kardiovaskuler dan saluran pernapasan, menghasilkan limbah padat dan gas. Limbah gas
kanker, dan berkurangnya fungsi paru. Sedangkan berupa gas COx, NOx, SOx dan H2O dan limbah
dampak kerusakan lingkungan akibat emisi debu padat berupa fly ash dan bottom ash. Fly ash
partikulat di udara adalah pengurangan jarak dan bottom ash dimasukkan ke dalam kantong
penglihatan, peningkatan keasaman air danau dan kemudian ditimbun di tempat penimbunan
dan sungai, kerusakan hutan dan ekosistem, dan sementara yang terletak di sebelah Bagian Boiler.
perubahan keseimbangan nutrisi dalam sumber Tempat penimbunan sementara limbah padat
air dan sungai. yang dimiliki perusahaan lem bersifat semi terbuka
Beberapa studi menunjukkan peningkatan yaitu 2/3 bagian tempat penyimpanan terbuka
kejadian kanker paru akibat paparan debu PM 2,5 sehingga memungkinkan fly ash, bottom ash,
kronis. Di Vienna, jumlah pasien di rumah sakit dan batubara sebagai sumber debu 2,5 terbawa
akibat gagal napas meningkat sekitar 5,5% setiap angin semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya
peningkatan 10 µg/m3 debu PM 2,5. Sedangkan pencemaran udara. Asap truk tangki lori dan back
pada hari dengan tingkat debu partikulat yang hoe pengangkut batubara adalah sumber debu
tinggi, jumlah pengunjung rumah sakit meningkat PM 2,5 lainnya. Pekerja Bagian Boiler adalah
sebesar 20%. Studi ilmiah lainnya menunjukkan kelompok yang berisiko tinggi untuk terpapar
19.000 kematian dini terjadi setiap tahunnya di debu PM 2,5 karena bekerja di dekat sumber
25 kota di Eropa dengan total jumlah penduduk debu PM 2,5.
sebanyak 39 juta orang akibat level debu PM Rumusan masalah dalam penelitian ini
2,5 di udara yang melebihi standar yang telah adalah bagaimana risiko paparan debu PM
ditetapkan WHO. Mengurangi emisi debu PM 2,5 terhadap kejadian penyakit paru obstruktif
2,5 hingga mencapai standar debu PM 2,5 yang kronis pada pekerja Bagian Boiler perusahaan
telah ditetapkan WHO akan meningkatkan rata- lem di Probolinggo. Tujuan penelitian ini adalah
rata angka harapan hidup sebanyak 9 bulan menganalisis risiko paparan debu PM 2,5
(Aphekom, 2012). terhadap kejadian penyakit paru obstruktif kronis
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah pada pekerja Bagian Boiler perusahaan lem di
masalah kesehatan yang saat ini tengah menjadi Probolinggo.
perhatian dunia. Tahun 2020, diperkirakan PPOK
akan menempati urutan kelima penyakit berbahaya
METODE PENELITIAN
di dunia dan penyebab kematian urutan ketiga
di dunia. PPOK adalah salah satu penyakit kronis Penelitian yang dilaksanakan adalah
yang tumbuh dengan cepat di negara maju penelitian yang bersifat deskriptif yaitu studi yang
maupun negara berkembang dan diderita sekitar bertujuan untuk mempelajari suatu masalah atau
5–19% populasi berusia di atas 40 tahun. Studi fenomena secara lebih mendalam. Ditinjau dari
yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan teknik pengambilan data, penelitian ini termasuk
peningkatan kematian pada penderita PPOK dalam penelitian observasional. Pengambilan data
setiap kenaikan 10 µg/m3 debu PM 2,5 (Osman dilakukan melalui wawancara dengan responden
et al., 2007). Hal ini juga memberikan bukti adanya yaitu pekerja shift dan pengukuran kadar debu PM
120 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 118–125

2,5 di Bagian Boiler perusahaan lem, sedangkan tangki pengangkut lem plywood yang lalu lalang
menurut waktu pelaksanaannya, penelitian ini sehingga menyebabkan debu yang terhisap oleh
bersifat cross sectional karena penelitian dilakukan HVS menjadi tinggi.
serentak dalam sekali waktu. Asap dari truk tangki yang banyak
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mengandung karbon menjadi penyumbang
pekerja shift di Bagian Boiler perusahaan lem debu PM 2,5 yang dihisap oleh HVS. Akan tetapi,
yang berjumlah 16 orang dan debu PM 2,5 pada pukul 17.00–18.45 WIB turun hujan cukup
di sekitar lokasi Bagian Boiler. Berdasarkan deras. Air hujan akan menangkap debu PM
populasi pekerja, maka jumlah sampel pekerja 2,5 yang melayang di udara. Meskipun begitu,
yang menjadi responden dan telah memenuhi kandungan debu PM 2,5 pada waktu pengukuran
kriteria inklusi sebesar 11 orang. Jumlah titik pertama ini tetap tinggi dikarenakan sore harinya
pengambilan sampel debu ditentukan dengan lalu lalang truk tangki cukup padat dan angin
Purposive Sampling. Pengambilan sampel debu yang berhembus paling kencang dibanding dua
PM 2,5 dilakukan dengan menggunakan alat waktu pengukuran lainnya. Jika dibandingkan
High Volume Sampler (HVS) selama 24 jam (satu dengan Nilai Ambang Batas (NAB), semua hasil
hari pengukuran) yang dibagi menjadi 3 waktu pengukuran debu PM 2,5 tidak melebihi NAB
pengukuran. Pembagian waktu disesuaikan tetapi tidak berarti bahwa hasil pengukuran debu
dengan shift kerja di perusahaan lem. Hasil aman.
pengukuran debu PM 2,5 akan dianalisis dengan Dalam kajian ini, sumber pencemar utama
menggunakan metode Gravimetri. debu PM 2,5 di sekitar Bagian Boiler perusahaan
Pada penelitian ini, variabel terikat adalah lem berasal dari hasil emisi sumber bergerak yaitu
kejadian PPOK dan variabel bebasnya adalah asap truk tangki pengangkut lem plywood, asap
risk quotient (RQ), kebiasaan merokok, derajat back hoe pengangkut batubara dan limbah hasil
berat merokok dan usia. Kejadian PPOK pada pembakaran batubara (fly ash dan bottom ash),
pekerja ditentukan dengan menggunakan Clinical dan emisi sumber tidak bergerak yaitu batubara
COPD Quetionnaire (CCQ) yang menilai keluhan dan limbah hasil pembakaran batubara (fly ash
pernapasan yang dirasakan pekerja selama 7 hari dan bottom ash) yang terbawa angin. Tempat
terakhir, sedangkan untuk analisis RQ digunakan penyimpanan batubara, fly ash, dan bottom ash
metode ARKL untuk menganalisis risiko paparan di perusahaan lem bersifat semi terbuka karena
debu PM 2,5 pada pekerja shift. Data yang 2/3 bangunannya terbuka dan hanya 1/3 bagian
terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan tempat penyimpanan batubara yang tertutup oleh
uji Fisher’s Exact. Penelitian ini telah mendapat atap. Terbukanya tempat penyimpanan dan lalu
persetujuan dari komisi etik Fakultas Kesehatan lalang truk tangki dan back hoe yang pengangkut
Masyarakat Universitas Airlangga. batubara menyebabkan persebaran debu PM 2,5
menjadi meluas.
Tingginya paparan debu PM 2,5 akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
menimbulkan masalah kesehatan berupa paparan
Pengukuran debu PM 2,5 di Bagian Boiler jangka pendek seperti penyebab serangan asma
perusahaan lem dilakukan pada tanggal 3–4 dan bronchitis akut, peningkatan kerentanan
Juni 2013 pukul 15.00 WIB menggunakan High infeksi pernapasan, iritasi mata, hidung,
Volume Sampler (HVS) dengan filter silica glass. tenggorokan, dan paru-paru, batuk dan bersin,
Pengukuran dilakukan selama 24 jam (satu hari napas pendek dan hidung berair, dan serangan
pengukuran) yang dibagi menjadi 3 bagian jantung pada penderita penyakit jantung.
masing-masing selama 8 jam kerja. Pembagian
waktu pengukuran disesuaikan dengan shift kerja
di perusahaan lem. HVS ditempatkan di daerah Tabel 1.
yang tidak mengganggu jalannya proses produksi Hasil Pengukuran Debu PM 2,5 di Bagian Boiler
Perusahaan Lem, Probolinggo Tahun 2013
di Bagian Boiler perusahaan lem yaitu di sekitar
tempat penyimpanan batubara atau di dekat Hasil Pengukuran
Waktu Pengukuran
kamar mandi. (µg/Nm3)
Konsentrasi tertinggi didapatkan pada waktu 15.00–23.00 WIB 60,27
pengukuran pertama yaitu sebesar 60,27 µg/m3. 23.00–07.00 WIB 38,27
Pada saat pengukuran dilakukan, banyak truk 07.00–15.00 WIB 37,96
L A Kurnia dan S Keman, Analisis Risiko Paparan Debu 121

Sedangkan untuk paparan jangka panjang seperti yang berhubungan langsung dengan media
pengurangan fungsi paru, bronchitis kronis, dan penyebaran seperti mulut dan hidung (ingesti dan
kematian dini. inhalasi). Dari hasil perhitungan intake paparan
Orang dengan penyakit paru dan jantung, debu PM 2,5 pada pekerja shift di Bagian Boiler
orang tua, dan anak-anak termasuk dalam perusahaan lem diperoleh informasi bila pekerja
kelompok orang yang rentan terhadap paparan yang konsentrasi debu PM 2,5 pada saat bekerja
debu partikulat. Penyakit jantung atau paru tinggi memiliki nilai intake lebih tinggi dibanding
seperti asma, COPD, diabetes, gagal jantung, pekerja yang konsentrasi debunya rendah.
dan penyumbatan pembuluh darah. Olahraga Variabel lain yang mempengaruhi nilai intake
dan aktivitas fisik yang mempercepat proses pekerja adalah lama bekerja. Semakin lama masa
pernapasan akan menyebabkan partikel debu kerjanya semakin banyak pula paparan debu PM
di dalam tubuh terbawa masuk ke paru bagian 2,5 yang diterima oleh pekerja. Semakin tinggi
dalam. Anak-anak adalah populasi yang rentan intake responden terhadap debu PM 2,5 maka
karena proses perkembangan paru mereka yang risiko kejadian penyakit akibat paparan debu PM
masih berkembang dan lebih banyak melakukan 2,5 seperti PPOK, bronchitis kronis, emfisema,
aktivitas fisik sehingga mereka cenderung batuk, asma, dan lain-lain juga meningkat. Untuk
lebih sering menderita asma dan penyakit itu, penting dilakukannya upaya pengendalian
pernapasan akut akibat paparan debu partikulat pencemaran udara khususnya debu PM 2,5.
dengan intensitas yang tinggi. Berdasarkan hasil Sedangkan semua hasil perhitungan RQ pekerja
penelitian yang baru dikembangkan, diketahui terhadap paparan debu PM 2,5 dinyatakan aman.
bahwa paparan tinggi debu partikulat berpotensi Hal ini berarti, selama masa kerjanya pekerja
menyebabkan BBLR dan kematian bayi (U.S. EPA, aman berada di daerah tersebut dengan berat
2003). badan sesuai hasil pengukuran dan diasumsikan
Analisis dosis respons adalah penentuan jika laju inhalasi sebesar 0,45 m3/jam, selama 8
hubungan antara besarnya dosis atau level jam/hari dalam 274 hari/tahun, dan konsentrasi
paparan bahan kimia dengan terjadinya efek debu PM 2,5 sesuai dengan hasil pengukuran
merugikan bagi kesehatan manusia. Analisis pada saat penelitian.
dosis respons adalah proses menentukan nilai Paparan polutan di tempat kerja juga
Reference doses (RfD), Reference concentration meningkatkan risiko PPOK. Pernyataan ini
(RfC), dan Slope factors (SF) yang memperkirakan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
jumlah paparan setiap harinya pada populasi Jaime E. Hart dkk. (2006) menunjukkan bahwa
manusia yang dapat diterima tanpa menimbulkan jumlah kematian akibat PPOK meningkat seiring
efek berbahaya selama masa hidupnya. Dalam dengan peningkatan lama kerja dan pekerja
penelitian ini, dosis-respons yang digunakan sebagai teknisi selama lebih dari 16 tahun berisiko
yaitu Threshold Limit Value (TLV) dari American 1,61 lebih besar meninggal karena PPOK. Studi
Conference Of Governmental Industrial Hygienists lain menemukan bahwa sekitar 19,2% kasus
(ACGIH) sebesar 3 mg untuk 8 jam/hari atau PPOK pada pekerja usia 30–75 tahun disebabkan
40 jam/minggu. oleh paparan polutan di tempat kerja.
Laju asupan (Intake) adalah proses masuknya
bahan kimia ke dalam tubuh melalui bagian tubuh

CRtEfEDt
I=
Wb tavg

Keterangan:
Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default
I (Intake) Jumlah konsentrasi agen risiko (mg) yang mg/kg × hari Tidak ada nilai default
masuk ke dalam tubuh manusia dengan
berat badan tertentu (kg) setiap harinya
C (Concentration) Konsentrasi agen risiko pada media udara mg/m3 Tidak ada nilai default
(udara ambient)
R (Rate) Laju inhalasi atau banyaknya volume udara m3/jam Dewasa: 0,83 m3/jam
yang masuk setiap jamnya Anak-anak (6–12 tahun) : 0,5
m3/jam
122 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 118–125

Lanjutan Keterangan
Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default
tE (Time of exposure) Lamanya atau jumlah jam terjadinya jam/hari Pajanan pada pemukiman:
pajanan setiap harinya 24 jam/hari
Pajanan pada lingkungan
kerja: 8 jam/hari
Pajanan pada sekolah dasar:
6 jam/hari
fE (Frequency of Lamanya atau jumlah hari terjadinya hari/tahun Pajanan pada pemukiman:
exposure) pajanan setiap tahunnya 350 hari/tahun
Pajanan pada lingkungan
kerja: 250 hari/tahun
Dt (Duration time) Lamanya atau jumlah tahun terjadinya Tahun Residensial (pemukiman)/
pajanan pajanan seumur hidup:
30 tahun
Pekerja: 25 tahun
Wb (Weight of body) Berat badan manusia/populasi/ kelompok Kg Dewasa asia/Indonesia:
populasi 55 kg
Anak-anak: 15 kg
tavg (Time average) Periode waktu rata-rata untuk efek non Hari 30 tahun X 365 hari/tahun
karsinogen =10.950 hari (non
karsinogen)
70 tahun X 365 hari/tahun
=25.550 hari (karsinogen)

Tabel 2.
Hasil Analisis Risiko Paparan Debu PM 2,5 pada Pekerja Bagian Boiler
Perusahaan Lem, Probolinggo Tahun 2013
Konsentrasi Debu Lama Bekerja Berat Badan Intake Risk Quotient
Kriteria RQ
PM 2,5 (mg/m3) (tahun) (Kg) (mg/Kg/hari) (RQ)
0,06027 1 50 1,30 x 10-4 4,33 x 10-4 Aman
0,03827 30 78 1,59 x 10-3 5,30 x 10-4 Aman
0,06027 3 89 2,20 x 10-4 7,33 x 10-4 Aman
0,03796 3 76 1,62 x 10-4 5,40 x 10-4 Aman
0,03796 10 65 6,31 x 10-4 2,10 x 10-4 Aman
0,03796 20 62 1,32 x 10-3 4,41 x 10-4 Aman
0,06027 32 68 3,10 x 10-3 1,02 x 10-3 Aman
0,03827 4 50 3,31 x 10-4 1,03 x 10-4 Aman
0,03827 32 56 2,36 x 10-3 7,88 x 10-4 Aman
0,03796 3 67 1,84 x 10-4 6,13 x 10-4 Aman
0,06027 2 43 3,03 x 10-4 1,01 x 10-4 Aman

Berikut adalah rumus perhitungan laju asupan Indonesia, 67,0% laki-laki dan 2,7% perempuan
(intake) debu PM 2,5. adalah perokok dan 67,4% laki-laki dan 4,7%
Faktor risiko selain paparan debu PM perempuan atau 36,1% dari total populasi
2,5 yang mempengaruhi kejadian PPOK merokok dengan tembakau. Jadi, sebagian
pada pekerja adalah kebiasaan merokok dan besar perokok di Indonesia merokok dengan
usia. Terdapat 6 dari 11 pekerja yang memiliki menggunakan tembakau.
kebiasaan merokok dan 5 diantaranya adalah Derajat berat merokok dapat dihitung dengan
perokok ringan sedang sisanya adalah perokok menggunakan Indeks Brinkman (IB) yaitu jumlah
sedang. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 batang rokok yang dihisap setiap hari dikalikan
bahan kimia, termasuk didalamnya lebih dari 50 lama merokok (dalam tahun). Semakin besar
bahan karsinogen, bahan beracun, dan iritan. Di angka IB, maka semakin tinggi kemungkinan
L A Kurnia dan S Keman, Analisis Risiko Paparan Debu 123

untuk menderita PPOK. Hal ini disebabkan, di Indonesia rata-rata menghisap 12 batang
semakin banyak bahan berbahaya dari asap rokok rokok (13 batang untuk laki-laki dan 8 batang
yang masuk ke dalam tubuh dan mengganggu untuk perempuan). Seorang perokok memiliki
jalannya sistem pernapasan di dalam paru. Hal risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami gejala
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh pernapasan, kelainan paru, penurunan FEV1,
Nugraha (2010), perokok dengan derajat berat dan risiko terjadinya PPOK dibanding bukan
merokok sedang atau berat akan mengalami perokok. Risiko terjadinya PPOK pada orang yang
PPOK dengan kategori berat atau lebih 8 kali lebih mempunyai kebiasaan merokok tergantung dari
besar dibandingkan perokok ringan. Penelitian usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang
lain mengatakan bahwa perokok dengan derajat dihisap, dan lamanya merokok. Semakin lama
merokok berat akan terkena PPOK 3 kali lebih kebiasaan merokok tersebut maka risiko terjadinya
tinggi dibanding perokok ringan. PPOK akan lebih besar. Akan tetapi, tidak semua
Asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan perokok akan terkena PPOK. Kejadian PPOK tidak
mengiritasi dan menyebabkan peradangan pada hanya dipengaruhi oleh kebiasaan merokok tetapi
paru. Dari tahun ke tahun, proses peradangan banyak faktor etiologi lainnya seperti faktor genetik
paru ini akan berubah menjadi permanen. yaitu kurangnya α-1 antitripsin dan hiperesponsif
Dinding saluran napas menyempit dan produksi jalan napas akibat paparan asap rokok atau
mukus juga meningkat. Kerusakan pada alveoli polusi.
paru menyebabkan emfisema dan paru akan Usia yang dimaksud pada penelitian ini
kehilangan elastisitasnya. Perubahan tersebut adalah jumlah tahun yang dihitung mulai kelahiran
menyebabkan gejala seperti sesak napas, batuk responden hingga waktu dilakukannya penelitian.
dan dahak yang berhubungan dengan PPOK. Usia responden dikelompokkan menjadi dua
Asap rokok yang masuk ke dalam saluran kategori yaitu kelompok umur muda (di bawah
pernapasan akan memperburuk progresivitas 40 tahun) dan kelompok umur tua (lebih dari
kejadian PPOK. Selain itu, merokok adalah satu- sama dengan 40 tahun). Secara umum, usia
satunya penyebab terpenting terjadinya PPOK berhubungan dengan waktu terpapar dan
sehingga perokok dan mantan perokok akan banyaknya paparan yang diterima seseorang
memiliki risiko menderita PPOK lebih tinggi sebagai penyebab PPOK seperti asap rokok,
dibanding bukan perokok. Salah satu penyakit yang asap kendaraan, polusi udara, dan lain-lain. Pada
berhubungan dengan kebiasaan merokok adalah perokok, usia berhubungan dengan usia mulai
PPOK. Prevalensi PPOK akan meningkat dari merokok. Semakin dini usia mulai merokok maka
tahun ke tahun. Saat ini, PPOK adalah penyebab jumlah batang rokok yang dihisap juga semakin
kematian kelima di dunia dan WHO memperkirakan banyak dan risiko terjadinya PPOK menjadi
pada tahun 2020 PPOK akan menjadi penyebab semakin tinggi. Ada 4 pekerja yang berusia di
kematian ketiga tertinggi di dunia. atas 40 tahun.
Berdasarkan data dari WHO, pada abad ke-20 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100%
ada seratus juta kematian yang disebabkan oleh kelompok umur tua mempunyai hasil analisis
rokok tembakau dan jika kejadian tersebut terus PPOK tidak normal. Hal ini sejalan dengan
berlangsung, pada abad ke-21 jumlah kematian penelitian yang dilakukan kelompok umur tua
akibat rokok tembakau akan menjadi satu miliar. terutama usia di atas 65 tahun paling banyak
Ada lebih dari satu miliar perokok di dunia dan menderita PPOK dibanding kelompok umur
terjadi peningkatan penggunaan produk tembakau lainnya. Fungsi paru akan mencapai puncaknya
setiap tahunnya terutama di negara berkembang. pada usia dewasa muda dan akan mengalami
Diperkirakan penggunaan tembakau membunuh penurunan pada dekade ketiga dan keempat. Hal
5,4 juta orang per tahun dan 10% orang dewasa ini sesuai dengan GOLD 2011 yang menyatakan
yang meninggal di dunia, 50% diantaranya adalah bahwa salah satu faktor risiko kejadian PPOK
perokok tembakau (Laniado, 2009). adalah usia diatas 40 tahun.
Merokok adalah faktor risiko untuk enam dari Ada 1 orang kelompok umur muda yang hasil
delapan penyakit penyebab kematian di dunia analisis PPOKnya normal dan 6 orang lainnya
termasuk penyakit pernapasan dan cardiovascular, tidak normal. Pada responden dengan kelompok
stroke, dan beberapa penyakit berbahaya umur muda yang memiliki hasil analisis PPOK
lainnya (Laniado, 2009). Setiap harinya, perokok tidak normal kemungkinan disebabkan oleh
124 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 118–125

kebiasaan merokok dan paparan polutan yang masalah pernapasan yang dialaminya. Gangguan
terus-menerus sehingga menyebabkan timbulnya pernapasan yang dialami responden dirasa belum
keluhan pernapasan dalam seminggu terakhir. mengganggu aktivitas mereka secara signifikan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sehingga masalah tersebut dianggap tidak terlalu
penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai penting. Untuk itu, sebaiknya seseorang yang
dengan keterbatasan aliran udara yang terus- telah merasakan beberapa gejala di atas segera
menerus biasanya progresif dan berhubungan melakukan tes untuk mengetahui PPOK atau tidak.
dengan peningkatan respons inflamasi kronis PPOK bisa didiagnosis dengan mudah melalui
dalam saluran napas dan paru akibat partikel atau tes fungsi paru atau yang disebut dengan tes
gas berbahaya. Perkembangan PPOK berjalan spirometri. Spirometri mengukur seberapa baik
lambat setiap tahunnya dan biasanya diketahui proses ekspirasi pada paru. Pengujian lain yang
pada saat usia tua. Berdasarkan hasil penelitian dilakukan untuk mendiagnosis PPOK adalah tes
ini diketahui bahwa, ada 10 dari 11 responden bronkodilatator, chest x-ray, pengukuran gas pada
yang hasil analisis kuesioner CCQ tidak normal. darah arteri, dan pengukuran protein antitrypsin.
Gejala PPOK yang sebagian besar dirasakan Kerusakan paru yang terjadi pada penderita
responden 7 hari terakhir adalah batuk dan PPOK bersifat irreversible, tetapi ada beberapa
beberapa diantaranya disertai dahak. Responden terapi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
kelompok umur tua yang mengalami gejala batuk kualitas hidup penderita. Berhenti merokok adalah
seminggu terakhir kemungkinan dipengaruhi oleh terapi yang paling efektif untuk mengurangi
faktor usia karena di antara mereka tidak ada yang risiko berkembangnya PPOK dan menghambat
merokok. progresivitas penyakit. Studi di California yang
Sedangkan hampir semua responden dilakukan pada bartender yang bertujuan
kelompok umur muda yang mengalami batuk untuk melihat pengaruh sebelum dan sesudah
seminggu terakhir adalah perokok dan salah satu pemberlakuan larangan merokok. Studi dilakukan
diantaranya adalah perokok sedang. pada responden dengan rata-rata usia 43 tahun.
Gejala PPOK adalah batuk kronis, Hasilnya adalah berhenti atau mengurangi rokok
peningkatan produksi mukus dan dahak, dan karena larangan merokok pada saat bekerja akan
napas pendek. Batuk berdahak selama tiga bulan memperbaiki FEV1 dan FVC. Penelitian yang
dalam setahun dalam waktu dua tahun berturut- dilakukan oleh Ulvestad et al. (2000) menunjukkan
turut. Hasil penelitian untuk faktor psikologis bahwa ada penurunan FVC dan FEV1 pada
(mental), seminggu terakhir sebagian besar penggali terowongan dan semakin lama masa
responden khawatir akan terkena flu atau semakin kerjanya, nilai FVC dan FEV1 semakin rendah serta
buruknya masalah pernapasan yang dialami. 14% responden diketahui menderita PPOK.
Tetapi, responden tidak merasa tertekan dengan Hasil uji statistik Fisher’s Exact untuk variabel
kebiasaan merokok, derajat berat merokok, dan
usia berturut-turut adalah p = 0,545, p = 0,833,
Tabel 3.
dan p = 0,636. Sedangkan untuk variabel RQ
Hasil Analisis Kuesioner PPOK Klinis dan Kelompok
nilai probability tidak terdefinisi karena nilai RQ
Umur Pekerja Shift di Bagian Boiler Perusahaan Lem,
Probolinggo Tahun 2013 semua responden aman sehingga dianggap
konstan. Hal ini berarti, pada penelitian ini adanya
Total paparan debu PM 2,5, kebiasaan merokok, derajat
Kriteria PPOK Kelompok Umur
Skor berat merokok, dan usia pekerja Bagian Boiler
0,40 Normal Muda perusahaan lem belum menimbulkan risiko
4,80 Tidak normal Tua
kejadian PPOK.
3,20 Tidak normal Muda
2,40 Tidak normal Muda
2,80 Tidak normal Muda KESIMPULAN DAN SARAN
5,20 Tidak normal Tua
Selama bekerja di perusahaan lem hingga
2,00 Tidak normal Tua
penelitian ini dilakukan belum ditemukan risiko
3,20 Tidak normal Muda
kejadian PPOK akibat paparan debu PM 2,5 pada
1,60 Tidak normal Tua
pekerja Bagian Boiler. Akan tetapi, 10 dari 11
1,80 Tidak normal Muda
hasil analisis kejadian PPOK pada pekerja Bagian
4,00 Tidak normal Muda
Boiler tidak normal. Untuk itu, sebaiknya pekerja
L A Kurnia dan S Keman, Analisis Risiko Paparan Debu 125

segera melakukan pemeriksaan spirometri untuk Mortality In Diesel-Exposed Railroad Workers.


memastikan apakah benar PPOK atau tidak dan Environmental Health Perspective, Vol. 114, Number
7, P. 1013–1017. USA.
jika terbukti menderita PPOK, bagi pekerja yang
Laniado, R. 2009. Smoking And Chronic Obstructive
memiliki kebiasaan merokok segera berhenti Pulmonary Disease (COPD)-Paralell Epidemics of The
merokok untuk menghambat progresivitas 21st Century. International Journal of Environmental
PPOK. Untuk perusahaan lem, disarankan untuk Research and Public Health, Vol. 6, P. 209–224.
mengontrol dan memonitoring konsentrasi debu Nugraha, I. 2010. Hubungan Derajat Berat Merokok
Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Derajat Berat
PM 2,5 dengan melakukan pengukuran secara
PPOK. Akper Patria Husada Surakarta. Surakarta,
rutin setiap 6 bulan sekali untuk memastikan Indonesia.
konsentrasi debu PM 2,5 di udara tidak melebihi Osman, L.M., Douglas, J.G, Garden, C; Reglitz, K;
NAB. Lyon, J, Gordon, S; dan Ayres, J.G. 2007. Indoor Air
Quality In Homes of Patients with Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. American Journal of Respiratory
DAFTAR PUSTAKA and Critical Care Medicine, Vol. 176, P. 465–472,
2007. Aberdeen, United Kingdom.
Aphekom. 2012. Summary Report of the Aphekom Project
Ulvestad, B., Berit, B., Erik, M., Per, F., Johny, K., dan May,
2008–2011. Perancis: Aphekom.
B.L. 2000. Increased Risk of Obstructive Pulmonary
GOLD, Inc. 2011. Global Initiative for Chronic Obstructive
Disease in Tunnel Workers. US National Library
Lung Disease – Global Strategy for the Diagnosis,
of Medicine National Institutes of Health, Vol. 55,
Management, and Prevention of Chronic Obstructive
P. 277–282. Oslo, Norway.
Pulmonary Disease (Revise 2011). Manchester:
U.S. EPA. 2003. Particle Pollution and your Health.
GOLD, Inc.
Washington, DC: U.S. EPA.
Hart, J.E, Francine, L., Schenker, M.B., dan Garshick,
E. 2006. Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Anda mungkin juga menyukai