1 PB
1 PB
11 (2) : 44-50
Abstract
Mangrove crab (Scylla serrata) is one of the fishery resources that has economic value. The fulfillment of
market needs that are still dependent on nature encourages efforts in the cultivation of mangrove crabs
(Scylla serrata). Sengkubang Village has a mangrove area which is the habitat of mangrove crabs that have
the potential to be used as cultivated land, but data related to habitat parameters and quality are not yet
available. The purpose of this study was to determine the characteristics and quality of mangrove crab
habitat (Scylla serrata) in the coastal waters of Sengkubang Village, Mempawah Hilir District, Mempawah
Regency. The research method used is to measure water quality including temperature, salinity, water pH,
substrate pH, DO, tidal waterlogging, substrate texture, vegetation type, and vegetation density. Crab fishing
is carried out by free sampling and using traditional traps (bubu). The research data was compared with
habitat quality score data based on the Mangrove Crab Habitat Quality Index. The results showed that the
quality of the mangrove crab habitat of Scylla serrata in the coastal waters of Sengkubang village,
Mempawah Hilir District, Mempawah Regency is classified as moderate with a total value of 58 so that it is
quite supportive for the growth and development of mangrove crabs.
PENDAHULUAN
Kepiting bakau merupakan salah satu sumber dengan mangrove, estuari, dan pantai berlumpur.
daya perikanan pantai yang mempunyai nilai Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
ekonomis dan harga yang tinggi di pasar Asia. pertumbuhan kepiting bakau, diantaranya adalah
Pemanfaatan secara komersial komoditas ini salinitas, suhu, pH, pasang surut, serta substrat
makin meningkat, baik untuk konsumsi dalam dasar. Kepiting bakau adalah hewan yang
negeri maupun tujuan ekspor. Daging dan telur beradaptasi dengan mangrove dan memiliki
kepiting bernilai gizi tinggi, dagingnya tebal dan daerah penyebaran yang luas. Hal ini disebabkan
gurih serta mempunyai rasa yang spesifik karena kepiting bakau memiliki toleransi yang
sehingga digemari oleh konsumen (Sulaiman, luas terhadap faktor abiotik terutama pada suhu
1992). Tingginya nilai jual kepiting bakau, dan salinitas (Sulastini, 2011). Kawasan
mendorong peningkatan laju eksploitasi yang mangrove menjadi habitat bagi berbagai satwa
mengarah pada metode penangkapan tidak meliputi biota yang hidup di substrat yang keras
bertanggung jawab oleh beberapa pihak. Laju maupun lunak (lumpur) salah satunya, yaitu
eksploitasi ini dapat dilihat dari data statistik kepiting bakau (Romimohtarto dan Juwana,
perikanan tangkap Kementerian Kelautan dan 2009).
Perikanan (KKP) tahun 2008-2012 dari volume
produksi kepiting bakau 26.628 ton pada tahun Desa Sengkubang merupakan salah satu desa
2008 mengalami peningkatan menjadi 33.910 ton yang terdapat di Kabupaten Mempawah yang
pada tahun 2012. berbatasan langsung dengan laut Natuna di
sebelah barat dan memiliki wilayah pesisir dengan
Kepiting bakau (Scylla serrata) tergolong dalam kawasan mangrove yang cukup luas. Wilayah ini
Famili Portunidae yang hidup hampir di seluruh didominasi oleh vegetasi mangrove muda hingga
perairan pantai terutama pada pantai yang sedang karena sedang dalam tahap perbaikan dan
ditumbuhi mangrove, perairan dangkal yang dekat konservasi. Kegiatan penanaman mangrove di
44
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
Desa Sengkubang dimulai sejak tahun 2019 oleh Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten
kelompok pemuda-pemudi dan Lembaga Mempawah. Kegiatan identifikasi dan pengolahan
Swadaya Masyarakat Peduli Lingkungan Pesisir data dilakukan di Laboratorium Zoologi, Program
(PELESIR). Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura.
Kepiting bakau di Desa Sengkubang banyak Analisis substrat tanah dilakukan di Laboratorium
ditangkap oleh penduduk sebatas untuk konsumsi Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian,
sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa potensi lokal Universitas Tanjungpura, Pontianak.
yang tersedia ini belum dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik. Menurut Ketua Kelompok Deskripsi Lokasi
Masyarakat Peduli Lingkungan Pesisir
(PELESIR), upaya budidaya pembesaran kepiting Perairan pantai Desa Sengkubang ± 2 Km terletak
bakau pernah dilakukan di wilayah pesisir Desa di antara 0o21’15” LU dan 0o25’47” LU, serta
Sengkubang. Namun usaha tersebut mengalami berada di antara 108o56’34” BT dan 108o56’45”
kegagalan disebabkan kurangnya informasi yang BT. Wilayah laut desa ini sendiri berbatasan
berkaitan dengan habitat kepiting bakau yang langsung dengan laut Natuna di sebelah barat.
sesuai dengan kondisi ekologis Desa Sengkubang. Perairan Desa Sengkubang memiliki kontur
Oleh karena itu data dan informasi yang spesifik pantai yang landai dengan substrat berlumpur.
dengan habitat kepiting bakau di Desa
Sengkubang perlu disediakan untuk mendukung Wilayah perairan Desa Sengkubang dibatasi
keberhasilan dalam budidaya kepiting bakau. barrier batu beton di sepanjang pantai sebagai
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kualitas penahan abrasi oleh ombak laut yang cukup
habitat kepiting bakau di perairan pantai Desa tinggi. Barrier batu beton ini memisahkan
Sengkubang, Kecamatan Mempawah Hilir, wilayah perairan Desa Sengkubang menjadi dua
Kabupaten Mempawah. bagian yakni yang mengarah ke darat dan yang
mengarah ke laut. Wilayah yang mengarah ke
BAHAN DAN METODE darat didominasi oleh vegetasi mangrove
mudadengan usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
Waktu dan Tempat Penelitian mengarah ke laut setelah barrier hanya
ditumbuhi oleh beberapa pohon mangrove muda
Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Oktober dengan perakaran yang sudah cukup kuat untuk
2021 di Perairan Pantai Desa Sengkubang, menahan abrasi air laut (Gambar 1).
45
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini Data karakteristik habitat diambil setiap
adalah alat tangkap kepiting (Bubu), GPS (Global melakukan pengamatan bubu. Data yang didapat
Positioning System) Garmin eTrex 10, kamera berupa data karakteristik lingkungan meliputi
digital Canon M100, pH meter digital mediatech suhu, salinitas, kelembaban dan (pH) kadar
pen type PH-009-(1)A, refraktometer manual keasaman. Khusus pengukuran kecerahan
brix, satu set peralatan titrasi, secchi disk dilakukan pada siang hari pada pengamatan pukul
berdiameter 40 cm, soil tester digital Takemura- 08:00 dan 14:00 WIB. Pengambilan substrat
DM5, termohygrometer digital HTC-2, dan dilakukan dengan mengambil sampel tanah dan
wadah plastik serta buku identifikasi decapoda dimasukan kedalam kantong plastik dan diberi
(Carpenter dan Niem, 1998). Selain itu pada tanda untuk kemudian dianalisis di Laboratorium
penelitian ini juga digunakan bahan-bahan Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian
meliputi akuades, indikator phenolphthalein (pp), Universitas Tanjungpura, Pontianak.
larutan amilum 1%, larutan H2SO4, larutan KOH-
KI, larutan MnSO4, larutan NaCO3 0,01 N, dan Penentuan Kualitas Habitat (IKH) Kepiting
larutan Na2S2O3 0,025 N. Ikan runcah juga Bakau di Desa Sengkubang
disiapkan pada penelitian sebagai media umpan
untuk pemasangan perangkap bubu. Kualitas ekosistem ekosistem mangrove bagi
habitat kepiting bakau dinilai melalui pendekatan
Prosedur Penelitian indeks kualitas habitat (IKH). Indeks Kualitas
Habitat disusun dengan membuat kriteria kualitas
Penentuan Titik Penelitian habitat yaitu dengan cara melakukan pembobotan
dan pembuatan kelas kualitas berupa baik, sedang
Metode sampling yang digunakan dalam dan buruk pada setiap variabel. Pembobotan
penelitian ini adalah purpose sampling. Penelitian (weigthing) didasarkan pada tingkat peran
dilakukan di sepanjang garis pantai di Desa variabel yang memiliki hubungan erat terhadap
Sengkubang sejauh ± 2 km. Lokasi sampling kepiting bakau berdasarkan studi pustaka,
dibagi 2 didasarkan keberadaan barrier yaitu sedangkan skoring didasarkan pada nilai atau
lokasi yang mengarah ke darat dan lokasi yang kondisi aktual di lapangan. Indeks Kualitas
mengarah ke laut. Penelitian pada lokasi yang Habitat kepiting bakau yang dipakai merupakan
mengarah ke darat dilakukan dengan metode hasil modifikasi oleh Tahmid et al. (2015).
sampling bebas, sedangkan untuk lokasi yang Variabel yang berpengaruh lebih kuat bagi
mengarah kelaut digunakan metode transek untuk kehidupan dan pertumbuhan kepiting diberi bobot
menentukan titik pengambilan sampel. Jarak antar 3, bobot 2 diberikan pada variabel yang memiliki
titik dengan titik lainnya sejauh 200 m sehingga pengaruh sedang dan bobot 1 diberikan pada
didapat 10 titik pemasangan alat tangkap kepiting. variabel yang lebih lemah pengaruhnya terhadap
kehidupan dan pertumbuhan kepiting bakau
Pengambilan Sampel Kepiting (Tabel 2). Habitat kepiting bakau dinilai melalui
pendekatan indeks kualitas habitat (IKH). Nilai
Pengumpulan data dilakukan sebanyak 2 kali total indeks kualitas habitat (IKH) diperoleh dari
yaitu pada saat pasang tertinggi pada 7-8 Oktober jumlah total hasil perkalian nilai skor tiap variabel
dan pada saat surut terendah pada 22-23 Oktober (Vi) dengan bobot variabel itu sendiri (bi), dengan
2022. Pengambilan data dilakukan di titik-titik perhitungan sebagai berikut:
yang telah ditentukan. Teknik pengambilan
sampel kepiting dilakukan dengan memasang IKH = Σ (bi x Vi)
perangkap kepiting yang telah diberi umpan ikan
runcah. Pemasangan bubu dimulai pada pukul Tabel 1. Nilai Indeks dan Kategori Kualitas Habitat
14:00 WIB selama 24 jam. Selama pemasangan Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Tahmid et
dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel al., 2015).
setiap 6 jam sekali pada pukul 20:00, 02:00, 08:00 No Indeks Kategori
dan 14:00 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk 1 18-42 Buruk
mengetahui waktu aktif dari kepiting. Selain itu 2 43-66 Sedang
dilakukan pengamatan di wilayah yang mengarah 3 67-90 Baik
ke darat dengan mengamati lubang-lubang pada Keterangan:
barrier dan menangkap kepiting yang terlihat. Nilai Minimal (Min) = 18
Nilai Maksimal (Max) = 9
46
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
Tabel 3. Indeks Kualitas Habitat Terhitung di Perairan Mangrove Desa Sengkubang, Mempawah, Kalimantan Barat.
47
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
48
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
49
Protobiont (2022) Vol. 11 (2) : 44-50
Setiawan, F, & Triyanto, 2012, ‘Studi Kesesuaian Susanto, GN, & Murwani, 2006, ‘Analisis secara
Lahan Untuk Pengembangan Silvofishery ekologis tambak alih lahan pada kawasan
Kepiting Bakau di Kabupaten Berau Kalimantan potensial untuk habitat kepiting bakau (Syclla
Timur’, Jurnal Limnotek, vol. 19, no. 2, hal. spp.)’, Prosiding Seminar Nasional Limnologi
158-165 2006, Puslit Limnologi, LIPI
Siahainenia, L, 2008, Bioekologi Kepiting Bakau Tahmid, M, Fahrudin, A, & Wardiatno, Y, 2015,
(Scylla spp.) di Ekosistem Mangrove Kabupaten ‘Kualitas Habitat Kepiting Bakau (Scylla
Subang Jawa Barat, Disertasi, Institut Pertanian serrata) pada Ekosistem Mangrove Teluk
Bogor, Bogor Bintan Kabupaten Bintan Kepulauan Riau’,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, vol.
Sulaiman, H, 1992, ‘Pengaruh Padat Penebaran 7, no. 2, hal. 535-551
Terhadap Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup
dan Kematangan Gonad Kepiting Bakau (Scylla Wicaksono DL, Zainuri, M, & Widianingsih, 2014,
serrata) pada Kegiatan Produksi Kepiting ‘Pengaruh Pemberian Pakan Alami yang
Bertelur dengan Sistem Kurungan Tancap’, Berbeda Terhadap Pertumbuhan Kepiting Soka
Buletin Penelitian Perikanan, vol. 1, no. 2, hal. di Tambak Desa Mangunharjo Kecamatan
43-49 Tugu’, Journal of Marine Research, vol. 3, no.
3, hal. 265-273
Sulastini, D, 2011, Seri Buku Informasi dan Potensi
Mangrove Taman Nasional Alas Purwo, Balai
Tanaman Alas Purwo, Banyuwangi
50