Anda di halaman 1dari 7

PERAN EMOTION-FOCUSED COPING TERHADAP KECENDERUNGAN

POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER PARA KARYAWAN YANG


MENYAKSIKAN PELEDAKAN BOM DI DEPAN KEDUTAAN
BESAR AUSTRALIA DI JAKARTA TAHUN 2004

Choirul Anam
Achmad Tedy Himawan

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana peran emotion-focused coping
terhadap kecenderungan post-traumatic stress disorder. Penelitian ini dilakukan setelah enam
bulan dari terjadi pengeboman. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Kantor
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia yang
mengalami atau menyaksikan atau terkena efek dari ledakan bom pada peristiwa pengeboman
di depan Kedutaan Besar Australia, jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan,
pada hari Kamis tanggal 9 September 2004 sekitar pukul 10.25 WIB. Dari perhitungan
nomogram Harry King didapat jumlah sampel dengan menggunakan teknik random sampling
dalam penelitian ini sebanyak 73 orang.
Hasil analisis dengan menggunakan program komputer SPSS versi 11,5 for windows
diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar - 0,529 dengan probabilitas (p) sebesar 0,001. Hasil
penelitian ini bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara emotion-focused coping dengan
kecenderungan post-traumatic stress disorder, dan hubungan yang terjadi berlawanan arah.
Kata kunci : berfokus emosi, gangguan stress, pasca traumatik

Abstract
Goal of this research is to know how much role emotional focus coping apt to post-
traumatic stress disorder. Population at this research is wokers from office Kementerian Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia who see teror bomb at Australian
Ambassador in Jakarta at September 9th 2004.
Sample have taking with random sampling. Sum person for sample is 73 person, with
have made from Harry King monogram. Computer program SPSS versi 11,5 for windows
have correlation (r) – 0,529 and probebility (p) 0,001. The result of this research is that
there is some relation those very significans between emotion focused coping apt to post traumatic
stress disorder. And the relation is opposite.
Keyword: emotion focus coping, post traumatic stress disorder

\ 112[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No. 2 Agustus 2005 : 112 - 118
Pendahuluan pemberitaan di media cetak maupun
elektronik, dan sekarang telah dilakukan
Bangsa Indonesia sudah beberapa kali
perbaikan terhadap kondisi keamanan dan
mengalami kejadian yang memilukan, seperti
infrastruktur fisik di tempat kejadian, namun
pertikaian di Aceh, Papua, konflik horisontal
ada hal yang mungkin luput dari perhatian,
di Ambon, Sampit, bom Bali, bom di Hotel
publik yaitu kondisi psikologis masyarakat,
JW Marriott Jakarta dan peledakan bom di
khususnya korban yang mengalami kejadian
depan Kedutaan Besar Australia, jalan H. R.
tersebut.
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Peledakan bom di depan Kedutaan Besar Menurut Boulware (1999) bahwa
Australia terjadi pada hari Kamis tanggal 9 kejadian atau peristiwa traumatik seperti
September 2004 sekitar pukul 10.25 pagi itu peperangan, kecelakaan yang fatal, terorisme
telah memakan banyak korban jiwa. dan peristiwa yang mengancam organisme
Kejadian tersebut juga meninggalkan seperti perampokan, pemerkosaan dan tindak
kesan yang mendalam di memori korban yang kejahatan lainnya merupakan pemicu untuk
selamat, dan kesan yang tersimpan tersebut terjadinya gangguan psikologis. Post-traumatic
merupakan stresor pemicu untuk timbulnya stress disorder adalah salah satu gangguan
gangguan psikologis seperti stres, bahkan psikologis yang diakibatkan oleh suatu
gangguan psikologis yang lebih parah seperti pengalaman traumatik (Giller, 1999).
post-traumatic stress disorder. Salah satu Pentingnya penelitian mengenai efek
korbannya adalah karyawan Kantor psikologis dari kejadian yang membuat trauma
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha tersebut adalah agar penanganan terhadap
Kecil dan Menengah Republik Indonesia, korban dapat segera dilakukan dengan tepat,
karena gedung kantor tersebut terletak tepat di karena apabila tidak segera ditangani maka
depan lokasi ledakan bom dengan jarak sekitar dikhawatirkan akan berakibat lebih buruk
20 meter dari pusat ledakan, serta hampir tidak terhadap kondisi psikologis korban. Beberapa
ada penghalang, hanya ada pagar yang terbuat kasus kekerasan dan peristiwa traumatik yang
dari terali besi setinggi sekitar dua meter. Begitu terjadi di Indonesia belum terdata berapa
dekatnya dengan pusat bom mengakibatkan banyak korban yang mengalami gangguan
hampir semua kaca di gedung berlantai delapan psikologis, khususnya post-traumatic stress
tersebut pecah dan kerusakan fisik diperkirakan disorder serta penanganan bagi korban agar
60 – 70 persen. Ketika terjadi ledakan bom dapat kembali hidup secara normal.
merupakan hari dan jam kerja, tentunya banyak Post-traumatic stress disorder merupakan
karyawan di dalam dan sekitar gedung yang reaksi berkepanjangan dari stres yang dialami
mengalami atau merasakan efek dari bom yang individu (Smet, 1994), sehing ga untuk
tergolong mempunyai kekuatan ledak tinggi mengetahui kecenderungan post-traumatic stress
tersebut. Deteksi dini terhadap efek dari disorder pada individu adalah dengan
kejadian traumatik tersebut harus segera mengetahui faktor penyebabnya, salah satunya
dilakukan, mengingat karyawan Kantor dengan mengkorelasikan strategi coping yang
Kementerian Negara tersebut adalah salah satu dilakukan terhadap stres.
tulang pung gung keberhasilan program Lazarus (dalam Smet, 1994)
pemerintahan sekarang. mengatakan, metode coping dibagi atas dua
Hal-hal tersebut dapat dipantau melalui model, yaitu coping yang berfokus pada

Peran Emotion Focused Coping ................. (Choirul Anam, Ahmad Tedy. H) \ 113[
[
permasalahan (problem-focused coping) dan coping korban maupun orang lain.
yang berfokus pada emosi (emotion-focused
coping). Bila individu merasa mampu Kerangka Teoritik
menghadapi dan mengatasi situasi, maka ia Kaplan dan Sadock (dalam Sinopsis
cenderung menggunakan problem-focused coping, Psikiatri Jilid Dua, 1997) memaparkan post-
yaitu penyelesaian pada pokok permasalahan. traumatic stress disorder sebagai suatu stres
Bila individu merasa tidak mampu mengatasi emosional yang besar yang dapat terjadi
masalah, maka ia cenderung menggunakan kepada hampir setiap orang yang mengalami
emotion-focused coping, yaitu mengatur respon kejadian traumatik.
emosi terhadap stres.
National Center for Post-Traumatic
Menurut Rutter (1983), strategi coping Stress Disorder (NCPTSD) mendefinisikan
yang paling efektif adalah strategi yang sesuai post traumatic stress disorder sebagai gangguan
dengan jenis stres dan situasi. Ledakan bom kejiwaan yang terjadi menyertai pengalaman
di depan Kedutaan Besar Australia jalan HR atau menyaksikan secara langsung suatu
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, yang peristiwa yang mengancam seperti
mengakibatkan puluhan orang meninggal dan pertempuran, bencana alam, insiden teroris,
ratusan orang terluka, dapat dikategorikan kecelakaan yang serius, atau kekerasan yang
sebagai salah satu kejadian traumatik yang menyerang seseorang seperti pemerkosaan
ekstrim. Tingginya tingkat keseriusan stresor (www. ncptsd.com).
pada peristiwa tersebut, sehing ga tidak National Institute Mental Health
mungkin bagi korban untuk mengatasi stres (NIMH, 1999) menyebutkan post-traumatic
dengan berorientasi pada pokok masalahnya stress disorder adalah gangguan kecemasan yang
yaitu ledakan bom, maka strategi coping yang dapat terjadi setelah mengalami atau
paling mungkin dapat dilakukan adalah emotion- menyaksikan suatu kejadian yang mengerikan,
focused coping yaitu berusaha mereduksi atau siksaan dengan kejahatan fisik yang
pengar uh stres yang dialami dengan gawat, atau kejadian yang mengancam
pengaturan emosi. (www.nimh.com).
Beranjak dari pemahaman di atas maka Berdasarkan uraian di atas, post-traumatic
penulis mencoba untuk menyusun suatu stress disorder adalah gangguan kecemasan yang
penelitian untuk mengetahui sejauhmana dapat terjadi setelah individu mengalami atau
peran emotional-focused coping dalam menentukan menyaksikan suatu peristiwa yang mengerikan
kecenderungan post-traumatic stress disorder pada atau mengancam, seperti peperangan, bencana
korban bom di jalan HR Rasuna Said, alam, insiden teroris, kecelakaan yang fatal,
Kuningan, Jakarta Selatan, khususnya pada dan kekerasan dengan kejahatan fisik seperti
karyawan Kantor Kementerian Negara pemerkosaan, perampokan atau pembunuhan.
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kecenderungan post-traumatic stress disorder
Republik Indonesia. adalah tinggi rendahnya kemungkinan individu
Penelitian ini setidaknya akan memberi untuk mengalami gangguan kecemasan yang
manfaat bagi pihak-pihak yang berkompeten diakibatkan oleh pengalaman traumatik
untuk segara melakukan penanganan terhadap tersebut.
korban, sehingga tercegah terjadi masalah- Individu yang mempunyai
masalah yang lebih buruk lagi, baik bagi kecenderungan mengalami post-traumatic stress

\ 114[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No. 2 Agustus 2005 : 112 - 118
disorder dipengaruhi oleh faktor internal dan dengan beberapa cara, antara lain adalah
eksternal. Faktor internal adalah faktor dalam dengan mencari dukungan emosi dari sahabat
diri individu yang berpengaruh dalam atau keluarga, melakukan aktivitas yang
hubungannya dengan post-traumatic stress disukai, seperti olah raga atau nonton film
disorder, sedangkan faktor eksternal adalah untuk mengalihkan perhatian dari masalah,
faktor di luar diri individu yang mempunyai bahkan tak jarang dengan penggunaan alkohol
peran terhadap kemungkinan individu atau obat-obatan. Cara lain yang biasa
mengalami post-traumatic stress disorder. digunakan individu dalam pengaturan
Faktor internal yang mampengaruhi emosinya adalah dengan berfikir dan
kecenderungan post-traumatic stress disorder memberikan penilaian mengenai situasi yang
adalah perubahan neurohormonal dalam tubuh stressful.
dan peran kognisi individu dalam pemaknaan Emotion-focused coping digunakan individu
suatu stresor. untuk mengatur respon emosional terhadap
Faktor eksternal yang mempengaruhi stres. Pengaturan ini melalui perilaku individu
kecenderungan post-traumatic stress disorder untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak
adalah peristiwa yang membuat traumatik menyenangkan melalui strategi kognitif.
sebagai stresor pemicu. Semakin tinggi tingkat Emotion-focused coping cenderung dilakukan
keseriusan stresor yang dihadapi individu maka apabila individu tidak mampu atau merasa tidak
semakin tinggi kecenderungan individu untuk mampu mengubah kondisi yang ‘stressful’, yang
mengalami post-traumatic stress disorder. dilakukan individu adalah mengatur
Menurut Diagnostic and Statistical emosinya.Hasil penelitian Folkman dan Lazarus
Manual of Mental Disorder (DSM-IV, 1994), (dalam Widiyanti, 2001), subjek akan
terdapat tiga kelompok simtom post-traumatic cender ung menggunakan strategi yang
stress disorder, yaitu : berorientasi pada emosi (emotion-focused coping)
a. Instrusive Re-experiencing , yaitu selalu bila menilai masalah tersebut di luar kendalinya.
kembalinya peristiwa traumatik dalam Berdasarkan uraian di atas, emotion-focused
ingatan. coping adalah usaha penyelesaian masalah yang
b. Avoidance, yaitu selalu menghindar sesuatu dilakukan oleh individu dengan melakukan
yang berhubungan dengan trauma dan pengaturan respon emosional terhadap stres.
perasaan terpecah. Emotion-focused coping digunakan ketika individu
c. Arousal, yaitu kesadaran secara berlebih menilai bahwa masalah yang dihadapinya tidak
(hyper-arousal). dapat dikendalikan atau merasa sumber
dayanya tidak cukup atau tidak mampu untuk
Individu yang mempunyai
mengubah kondisi yang stressful.
kecenderungan post-traumatic stress disorder akan
terlihat kombinasi sejumlah gejala spesifik dari Folkman dan Lazarus (1984)
ketiga kelompok simtom di atas, dan muncul mengidentifikasikan beberapa aspek emotion-
tiga bulan setelah peristiwa yang traumatik focused coping yang didapat dari penelitian-
(DSM-IV, 1994). penelitiannya. Aspek-aspek tersebut adalah :
a. Seeking social support, yaitu mencoba untuk
Menurut Safarino (1998), emotion-focused
memperoleh informasi atau dukungan
coping merupakan pengaturan respon
secara emosional.
emosional dari situasi yang penuh stres. b. Distancing, yaitu mengeluarkan upaya
Individu dapat mengatur respon emosinya

Peran Emotion Focused Coping ................. (Choirul Anam, Ahmad Tedy H.) \ 115[
[
kognitif untuk melepaskan diri dari untuk menyelesaikan masalah dengan berfokus
masalah atau membuat sebuah harapan pada pokok permasalahan dan melakukan
positif. perubahan pada stresor. Individu membutuhkan
c. Escape avoidance, yaitu menghayal pengaturan emosionalnya, karena tidak ada yang
mengenai situasi atau melakukan tindakan bisa dilakukan terhadap situasi dan individu tidak
atau menghindar dari situasi yang tidak mampu untuk mengubah keadaan. Dengan
menyenangkan.. tingginya tingkat keseriusan stresor pemicu post-
d. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur traumatic stres disorder tersebut, sehingga metode
perasaan diri sendiri atau tindakan dalam coping yang paling mungkin dilakukan oleh
hubungannya untuk menyelesaikan individu adalah emotion-focused coping dengan
masalah. melakukan pengaturan respon emosional
e. Accepting responsibility, yaitu menerima terhadap stres yang terjadi.
untuk menjalankan masalah yang Kesimpulannya adalah emotion-focused
dihadapinya sementara mencoba untuk coping memiliki peran yang signifikan dalam
memikirkan jalan keluarnya. mengurangi kecenderungan post-traumatic stress
f. Positive reappraisal, yaitu mencoba untuk
disorder. Artinya semakin tinggi emotion-focused
membuat suatu arti positif dari situasi
coping maka akan semakin rendah
dalam masa perkembangan kepribadian,
kecenderungan post-traumatic stress disorder, dan
kadang-kadang dengan sifat yang religius.
sebaliknya semakin rendah emotion-focused coping
Menurut Giller (1999) bahwa terjadinya maka akan membuat kecenderungan post-
perbedaan efek atau pengaruh dari pengalaman traumatic stress disorder semakin tinggi.
traumatik merupakan hasil dari kemampuan
individu dalam mengatasi atau mengelola stres. Metode Penelitian
Ketika stres dapat ditangani dengan baik dan
efektif, maka akan membuat individu tersebut Kecenderungan post-traumatic stress
dapat bertahan dan tidak larut dalam masalah disorder adalah tinggi rendahnya kemungkinan
yang dihadapinya, sehingga dapat individu untuk mengalami gangguan
meminimalkan efek untuk terjadinya gangguan kecemasan yang diakibatkan oleh pengalaman
psikologis yang lebih parah. Sebaliknya, apabila traumatik yang mengerikan. Kecenderungan
stres yang dialami tidak ditangani dengan baik post-traumatic stress disorder ini meliputi instrusive
maka akan memicu untuk terjadinya disorder. re-experiencing, avoidance dan arousal.
Metode yang dapat digunakan untuk Emotion-focused coping adalah usaha untuk
mengatasi atau mengelolah stres sangat menyelesaikan masalah yang dilakukan
bervariasi, salah satunya adalah coping. individu dengan melakukan pengaturan respon
Kejadian traumatik yang menjadi emosional terhadap stres, meliputi seeking social
penyebab post-traumatic stress disorder adalah support, distancing, escape avoidance, self control,
kejadian besar dengan tingkat keseriusan stresor accepting responsibility, dan positive reappraisal.
yang tinggi (Boulware, 1999). Peperangan, bom Kedua variabel tersebut diukur dengan
atom, gempa bumi, kecelakaan pesawat, insiden menggunakan skala. Setelah melalui uji-coba
teroris, termasuk ledakan bom adalah beberapa untuk validasi, maka skala bar u dapat
contoh dari peristiwa traumatik pemicu post- dipergunakan. Skor total yang diperoleh subjek
traumatic stress disorder. Dalam peristiwa-peristiwa dari skala tersebut akan menunjukkan tingkat
tersebut, rasanya tidak mungkin bagi individu kecenderungan post-traumatic stress disorder dan

\ 116[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No. 2 Agustus 2005 : 112 - 118
tingkat penggunaan emotion-focused coping yang Emotion-focused coping memberikan
dilakukan oleh subjek. sumbangan efektif terhadap kecenderungan
Populasi dalam penelitian ini adalah post-traumatic stress disorder sebesar 28 persen,
karyawan kantor Kementerian Negara artinya dengan penggunaan emotion-focused
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang coping dapat mengurangi tingkat
mengalami atau menyaksikan atau terkena kecenderungan post-traumatic stress disorder
efek dari ledakan bom pada peristiwa sebesar 28 persen. Hal ini dapat dilihat dari
pengeboman di depan Kedutaan Besar koefisien determinasi ( r 2 ) dalam penelitian
Australia, jalan HR Rasuna Said, Kuningan, ini. Selebihnya 72 persen untuk mengurangi
Jakarta Selatan, pada hari Kamis tanggal 9 tingkat kecenderungan post-traumatic stress
September 2004 sekitar pukul 10.25 WIB. disorder merupakan sumbangan dari variabel
Teknik pengambilan sampel yang lain di luar penelitian ini. Hasil penelitian ini
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan juga menunjukkan bahwa penggunaan emotion-
teknik random sampling. Jumlah sampel focused coping dapat dianggap sebagai faktor
ditentukan dengan nomogram Harry King penentu tinggi rendahnya kecenderungan post-
(Sugiyono, 2001), yaitu perhitungan jumlah traumatic stress disorder pada individu.
sampel dengan menentukan taraf kesalahan dan Penjabaran hasil-hasil penelitian di atas
kepercayaan terhadap populasi sehingga akan menunjukkan tingkat penggunaan emotion-focused
didapat persentase sampel yang representatif coping pada subjek karyawan Kantor
untuk mewakili populasi. Maka penelaitian ini Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil
mendapatkan 88 orang sebagai sampel. dan Menengah Republik Indonesia tergolong
Hasil dan Pembahasan tinggi, dan kecenderungan post-traumatic stress
disorder yang tergolong rendah. Hal ini sesuai
Hasil analisis data pada penelitian ini dengan pendapat Lazarus (dalam Smet, 1994)
menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang menyebutkan bahwa emotion-focused coping
antara emotion-focused coping dengan merupakan perilaku penyelasaian masalah yang
kecenderungan post-traumatic stress disorder. efektif yang berfungsi untuk mereduksi stres.
Semakin tinggi emotion-focused coping maka Artinya, apabila tingkat penggunaan emotion-
semakin rendah kecenderungan post-traumatic focused coping pada individu tergolong tinggi maka
stress disorder, dan sebaliknya semakin rendah akan mengurangi resiko untuk terjadinya stres
emotion-focused coping maka semakin tinggi yang berlanjut atau mengurangi resiko terhadap
kecenderungan post-traumatic stress disorder. gangguan psikologis yang lebih parah akibat stres.
Data yang ditemukan sebagaimana yang telah
dikemukakan dalam hasil analisis diatas Kesimpulan dan Saran
menunjukkan bahwa hipotesis tersebut
diterima. Hal ini dapat dilihat dari koefisien Penelitian ini menunjukkan bahwa ada
korelasi (r) sebesar - 0,529. Tanda negatif peran yang sangat signifikan emotion-focused coping
menunjukkan korelasi yang berlawan arah. dalam mengurangi kecenderungan post-traumatic
Sedang koefisien probabilitas (p) adalah 0,001. stress disorder. Semakin tinggi emotion-focused coping
Sehingga dapat disimpulkan bahwa emotion- maka akan membuat kecenderungan post-
focused coping mempunyai peran yang sangat traumatic stress disorder semakin rendah. Emotion-
signifikan dalam mengurangi tingkat focused coping mempunyai peran sebesar 28 persen
kecenderungan post-traumatic stress disorder. untuk mengurangi tingkat kecenderungan post-

Peran Emotion Focused Coping ................. (Choirul Anam, Ahmad Tedy H.) \ 117[
[
traumatic stress disorder. Universitas Gadjah Mada.
Penelitian yang berkaitan dengan post- Hadi, S., 2001. Statistik. Yogyakarta: Andi
traumatic stress disorder masih banyak yang perlu Offset.
diungkap khususnya faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kecenderungan post-traumatic Lazarus, R. S., and Folkman, S., 1984. Stress,
stress disorder. Untuk penelitian berikutnya, Appraisal and Coping. New York:
peneliti menyarankan untuk menghubungkan Spranger.
dengan variabel lain seperti jenis kelamin, social Nation Institute of Mental Health (NIMH),
support, religiusitas, dan tipe kepribadian. 1999. Fact About Post-Traumatic Stress
Penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan Disorder. www.nimh.com
penelitian-penelitian selanjutnya dengan dasar Rutter, 1983. Stress, Coping and Development:
populasi penelitian hendaknya mirip dengan Some Issues and Some Questions. New
karakteristik populasi, yaitu individu yang York: Mc Graw-Hill Book Company.
mengalami atau menyaksikan atau merasakan
langsung efek ledakan bom. Safarino, E. P., 1998. Health Psychology:
Biopsychosocial Interactions. New Jersey:
Berdasarkan hasil penelitian ini, emotion-
John Wiley & Sons, Inc.
focused coping dapat digunakan untuk
mengurangi tingginya tingkat kecenderungan Smet, B., 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT.
post-traumatic stress disorder pada individu. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Taylor, S. B., 1991. Health Psychology. New
Daftar Pustaka
York: McGraw-Hill, Inc.
American Psychiatric Association., 1994. Stone, A. A., and Neale, J. M., 1984. New
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Measure of Daily Coping: Development and
Disorder (DSM) IV, 4 th edition. Preliminar y Result. Journal of
Washington DC: APA Press. Personality and Social Psychology. Vol.
46, No. 4, 892-906.
Boulware, E., 2001. Do I Have Anxiety.
www.sidran.com The Sidran Insitute, 2000. What is Post-
Traumatic Stress Disorder?.
Folkman, S., and Lazarus, R. S., 1980. An
www.sidran.com.
Analylis of Coping in A Middle Age
Community Sample. Journal of Health The Sidran Insitute, 2002. Myths and Fact About
Social and Social Behavior. Vol. 2, PTSD. www.sidran.com.
219-239. The Sidran Insitute, 2002. Posttraumatic Stress
Folkman, S., 1984., Personal Control in Stress and Disorder Fact Sheet.www.sidran.com
Coping Processes : A Theoritical Analysis. Widiyawati., 2001. Perbedaan Kecerdasan Strategi
Journal of Personality and Social Menghadapi Masalah Berdasarkan Jenis
Psychology. Vol. 46, 838-852. Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
Giller, E., 1999. What Is Psychological Trauma? Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
www.sidran.com Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad
Hadi, S., 1984. Metodologi Research. Yogyakarta:
Dahlan.
Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi

\ 118[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No. 2 Agustus 2005 : 112 - 118

Anda mungkin juga menyukai