Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA NY. N DENGAN ABORTUS


INKOMPLIT MENGGUNAKAN TEKNIK ANESTESI UMUM (TIVA)
RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIKARANG

Disusun Oleh:

Wirdiyan Naufal Ramdhan

011520021

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU VOKASI
UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2023

1
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Abortus atau yang sering dikenal dengan keguguran merupakan kematian
janin dalam kandungan pada kehamilan yang usianya kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram, sedangkan menurut WHO/FIGO, abortus
adalah usia kehamilan yang kurang dari 22 minggu berat janin tidak diketahui,
salah satu abortus yang sering terjadi adalah abortus inkomplit. Abortus
inkomplit merupakan Pengeluaran Sebagian hasil konsepsi sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus. Biasanya perdarahan
yang terjadi pada abortus inkomplit ini banyak sekali disertai dengan kontraksi,
kanalis servikalis dan tidak berhenti sebelum dilakukan tindakan kuretase untuk
mengeluarkan hasil konsepsi (Sari & Prabowo, 2018).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan
sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari
janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka
istilahnya adalah kelahiran premature (dr.Taufan, 2010).

2. Etiologi
Menurut buku Protokol forHigh- RiskPregnancies yang ditulis John T. Queenan,
MD, pasien dengan abortus 50% tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor
yang meyebabkan abortus inkomplit adalah sebagai berikut :
a. Faktor fetal
Keguguran pada hamil muda disebabkan abnormalitas zigot, atau plasenta.
Selain itu abnormalitas pada kromosom, abnormalitas kromosom diturunkan
dari gen kedua orang tuanya. Sekitar 95 % dari kelainan kromosom
disebabkan oleh kegagalan gametogenesis. Autosomaltrisomi adalah kelainan
kromosom yang paling sering ditemukan pada abortus trimester awal.
2
b. Faktor imunologi
Hubungan ibu dan janin bisa hancur oleh sel natural killer yang diaktivasi
oleh kekebalan yan dibuat oleh sistem imun termasuk masalah hormon dan
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh peningkatan antibodi
antikardiolipin yang mempunyai peran dalam merangsang keguguran. Faktor
lainnya disebabkan karena rokok, obat-obatan, stres, diet, faktor lingkungan
dan infeksi.
c. Faktor Ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan keguguran yaitu ibu yang mempunyai
penyakit mendadak misalnya radang paru- paru, tipus perut, radang ginjal,
malaria. Selain itu toksin, bakteri dan virus juga dapat menyebabkan
kematian janin melalui plasenta.

3. Tanda dan Gejala


 Perdarahan sedikit atau banyak dan terdapat bekuan darah
 Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
 Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka
 Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan keluar
 Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok

4. Klasifikasi
Menurut Mochtar Rustam abortus dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanisme
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor ilmiah.
Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1) Abortus Kompletus (keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan, sehingga rongga rahim kosong.
2) Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) adalah hanya sebagian dari hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.

3
3) Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung) adalah abortus yang
sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang
teraba.
4) Abortus Iminens (keguguran membakat) adalah keguguran membakat dan
akan terjadi.
5) Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
6) Abortus Habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7) Abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum.
b. Abortus Provokatus
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1) Abortus Medisinalis
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal
atau tidak berdasarkan indikasi medis.

5. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.

4
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mugkin pula janin telah mati lama (missed abortion).

6. Pathway

5
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang abortus adalah sebagai berikut :
a. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah
abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah.

8. Komplikasi
Abortus yang terjadi berulang-ulang atau abortus tanpa penanganan lebih
lanjut ataupun abortus yang tidak aman akan menyebabkan komplikasi.
Komplikasi abortus adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Pada abortus komplitus, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatkan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplitus, perdarahan
akan terjadi terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan gangguan
koagulasi yang pada akhirnya menyebabkan anemia dan kematian.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengolongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi dan dampak dari kuretase akan menyenankan perforasi pada
dinding uterus yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan
berikutnya. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya
mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

6
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkompletus yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion). Infeksi kandungan yang
terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).

B. JENIS PEMBEDAHAN
Tindakan Abortus inkomplit memiliki kontribusi dalam kematian ibu, abortus
inkomplit merupakan komplikasi 10-20% kehamilan, penatalaksanaan abortus
inkomplit dapat dilakukan secara ekspektatif, medikamentosa dan tindakan bedah
dengan kuretase atau aspirasi vakum.

C. TEKNIK ANESTESI
1. Definisi Anestesi
Anestesi (berasal dari bahasa Yunani an-, "tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi
atau kemampuan untuk merasa") atau pembiusan, secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi memenuhi
tiga kriteria yang disebut dengan trias anestesi, meliputi analgesi (hilang nyeri),
hipnotik (hilang kesadaran), relaksasi otot (muscle relaxant). Anestesi dibagi
menjadi dua kelompok yaitu anestesia umum dan regional. Anestesi merupakan
suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut
perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan.

7
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pingsan.
b. Regional Anestesi
Regional anestesi dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), fungsi motoric dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi
regional terdiri dari blok sentral (blok neuroaksial) dan blok perifer (blok
saraf). Regional anestesi terbagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu:
 Spinal Anestesi
Spinal anestesi adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang
intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya sensasi dan
blok fungsi motorik. Anestesi ini dilakukan pada sub- arachnoid di antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
 Epidural Anestesi
Epidural anestesi adalah salah satu teknik anestesi regional yang
dilaksanakan dengan memasukkan agen anestesi lokal ke dalam ruang
epidural. Injeksi agen anestesi lokal dapat dilakukan sekali suntik atau
berkelanjutan menggunakan kateter langsung menuju ruang epidural.
 Blok Saraf Perifer
Blok saraf perifer adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikan obat anestesi lokal ke dalam saraf atau ke dalam sekumpulan
saraf yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang saraf yang
menyebabkan hilangnya fungsi sensorik dan motorik untuk sementara
waktu.

8
c. Lokal Anestesi
Jenis anestesi ini tidak memengaruhi kesadaran, sehingga pasien akan tetap
sadar selama menjalani operasi atau prosedur medis. Jenis bius ini aman
digunakan dan minim efek samping serius.
3. Obat Anestesi
a. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi dengan
tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus,
mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek
samping anestetikum. Obat-obat yang diberikan sebagai premedikasi pada
tindakan anestesi sebagai berikut:
1) Golongan Analgetik Narkotik
 Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuscular
diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
menjelang operasi, menghindari takipnu dapat pemberian trikloroetilen,
dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya
adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta
kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin,
hipotensi, dan depresi napas.
 Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta
merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
2) Golongan Transquilizer (obat penenang)
 Diazepam
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah
bersifat sediatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi
dewasa 10 mg, intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2- 0,5 mg/kgBB)
dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10
mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2- 1mg/kgBB
intravena.

9
 Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama
kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai
dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
3) Golongan Antikolinergik
Atropin digunakan untuk mengatasi hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus yang ditimbulkan oleh anestetik yang dapat mengganggu
pernapasan selama anestesi. Atropine diberikan untuk mencegah
hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6
mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
4) Golongan Hipnotik-sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan sekobarbital) diberikan untuk menimbulkan
sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara
oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak
diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
keuntungannya efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan
sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.
b. Induksi
Induksi merupakan suatu rangkaian proses tindakan untuk membuat pasien
dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi
dan pembedahan.
1) Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestesi dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang- kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan
tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Untuk
induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu
60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.

10
2) Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang memiliki mula kerja dan
lama kerja yang relatif lebih singkat, serta memiliki efek antiemetik
sehingga dianggap menjadi anestesi yang ideal baik utuk induksi anestesi
atau pemeliharaan. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2
mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan
karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Efek
samping yang dikaitkan dengan induksi anestesi propofol adalah nyeri saat
injeksi, pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea,
bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia. Pada susunan saraf pusat adalah
sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik mioklonik,
opistotonus, kejang, mual, dan muntah. Penggunaan dosis yang tinggi pada
induksi propofol tunggal dapat menyebabkan beberapa efek samping yang
meliputi depresi pernapasan, depresi miokard, dan vasodilatasi perifer
kardiovaskuler, metabolik asidosis.
3) Petidin
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping
yang mendekati sama. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan
kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia
menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan.
Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang
tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada
dewasa. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis
petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang
tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2- 0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak
dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga
dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-
2 mg/kg BB.

11
c. Pelumpuh Otot
1) Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja
pada menit keduaketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek
akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus
dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot
0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal.
Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi
4 mg pavulon.
2) Atracurium
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme
terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. Dosis 0,5 mg/kg iv,
30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial,
lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan
dewasa. Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-
8 OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu
ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.
3) Vecuronium
Vecuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan
lebih besar dan lama kerjanya singkat zat anestetik ini 51 tidak mempunyai
efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan
perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna. Dosis intubasi 0,08 –
0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit.
Drip 1 – 2 mcg/kg/menit. Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat
memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan pada hepatic
blood flow. Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

12
4) Recuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih
lama. Dosis 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus
untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah
intubasi. Im (1 mg/kg untuk infant; 2 mg/kg untuk anak kecil) untuk
intubasi. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit.
d. Maintenance
Dinitrogen Monoksida (N2O) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35%. Gas ini
sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu
kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan
kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestesi tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
e. Obat-obat Emergency
1) Epinephrine
- Golongan : agonis alpha/beta
- Indikasi: untuk mengatasi kondisi anafilaktik syok, hipotensi,
bradikardi dan serangan asma akut
- Dosis : dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3-5 menit, dapat
diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2-2,5 kali dosis
intra vena. Untuk reaksi-reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,2-
1 mg sc dapat diulang setiap 5-15 menit. Untuk terapi bradikardi atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg
dilarutkan dalam 500 cc NaCL 09%, dosis dewasa µg/menit dititrasi
sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2- 10
µg/menit.

13
- Kontra Indikasi : kongesif glaucoma, penggunaan bersama anestesi
local pada ujung syaraf, hipertensi, hipertiroid dan wanita hamil
- Efek samping : tremor, takikardia, aritmia, mulut kering, kaki tangan
menjadi dingin, ansietas, palpitasi, sakit kepala, dan muka pucat.
2) Sulfas Atropin
- Golongan : antikolinergik
- Indikasi : sebagai medikasi preansetetik untuk mengurangi sekresi
lender pada saluran nafas, keracunan, organospospat (pestisida),
menghambat peristaltik usus sehingga dapat digunakan pada kasus diare
(jarang digunakan).
- Dosis : untuk preanestesi dosisnya 0,4-0,6 mg setiap 4-6 jam secara
IV/SC/IM. Untuk antidote dosisnya 2-3 mg secara IV dapat ulang
hingga gejala keracunan berkurang.
- Kontra Indikasi : hipersensitivitas terhadap antikolinergik, asma, gagal
ginjal, penyakit hati.
- Efek Samping : mulut kering, retensi urin, pusing, konstipasi.
3) Lidocaine
- Golongan : anestesi lokal
- Indikasi : sebagai anestesi local pada tindakan bedah
- Dosis : untuk anestesi infiltrasi perkutan, 5 sampai 300 mg (1 dalam 60
mL dari 0,5 % larutan 0,5 sampai 30 mL dari 1% larutan). Lidokain
salep digunakan untuk anestesi pada kulit dan membran mukosa dengan
dosis yang direkomendasikan sebanyak 20g dalam 5% salep (setara 1g
lidokain basa) dalam 24 jam
- Kontra Indikasi : hipersensitivitas pada anestesi lokal
- Efek Samping : hipotensi, edema, mual muntah, iritasi kulit
4) Dopamine
- Golongan : vasopressor
- Indikasi : hipotensi akut atau syok akibat infark myokard, trauma, dan
gagal ginjal
- Dosis : dosis awal 1-5 µg/kgBB/menit dalam drip infuse. Kemudian
dosis dapat ditinggikan hingga 5-15 µg/kgBB/menit.

14
- Kontra Indikasi: pheochromocytoma, fibrilasi ventrikular
- Efek Samping : hipotensi, hipertensi, nyeri dada, mual muntah.
BAB II
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, suku, bangsa, pendidikan, alamat, agama, pekerjaan,
nomor register, diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
seperti terlambat haid, keluar darah dari vagina, tidak akan berhenti sampai hasil
konsepsi dikeluarkan, rasa mulas atau kram perut, keluhan nyeri pada perut
bagian bawah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Mulai hamil pernah menderita penyakit menular atau keturunan, pernah MRS,
dan adakah hiperemesis gravidarum.
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular atau keturunan,
adakah kelahiran kembar.
5. Riwayat kebidanan
a) Riwayat haid
Kaji tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna, adanya dismenorhoe, dan fluor albus.
b) Riwayat kehamilan
Kaji hari pertama haid terakhir, tanggal perkiraan persalinan dan bagaimana
keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana
keadaan kesehatan anaknya.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien mengerti atau tidak tentang pemeliharaan kesehatan mengenai keadaan
yang terjadi pada dirinya, yaitu perdarahan yang berlebihan.

15
b) Pola nutrisi dan metabolism
Nafsu makan menurun, berat badan menurun, klien lemah.

c) Pola aktivitas
Aktivitas terganggu, keadaan ibu lemah karena nyeri perut yang timbul.
d) Pola eliminasi
Frekuensi defekasi dan miksi tidak ada kesulitan, warna, jumlah, dan
konsistensi.
e) Pola istirahat dan tidur
Terjadi adanya perubahan pola tidur akibat dari adanya perdarahan.
f) Pola sensori dan kognitif
Mengalami kecemasan dengan penyakitnya sehingga kadang mudah
tersinggung dan gelisah.
g) Pola persepsi diri
Terjadi perubahan pola konsep diri (harga diri) kerena timbul anggapan tidak
bisa merawat dirinya.
h) Pola hubungan dan peran
Hubungan klien dan keluarga kemungkinan mengalami perubahan karena
kurang mampu memperhatikan keadaan sekitar.
i) Pola reproduksi dan sexual
Kemungkinan keadaan sexual terganggu karena keadaan klien yang lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Kemungkinan dalam mengatasi masalah yang dihadapi mengalami perubahan
karena kadang-kadang klien mudah tersinggung dan gelisah.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola ibadah mungkin mengalami perubahan karena tidak untuk melakukan
aktivitas ibadah.
7. Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi kesadaran, suara bicara, pernafasan, suhu tubuh, nadi, tekanan darah,
GCS, BB, TB.
b) Kepala dan leher

16
Ada tidaknya kelainan pada kepala dan leher, seperti pembesaran kelenjar
tiroid, keadaan rambut, stomatitis, icterus, maupun anemis dan ada tidaknya
cloasma gravidarum.
c) Telinga
Meliputi kebersihan, ada tidaknya serumen atau benda asing.
d) Hidung
Ada tidaknya pernafasan cuping hidung, polip dan sekret.
e) Dada
Ada tidaknya nyeri dada, pergerakan pernafasan, kebersihan payudara,
hiperpigmentasi pada areola mamae, pembesaran pada payudara.
f) Abdomen
Meliputi tinggi fundus uteri sesuai atau tidak dengan umur kehamilan, ada
tidaknya linea alba dan linea nigra dan bekas operasi SC.
g) Genetalia
Meliputi kebersihan, ada tidaknya varices pada vulva.
h) Anus
Ada tidaknya hemoroid.
i) Punggung
Ada tidaknya punggung lordosis atau kifosis.
j) Ekstremitas
Mencakup ada tidak adanya kecacatan atau fraktur, terpasang infus dan reflek
lutut.
k) Integumen
Mencakup keadaan kulit seperti warna kulit, turgor kulit, dan ada tidaknya
nyeri tekan.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Pra Anestesi : Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2. Intra Anestesi : Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan kuretase
3. Post Anestesi : Nyeri post anestesi berhubungan dengan tindakan kuretase

17
C. INTERVENSI

Rencana Intervensi
No Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pra Anestesi

18
1 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Observasi :
dengan kurang terpapar implementasi ansietas - Observasi TTV pasien
informasi selama 1 x 10 menit, - Monitor tanda-tanda
DS : diharapkan tingkat ansietas ansietas
- Pasien mengatakan menurun dengan kriteria Mandiri :
takut akan tindakan hasil : - Siapkan peralatan untuk
yang akan dijalani 1. Kegelisahan menurun tindakan anestesi (obat-
DO : 2. Perilaku tegang obatan anestesi)
- Pasien terlihat menurun - Komunikasi dengan
cemas 3. Verbalisasi pasien untuk
- TTV kebingungan menurun mengurangi rasa cemas
TD : 145/85 mmHg 4. TTV dalam batas Edukasi :
N : 80 x/menit normal - Informasikan secara
RR: 22 x/menit TD : 120/80 mmHg faktual mengenai
Suhu: 36.5 ℃ N : 60-100 bpm diagnosis, pengobatan,
RR : 12-20 x/menit dan prognosis
Suhu : 36 ℃ - Menjelaskan tindakan
yang akan dijalani
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan
dokter anestesi untuk
pemberian obat sedative

Intra Anestesi

19
2 Resiko perdarahan Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan dengan implementasi resiko - Observasi TTV, KU
tindakan kuretase perdarahan selama 1 x 10 pasien
DS : - menit, diharapkan terkontrol - Monitor tanda- tanda
DO : dengan kriteria hasil : perdarahan
- Pasien diberikan 1. Tidak ada kehilangan - Monitor status cairan
obat injeksi oleh darah yang terlihat intake dan output
dokter anestesi 2. Tekanan darah dalam Mandiri :
 Methergine 200 batas normal 120/80 - Melindungi pasien dari
mcg mmHg trauma yang dapat
- TTV 3. Tidak ada perdarahan menyebabkan
TD : 120/70 mmHg pervaginam perdarahan Edukasi
Nadi : 80 x/menit 4. Tidak ada distensi - Anjurkan menjaga
SpO2 : 99% abdominal istirahat selama
5. Hb, Ht, Plasma, PTT, perdarahan aktif
PT dalam batas normal Kolaborasi :
- Kolaborasikan dengan
dokter anestesi untuk
pemberian obat injeksi

Post Anestesi

20
3 Nyeri post anestesi Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan dengan implementasi nyeri selama 1 - Observasi TTV, KU dan
tindakan kuretase x 10 menit, diharapkan nyeri skala nyeri
DS : - pasien dapat segera teratasi Mandiri :
DO : dengan kriteria hasil : - Ajarkan pasien teknik
- Pasien diberikan 1. Pasien menyatakan distraksi relaksasi nafas
obat anti nyeri oleh nyeri berkurang 1-10 dalam
dokter anestesi 2. Ekspresi dan bahasa Edukasi :
 Ketoprofen 100 tubuh pasien - Edukasi pasien/keluarga
mcg menunjukan nyaman untuk menciptakan
- TTV atau tenang lingkungan yang nyaman
TD :146/87mmHg dan jelaskan pada pasien
N : 85 x/menit sebab-sebab nyeri
Suhu : 36.1 ℃ Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan
dokter anestesi untuk
pemberian obat analgetik

DAFTAR PUSTAKA

21
Amalia, L. M., & Sayono. (2015). Faktor Risiko Kejadian Abortus (Studi di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang).

Apriliana, A. (2019). Pengaruh Terapi Murotal Ar-Rahman Terhadap Penurunan


Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Caesar di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

Duhita, F. (2014). Asuhan Kehamilan Berdasarkan Bukti. Sagung Seto.

Handa Gustiawan. (2019). Perbedaan Pengaruh Terapi Murottal selama 15 Menit


dan 25 Menit terhadap penurunan Skala Nyeri pada Pasien Pasca Bedah.

Leveno, K. (2016). Manual Williams Komplikasi Kehamilan

22

Anda mungkin juga menyukai