Restorasiekosistemhutan Wiryonodkk
Restorasiekosistemhutan Wiryonodkk
Wiryono
Ali Munawar
Hery Suhartoyo
Judul : Restorasi Ekosistem Hutan Pasca Penambangan Batubara
Penulis : Wiryono
Ali Munawar
Hery Suhartoyo
Layout & Sampul : Agus S'to
Cetakan Pertama : 2017
ISBN. 978-602-14407-2-8
PERTELON MEDIA
Villa Raya No. 56 Bengkulu
pertelon.media@yahoo.com
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi
izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Kata Pengantar
Buku ini diterbitkan untuk memenuhi kewajiban Tim penulis ketika memperoleh
hibah penelitian Hibah Bersaing dari Kemenristek Dikti. Sebenarnya masih
banyak yang harus diperbaiki dari buku ini, namun mengingat jangka
waktu penelitian sudah selesai, maka buku ini diterbitkan dengan segala
kekurangannya. Dalam tahun-tahun mendatang buku ini direncakanan akan
direvisi supaya kualitasnya lebih baik.
v
Tim Penulis menyampaikan terimakasih kepada Direktorat Riset dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan, Kemenristek DIKTI yang telah menyediakan dana penelitian
kepada tim penulis.
Tim Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................. v
Daftar Isi.............................................................................................................................. vii
Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................... 1
1.1. Ekosistem ................................................................................................................... 1
1.2. Ekosistem hutan....................................................................................................... 3
1.3. Restorasi ekosistem hutan................................................................................... 6
Daftar Pustaka................................................................................................................... 49
Biodata Penulis.................................................................................................................. 55
vii
BAB
1
Pendahuluan
1.1. Ekosistem
Gambar 1.1. Diagram ekosistem (digambar ulang dari Odum (1999). I. Komponen abiotik.
II. Produsen. (tumbuhan di darat, fitoplankton di air) III Konsumen makro (hewan di darat,
zooplankton di air). IV. Pengurai (bakteri dan jamur).
Ekosistem dapat dibagi jadi dua secara garis besar, yaitu ekosistem
terestrial dan akuatik. Nama atau tipe ekosistem didasarkan pada
komponennya yang dominan, bisa biotik (misalnya, ekosistem hutan, savana,
padang rumput, terumbu karang), bisa abiotik (misalnya, ekosistem rawa,
sungai, laut, padang pasir). Di Indonesia ada penamaan ekosistem yang
kurang tepat, yaitu Ekosistem Leuser, karena nama ini tidak berasal dari
komponen ekosistem melainkan nama gunung.
Gambar 1.2. Vegetasi ini terdapat di luar kawasan hutan, namun dapat diklasifikasikan
sebagai ekosistem hutan. (Foto: Wiryono)
Restorasi diadopsi dari kata bahasa Inggris yang berasal dari kata
kerja to restore. Ada istilah-istilah lain yang artinya mirip yaitu rehabilitasi,
reklamasi dan remediasi. Di dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan digunakan istilah rehabilitasi dan reklamasi, yang
kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 76 tahun 2008
tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan. Di dalam UU dan PP tersebut,
diterangkan sbb: 1. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung
sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 2. Reklamasi hutan adalah usaha
untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang
rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
2
Dinamika Ekosistem Hutan
Gambar 2.1. Gangguan terhadap ekosistem hutan berupa pembukaan hutan oleh penduduk
untuk dijadikan kebun (Foto: Azwanda)
Gambar 3.3. Gangguan berupa penambangan batubara secara terbuka (Foto: Wiryono)
Gambar 2.6. Pola Relay Floristic (digambar ulang dari Egler, 1954)
Egler berpendapat bahwa pola yang lebih sering ditemui pada suksesi
sekunder adalah pola Initial Floristic Composition (komposisi flora awal).
Menurut pola ini, pada waktu ditinggalkan, ladang tersebut telah memiliki
banyak jenis dalam bentuk biji dan akar. Pengolahan tanah (pembajakan,
pencangkulan) memecah dan menyebarkan propagul (alat reproduksi) ini dan
memendam mereka di bawah permukaan tanah. Ketika ladang ditinggalkan,
perkembangan vegetasi dimulai dengan flora awal yang sudah ada, tanpa
adanya tambahan invasi jenis yang baru. Gulma annual (hidup paling lama
setahun) yang paling cepat tumbuh, mulai tampak nyata. Jenis lain berada
di areal tersebut dalam wujud semai atau biji. Kemudian, gulma annual akan
kalah dalam persaingan dan tidak aktif (dormant). Begitulah seterusnya, setiap
kali satu grup tumbuhan menghilang, grup lain yang sudah ada di sana sejak
awal menjadi dominan, sampai akhirnya yang dminan hanya pohon-pohon
yang membentuk hutan.
3
Dampak Penambangan Batu Bara
terhadap Ekosistem Hutan
Tekstur tanah
Salah satu sifat fisika tanah adalah tekstur, yang merupakan proporsi
relatif dari ketiga penyusun partikel halus tanah, yaitu pasir, debu dan liat.
Departemen Pertanian Amerika Serikat atau United States Department of
Agriculture (USDA) memberikan batasan sebagai berikut: Pasir berediameter
0,05–2,0 mm, debu berdiameter 0,002-0,05 mm dan liat berdiameter < 0,002
mm. USDA telah membuat segitiga tekstur untuk menentukan tekstur suatu
tanah.
Gambar 3.2. Struktur tanah. (a) Prisma, (b) Kolom, (c) Balok bersudut (angular blocky), (d)
Balok ber sub-sudut (sub-angular blocky), (e) Lempeng, (f) Butiran (digambar ulang dari
Smith, 1986).
Kemasaman tanah
Sifat kimia tanah yang penting adalah kemasaman tanah, yang
dinyatakan dalam pH. Tinggi rendahnya pH mempengaruhi kelarutan mineral,
jadi pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan hara bagi tumbuhan. Secara
umum, ketersediaan hara cukup baik pada pH sekitar 7. Tanah hutan umumnya
bersifat masam, dengan pH di bawah 7, antara 4 – 6,7 (Barness et al, 1997).
Pada pH rendah (<4) terdapat peningkatan ion Al dan Fe yang bersifat toksik
bagi tumbuhan. Kegiatan industri di banyak negara menghasilkan polutan
yang berakibat hujan asam yang menyebabkan meningkatnya kemasaman
tanah dan membunuh pohon-pohon di hutan. Penambangan batu bara, yang
menghasilkan sulfur, seringkali juga menyebabkan peningkatan kemasaman
tanah.
Perkembangan tanah
Tanah terbentuk dari bahan induk dalam proses yang memakan waktu
ratusan sampai jutaan tahun. Jenny merumuskan pembentukan tanah terjadi
karena interaksi faktor-faktor: iklim, bahan induk, organisme, topografi dan
waktu. Komponen iklim yang terpenting dalam pembentukan tanah adalah
curah hujan dan temperatur. Keduanya mempengaruhi pelapukan batuan,
melalui proses fisik dan kimia. Perubahan suhu dari panas menjadi dingin dan
sebaliknya menyebabkan retak pada batuan. Air hujan yang masuk ke dalam
retakan yang mengalami pembekuan menyebabkan retakan bertambah besar.
Air juga menjadi pelarut bahan kimia yang menyebabkan reaksi kimia. Di
daerah tropis dengan curah hujan tinggi proses pelapukan dan pembentukan
liat berlangsung cepat, demikian juga pencucian dan erosi. Akar tumbuhan
yang masuk kedalam celah batu juga mempercepat pelapukan batuan.
Dalam jangka panjang, bahan induk yang mengalami pelapukan
dan menjadi tempat tumbuh bagi organisme akan mengalami diferensiasi,
Gambar 3.3 Profil tanah yang menunjukkan horison tanah (dari Chiras and Reganold, 2005)
Gambar 3.4. Kiri Pengambilan batu bara dalam sistem pertambangan terbuka. Kanan:
Lahan bekas pertambangan batu bara. (Foto James Beikher Douny).
b. Tekstur Tanah
Sebenarnya tekstur tanah merupakan sifat fisika tanah yang relatif
tidak mudah berubah, tetapi kondisi ini tidak berlaku untuk tanah pada lahan
pascatambang. Tanah pada lahan pasctambang sangat bebeda dengan
dengan tanah asli sebelum penambangan, antara lain karena pencampuran
beragam bahan yang dihasilkan atau terbongkar dari kulit bumi pada saat
penambangan berlangsung dan penanganan tanah pada saat penataan
tanah untuk teklamasi, termasuk jika tanah pucuk. Jika tanah bertekstur
sangat kasar akibat dominasi bahan pasir, maka tanah tidak dapat memegang
air tanah dan unsur hara tanaman sebanak dengan tanah bertekstur halus
seperti tanah liat dan tanah berdebu.
c. Struktur Tanah
Strukur tanah merupakan sifat tanah yang sangat penting dan
menjadi indikator kualitas tanah, karena mengendalikan kemampuan tanah
memegang air dan unsur hara tanaman dan kepekaan tanah terhadap erosi.
Berbeda dengan tekstur tanah, struktur tanah sangat mudah berubah karena
usikan manusia. Stuktur tanah pada lahan pasctambang tidak saja berubah
dari tanah asli sebelum penambangan, bahkan tanahnya tidak memiliki
struktur. Penggunaan alat-alat berat yang berulang-ulang dalam penataan
bentuk muka lahan merusak agregat dan stuktur tanah, sehingga tanah tidak
Tabel 3.1. Beberapa sifat fisik tanah pada lahan bekas tambang dan tanah hutan
Sifat-sifatfisik Kedalaman (cm) Tanah bekas tambang Tanah Hutan
Berat Volume (g cm-3) 0-30 1,48 1,06
30-60 1,57 1,12
Porositas Total (%) 0-30 30,22 51,21
30-60 30,24 44,70
Ketahanan Tanah (kg m-2) 0-30 3,69 0,97
30-60 3,65 1,16
Fragmen batuan +++ -
Sumber: Munawar(1998)
Tabel 3.2 menunjukkan beberapa sifat AAT yang diambil dari Unit
Penambangan Banko Barat PT Bukit Asama (PERERO) Tbk., Tanjung Enim,
Sumatera Selatan.
4
Restorasi Ekosistem Hutan
Pasca Penambangan
Tabel 4.1. Masalah fisika dan kimia tanah pada lahan pasca pertambangan dan
tindakan untuk mengatasinya (Bradshaw, 1997).
Kategori Masalah Perlakuan jangka pendek Perlakuan jangka panjang
Fisik
Tekstur Kasar Pemberian bahan organik revegetasi
atau partikel halus
Anonimus 2009. Guide for Surface Coal Mine Reclamation Plans Nova Scotia
Environment. Policy and Corporate Services Division Environmental
Assessment Branch
Brevick, E.C. 2013. Soils and Human Health: An Overview. In Brevik, E.C and
Burgess, L.C. Soils and Human Health. CRC Press taylor & Francis Group.
Boca raton. P: 29-56.
Chapin FS, Matson PA, Vitousek PM. 2011. Principles of terrestrial ecosystem
ecology. Springer. New York.
Barnez, B.V. , D.R. Zak, S.R. Denton, and S.H. Spurr. 1997. Forest Ecology.
Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Darina Hodacová and Karel Prach. 2008. Spoil Heaps From Brown Coal Mining:
Technical Reclamation Versus Spontaneous Revegetation Restoration
Ecology Vol. 11 No. 3, pp. 385–391
Dollhopf, D.J. and R.C. Postle. 1988. Physical parameters that influence
successful minesoil reclamation. In. L.R. Hossner (Ed.). Reclamation of
Surface-Mined Lands Volume I. CRC Press Inc., Boca Raton. p: 81-104.
Edward, C.A. and G.W. Heath. 1963. The Role of Soil Animals in the Breakdown
of Leaf Material. Hlaman 70-80 dalam J. Doekson and van der Drift (Eds.)
Soil Organisms. North Holland Publishing Co. Amsterdam.
Grime, J. P. 1979. Plant Strategies and Vegetation Prosesses. John Wiley and
Sons. New York.
Hu, Z. R.D. Caudle, and S.K. Cheong. 1992. Evaluation of firm land reclamation
effectiveness based on reclaimed mine properties. International Journal
of Surface Mining Reclamation and Environment 6, 129-135.
Jennings, S.R., D.R. Neuman, D.R. and P.S. Blicker. 2008. Acid Mine Drainage
and Effects on Fish Health and Ecology: A Review. Reclamation Research
Group Publication, Bozeman, MT.
Kirby, Daniel, “Effective Treatment Options for Acid Mine Drainage in the Coal
Region of West Virginia” (2014). Theses, Dissertations and Capstones.
Paper 857.
Lal, R., Follett, R.F. & Kimble, J.M. 2003. Achieving soil carbon sequestration
in the United States: a challenge to the policy makers. Soil Science 168
(12), 827-845.
McCauley, A. 2005. Basic soil properties. Soil & Water Management Module
I. Montana State University. 12p.
Odum, E.P. 1989. Ecology and Our Endangered life-Support Systems Sinaeur
Associates, Inc. Publishers. Sunderland, Massachusetts.
Sexstone, J., J.G. Skousen, J. Calabrese, D.K. Bhumbla, J. Cliff, J.C. Sencindiver,
and G.K. Bissonnette. 1999. Iron removal from acid mine drainage by
wetland. In 1999 Proceedings of American Society for Surface Mining
and Reclamation (ASSMR) 16th Annual Meeting In Conjunction with
Wetern Region Ash Group 2nd Annual Forum: Mining and Reclamation
for the Next Millennium, Scottsdale, Arizona, August 13-19, 1999.
Volume 2:609-620.
Sheoran, V., A.S. Sheoran, and P. Poonia. 2010. Soil reclamation of abandoned
mine land b revegetation: review. International Journal of Soil, Sedimen,
dan Water. Vol. 3 Iss. 2, Article 13. Available at: http://scholarworks.
umass,edu/intjssw/vol3/iss3/13.
Vimmerstedt, J.P. and J.H. Finney. 1973. Impacts of Earthworms on Litter Burrial
and Nutrient distribution in Ohio Spoil Banks. Soil Science Society of
America Proceeding 37:388-391.