Anda di halaman 1dari 8

MATERI PERKULIAHAN

Mata Kuliah : Fonologi


Kode : IND1.62.2006
Sesi/Jadwal : 202320170001 Kamis pukul 13.20 s.d. 15.50 WIB
: 202320170006 Kamis pukul 09.41 s.d. 12.20 WIB
: 202320170011 Selasa pukul 13.20 s.d. 15.50 WIB
Topik : Mekanisme pembentukan Bunyi Bahasa
Subtopik a. Tuturan sebagai Untaian Bunyi Bahasa
b. Proses Terjadinya Bunyi Bahasa
Learning Outcome/ Setelah membaca dan mendiskusikan materi, diharapkan
mahasiswa mampu merumuskan dengan redaksi sendiri
Capaian Pembelajaran
mekanisme pembentukan bunyi bahasa yang meliputi konsep
tuturan sebagai untaian bunyi bahasa (segmental dan
suprasegmental), konsep, persamaan, perbedaan, dan fungsi
alat bicara dan alat ucap.
Uraian Materi
Tuturan sebagai Untaian Bunyi Bahasa

Tuturan merupakan istilah yang berkaitan secara langsung dengan bunyi bahasa.
Bunyi bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara manusia
membentuk tuturan. Arifin (1989:40) mengatakan bahwa bunyi bahasa merupakan
semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan sebagai unsur
bahasa. Bunyi sebagai unsur bahasa adalah bunyi-bunyi yang dapat membentuk
kata. Bunyi-bunyi [m], [o], [b], [i], [l] merupakan bunyi-bunyi bahasa karena dapat
membentuk kata mobil. Bunyi-bunyi [k], [e], [r], [a] juga merupakan bunyi-bunyi
bahasa karena dapat membentuk kata kera. Bunyi-bunyi [t], [o], [l], [o], [ŋ] juga
merupakan bunyi-bunyi bahasa karena dapat membentuk kata tolong. Bunyi-bunyi
[ñ], [a], [r], [i], [s] juga merupakan bunyi-bunyi bahasa karena dapat membentuk
kata nyaris.
Bunyi-bunyi yang dihasilkan juga oleh alat bicara manusia tetapi tidak berperan
membentuk kata bukanlah disebut sebagai bunyi bahasa. Bunyi batuk, bunyi bersin,
bunyi sendawa merupakan nunyi-bunyi yang juga dihasilkan oleh alat bicara
manusia. Bunyi itu juga berawal dari arus udara yang mengalir dari paru-paru
melalui rongga tenggorokan dan melewati rongga mulut atau rongga hidung dan
mendapat halangan pada beberapa alat ucap namun karena bunyi itu tidak
berperan membentuk kata maka bunyi-bunyi itu bukanlah sebagai bunyi bahasa.
Oleh karena itu pula, bunyi batuk, bunyi bersin, bunyi sendawa tidaklah menjadi
kajian dalam bidang fonologi ini.
Tuturan secara nyata merupakan bunyi yang kita dengar ketika orang berbicara.
Buah pembicaraan orang yang sejak awal berbicara hingga orang itu berhenti
berbicara merupakan tuturan. Kadang-kadang, kita dapat menyebut bahwa ia
sedang bertutur atau ia sedang bertutur kata. Secara kebendaan ucapan-ucapan
orang itu dapatlah kita sebut sebagai tuturan.

Tuturan orang yang bertutur dalam kenyataan sehari-hari ada yang dapat dipahami
dan kadang-kadang banyak pula yang tidak bisa dipahami. Ketika kita mengaitkan
tuturan orang dengan pemahaman berarti kita mengkajinya dari aspek makna.
Tuturan itu ada yang bermakna karena dapat dan mudah dipahami dan tuturan itu
ada pula yang tidak jelas maknanya karena tidak dapat bahkan sulit dipahami.
Tuturan-tuturan yang yang tidak bermakna atau tidak jelas maknanya disebabkan
oleh dua hal yakni: (1) bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucapnya
membentuk tuturan itu tidak jelas atau tidak tersusun secara baik atau (2)
tuturan-tuturan yang terdengar itu tidak memiliki intonasi, tekanan, jeda yang
tepat. Berdasarkan pemahaman di atas tampaknya tuturan yang baik dan bermakna
ini adalah susunan atau untaian yang padu dari dua hal yang diuraikan di atas.

Bunyi Segmental
Tuturan itu merupakan untaian bunyi-bunyi bahasa yang mampu
membentuk kata. Bunyi-bunyi ini dihasilkan oleh alat ucap yang disebut juga
sebagai bunyi primer dalam artian bunyi utama atau bunyi pokok. Para ahli bahasa
ada pula yang menyebutnya sebagai bunyi segmental. Bunyi primer merupakan
bahasa utama/pokok yang dihasilkan oleh alat ucap manusia tersusun dengan baik
membentuk kata. Bunyi-bunyi [u], [a], [b], [k] merupakan bunyi-bunyi bahasa
sebagai bunyi primer atau bunyi segmental. Jika bunyi segmental ini disusun
dengan untaian yang baik akan membentuk sepotong tuturan yang bermakna
hingga dapat dipahami orang lain. Bunyi-bunyi segmental [u], [a], [b], [k] dapat
menjadi untaian bunyi [baku] yang bermakna sehingga disebut sebagai kata baku.
Bunyi-bunyi segmental [u], [a], [b], [k] dapat pula tersusun menjadi untaian bunyi
[buka] yang bermakna sehingga disebut sebagai kata buka.Tuturan manusia yang
alamiah merupakan susunan bunyi-bunyi segmental yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Susunan bunyi-bunyi itu tertatur sesuai dengan kaidah bahasa yang
bersangkutan. Tuturan yang alamiah dimaksudkan bahwa untaian bunyi dapat
digunakan berkomunikasi antar penutur dan dapat dipahami dengan baik. Hal
inilah yang dimaksudkan bahwa tuturan merupakan untaian bunyi-bunyi
segmental.Hal demikian perlu juga dipahami bahwa bunyi segmental itu nanti
secara bersama-sama juga didukung oleh bunyi suprasegmental.

Bunyi Suprasegmental
Tuturan yang bermakna itu tidak hanya semata-mata merupakan untaian
bunyi-bunyi bahasa yang mampu membentuk kata tetapi juga ditentukan oleh
bentuk bunyi primer itu dituturkan seperti tekanannya, intonasinya atau jedanya.
Seperti diuraikan sebelumnya, tuturan-tuturan yang yang tidak bermakna atau
tidak jelas maknanya juga disebabkan oleh tidak adanya atau tidak tepatnya
intonasi, tekanan, atau jeda. Bunyi-bunyi ini disebut juga sebagai bunyi sekunder
dalam artian bunyi pendukung. Para ahli bahasa ada pula yang menyebutnya
sebagai bunyi suprasegmental. Jadi bunyi sekunder ini adalah bunyi pendukung
yang sangat penting menentukan makna tuturan. Ketepatan intonasi, tekanan atau
jeda yang mendukung penuturan bunyi segmental akan menentukan bermakna
atau tidaknya tuturan bunyi itu.
Tuturan manusia yang alamiah dan bermakna itu juga merupakan untaian
bunyi-bunyi suprasegmental dan secara bersama-sama mendukung untaian bunyi
segmental. Bunyi segmental dan bunyi suprasegmental dalam suatu bahasa
merupakan hal yang sama-sama berperan penting dalam pembentukan tuturan.
Gabungan dua unsur itulah yang menghasilkan tuturan-tuturan yang nyata, alamiah
digunakan dalam komunikasi antarpenuturnya.

Keberadaan bunyi segmental dan bunyi suprasegmental sebagai pembentuk


tuturan dapat dijelaskan dalam baganberikut ini.
Bagan: Hubungan Bunyi Segmental dan Suprasegmental

BUNYI SEGMENTAL
Contoh: [dukunberanakdipiŋgirkali)

BUNYI SUPRASEGMENTAL
Contoh: [//dukun/ beranak di piŋgir kali//)
[//dukun beranak/ di piŋgir kali//)

Jadi, berdasarkan bagan di atas jelas sekali bahwa tuturan yang bermakna dan
dipahami oleh penutur merupakan untaian dari bunyi-bunyi segmental yang
sekaligus berpadu dengan untaian bunyi-bunyi supra-segmental. Artinya, tuturan
terdiri dari gabungan untaian bunyi-bunyi segmental dan bunyi-bunyi
suprasegmental. Tuturan tersebut bisa berbentuk kata, berbentuk kelompok kata,
berbentuk klausa, berbentuk tuturan utuh (kalimat) atau berbentuk gabungan
tuturan utuh yang disebut wacana.

TERJADINYA BUNYI BAHASA


Udara dipompakan dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal
tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara. Pita suara itu harus terbuka
supaya udara bisa keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung, atau melalui
kedua-duanya. Udara tadi diteruskan ke udara bebas. Apabila udara keluar tanpa
mendapat hambatan di sana-sini, maka kita tidak akan mendengar bunyi apa-apa.
Hambatan terhadap udara atau arus udara yang keluar dari paru-paru itu dapat
terjadi mulai dari tempat yang paling dalam, yaitu pita suara sampai yang paling
luar. Hambatan-hambatan itu antara lain: antara pita suara, antar lidah, dan dinding
kerongkongan. Sesudah melewati pita suara, arus udara menuju ke alat-alat ucap
tertentu yang terdapat di rongga mulut. Tempat bunyi bahasa itu terjadi atau
dihasilkan disebut tempat artikulasi, proses terjadinya disebut proses artikulasi,
dan alat-alat yang digunakan juga disebut alat artikulasi atau lazim disebut
artikulator.

Dalam proses artikulasi biasanya terlibat dua macam artikulator, yaitu artikulator
aktif dan artikulator pasif. Yang dimaksud artikulator aktif yaitu alat ucap yang
bergerak atau digerakkan, misalnya bibir bawah dan lidah, sedangkan yang
dimaksud dengan pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak atau yang
disentuh oleh artikulator aktif, misalnya gigi, langit-langit keras, dan langit-langit
lembut. Tempat bertemunya artikulator aktif dan pasif disebut titik artikulasi
(striktur). Dalam hal ini ada beberapa macam titik artikulasi. Jenis struktur akan
melahirkan bunyi-bunyi yang berbeda.
Bunyi-bunyi yang dibicarakan di atas adalah bunyi-bunyi tunggal, sebagai hasil satu
proses artikulasi. Di samping itu ada beberapa bahasa yang memiliki bunyi ganda.
Ada dua bunyi yang lahir dalam dua proses artikulasi yang berangkaian. Dalam
prosesnya, setelah berlangsung artikulasi pertama dan menghasilkan bunyi
pertama, segera disusul oleh artikulasi kedua yang menghasilkan bunyi kedua.
Artikulasi kedua ini sering disebut artikulasi sertaan (secondary articulation) dan
bunyi yang dihasilkan juga disebut bunyi sertaan. Contoh untuk bunyi sertaan ini
misalnya labialisasi, polarisasi, globalisasi, velarisasi, dan faringisasi.

Komponen Supraglotal
Komponen supraglotal ini terdiri atas tiga rongga yang berfungsi sebagai kotak
resonansi 'dalam pembentukan bunyi. Ketiga rongga itu sering juga disebut saluran
suara. 'Di dalam saluran suara itu terdapat sejumlah alat ucap yang penting di
dalam pembentukan bunyi-bunyi bahasa, khususnya alat-alat ucap yang terdapat di
dalam rongga mulut. Alat-alat yang dipakai dalam pembentukan bunyi itu dikenal
sebagai artikulator. Pada pembentukan suatu bunyi, minimal kita mempergunakan
sepasang artikulator. Artikulator yang bergerak menuju artikulator lainnya di
dalam pembentukan suatu bunyi disebut artikulator aktif, sedangkan yang tidak
bergerak disebui artikulator pasif. Setiap kali terjadi perubahan posisi artikulator,
akan terjadi perubahan bentuk tabung arus udara yang menjadi kotak resonansi
bunyi yang dibuat itu. Perubahan tabung udara itu akan mengakibatkan perubahan
atau perbedaan kualitas bunyi. Ketiga rongga yang membentuk saluran suara itu
-juga biasa disebut sistem artikulatoris - adalah rongga kerongkongan atau faring,
rongga hidung, dan rongga mulut. Di samping ketiga rongga itu, masih ada rongga,
yaitu rongga bibir, yang termasuk dalam komponen supraglotal itu. Akan tetapi,
dalam pembentukan bunyi bahasa rongga itu tidak pemah dipergunakan.
1 Rongga Kerongkongan (Faring)
Pada Gambar 2 telah diberikan sketsa rongga kerongkongan bersama rongga mulut
dan rongga hidung. Pada gambar itu tampak bahwa rongga kerongkongan itu
merupakan tabung yang terletak di atas laring dan bercabang di sebelah atas yang
berwujud rongga mulut dan rongga hidung. Peranan rongga kerongkongan ini
hanyalah sebagai tabung udara yang akan turut bergetar apabila pita suara
meirimbulkan getaran pada arus udara yang lewat dari paru-paru. Volume rongga
kerongkongan itu dapat diperkecil dengan jalan menaikkan laring, dengan
mengangkat ujung langit-langit lunak sehingga hubungan dengan rongga hidung
tertutup, dan dengan menarik belakang lidah ke arah dinding faring.
2. Rongga Hidung
Rongga hidung mempunyai dirnensi dan bentuk yang tetap seperti badan biola.
Peranannya dalam pembentukan bunyi hanya sebagai tabung resonansi. Apabila
arus udara dari paru-paru mengalami getaran pada waktu melalui pita suara,
getaran itu akan menggetarkan juga udara yang ada di dalam rongga kerongkongan,
rongga mulut, dan udara yang ada di dalam rongga hidung ka· 14 Iau yang terakhir
ini tidak ditutup salurannya oleh ujung langit-Iangit lunak. Apabila dalam
pembentukan bunyi mulut ditutup dan udara keluar melalui hidung, maka bunyi itu
disebut bunyi nasal Apabila dalam pembentukan bunyi saluran ke rongga hidung
ditutup rapat sehingga udara keluar melalui mulut seluruhnya, maka bunyi yang
dihasilkan itu disebut bunyi oral. Dan kalau dalam pembentukan bunyi udara
sebagian keluar melalui mulut dan sebagian lagi keluar melalui hidung karena
ujung langit-langit tidak menutup rapat saluran ke rongga hidung, maka bunyi yang
dihasilkan disebut bunyi yang dinasalisasi.
3. Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan rongga yang terpenting di antara ketiga rongga
supraglotal karena dimensinya dan bentuknya sangat bermacam-macam. Hal ini
dimungkinkan oleh karena mobilitas rahang, bibir, dan, terutama lidah. Udah
merupakan alat ucap yang terpenting dalam sistem artikulatoris karena sebagian
besar bunyi bahasa dibuat dengan menggunakan lidah sebagai artikulator aktifnya.
Udah juga merupakan alat ucap yang paling luwes dalam melakukan berbagai
gerakan dan boleh dikatakan semua bagiannya dapat digerakkan. Rongga mulut
dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai atap yang Jengkung.
Atap rongga mulut ini terdiri atas langit-Iangit lunak (velum) dengan ujungnya yang
disebut uvula dan langit-langit keras (palatum) yang bersambung ke depan dengan
pangkal gigi (alveolum), kemudian gigi atas (dentes) dan akhirnya dengan bibir atas
(labium). Dua alat yang terakhir itu mudah dilihat, tetapi alat-alat yang membentuk
atap rongga mulut itu tidak tampak. Apabila jari kita tempelkan di belakang gigi
atas lalu kila urutkan ke belakang, maka kita akan merasakan daerah pangkal gigi
yang relatif datar, daerah langit-langit keras, yaitu mulai daerah yang terasa
melengkung ke atas sampai pada daerah yang terasa lunak. Daerah yang lunak ini
dikenal sebagai daerah langit-langit lunak (velum) yang berakhir dengan bagian
ujung yang berulir-ulir yang disebut uvula. (Biasa juga disebut anak tekak dalam
istilah awam). Dalam membicarakan bunyi, acap kali kita perlu membuat
pernyataan umum, khususnya dalam pembicaraan fonologi. Di dalam
pendeskripsian bunyi secara fonetis, cenderung dipergunakan ciri-ciri artikulator
yang cermat. Berikut ini diberikan pembagian tempat artikulasi atas (atap rongga
mulut) berdasarkan bagian, daerah, zona, dan subzona berdasarkan pembagian
yang dibuat oleh Catford (1977: 142).
A Bagian Guga zona) LABIAL subzona luar (eksosubzona) subzona dalam
(endosubzona)
B Bagian TEKT AL 1. Daerah dentalveolar 15 a. Zona dental: pinggir dan belakang
gigi atas b. Zona alveolar: seluruh pangkal gigi - subzona alveolar (sejati): setengah
bagian depan pangkal gigi - subzona posalveolar: setengah bagian belakang
langit-langit 2. Daerah domal a. Zona palatal: seluruh langit-langit keras -- subzona
prapalatal: setengah bagian depan langit-langit keras (busur setelah pangkal gigi). -
subzona palatal (sejati): setengah bagian belakang iangit-langit keras. b. Zona velar:
seluruh langit-langit lunak, termasuk uvula. - subzona velar (sejati): setengah
bagian depan langit-langit lunak. - subzona uvula setengah bagian belakang
langit-langit lunak termasuk uvula. Gambar 5 memperlihatkan secara lebih jelas
bagian, daerah, zona, dan subzona atap rongga mulut itu. -

Referensi
Amir, Amril dan Ermanto. 2009. Asas-asas Fonologi Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Marsono. 1986. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lapoliwa, Hans. 1988. Pengantar Fonologi I: Fonetik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta.

Alek. 2018. Linguistik umum. Jakarta : Penerbit Erlangga.


H.P. Ahmad. Modul 1 Universitas terbuka. Jakarta. Penerbit Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai