LP RBD
LP RBD
Disusun oleh :
Margaretha Dwi Novijayanti Widjo
P1337420923053
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
Mempunyai ide untuk bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Impulsif
Menunjukan perilaku yang mencurigakan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Latar belakang keluarga
D. Tahap-tahap Resiko Bunuh Diri
1. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkanklien
pada tahap ini tidak akan menungkapkan idenya apabila tidak di tekan.
2. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri
3. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yangdalam
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada
dirisendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya, tetapi sudahoada
percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu yangingin
mati dan tidak mau diselamatkan. Misalnya, minum ibat yangmematikan
F. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau
melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat
individu semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
G. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
H. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih
untuk bunuh diri.
I. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.
J. Gambaran klinis dan diagnosis
Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas
yang penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
resiko bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, umur
lanjut, dan isolasi sosial. Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau
bunuh diri yang berhasil membuat resiko makin tinggi juga, demikian pula pasien
dengan nyeri kronik, pembedahan yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik
kronik. Demikian pula pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang
mengatur masalah– masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian
anggota keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil,
biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung pada alkohol.
Bunuh diri merupakan 15% sebab kematian pada kedua kelompok orang diatas.
Sedangkan resiko tinggi untuk peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan setelah
suatu kehilangan anggota keluarga. Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang,
oleh sebab itu menjadi faktor pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini, namun
10% dari para pasien skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada
penemuan dan terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko bunuh diri
saat mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban bunuh diri yang berhasil
tidak pernah mencoba pada masa sebelumnya, biasanya mereka akan berhasil pada
percobaan pertama. Walaupun para pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau
menunjukkan perilaku yang mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan
bunuh diri yang berhasil dalam 10 tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak merusak
diri seperti memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang jelas tidak
mematikan tanpa keinginan sungguh untuk membunuh diri. Berbagai motif mungkin
berada dibelakang ini, termasuk manipulasi secara sengaja dan amarah yang tak sadar
terhadap orang lain yang berarti dalam hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat
memenuhi kriteria untuk gangguan anti sosial atau ambang, atau perilaku itu dapat
berada bersama dengan gagasan aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah peristiwa
parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya berperilaku bunuh
diri yang mendekati letal sedangkaan ia menyangkal adanya gagasan bunuh diri itu.
Varian yang paling sering dijumpai ialah pasien yang minum obat overdosis secara
berulang dan tidak bertujuan. Pasien macam ini biasanya mempunyai gangguan
kepribadian tanpa gejala psikiatrik gawat. Mereka sering meminta dipulangkan dari
rumah sakit secepatnya setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih
senang, dan ternyata sulit untuk menentukan perawatan dengan agak paksa. Namun
demikian, lebih bijaksana untuk menahan orang semacam ini secara paksa atau
involunter bila frekuensi perilaku parasuisidanya meningkat.
K. Pedoman wawancara dan psikoterapi
Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah merasa
ingin menyerah saja terhadapa hidup ini? atau mereka merasa lebih baik mati.
Pendekatan seperti ini membewa stigma kecil saja dan dapa diterima oleh kebanyakan
orang. Lalu bicaralah soal tepatnya apa yang dipikirkan oleh pasien? Dan catatlah
semua pikiran itu. Begitu masalahnya telah mulai diperbincangkan, gunakan kata
seperti “bunuh diri” dan mati daripada “cidera” atau “melukai” karena beberapa
pasien bingung dengan kata-kata itu dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai
dirinya, walaupun bila mereka ingin membunuh dirinya.
Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah
pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda hanya punya pikiran yang
kurang baik saja atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh dirinya? Apakah
pikiran bunuh diri anda hanya sepintas saja atau benar-benar serius? Pertimbangkan
umur pasien dan kecanggihan serta keinginan dan cara bunuh dirinya. Cocokkan
ucapan dan rencana dari cara yang akan dilakukan itu.
L. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Penyebab
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut
terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya.
- Sasaran jangka pendek : klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin
mencederai diri.
- Saran jangka panjang : klien tidak akan mencederai diri
A. Kondisi Klien
Dea berusia 17 tahun. Tinggal daerah perbukitan. Ia selalu tampak murung dan sedih.
Setiap orang yang ingin mendekatinya akan selalu dijauhi. Dea sering sekali mengatakan
“segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu membawa
musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini sehingga semua orang akan baik-baik
saja”. Kondisi ini mulai terjadi sejak tujuh hari yang lalu, semenjak sahabatnya yang
bernama Nina jatuh dari tebing yang curam ketika sedang bermain berdua dengannya dan
hal tersebut mengakibatkan Nina meninggal. Ibu dan ayah Dea sangat cemas melihat
kondisi Dea sekarang ini.
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko bunuh diri
meliputi :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke
tempat yang lebih aman.
7. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu, pisau, silet, tali
pinggang, dan gelas)
8. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
9. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan untuk bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret
2015 dari alamat web: http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-
resiko-bunuh-diri.html
Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3).
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EG
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama