Anda di halaman 1dari 128

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DALAM BUKU “SAKSIKAN BAHWA

AKU SEORANG MUSLIM” KARYA SALIM A FILLAH

Oleh
Suci Yulis Hamdayani
NIM 180101034

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2023
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DALAM BUKU “SAKSIKAN BAHWA
AKU SEORANG MUSLIM” KARYA SALIM A FILLAH

Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram
Untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
Suci Yulis Hamdayani
NIM 180101034

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2023

ii
iii
iv
vi
MOTTO

ُ ‫ٰيٰٓاَيُّ َهاالَّ ِذ ْين َٰا َمنُ ْٰٓوااِ ْنتَ ْن‬


ُ ‫ص ُروااللّٰ َهيَ ْن‬
‫ص ْر ُك ْم َويُثَ ِبتْا َ ْقدَا َم ُك ْْم‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama)

Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

(Q.S Muhammad: 7)

vii
PERSEMBAHAN

“Kupersembahkan skripsi ini untuk yang tercinta


ibuku bapakku Abdul Hamid dan Dida Maryana,
keluargaku, sahabat-sahabatku, almamaterku, semua
guruku dan dosenku”

viii
KATA PENGANTAR

Hamdanwasyukronlillah, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta

sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW kepada keluarga sahabat,

dan pengikutnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai

Pendidikan Aqidah dalam Buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” Karya Salim A

Fillah” dengan baik.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari berbagai

arahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis memberikan

penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

pihak yang telah dilibatkan penulis sebagai berikut:

1. Siti Husna Ainu Syukri, MT selaku pemimbing I dan Siti Hajaroh, M.Pd selaku

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan koreksi

yang mendetail dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing

penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

2. H. Muhammad Taisir, M.Ag sebagai ketua jurusan Pendidikan Agama Islam dan

Erwin Fadli, M.Hum sebagai sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam yang

telah memberikan pelayanan akademik selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Jumarim M.HI selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram.

4. Prof. Dr H. Masnun Tahir M.Ag selaku rektor UIN Mataram yang telah

memberikan wadah bagi penulis untuk menuntut ilmu.

ix
5. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Mataram beserta jajarannya.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan motivasi, dan segala hal baiknya mendapat

keberkahan dan menjadi amal yang dapat diterima dan mendapat balasan dari Allah

SWT.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan dalam

penelitian, skripsi ini tak luput dari kekurangan dan belum sempurna, namun peneliti

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan bagi semua

pihak yang berkenan memanfaatkannya.

Mataram, 29 Desember 2022

Suci Yulis Hamdayani

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ......................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................................ v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ............................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ........................................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xi
ABSTRAK ......................................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6


C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7
D. Kajian Pustaka .................................................................................................... 8
E. KerangkaTeori .................................................................................................. 11
F. Metode Penelitian ............................................................................................ 35
G. Sistematika Pembahasan .................................................................................. 40

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ................................................................... 41


A. Paparan Data ..................................................................................................... 41
B. Temuan ............................................................................................................. 58

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 80


A. Iman Kepada Allah SWT .................................................................................. 88
B. Iman Kepada Rasul Allah SWT ....................................................................... 88

xi
C. Relevansi nilai-nilai pendidikan aqidah dalam buku “Saksikan Bahwa Aku
Seorang Muslim” Karya Salim A Fillah dalam Pendidikan Islam di Indonesia ...
89

BAB IV PENUTUP......................................................................................................... 102


A. Kesimpulan ...................................................................................................... 102
B. Saran ................................................................................................................ 103
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 104

LAMPIRAN

xii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DALAM BUKU “SAKSIKAN BAHWA

AKU SEORANG MUSLIM” KARYA SALIM A FILLAH

Oleh
SUCI YULIS HAMDAYANI
NIM. 180101034

ABSTRAK

Dewasa ini, umat Islam dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang berkenaan dengan
aqidah. Diantara permasalahan tersebut ada yang berasal dari internal dan eksternal tubuh
umat Islam itu sendiri. Salah satu yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini adalah
permasalahan yang datang dari tubuh umat muslim, seperti krisis identitas. Umat muslim
mulai kehilangan kebanggaannya sebagai seorang muslim. Berangkat dari sinilah muncul
berbagai permasalahan aqidah. Hal ini seharusnya menjadi tamparan sekaligus pemantik
bagi umat Islam khususnya, agar dapat meningkatkan kualitas penanaman materi
Pendidikan agama Islam, terutama pada materi yang berkenaan dengan aqidah. Salah satu
referensi tambahan untuk menambah pemahaman tentang nilai-nilai pendidikan aqidah
dengan kemasan yang ringan adalah buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya
Salim A Fillah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan
(library research) dengan tujuan untuk membedah nilai-nilai pendidikan aqidah apa saja
yang terkandung dalam buku ini serta relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia.
Penelitian ini fokus pada dua aspek dalam rukun iman, yakni nilai-nilai iman kepada Allah
SWT dan iman kepada Rasul Allah SWT dengan pembahasan yang mengerucut pada
bagian kedua, yakni “Memintal Seutas Benang”. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa
nilai-nilai Pendidikan aqidah yang terdapat di dalamnya juga relevan dengan kondisi
Pendidikan Islam di Indonesia pada saat ini, baik pada satuan lembaga Pendidikan Islam,
seperti Madrasah dan sekolah, maupun lembaga Pendidikan Islam non-formal seperti
Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dan Ma’had dari segi materi ajar, kurikulum, maupun
ekstrakulikuler.

Kata Kunci: Tauhid, Aqidah, Salim A Fillah

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia pendidikan, komponen penting yang harus diperhatikan dalam

pengembangan peserta didik bukan hanya tentang ilmu yang didapat di sekolah,

namun tentang bagaimana agar peserta didik mampu menjadi insan yang beriman,

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Hal ini sejalan

dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 Pasal 3 yakni, “...bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa,…”.1 Artinya, pendidikan bukan sekedar menjadikan seorang manusia cerdas

dalam pemahaman keilmuan, melainkan dengan ilmu yang dimilikinya akan

menghantarkan mereka menjadi insan yang semakin dekat dengan Tuhan-Nya

dengan meningkatnya keimanan dan ketaqwaan.

Terkait pentingnya penanamanan nilai-nilai pendidikan aqidah, telah

banyak pula dinyatakan dalam al-Qur’an, salah satunya pada perkataan Lukmanul

Hakim kepada anaknya yang diabadikan dalam al-Qur’an,

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia


memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau
menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan adalah benar-benar
kedzaliman yang besar.”2

Sejatinya, pemahaman nilai-nilai merupakan bagian hakiki pendidikan,

maka dari itu, mereka yang menyiapkan diri untuk menjadi seorang pendidik wajib

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2
QS Luqman [31]: 13. H. Abdul Aziz Abdul Rauf , Dkk, al-Qur’an Hapalan al-Hufaz, (Bandung:
Cordoba International-Indonesia, 2018), hlm. 412.

1
memiliki ilmu terkait nilai-nilai.3 Tidak mengherankan jika pendidikan menjadi

sarana yang sangat tepat untuk menanamkan nilai-nilai tersebut, terutama nilai-

nilai pendidikan aqidah. Aqidah merupakan pondasi bangunan yang harus dibangun

dengan kuat dan kokoh sehingga bangunan tidak mudah goyah dan runtuh.

Sementara bangunan yang dimaksud adalah Islam yang benar, sempurna, dan

menyeluruh.4 Sudah sepatutnya pendidikan aqidah diberikan perhatian yang lebih

dari pendidik. Karena jika aqidah sudah kuat dan benar, maka akan teraktualisasi

menjadi akhlak yang mulia.5

Sebagai makhluk yang teristimewakan dengan akalnya, manusia diberikan

amanah kepemimpinan di Bumi.6 Dengan adanya amanah tersebut, tentu manusia

tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa adanya pertanggungjawaban. Sesungguhnya

akal yang diberikan oleh Allah SWT menjadikan manusia sebagai makhluk yang

terhormat. Demi menjaga kehormatan tersebut, Allah SWT tidak mengizinkan

manusia untuk menyembah dan menghamba kepada sesama makhluk-Nya. Untuk

itulah, Allah SWT menurunkan petunjuk dan mengutus para Rasul-Nya agar

manusia benar-benar menyembah-Nya dan tidak menuhankan selain-Nya. Karena

sejatinya, keyakinan akan menuntut seseorang untuk melakukan penyembahan.

Dewasa ini, ada begitu banyak problematika yang melanda umat Islam.

Termasuk problematika yang berkenaan dengan aqidah. Hal ini dapat dilihat dalam

kasus pernikahan beda agama yang sempat viral, adanya fenomena pawang hujan

dalam perhelatan motoGP Mandalika yang dilaksanakan pada bulan Maret 2022

lalu sebagai contoh konkretnya. Bahkan disebutkan dalam salah satu media cetak

3
Musyaffa, Dkk, Kapita Selekta Pendidikan: Dari Makna Sampai Analisis, (Bandung: Oman
Publishing, 2020), hlm. 6.
4
Dedi Wahyudi, Pengantar Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara
Books, 2017), hlm. 2.
5
Ibid., hlm. 3.
6
Jasiman, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, (Surakarta: Aulia Press, 2009), hlm. 12.

2
yang dilansir dalam Sport Oke Zone bahwa penanganan hujan dilakukan oleh orang

yang memiliki kemampuan dunia lain yang hingga diyakini masyarakat dapat

mengendalikan hujan bahkan cuaca.7 Padahal, sebagai seorang mukmin, tentunya

kita harus memahami bahwa semua fenomena alam, bahkan hujan yang turun

sekalipun atas kehendak Allah SWT dan sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.

Banyak juga contoh lain yang dapat mengaburkan aqidah seperti

mengkhawatirkan rezeki yang diberikan oleh Allah, mempercayai ramalan zodiak,

terperdaya oleh thaghut-thaghut seperti kekayaan, kedudukan, serta berbagai

praktik Jahiliyah lainnya. Jika dibiarkan, hal tersebut dapat dinormalisasi, padahal

konsekuensinya dapat mengaburkan aqidah. Dalam hal ini penanaman nilai-nilai

aqidah harus benar-benar menjadi perhatian serius, terutama bagi generasi muda

dan para pendidik yang nantinya akan menjadi penerus perjuangan umat dalam

menyebarkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamiin.

Selain berbagai macam problematika tentang aqidah, tidak sedikit pula

kisah-kisah heroik yang kita temui karena mempertahankan aqidah. Contoh

konkretnya bisa langsung kita lihat dari umat muslim di Palestina yang rela

bertaruh nyawa dan kehilangan keluarganya demi mempertahankan kiblat pertama

umat Islam, Masjidil Aqsha dari serangan zionis Yahudi.

Dalam buku “Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim”, Salim A Fillah

berusaha menyentuh hati pembacanya dengan menyelipkan kisah-kisah heroik

dalam mempertahankan aqidah pada bagian kedua, yakni “Memintal Seutas

Benang”. Dikisahkan tentang keluarga Yasir yang harus meregang nyawa karena

mempertahankan aqidah. Pengorbanan mulia dalam kisah yang begitu dahsyat ini

7
Djanti Virantika, “Pawang Hujan di MotoGP Mandalika 2022 Curi Perhatian, Media-media Asing
Ikut Beri Sorotan Khusus,” dalam https://sports.okezone.com/read/2022/03/21/38/2565193/pawang-hujan-di-
motogp-mandalika-2022-curi-perhatian-media-media-asing-ikut-beri-sorotan-khusus?page=2, diakses
tanggal 8 Agustus 2022, Pukul 10.19 WITA.

3
diibaratkan sebagai tumbal yang akan menjamin kelangsungan aqidah yang kokoh.

Dari kisah Sumayyah kita dapat belajar bahwa sikapnya yang tetap teguh

mempertahankan aqidah walaupun menghadapi penyiksaan yang luar biasa

menjadikannya sebagai wanita yang menjadi teladan bagi orang-orang mukmin di

sepanjang zaman.8

Dalam bab “Memintal Seutas Benang”, Salim A Fillah menyelipkan

sepenggal kisah Bilal bin Rabbah yang familiar. Bilal begitu tabah menghadapi

penyiksaaan demi penyiksaan dari kaum kafir quraisy (deraan cambuk, tindihan

batu, pukulan kayu, dan sengat matahari yang membakar) di awal-awal risalah

sebelum akhirnya dibebaskan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Bagaimana seharusnya

seorang muslim bersikap.

Buku ini juga menjelaskan problematika yang dihadapi oleh umat Islam

terkait dengan aqidah, diantaranya terdapat pembahasan mengenai umat muslim

yang kehilangan rasa bangga terhadap keislamannya sehingga dijelaskan juga

berbagai alasan mengapa umat islam harus membedakan diri dari orang kafir, baik

dari segi pemikiran, hinggal hal-hal sederhana semacam penampilan. Bahkan

dalam salah satu sub bagian dalam bagian “Memintal Seutas Benang” dikatakan

bahwasanya umat muslim harus memiliki karakter dan identitas yang melekat

dalam dirinya, bahkan penampilan yang berbeda dengan orang jahiliyah, karena

“berpisah, artinya berbeda.”9 Diibaratkan seperti dua orang yang berada di tanah

rantauan yang memiliki kesamaan baik dari segi latar belakang, suku, penampilan,

hobi, dan sebagainya. Adanya kesamaan tersebut tentulah memicu rasa keterpautan

hati sehingga ada persamaan antara pola pikir dan tindakan.

8
Deti Afrida, “Konsep Keluarga Surgawi dalam al-Qur’an (Studi Analisis Kisah Ammar bin Yasir
dalam Tafsir Surah an-Nahl Ayat 106)”, (Skripsi, Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Riau,
2021), hlm. 7.
9
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2007), hlm. 97.

4
Orang-orang kafirpun sangat bangga ketika selera dan tata cara mereka

diikuti dan kebanggaan tersebut akan terbawa dalam cara pandang serta pola

pikirnya dalam memandang segala sesuatu. Jika mereka dengan bangga

menyebarkan pemikiran yang mereka anut dengan segenap usaha yang mereka

miliki, baik itu lewat food, fun, and fashion, Umat muslim seharusnya lebih bangga

karena Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamiin dan telah mengatur

kehidupan manusia dengan sedemikian rupa sehingga tercipta kedamaian dan

keteraturan bagi alam semesta. Keteraturan yang memaksimalkan peran manusia

sebagai khalifah di bumi yang telah tercipta lengkap dengan ruh dan akalnya

sehingga mampu memilih dan membedakan antara yang benar dan yang salah.

Berangkat dari sekelumit permasalahan ini, Salim A Fillah sampai mengutip ayat

dalam Q.S Ali Imran: 52 yang pada akhirnya dijadikan sebagai judul buku ini,

yakni:

“…Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada


Allah, dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim!”10

Dari semua pemaparan di atas, maka sudah sangat jelas bahwa pendidikan

aqidah begitu penting bagi umat muslim. Menghindarkan manusia dari

kejahiliyahan dan meneguhkan prinsip hidup pada jalan yang benar. Untuk dapat

memberikan pemahaman terkait aqidah, ada banyak cara yang dapat dilakukan,

salah satunya adalah dengan membaca buku yang mengandung nilai-nilai aqidah.

Buku Salim A. Fillah yang berjudul “Saksikan bahwa Aku Seorang

Muslim” dapat menjadi referensi bacaan yang menarik untuk menggugah hati

pembacanya agar bangga menjadi seorang muslim. Pada bagian “Memintal Seutas

Benang”, Bukan hanya itu, dalam buku ini juga mengandung kalimat-kalimat serta

10
QS Ali Imran [3]: 52. H. Abdul Aziz Abdul Rauf , Dkk, al-Qur’an Hapalan al-Hufaz, (Bandung:
Cordoba International-Indonesia, 2018), hlm. 56.

5
sub bab yang mencoba memberikan pemahaman bahwa bermula dari aqidah

(keimanan) yang kuat, akan memunculkan rasa cinta yang besar kepada Allah SWT

yang nantinya akan berimpikasi pada segala amalan yang kita lakukan. Dalam

babnya juga banyak dijelaskan kisah-kisah, baik pada zaman Rasulullah SAW dan

para sahabat serta keadaan yang dialami saat ini dapat menambah wawasan

keislaman sekaligus untuk menguatkan identitas sebagai seorang muslim.

Gaya penulisan yang cukup puitis, banyak disuguhkan cerita serta kisah

sejarah berkenaan dengan aqidah, dan bahasanya yang halus memungkinkan setiap

orang yang membaca dapat menangkap intisari dari buku dengan lebih mudah.

Terlebih disisipkan pula kata-kata hikmah maupun kutipan kata-kata mutiara dari

tokoh tertentu dapat menjadi penguat pemahaman pembaca.

Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan lebih fokus menjelaskan tentang

nilai-nilai pendidikan aqidah apa saja yang terkandung dalam Buku “Saksikan

Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah dalam bagian “Memintal

Seutas Benang”serta bagaimana relevansinya dengan realitas pendidikan di

Indonesia pada saat ini.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

buku ini dengan ruang lingkup pembahasan mengenai nilai-nilai aqidah yang

terkandung di dalamnya dengan mengangkat judul “NILAI-NILAI

PENDIDIKAN AQIDAH DALAM BUKU “SAKSIKAN BAHWA AKU

SEORANG MUSLIM” KARYA SALIM A FILLAH”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan

masalah yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:

6
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan aqidah yang terkandung dalam buku

“Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim” Karya Salim A Fillah?

2. Bagaimana relevansi antara nilai-nilai pendidikan aqidah yang terkandung

dalam buku “Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah

dengan Pendidikan Islam di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Apa saja nilai-nilai pendidikan aqidah yang terkandung dalam buku

“Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah.

b. Bagaimana relevansi antara nilai-nilai pendidikan aqidah yang terkandung

dalam buku “Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A

Fillah dengan pendidikan Islam di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan mengenai nilai-nilai pendidikan aqidah yang

ingin dimunculkan oleh Salim A Fillah dalam bukunya yang berjudul

“Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim” serta sebagai kontribusi teoretis

dalam pengembangan pendidikan aqidah di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat:

a) Meningkatkan pemahaman terkait pendidikan aqidah.

7
b) Mengetahui permasalahan dalam ruang lingkup pendidikan aqidah.

c) Mengetahui nilai-nilai pendidikan aqidah dalam buku “Saksikan Bahwa

Aku Seorang Muslim”.

d) Mengetahui relevansi antara nilai-nilai pendidikan aqidah dengan

realitas pendidikan Islam di Indonesia pada saat ini.

D. Kajian Pustaka

Pada bagian ini, peneliti memaparkan beberapa penelitian yang sebelumnya

yang terkait dengan judul peneliti, yakni “Nilai-nilai Pendidikan Aqidah dalam

Buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah” yang

nantinya akan dijadikan sebagai perbandingan konsep yang akan dipaparkan oleh

peneliti. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini:

1. Skripsi yang ditulis oleh Julliyah Indriani yang merupakan salah satu

mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Raden Fatah dengan judul: “Nilai-

nilai Pendidikan Aqidah dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahmaan El

Shirazy dan Relevansinya Terhadap Materi Aqidah di Mts”. Dari penelitian

tersebut, memperoleh hasil nilai-nilai pendidikan aqidah, yakni iman kepada

Allah SWT (meliputi bertawakkal, bertawassul, berdo’a, dan memohon

pertolongan kepada Allah SWT), iman kepada Nabi dan Rasul, serta iman

kepada qada’ dan qadar.11 Adapun fungsi aqidah yakni sebagai pembebas

manusia (dari perbudakan mental dan nilai-nilai yang bersumber dari hawa

nafsu, dan penyembahan kepada selain Allah SWT), mengajarkan bahwa Allah

11
Julliah Indrini, “Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy
dan Relevansinya Terhadap Materi Aqidah di Mts”, (Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Fatah, Palembang, 2020)

8
SWT sebagai pusat kesadaran intelektual, serta menjadi kerangka

perkembangan ilmu pengetahuan.

Adapun relevansinya terhadap materi aqidah di MTs adalah adanya perilaku

orang beraqidah islam yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari,

memahami hakikat seseorang beriman kepada Allah SWT, Nabi dan Rasul

Allah SWT, kitab-kitab Allah, adanya hari kiamat, serta disajikan pula kisah-

kisah terkait qada’ dan qadar. Tidak lupa pula materi tentang bertawakkal

kepada Allah SWT.

Tentunya judul penelitian ini memiliki kesamaan dengan peneliti yang

mencoba memaparkan yakni sama-sama mengenai nilai-nilai pendidikan aqidah

dalam sebuah karya tulis.

2. Skripsi yang ditulis oleh Faridatul Mutmainnah yang merupakan mahasiswa

Pendidikaan Agama Islam IAIN Purwokerto dengan mengangkat judul tentang

“Nilai-nilai Pendidikan Aqidah dalam Buku Be Calm Be Strong Be Gratefull

Karya Wirda Mansur”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui nilai-

nilai pendidikan aqidah apa saja yang terdapat dalam buku Be Calm Be Strong

Be Gratefull karya Wirda Mansur.

Dari penelitian yang telah dilakukan, nilai-nilai aqidah yang ditemukan

antara lain ialah; ilahiyat (terwujud dari adanya penanaman sifat-sifat Allah

SWT yaitu “wujud” yang berarti “ada”), af’al (perbuatan-perbuatan Allah),

nubuwwat (terkait dengan Rasul dan Kitab-kitab Allah), dan sam’iyat (terkait

dengan alam barzah). Ada pula nilai-nilai iman kepada Allah SWT, seperti

Allah SWT Maha Esa dalam Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, serta Maha Esa dalam

menerima hasrat dan hajat manusia. Terdapat pula nilai-nilai iman kepada

9
Rasul Allah, Kitab-kitab Allah, hari akhir, serta iman kepada qada’ dan

qadar.12

3. Skripsi yang disusun oleh Dibyo Widodo, salah seorang mahasiswa Pendidikan

Agama Islam di UIN Raden Intan Lampung tahun 2019. Dibyo mengangkat

judul tentang “Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Abdurrazzaq bin

Abdul Muhsin al-Abbad al Badr dan Relevansinya Terhadap Pendidikan

Aqidah Saat ini”. Adapun skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui

konsep pendidikan aqidah menurut perspeksif dari Syaikh Abdurrazzaq bin

Abdul Muhsin al-Abbad al Badr serta relevansinya terhadap pendidikan aqidah

pada saat ini.

Walaupun dalam skripsi ini lebih fokus membahas pemikiran tokoh,

namun metode penelitian yang digunakan sama dengan peneliti, yakni

Penelitian Kepustakaan (library research) dan membahas tentang pendidikan

aqidah. Adapun dalam hasil penelitiannya, Dibyo memaparkan bahwa konsep

aqidah dalam perspektif Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-

Badr secara umum relevan dengan pendidikan aqidah saat ini baik dalam

lembaga seperti sekolah, maupun terhadap pendidikan aqidah di tengah

masyarakat, karena terdapat kesesuaian antara definisi aqidah, tujuan

pendidikan aqidah, dasar, serta metode yang ditawarkan oleh beliau dengan

konsep aqidah pada saat ini.13

12
Faridatul Mutmainah, “Nilai-nilai Pendidikan Aqidah dalam Be Calm Be Strong Be Gratefull Karya
Wirda Mansur”, (Skripsi, FTK, IAIN Purwokerto, Purwokerto, 2021), hlm. 67.
13
Dibyo Widodo, “Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-
Abbad al Badr dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Aqidah Saat ini”, (Skripsi, FTK UIN Raden Intan
Lampung, Lampung, 2019).

10
E. Kerangka Teori

1. Pengertian Pendidikan Aqidah

Secara bahasa, kata “Pendidikan” berasal dari bahasa Yunani yaitu

“pedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian

dalam bahasa Inggris, diartikan dengan “education” yang artinya

pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan

istilah “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan.14 Secara istilah, pendidikan merupakan suatu

usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui pendidikan dan

pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.

Secara etimologi, aqidah diambil dari bahasa Arab, dengan kata dasar al-

aqdu yaitu ar-rabth (ikatan), al-ibraam (pengesahan), al-ihkaam (penguatan),

at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan

kuat), at-tamaasuk (berpegang/berkomitmen terhadap sesuatu), al-muraashshah

(pengokohan), dan al-itsbaat (penetapan). Selain itu juga berarti al-yaqiin

(keyakinan), al-Jazmu (penetapan).

Aqidah artinya suatu ketetapan yang di dalamnya sudah tidak ada

keraguan pada orang-orang yang mengambil keputusan. Sedangkan dalam

agama, aqidah merupakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan perbuatan,

melainkan keyakinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya aqidah adalah

sesuatu yang secara pasti menjadi ketetapan hati seseorang, baik itu benar

atapun salah.
14
Tim Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, KBBI Edisi Kelima,( Kementerian Pendidikan
Republik Indonesia, 2016), kode sumber aplikasi: https://github.com/yukuku/kbbi4.

11
Secara istilah, aqidah yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan

jiwa menjadi tentram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh

dan kokoh, yang tidak lagi tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.15

Aqidah adalah keyakinan, yakni prinsip yang dipegang teguh oleh manusia dan

dipercayai kebenarannya.16 Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti

pengikatan, maknanya seseorang akan mengikat hati kepada hal tersebut.

Aqidah merupakan apa yang diyakini seseorang, bahkan jika dikatakan dia

mempunyai aqidah yang benar berarti aqidahnya terbebas dari keraguan.

Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah adalah beberapa hal yang

harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat dapat mendatangkan

ketenteraman keyakinan yang tidak bercampur dengan keragu-raguan. Islam

adalah aqidah, yang berarti bahwa segala item yang terkandung di dalamnya

merupakan prinsip yang nantinya akan menangani seluruh fenomena kehidupan

manusia. Sebagai seorang muslim, tentulah sudah menjadi kewajiban untuk

beriman kepada aqidah tersebut, meyakini kebenarannya, dan siap mati di jalan-

Nya demi membelanya.

Jadi, dari pengertian pendidikan aqidah yang telah dijabarkan di atas,

peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan aqidah merupakan

suatu usaha sadar untuk memberikan pemahaman tentang aqidah atau

keyakinan Islam yang kuat bagi peserta didik melalui pendidikan dan

pengajaran, maupun pelatihan.

Negara Indonesia merupakan negara dengan ideologi pancasila dengan

sila pertama yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya, aspek yang pertama

15
Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Jakarta: Pustaka
Imam asy-Syafi’I, 2006), hlm. 34.
16
Majdi al-Hillali dan Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah Arkanul Baiah, terj. Faridi dan Syauqi
Hafidz,(Solo: PT Era Adicitra Media, 2021), hlm. 17.

12
dan paling utama harus diperhatikan adalah nilai-nilai aqidah atau keyakinan.

Adapun yang menjadi fondasi dari aqidah Islam adalah keyakinan kepada

Allah SWT, menauhidkan-Nya sebagai Rabb dan Illah. Menyifati dengan sifat-

sifat-Nya, serta menamai-Nya dengan nama-nama-Nya.

Selain itu sejak awal, Islam telah datang dengan penghargaan yang tinggi

terhadap ilmu. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan Rasulullah saw ketika

berdakwah selama 13 tahun di Mekkah. Rasulullah SAW mengawali

dakwahnya dengan memberikan penanaman nilai-nilai aqidah melalui

pendidikan kepada para sahabat.

Revolusi dan perubahan yang dilakukanpun tidak langsung diawali

dengan politik, ekonomi, sosial. Tetapi perubahan itu dimulai dari merubah apa

yang ada di dalam jiwa, dan aspek terpenting dalam jiwa manusia adalah

keyakinan. Perubahan tersebut menghantarkan perubahan besar dalam seluruh

aspek kehidupan dan bangsa tersebut yang tadinya terisolir dan terbelenggu

dalam kungkungan kejahiliyahan kini menjadi bangsa terbaik yang dilahirkan

untuk seluruh bangsa. Dari kegelapan menuju terang benderang.17

2. Nilai Pendidikan Aqidah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nilai berarti “sifat-sifat

hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan” ataupun “sesuatu yang

menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya”.18 Dalam kehidupan

manusia, tentu tidak akan pernah terlepas dari benar dan salah, baik dan buruk,

indah ataupun jelek, dan lain sebagainya. Standar-standar yang ada itulah yang

disebut sebagai nilai. Karena nilai merupakan kualitas sesuatu yang menjadikan

17
Jasiman, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, (Surakarta: Aulia Press, 2009), hlm. 16.
18
Tim Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, , KBBI Edisi Kelima, ( Kementerian Pendidikan
Republik Indonesia, 2016), kode sumber aplikasi: https:// github.com/yukuku/kbbi4

13
sesuatu itu menjadi bermakna, disukai, dan diinginkan.19 Ketika suatu nilai

dimasukkan ke dalam pendidikan, maka nilai-nilai tersebut dapat menjadi

sesuatu yang wajib untuk diataati maupun dianut karena nilai tersebutlah yang

nantinya akan sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, salah satu

diantaranya yakni memunculkan kesadaran dan perubahan tingkah laku.

Islam sendiri memandang bahwa nilai menjadi inti dari pendidikan. 20

Sementara tantangan pendidikan Islam di Indonesia bukan hanya sekedar

menguasai pengetahuan, namun ada nilai-nilai yang diinternalisasi dan

terimplementasi dalam kesehariannya yang berlandaskan pada kualitas

imannya. Karena aqidah yang benar akan melahirkan seseorang yang memiliki

kepribadian yang serasi dan seimbang dalam kehidupannya sehari-hari.

Sedangkan dalam Islam, hakikat dari nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang

nantinya dapat mendatangkan manfaat bagi diri sendiri, sesama manusia, alam,

serta diniatkan untuk mendapatkaan ridha Allah SWT.

Aqidah sama dengan iman. Para ulama mendefinisikan iman artinya

membenarkan dengan hati berikrar dengan lisan dan beramal dengan anggota

tubuh. Maknanya, ketika seseorang yang mengaku beriman kepada Allah maka

di dalam hatinya pasti mengakui bahwasanya Allah SWT satu-satunya Tuhan

yang patut disembah dan kepada-Nyalah tempat untuk mengabdi. Setelah itu

Iman diikrarkan dengan lisan secara tegas dan lugas seseorang yang mendaku

diri di dalam hatinya ada iman tetapi enggan untuk berikrar dan

mengamalkannya berarti ia bukanlah pribadi yang yakin dengan keimanannya.

19
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 56.
20
Ade Imelda Frimayanti, “Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Agama Islam”, al-
Tazkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.8 Nomor II, 2017, hlm. 228.

14
Sedangkan seseorang yang telah beriman di dalam hatinya kemudian

mengikrarkan dengan lisannya tetapi enggan mengamalkan sama ibarat orang

yang dungu karena sejatinya mereka telah mengetahui bahwasanya dengan

amal mereka akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT tetapi mereka

masih enggan untuk melakukannya. Jadi tiga komponen yang ada tadi akan

mencerminkan orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. karena jika

salah satunya tidak dilakukan maka akan menyebabkan timpangnya

keimanan.21

Pendidikan aqidah merupakan salah satu dari aspek pendidikan islam.

Aspeknya mencakup tentang keyakinan atau keimanan bahwa tidak ada Tuhan

(illah) yang patut disembah selain Allah, menyebutkan dengan lisan melalui

kalimat syahadat, serta dibuktikan dengan amal shalih. Secara umum,

permasalahan atau nilai-nilai yang dibahas dalam pendidikan aqidah mencakup

tentang tauhid (mengesakan Allah SWT) dan arkanul iman atau yang biasa

disebut dengan rukun iman, yakni (1) Iman Kepada Allah SWT, (2) Iman

kepada para malaikat Allah, (3) Iman Kepada kitab-kitab Allah, (4) Iman

kepada Rasul-Rasul Allah, (5) Iman kepada hari kiamat, dan (6) Iman kepada

qadha dan Qadar. yang akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Iman kepada Allah SWT

Dalam pembahasan pendidikan aqidah, pembahasan tentang tauhid

yang menjadi pembahasan utama. Karena tauhid merupakan amalan yang

utama untuk menghapuskan dosa dan semua amalan akan menjadi sia-sia

tanpa adanya tauhid (mengesakan Allah SWT).

21
Mhd. Rois Almaududy, Puncak Ilmu Adalah Akhlak, (Semarang: Syalmahat Publishing, 2022),
hlm. 7.

15
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan oleh

pada ulama sejak dulu hingga sekarang, terdapat kesimpulan bahwasanya

tauhid dibagi menjadi 3, yakni Tauhid Rububiyah, Ulihiyah, dan Asma’ wa

sifat22 yang dijabarkan sebagai berikut:

1) Tauhid Rububiyah

Kata Rububiyah berasal dari kata “rabb” dapat diartikan yang

digunakan dengan penggunaan hakiki dan juga digunakan untuk yang

lain secara majazi atau idhafi, dan tidak untuk yang lain. Dan karena

Allah adalah rabb, Tuhan semesta alam. Maka dari itu hanyalah Dia

yang khusus dengan ketuhanan tanpa yang lain, wajib diesakan, dan

tidak menerima sekutu bagi-Nya, dan semuanya merupakan sifat

ketuhanan tidak mungkin ada pada makhluk.

Rububiyah merupakan predikat kepada Allah SWT sebagai satu-

satunya pemberi rezeki, pencipta, dan Pengatur alam semesta. 23 Tauhid

Rububiyah dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa Allah SWT adalah

Rabb¸Tuhan yang menciptakan. Penjelasan mengenai tauhid rububiyah

salah satunya terdapat dalam Q.S al-A’raf: 54 yang artinya,

“Sungguh, Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan


bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan
cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan, dan bintang-bintang
tunduk kepada perintahNya. Ingatlah! Segala penciptaan dan
urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh
alam.”24

22
Yulian Purnama, “Makna Tauhid”, dalam https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html , diakses
tanggal 13 Mei 2022, pukul 07. 41 WITA.
23
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Buku Induk Aqidah Islam, terj. Izzudin Karimi, (Depok:
Pustaka Sahifa, 2010), hlm. 44.
24
QS. Al-A’raf [7]: 54. H. Abdul Aziz Abdul Rauf , Dkk, al-Qur’an Hapalan al-Hufaz. (Bandung:
Cordoba International-Indonesia, 2018), hlm. 157.

16
Tauhid rububiyah bisa dikatakan sebagai sesuatu yang telah

menjadi fitrah manusia dan hal ini merupakan hakikat yang diterima

oleh akal sehat mereka, karena sejatinya syariat Islam pun dilaksanakan

bagi orang yang berakal. Menariknya, orang-orang kafir sekalipun

sebenarnya mengakui hal ini dalam hatinya. Bahkan Imam Ibnu Abil

Izzal-Hanafi rahimahullah mengatakan bahwa orang-orang musyrik di

Arab dahulu telah mengakui tauhid rububiyah. Mereka pun mengakui

bahwa pencipta langit dan bumi ini hanya satu.” Adapun yang terjadi

kepada Fir’aun hanyalah sebuah kesombongan dan kecongkakan belaka.

Dengan memahami tauhid Rububiyah, diharapkan seorang

muslim hanya menggantungkan segala rezeki, harapan, serta kemuliaan

hanya kepada Allah SWT yang dapat menjadi cerminan sikap tunduk

kepada-Nya. Terkait dengan kurangnya tauhid Rububiyah bisa kita lihat

dalam beberapa contoh di kehidupan sehari-hari, misalnya seorang

muslim yang terlalu takut dengan peraturan di tempat kerja dan

mengkhawatirkan rezeki yang didapatkannya sehingga ia rela

melanggar batas-batas syariat, seperti muslimah yang rela

menanggalkan jilbabnya demi mendapatkan sebuah pekerjaan. Mungkin

dengan itu mereka dapat memperoleh uang, bahkan juga popularitas dan

sanjungan, namun mereka lupa bahwasanya seberapa banyak pun uang

yang didapatkan dari pekerjaan tersebut akan kering dari berkah Allah

dan tidak akan berarti di sisinya jika cara untuk memperolehnya tidak

diridhoi Allah SWT. Sebagai akibatnya semua yang ia dapatkan

bukannya membuat semakin dekat dengan Allah SWT, malah semakin

menjauhkannya.

17
2) Tauhid Uluhiyah

Uluhiyah secara bahasa berasal dari kata ilaahun yang berarti

Tuhan. Jika telah disisipi oleh alif lam syamsiyah menjadi kata Allah.

Sedangkan secara etimologi, illah bermakna sesuatu yang disembah

dalam artian sesuatu yang memiliki makna yang besar dan tidak

terbatas. Uluhiyah sendiri merupakan predikat yang yang tersemat

kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak

disembah.25 Sedangkan tauhid uluhiyah merupakan ibadah semata-mata

kepada Allah SWT. Tauhid uluhiyah dapat juga dimaknai sebagai

pengakuan bahwa Allah SWT adalah illah (sembahan) yang paling

pantas untuk disembah. Terkait dengan tauhid uluhiyah ini telah

menjadi kesepakatan kaum muslimin dan tidak ada perbedaan pendapat

sepanjang sejarah Islam.

Sesungguhnya tauhid uluhiyah merupakan bagian yang sangat

penting dari aqidah seorang mukmin. Sebab tauhid ini adalah buah dari

tauhid rububiyah dan tauhid asma’wa sifat. Tanpa tauhid uluhiyah,

maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa sifat kehilangan makna dan

faedahnya. Tauhid rububiyah membahas tentang bagaimana mengenal

Allah serta ketuhanan-Nya, dan meniadakan sekutu bagi Allah SWT.

Sedangkan tauhid asma’ wa sifat menjelaskan tentang penetapan asma’-

asma’ Allah SWT. Sedangkan dalam tauhid asma’ wa sifat menjelaskan

tentang penetapan asma’-asma’ Allah SWT dan sifat-sifat-Nya dan

meniadakan sekutu bagi-Nya dalam asma’-asma’-Nya tidak pula

menyerupakan-Nya ataupun menghilangkan sifat-sifat-Nya.

25
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Buku…, hlm. 44.

18
Kaum musyrikin Quraisy tidak mengakui bahwa tujuan dari

berbagai ibadah muaranya hanya kepada Allah SWT. Pengingkaran

inilah yang menyebabkan mereka dikafirkan walaupun dalam hati

mereka juga mengakui bahwasanya Allah SWT adalah satu-satunya

yang menciptakan alam semesta. Untuk itulah mengajak seluruh

manusia agar menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang

patut disembah (tauhid uluhiyah) dijadikan sebagai inti dakwah para

rasul.

Dalam ikrar syahadat artinya Allah SWT tidak menjadi Tuhan

yang hanya disembah dalam ibadah ritual seperti zakat, shalat, puasa,

maupun Haji. Akan tetapi setiap kebaikan yang dilakukan harus

diniatkan dengan memohon rahmat dan keridhaan-Nya, karena jika

segala amal kebaikan diniatkan dengan ikhlas maka akan tercatat

sebagai ibadah Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjadi zat yang paling

ditakuti di atas segalanya.

3) Tauhid Asma’ wa sifat

Tauhid Asma’ wa sifat mensyaratkan seorang hamba untuk

menauhidkan Allah SWT tanpa melakukan takyif (mengilustrasikan),

tamsil (menyerupakan), tahrif (menyimpangkan nama), serta ta’thi

(mengingkari) sifat-sifat yang Allah telah tetapkan tersebut.

Ibnu al-Qayyim berpendapat bahwa Allah SWT menjadikan nama-

namanya dalam 3 keadaan:

a) Allah SWT menamai dirinya dengan nama itu, lalu memberitahukan

kepada siapapun yang dikehendaki-Nya seperti para malaikat dan

lainnya, serta Dia tidak menyatakan nama tersebut dalam kitab-Nya.

19
b) Allah SWT menamakan namanya itu dalam kitab-Nya serta

diberitahukan kepada hamba-hamba-Nya.

c) Allah SWT menyimpan nama-Nya dan tidak diberitahukan kepada

siapapun diantara makhluk-Nya. 26

Melalui Rasulullah, Allah SWT telah menyifati diri dalam kitab-

Nya dengan sifat-sifat yang tinggi serta adanya perintah agar orang-

orang mukmin yang beriman kepada-Nya menaati-Nya dengan sifat-

sifat itu serta mendekatkan diri dan bertawasul kepada-Nya. Allah SWT

menamai diri-Nya dengan nama-nama yang indah (asmul husna), maka

dari itu kita wajib beriman kepada nama-nama itu dan menerimanya,

serta memahaminya sebagaimana yang dikehendaki-nya.27 Karena hal

itulah dikatakan telah kufur yang meniadakan dari-Nya sifat atau nama

yang Dia tetapkan untuk diri-Nya. Selain itu, seseorang juga dapat

dikatakan telah kafir atau musyrik jika menyerupakan asma’-asma’ dan

sifat-sifat itu dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk, karena hal

tersebut berada diantara mendustakan Allah dan berdusta kepada-Nya.

Sedangkan kedua hal tersebut adalah kufur yang hina dan kezaliman

yang besar.

b. Iman kepada malaikat Allah SWT

Yakin atau mengimani makhluk Allah SWT yang gaib seperti

malaikat merupakan bagian dari rukun iman. Beriman kepada malaikat

merupakan rukun iman yang kedua artinya tidak akan sah keimanan

seseorang jika dia tidak beriman kepada malaikat Allah Subhanahu Wa

26
Kamarul Syukri Mohd Teh, Pengantar Ilmu Tauhid, (Kuala Lumpur: Utusan Publication and
Distributors Sdn Bhd, 2008), hlm. 39.
27
Rahmad Fauzi Lubis, “Menanamankan Aqidah dan Tauhid kepada Anak Usia Dini”, al-Abyadh,
Vol. 2, No 2, Desember 2019., hlm. 89.

20
Ta'ala. Adapun para ulama telah sepakat bahwasanya hukum beriman

kepada malaikat adalah wajib dan Jika ada yang mengingkari keberadaan

mereka atau sebagian dari mereka yang telah disebutkan nama-namanya

oleh Allah subhanahu wa ta'ala maka ya dikatakan telah menentang al-

Qur’an, Sunnah, dan ijma’.

Berkenaan dengan hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah

berfirman di dalam Q.S an-Nisa: 136, yang artinya, “Barangsiapa yang

kafir kepada Allah malaikat-malaikatnya kitab-kitabnya rasul-rasulnya dan

hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”

Beriman kepada malaikat artinya kita meyakini bahwa Allah SWT

mempunyai malaikat-malaikat. Malaikat diciptakan untuk senantiasa taat

kepadaNya dan tidak pernah membangkang terhadap apa saja yang

diperintahkan Allah SWT, terus-menerus bertasbih kepada-Nya, senantiasa

menjalankan segala perintahnya. Malaikat diciptakan dari cahaya dan tidak

ada yang mengetahui jumlah mereka selain Allah SWT. Malaikat diciptakan

dengan berbagai tugas berbeda yang dibebankan kepada mereka.

Untuk beriman kepada malaikat setidaknya ada dua (2) cara yang

dapat dilakukan diantaranya adalah beriman secara global dan secara

terperinci. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengimani mereka

secara global ialah sebagai berikut:

1) Mengakui keberadaan malaikat dan mengakui bahwa mereka adalah

makhluk ciptaan Allah SWT. Ketidakmampuan kita untuk mengindera

malaikat bukan berarti bahwa malaikat tidak ada karena dari sekian

banyak benda atau makhluk yang kecil dan halus di alam semesta ini

yang pada hakikatnya kita tidak bisa melihatnya, walaupun sebenarnya

21
benda itu benar-benar ada. Rasulullah SAW pun pernah melihat

malaikat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali dan begitu pula

sahabat lainnya juga pernah menyaksikan malaikat dalam wujud

manusia.

2) Menempatkan malaikat sebagai hamba-Nya yang selalu siap mematuhi

perintah Allah dan Allah SWT telah mengangkat kedudukannya dan

menjadikannya mulia, serta mendekatkan mereka kepada-Nya dan

bahwasanya Allah SWT telah menempatkan mereka sesuai dengan

kedudukan yang telah ditetapkan.

3) Setelah dalam penjelasan sebelumnya tidak ada Illah yang dapat

disembah selain Allah SWT, demikian juga dengan kita beriman kepada

malaikat walaupun malaikat adalah hamba Allah yang sama sekali tidak

dapat mendatangkan mudarat atau manfaat terhadap orang lain maupun

dirinya sendiri. Sebagai hamba Allah SWT yang beriman kita tidak

sedikitpun diperbolehkan untuk beribadah kepada mereka terlebih-lebih

jika menganggap bahwa malaikat mempunyai sifat-sifat ketuhanan

sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Nasrani terhadap Ruhul

Qudus ( Malaikat Jibril Alaihissalam).

4) Berkenaan dengan malaikat yang selalu patuh dan taat terhadap perintah

Allah SWT telah termaktub di dalam Q.S al-Anbiya: 26-27 dan Q.S at-

Tahrim: 6.

Beriman kepada malaikat secara global wajib hukumnya bagi setiap

muslim dan Sudah menjadi kewajiban untuk meyakini dan mempelajarinya

serta harus mengetahuinya. Secara terperinci ada beberapa hal yang

mencakup beriman kepada malaikat antara lain sebagai berikut:

22
1) Asal kejadian malaikat Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menciptakan

malaikat jauh lebih dulu sebelum Allah Subhanahu Wa Ta'ala

menciptakan Nabi Adam Alaihissalam dan malaikat diciptakan dari

cahaya Adam dari tanah liat serta jin dari api.

2) Berkenaan dengan jumlah malaikat terkait dengan jumlah spesifiknya

tidak ada seorangpun yang mengetahui dan mampu menghitung Berapa

jumlah mereka selain Allah SWT hari ini terdapat di dalam Q.S al-

Mudatsir: 31 yang artinya “dan tidak ada yang mengetahui tentara

Tuhanmu melainkan dia sendiri.”

3) Nama-nama malaikat begitu banyak jumlah malaikat yang diciptakan

oleh Allah SWT dan kita wajib beriman kepadanya ada 3 malaikat yang

paling mulia di antara mereka yakni (1) Jibril yang bertugas untuk

menyampaikan wahyu kepada rasul-rasul Allah dan juga dengannya

membuat hati menjadi hidup, (2) Mikail bertugas untuk menurunkan

hujan, dan (3) ada Israfil yang bertugas untuk meniup sangkakala.

4) Malaikat juga memiliki bentuk maupun kepribadian.

a) Malaikat mempunyai fisik dan tubuh yang besar.

b) Allah SWT menciptakan mereka dengan sayap.

c) Malaikat tidak makan dan minum, tidak kawin, dan tidak memiliki

keturunan.

d) Malaikat juga mempunyai hati dan akal sehingga sehingga selain

mereka mampu berbicara dengan Allah SWT mereka juga mampu

berbicara dengan Nabi Adam Alaihissalam dan nabi-nabi lainnya.

e) Malaikat dapat berubah wujud. Itulah mengapa di dalam beberapa

hadits Rasulullah SAW, malaikat datang dalam wujud manusia.

23
f) Malaikat itu mati bahkan pada hari kiamat semua malaikat akan mati

kecuali Izrail dan Izrail akan Allah SWT perintahkan untuk

mencabut nyawanya sendiri sehingga yang tersisa hanyalah Allah

SWT Yang Maha Kekal.

c. Beriman kepada kitab Allah SWT

Beriman artinya meyakini dan membenarkan dengan mutlak

Bahwasanya Allah SWT menurunkan kepada rasul-rasul-Nya. Kitab-kitab

yang merupakan kalam Allah yang hakiki akan menjadi petunjuk bagi

manusia. Adapun hakikat beriman kepada kitab Allah SWT kita mengimani

bahwasanya kitab-kitab tersebut mengandung kebenaran, kejujuran, dan

keadilan serta dapat menjadi cahaya dan petunjuk yang wajib untuk

dilaksanakan dan diikuti.

Sebagai seorang muslim, kita mengimani bahwasanya al-Qur’an adalah

kitab penyempurna kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul

sebelumnya. Adapun Keistimewaan Al-Qur’an yakni sebagai berikut:

1) Semua lafadz dan maknanya serta hakikat alam dan ilmiah yang

dikandungnya adalah mukjizat.

2) Al-Qur’an merupakan kitab samawiyah yang terakhir, dengannya ditutup

kitab-kitab sebelumnya, sebagaimana rasulullah SAW adalah penutup

bagi para nabi sebelumnya.

3) Berbeda dengan kitab-kitab yang sebelumnya, Allah SWT telah menjaga

dan menjamin kemurnian Al-Qur’an dari penyelewengan dan

perubahan.

4) Kitab Al-Qur’an merupakan pembenar dan penyempurna kitab-kitab

sebelumnya.

24
5) Al-Qur’an menasakh (menghapus) semua kitab-kitab sebelumnya.

d. Iman kepada Rasul Allah SWT

Mereka adalah makhluk yang Allah SWT pilihkan untuk

memberikan petunjuk jalan yang benar kepada manusia. Semua rasul

menyampaikan segala yang diterima dari Allah SWT. Tidak ada yang dapat

mengetahui secara pasti berapa jumlah Nabi dan Rasul selain Allah SWT.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya rasul-rasul Allah

berjumlah sekitar 300-315. Hal tersebut dikatakan oleh rasulullah

shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya tentang jumlah rasul beliau

mengatakan: “Tiga ratus lima belas banyaknya.” (HR. Hakim). Nabi,

jumlahnya lebih banyak dari itu. Ada yang dikisahkan dalam al-Qur’an dan

ada yang tidak.

Dan Muhammad SAW adalah rasul terbaik dan penutup para nabi

serta imamnya orang-orang yang bertaqwa, pemimpin seluruh anak cucu

Adam dan imam para nabi jika mereka berkumpul, dan pembicara mereka

jika dalam utusan, pemilik maqam terpuji yang diimpikan oleh orang-orang

terdahulu ataupun yang akan datang, pemegang panji pujian dan pemilik

telaga di surga, pemberi syafaat manusia di hari kiamat, pemilik wasilah

dan keutamaan, Allah mengutusnya dengan membawa syariat dien yang

paling utama, dan dia menjadikan umatnya sebagai umat terbaik dari

seluruh umat manusia, dan Allah menghimpun untuknya dan umatnya

segala keutamaan dan kebaikan yang belum pernah diberikan untuk umat

sebelumnya dan mereka adalah umat paling akhir penciptaannya, akan

tetapi paling awal dibangkitkan.

25
e. Iman kepada Hari Akhir

Beriman kepada hari akhir bermakna seorang muslim meyakini akan

berakhirnya kehidupan dunia ini dan setelah itu akan memasuki alam lain,

dimulai dengan kematian dan kehidupan alam kubur untuk kemudian

terjadinya hari kiamat dan selanjutnya adalah kebangkitan (dari kubur),

dikumpulkan di padang mahsyar dan diputuskan ke surga atau neraka.

Beriman kepada akhir menjadi salah satu rukun iman yang maknanya tidak

akan sempurna keimanan seseorang jika tidak beriman kepadanya dan bagi

yang mengingkarinya maka ia telah kafir.

Diantara sesuatu yang wajib diimani juga adalah bagaimana tanda-

tanda akan datangnya hari akhir sebagaimana yang telah diberitakan oleh

Rasulullah SAW. Terkait dengan tanda-tanda datangnya hari kiamat, para

ulama telah membagi tanda-tanda tersebut ke dalam 2 bagian yakni tanda

kiamat sughra (kecil) dan tanda kiamat kubra (besar), yang akan dijelaskan

sebagai berikut:

1) Tanda-tanda kecil (sughra) yang menjadi tanda dekatnya hari kiamat

telah banyak terjadi, diantanya adalah Rasulullah SAW diutus untuk

menyampaikan risalah, masjid yang dihias untuk menjadi kebanggaan,

amanah yang disia-siakan, orang-orang berlomba-lomba mendirikan

bangunan, waktu terasa semakin pendek, banyaknya fitnah yang

bermunculan, pembunuhan, zina, dan maksiat mulai tersebar.

2) Tanda-tanda besar (kubra), seperti namanya, tanda –tanda ini akan

muncul menjelang datangnya hari kiamat sekaligus sebagai pengingat

mulai terjadinya. Dalam hal ini ada beberapa tanda yang dapat dilihat

dan belum satupun muncul. Diantaranya adalah sebagai berikut:

26
a) Munculnya Imam Mahdi

b) Munculnya Dajjal yang akan menyesatkan umat manusia.

c) Turunnya Nabi Isa alaihi salam yang datang sebagai hakim yang

adil, membunuh babi, mengahncurkan salib, serta menghentikan

jizyah dan menghukumi dengan syari’at.

d) Munculnya Ya’juj dan ma’juj yang juga nantinya akan dihancurkan

oleh Nabi Isa alaihissalam. yang akan didoakan oleh Isa dengan

kehancuran maka merekapun mati.

e) Terjadinya 3 gerhana. Ada yang di timur, di barat dan satu lagi di

Jazirah Arab.

f) Keluar asap besar dari langit yang menyelimuti manusia dan

menutupi pandangan mereka.

g) Al-Qur’an diangkat dari bumi ke langit.

h) Terbitnya matahari dari barat.

i) Keluar binatang aneh dan berkobarnya api besar dari Adn yang

menggiring manusia ke bumi Syam sebagai tanda besar yang paling

terakhir.

f. Iman kepada Takdir Allah SWT

Takdir adalah Ketentuan Allah untuk seluruh yang ada sesuai

dengan ilmu dan hikmah-Nya. Takdir ini kembali kepada kudrat

(kekuasaan) Allah, sesungguhnya Dia atas segala sesuatu maha kuasa, dan

berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Iman kepada takdir merupakan bagian

dari iman kepada rububiyah Allah subhanahu wataala dan merupakan salah

satu dari rukun iman yang tidak akan sempurna keimanan seseorang

tanpanya.

27
3. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup aspek pendidikan aqidah yang akan dibahas dalam

skripsi ini hanya mencakup Iman Kepada Allah SWT dan Iman Kepada Rasul

Allah SWT. Dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim

A Fillah terdapat 6 bagian. Namun dalam hal ini peneliti akan lebih fokus

meneliti nilai-nilai pendidikan aqidah yang terdapat dalam bagian kedua, yang

berjudul “Memintal Seutas Benang”. Bagian ini merupakan lanjutan dari

bagian sebelumnya yang menjelaskan tentang bagaimana kebobrokan budaya

jahiliyah yang terjadi sebagai akibat dari lemahnya penanaman nilai aqidah.

Dalam bagian kedua ini, Salim A Fillah mencoba memaparkan

bagaimana kisah heroik yang terjadi karena kuatnya aqidah, serta adanya

pemaparan mengenai bagaimana umat muslim yang seharusnya bangga dengan

keislamannya, hingga beberapa bentuk partisipasi yang dapat dilakukan

sebagai perwujudan kebanggan tersebut. Bagian ini dirasa menjadi bagian inti

dari buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karena selain menjelaskan

tentang indetitas diri sebagai muslim, juga terdapat pula kutipan Q.S Ali Imran:

52 yang dijadikan sebagai judul buku ini.

4. Tujuan Pendidikan Aqidah

Pemahaman tentang aqidah menjadi fondasi utama bagi seorang muslim

yang akan menentukan ke arah selanjutnya, yakni shahiihul ibadah (Ibadah

yang benar) dan matiinul khuluuq (akhlaq yang kokoh). Adapun tujuan dari

pendidikan aqidah adalah agar nantinya peserta didik mampu melaksanakan

ibadah dengan landasan yang benar dengan niat semata-mata karena Allah

SWT dan berdasar kepada keimanan yang kuat dan nantinya akan berimplikasi

pada timbulnya akhlaq yang kokoh. Selain itu, pendidikan aqidah juga

28
bertujuan untuk menanamkan jiwa beragama yang teguh meliputi aqidah islam

yang sesungguhnya dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi

larangan-Nya.28 Menyempurnakan aqidah pun menjadi salah satu misi utama

agama Islam. Jangan sampai ada yang mengaku muslim namun menuhankan

selain Allah SWT. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Sabiq, yang

pendapatnya dikutip dalam Jurnal Ta’dibuna,

Aqidah memiliki tujuan utama yaitu memberi pendidikan yang baik dalam
menempuh jalan kehidupan, menyucikan jiwa lalu mengarahkan ke
jurusan yang tertentu untuk mencapai puncak dari sifat-sifat yang tinggi
dan luhur dan lebih utama lagi supaya diusahakan agar sampai makrifat
yang tinggi.29

Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibani tujuan

pendidikan adalah suatu perubahan yang diingini, yang diusahakan oleh proses

pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku

individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan

pada alam sekitar tentang individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu

sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktifitas pribadi dan sebagai profesi

diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.30 Adapun perubahan yang

dimaksud yakni perubahan yang membawa ke arah perbaikan bukan

sebaliknya.

Dalam tujuan pendidikan Islam yang diterangkan oleh Al-Syaibani

terdapat tujuan yang bersifat khusus, tujuan tersebut sesuai dengan tujuan

pendidikan akidah, di antaranya yaitu:

28
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 3.
29
Khodijah Mufidatun Tammah, dkk, “Relevansi pendidikan ‘aqidah dalam kitab Al-Ushûl Al-
Tsalâtsah terhadap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional”, Ta’dibuna, Vol. 11, No. 2, Juni 2022, hlm.
153.
30
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah pendidikan Islam, Terj, Hasan Langgulung
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 399.

29
a. Memperkenalkan pada generasi muda akan akidah Islam, dasar-dasarnya,

asal-usul ibadah dan tata cara pelaksanaannya dengan baik dan benar.

b. Menanamkan keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, rasul-rasul

Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir berdasarkan pada paham kesadaran

dan keharusan perasaan.

c. Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda dan

membentenginya dengan akidah dan nilai-nilai dan membiasakan mereka

menahan motivasi-motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya

dengan baik.

d. Menanamkan iman yang kuat kepada Allah, menguatkan perasaan dan

dorongan agama serta akhlak pada diri mereka, dan menumbuhkan

kecintaaan, zikir, taqwa, dan takut kepada Allah dalam hati mereka.

e. Membersihkan hati mereka dari dengki, hasad, iri hati, benci dan sifat tercela

lainnya.31

5. Urgensi Pendidikan Aqidah

Menurut Sayyid Sabiq, aqidah bisa dikatakan sebagai cahaya yang bisa

menjadikan manusia tersesat dalam berbagai lembah kesesatan jika manusia

tidak mendapatkannya.32 Aqidah dikatakan menjadi sumber cahaya karena

menjadi sumber adanya berbagai perasaan yang mulia, perasaan yang baik, dan

perasaan yang luhur, karena tidak ada satupun kebaikan kecuali pasti

sumbernya dari aqidah yang benar dan kokoh.

Aqidah merupakan fondasi amal, maknanya semua amalan yang

dilakukan oleh seorang muslim, baik itu amalan hati maupun amalan anggota

badan tidak akan memiliki bobot maupun nilai selama itu tidak muncul dari
31
Ibid., hlm. 423-424.
32
Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, terj. Ali Mahmudi, (Jakarta: Rabbani Press, 2010), hlm. 9.

30
aqidah, iman,dan aktualisasi keduanya. Orang-orang kafir yang amalannya

tidak memiliki nilai maupun bobot di sisi Allah SWT karena segala amalannya

tidak didasari oleh Iman kepada Allah SWT, keyakinan akan kebenaran

Rasulullah SAW, serta adanya rasa kerelaan yang kokoh bahwa syariat Islam

adalah yang paling sempurna dan paling baik di setiap keadaan.

Kuatnya aqidah seseorang akan berimplikasi terhadap seluruh kehidupan,

termasuk mampu memunculkan tindakan-tindakan heroik demi

mempertahankan agama. Contoh kongkretnya pada saudara sesama muslim di

Palestina. Walaupun sebenarnya penduduk Arab-Palestina masih menjadi

mayoritas hingga terbentuknya sebuah Negara Yahudi bernama Israel pada

bulan Mei tahun 1948.33 PBB memberikan rekomendasi pembagian wilayah,

47% untuk Palestina dan 53% untuk Israel pada tahun 1467. Bahkan pada

tahun 1999, Walikota Jerussalem, Teddy Kolek telah mempunyai target rahasia

untuk membatasi jumlah rakyat Palestina yakni hanya sebanyak 28,8%.34 Dari

data tersebut kita bisa melihat bahwa mereka bahkan hampir terusir dari

negaranya sendiri.

Ada juga saudara kita sesama muslim di Rohingnya. Etnis Muslim

Rohingya (EMR) bahkan tidak diakui oleh Myanmar sebagai warga negaranya

bahkan dianggap sebagai imigran karena mengancam identitas. Bahkan PBB

sempat menggambarkan Rohingya sebagai komunitas paling teraniaya di dunia

33
Z.A Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, (Jakarta: Penerbit Daseta, 2002), hlm. 15.
Moh. Rosyid, “Dinamika Pejuangan Muslim di Palestina”, FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi
34

Keagamaan, Vol 3, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 223.

31
karena menghadapi ketakutan yang terus meningkat semenjak terjadinya

kekerasan dan puluhan orang terbunuh pada tahun 2012.35

Kita bisa melihat bahwasanya pada September 2017, sekitar 100.000

warga etnis rohingya menyebrang ke Bangladesh untuk mengungsi. Untuk bisa

melarikan diri dari sana, ada juga yang membayar penyelundup sekitar Rp.

98.500 atau setara dengan 7,4 dollar AS (10.000 Kyat Myanmar) perorangnya

agar dapat menyebrangi Sungai Naf dengan perahu kayu dan ditumpangi oleh

40 orang. Pada tanggal 5 September 2017, Otoritas Bangladesh menemukan

sebanyak 53 jenazah penumpang perahu yang tenggelam. Selain itu, ada juga

pengungsi yang harus merelakan salah satu kakinya karena ledakan ranjau, ada

pula pengungsi yang tertembak oleh pasukan penjaga perbatasan.36

Berkenaan dengan urgensi pendidikan aqidah, di Indonesia sudah

terdapat dalam TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa

Depan pada bab IV poin 1 yang berbunyi:

Terwujudnya masyarakat yang beriman, tertaqwa, berakhlak mulia


sehingga ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai
luhur budaya, terutama kejujuran, dihayati dan diamalkan dalam perilaku
kesehariannya.”37

Hal ini juga sejalan dengan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah

nomor 55 Tahun 2007 bab II pasal 5 ayat 1 menjelaskan bahwa “fungsi

35
Hayati Nupus, “Rohingya Mengalami Penindasan Institusional di Myanmar”, dalam
https://www.aa.com.tr/id/regional/-rohingya-mengalami-penindasan-institusional-di-myanmar/1994822,
diakses tanggal 2 Mei 2022, pukul 19.33 WITA.
36
Moh. Rosyid, “Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim Rohingya di Myanmar“, Jurnal
Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-49, Nomor 3, Juli-September 2019, hlm. 622.
37
Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik
Indonesia Nomor I/MPRI2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 1960 Sampai dengan Tahun 2002, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2006), hlm. 224.

32
pendidikan agama adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman

dan bertaqwa serta berakhlak mulia….”38

Diperkuat pula dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2014 pada pasal 2 yang menjelaskan “tujuan

diselenggarakannya pendidikan keagamaan Islam adalah untuk menanamkan

kepada peserta didik agar memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah

Subhanahu Wa Ta’ala.”39

6. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia

a. Pendidikan Islam

Pendidikan Islam menduduki posisi terpenting dalam kehidupan

manusia dengan sendirinya telah menempati posisi yang sangat sentral dan

strategis dalam membangun kehidupan sosial yang memposisikan manusia

dalam pluralitas kehidupannya. Tujuan diciptakan manusia hanya untuk

mengabdi kepada Allah swt. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk

umat yang berdasarkan hukum dan nilai-nilai agama Islam. Selain bertugas

menginternalisasikan atau menanamkan dalam pribadi nilai-nilai Islam,

pendidikan Islam juga mengembangkan anak didik agar mampu melakukan

pengamalan nilai-nilai itu secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas

konfigurasi idealis wahyu Allah SWT.

Pendidikan Islam harus mampu mendidik secara optimal agar memiliki

kematangan dalam beriman dan bertakwa dan mengamalkan hasil pendidikan

Islam yang telah diperoleh. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator

dalam memasyarakatkan ajaran Islam dalam masyarakat dalam berbagai

38
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
39
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan
Keagamaan Islam.

33
tingkatannya. Melalui pendidikan Islam inilah, manusia dapat memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan al-

Qur’an dan al-Sunnah.

Istilah umum yang digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu Tarbiyah

(pengetahuan tentang ar-rabb), Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen

tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi

nilai-nilai ilmiah), Ta’dib (integrasi ilmu dan amal)

a. Istilah Tarbiyah.

Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “Rabba”, “yurabbi” menjadi

“tarbiyah” yang berarti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam

statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari

Allah untuk mewakili sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah

di alam.40 Dengan demikian manusia dapat dikatakan sebagai bagian dari

alam yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam

lingkungannya. Akan tetapi sebagai khalifah yang ditus oleh Allah SWT,

maka manusia tentunya memiliki tugas untuk memadukan pertumbuhan dan

perkembangannya bersama dengan alam.

b. Istilah Ta’lim

Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu proses

memindahkan ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya, ilmu pengetahuan

bersumber dari Allah SWT. Ketika Nabi Adam alaihissalam menerima

pemahaman langsung dari Allah SWT tentang konsep ilmu pengetahuan,

terjadi proses pembelajaran (ta’lim) yang sekaligus menjelaskan bagaimana

hubungan antara pengetahuan Nabi Adam Alaihissalam dengan Tuhannya.


40
Siti Makhmudah, “Konsep Pendidikan Islam dan Perkembangannya dalam Menghadapi Problem
Pendidikan”, Tafhim Al-‘Ilmi, Februari, 2020, hlm. 199.

34
c. Istilah Ta’dib

Ta’dib bisa dikatakan sebagai penanaman ke dalam diri manusia tentang

tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan dalam bentuk

pengenalan yang diberikan secara berangsur-angsur. Dengan menggunakan

pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah

pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan

kepribadiannya dan ini melebihi tarbiyah dan ta’lim. Dari bahasan di atas

dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang

memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan

ideologi Islam.

Pendidikan pada umumnya dan khususnya pendidikan Islam, tujuannya

tidaklah sekedar proses peralihan budaya atau ilmu pengetahuan (transfer of

knowledge) tetapi juga proses peralihan nilai-nilai ajaran islam (transfer of

values). Tujuan pendidikan Islam menjadikan manusia yang bertaqwa,

manusia yang dapat mencapai al-falah, kesuksesan hidup yang abadi dunia

dan akhirat.41

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jika dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (library research). Kata penelitian berasal dari bahasa

Inggris yakni “research” yang terdiri dari dua kata, yakni “re” yang artinya

“kembali” dan “to search” yang artinya mencari. Dari dua kata ini dapat

disimpulkan bahwa penelitian (research) berarti mencari kembali suatu


41
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah pendidikan Islam, Terj, Hasan Langgulung
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 399.

35
pengetahuan.42 Penelitian juga secara umum diartikan sebagai suatu

pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan kepustakaan berarti semua buku,

karangan, dan tulisan mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian

(Baca: KBBI).

Jadi penelitian kepustakaan dapat diartikan dan dipahami secara luas

sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan untuk

mengumpulkan, mengolah, serta mengumpulkan data menggunakan metode

tertentu untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi.43 Seperti

namanya, dalam penelitian kepustakaan sendiri semua datanya bersumber dari

literatur (pokok) dan sumber pendukung lainnya (sekunder).

Dalam melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), menurut

Mestika Zed, setidaknya ada empat ciri yang nantinya akan mempengaruhi sifat

dan cara kerja penelitian,44 yaitu:

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan bukan

dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi-mata berupa, orang,

atapun kejadian, serta benda-benda lainnya.

b. Data pustaka bersifat “siap pakai”, dalam artian peneliti tidak pergi kemana-

mana, kecuali hanya berhadapan secara langsung dengan sumber-sumber

maupun data yang sudah tersedia di perpustakaan.

c. Data pustaka pada umumnya merupakan sumber sekunder, artinya peneliti

memperoleh bahan bukan dari tangan pertama di lapangan. Namun

demikian, data pustaka sampai tingkat tertentu, terutama dari sudut metode

42
Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media
Publishing, 2015), hlm. 4.
43
Khatibah, “Penelitian Kepustakaan”, Jurnal Iqra’, Vol. 5, Nomor 1, Mei 2011, hlm. 38.
44
Mestika Zed, “Metode Penelitian Kepustakaan”, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 4.

36
sejarah bisa dijadikan sumber primer selama ditulis oleh tangan pertama

atau oleh pelaku sejarah itu sendiri.

d. Kondisinya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Untuk itulah peneliti juga

harus memiliki pengetahuan teknis yang memadai tentang system informasi

dan teknik-teknik penelusuran data pustaka secukupnya.45

Adapun dalam penelitian ini, akan difokuskan untuk meneliti buku-buku

yang berkaitan dengan pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dalam

buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim”, karya Salim A Fillah pada

bagian kedua, yakni “Memintal Seutas Benang”.

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Yakni sumber yang langsung diambil dari sumber asli yang di dalamnya

memuat data dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam

penelitian ini, peneliti akan menggunakan buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang

Muslim” karya Salim A Fillah, dengan tebal 436 halaman yang diterbitkan di

Yogyakarta pada tahun 2007.

b. Sumber Data Sekunder

Yakni sumber data yang berasal dari buku-buku dan literatur ilmiah lain

yang terkait dengan tujuan penelitian dan sumber lainnya yang menunjang

penggalian dan pendalaman materi. Bisa dari jurnal, majalah, artikel, maupun

dokumen lainnya yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian ini seperti

pembahasan tentang pendidikan, maupun aqidah, serta buku-buku karangan

Salim A. Fillah.

45
Ibid., hlm. 5

37
3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bisa dikatakan sebagai langkah terpenting dalam

melakukan suatu penelitian. Karena data merupakan hal-hal yang akan diteliti

dalam suatu penelitian. Ada berbagai macam teknik pengumpulan data. Namun,

pada penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik dokumentasi. Adapun

dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mencari data berupa jurnal, artikel, majalah, catatan, dan lain sebagainya.46

Keuntungan menggunakan metode ini adalah peneliti dapat dengan cukup mudah

mencari kebutuhan penelitian yang mengandung nilai-nilai pendidikan aqidah.

Ada beberapa tahapan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam

penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mencari sumber-sumber data berupa teori yang sesuai dengan masalah

dalam penelitian.

b. Menentukan objek penelitian yang dalam hal ini akan dikaitkan dengan buku

Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim karya Salim A Fillah.

c. Menganalisis sumber data yang ada kemudian dikaitkan dengan tujuan

penelitian.

d. Membuat indikator fokus penelitian. Dalam hal ini berkaitan dengan nilai-nilai

pendidikan aqidah sesuai dengan teori yang digunakan. Hal tersebut nantinya

akan dikorelasikan dengan nilai-nilai pendidikan aqidah.

e. Menganalisis dan mengelompokkan sesuai dengan indikator yang telah

ditentukan.

f. Memaparkan data yang telah dianalisis dan dikaitkan dengan teori yang telah

didapatkan.
46
Sandu Siyoto, dkk, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015),
hlm. 77-78.

38
g. Membuat kesimpulan hasil penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Kata analisis berasal dari bahasa Yunani dan terdiri atas 2 kata, yakni “ana”

yang be rarti “atas” dan ”lysis” yang berarti memecahkan atau menghancurkan.

Agar sebuah data dapat dianalisis, maka data tersebut harus dipecah terlebih

dahulu menjadi bagian kecil menurut elemen atau struktur. Setelah itu

digabungkan untuk mendapat pemahaman yang baru. Analisis data merupakan

proses paling vital dalam sebuah penelitian.47 Suatu data yang telah terkumpul

tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis, karena analisis data berfungsi untuk

memberi makna dan nilai terhadap data.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analsis isi

(content analysis). Analisis isi (content analysis) merupakan teknik penelitian

membuat kesimpulan dari berbagai data tertulis dengan cara menganalisis secara

sistematis dan objektif pesan dalam konteksnya. Analisis isi digunakan untuk

memahami, mengungkap, dan membuka pesan dari karya sastra. Metode analisis

ini digunakan karena bahasa yang digunakan dalam buku yang akan diteliti cukup

berbau sastra.

Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis data dengan metode

deskriptif, yaitu pengumpulan data yang sudah didapat, ditafsirkan, dan dianalisis

secara interpretatif. Dengan demikian fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

nilai-nilai pendidikan aqidah apa saja yang terkandung dalam buku “Saksikan

Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah.

Dalam melakukan analisis isi, paling tidak ada tiga langkah yang harus

ditempuh oleh peneliti, yaitu: (1) menetapkan tema dan kata kunci yang dicari

47
Ibid., hlm. 109.

39
dalam dokumen yang akan diteliti dan dikaji, (2) memberi makna atas tema dan

kata kunci tersebut, dan (3) melakukan interpretasi internal.

Berangkat dari pendapat tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan mengikuti tiga alur tersebut; pertama, menetapkan tema dan

kata kunci. Secara umum terdapat banyak ayat yang mengkaji tentang pendidikan

dalam Alquran, namun dalam hal ini peneliti mengkhususkan nilai-nilai

pendidikan akidah dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya

Salim A Fillah. Di samping itu, peneliti tidak menetapkan kata kunci melainkan

hanya tema umum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam

konteks penelitian ini tema yang dimaksud berupa nilai-nilai pendidikan akidah,

selanjutnya tema tersebut ditelusuri dan diidentifikasi.

Kedua, memberi makna terhadap tema tersebut dengan cara mempelajari

dan menelusuri terhadap tema (pendidikan akidah) untuk memperjelas

keseluruhan pengertian dan informasi yang disampaikan. Upaya memberi makna

terhadap tema tersebut dibantu dengan menelaah buku-buku lain yang berkaitan

dengan pendidikan. Ketiga, melakukan interpretasi internal, yaitu menguji

keabsahan informasi pendidikan akidah yang berhasil diidentifikasi dengan

informasi lain yang secara keseluruhan terdapat dalam buku atau sumber data

yang sama.

G. Sistematika Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan memaparkan isi setiap bab yang meliputi

bagian-bagian sebagai berikut:

40
1. Bab I Pendahuluan. Pada bagian ini, peneliti memaparkan latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,

kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

2. Bab II Paparan Data dan Temuan. Pada bagian ini peneliti mengungkapkan

seluruh data dan temua penelitian. Sebisa mungkin peneliti menahan diri untuk

tidak mencampurkan dengan fakta terlebih dahulu. Untuk judul pada bagian

paparan data dan temuan tidak harus menurunkan kata tersebut sebagai judul

bab, melainkan membuat judul tersendiri yang merefleksikan isi bab yang

dibahas.

3. Bab III Pembahasan. Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai analisis terhadap

temuan penelitian sebagaimana disebutkan dalam bab II berdasarkan perspektif

penelitian ataupun kerangka teori yang telah dijabarkan dalam pendahuluan.

Jadi, peneliti tidak akan menjelaskan ulang data-data ataupun temuan-temuan

yang terdapat dalam bab II. Untuk judul bab pembahasan tidak akan

mengadopsi kata-kata terebut sebagai judul bab, melainkan akan dijadikan bab

tersendiri yang merefleksikan isi bab tersebut.

4. Bab IV Penutup. Bab ini akan memaparkan mengenai kesimpulan dan

merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagaimana yang telah dipaparkan

dalam bab pendahuluan. Terdapat pula saran yang bersifat teoretis dan praktis.

5. Daftar Pustaka. Berisi daftar rujukan yang digunakan dalam penulisan skripsi.

41
BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Paparan Data

1. Biografi Salim A Fillah

Salim Akhukum Fillah atau yang dikenal sebagai Salim A Fillah

merupakan seorang da’i sekaligus penulis asal Yogyakarta yang memiliki

nama asli Arif Nursalim. Pria kelahiran Kulon Progo, pada tanggal 21 Maret

1984 ini menempuh pendidikan formal dari TK ABA Sri Kayangan pada tahun

1989-1990. Ia menempuh pendidikan dasar di SDN Pergiwatu Wetan tahun

1990-1996, setelah itu melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri 2

Purworejo (1996-1999) dan SMA Negeri 1 Yogyakarta (1999-2002).

Tidak cukup sampai di sana, Salim A Fillah juga melanjutkan pendidikan

ke tahap perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan

mengambil jurusan Teknik Elektro pada tahun 2002-2007. Pernah juga belajar

di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga program studi

Psikologi.

Salim A Fillah terkenal setelah menerbitkan sebuah buku dengan judul

“Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah” yang diterbitkan oleh Pro-U Media

pada tahun 2003.48 Salim A Fillah merupakan seorang ustadz muda yang telah

melahirkan banyak karya tulis fenomenal dengan ciri khas bahasa yang puitis

dan menyusup lembut ke dalam hati pembacanya. Ternyata, membaca dan

menulis telah menjadi hobinya semenjak duduk di bangku SMA. Ia

48
https://salimafillah.com/tentang-salim-a-fillah/, diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul
19.59 WITA

42
berpandangan bahwa ada banyak jalan yang bisa ditempuh jika ingin

berdakwah, salah satunya adalah dengan menulis.

Dalam webnya di http://SalimAFillah.com, Salim A Fillah

menceritakan tentang perjalanannya menjadi penulis. Berawal dari kedua

orang tua yang sejak kecil begitu banyak memberikan dukungan untuknya

dalam hal membaca dengan menyediakan berbagai bacaan walaupun dengan

keterbatasannya. Ketika menginjak bangku kelas 5 Sekolah Dasar, Salim

diajak untuk berbelanja oleh ibunya dan ditinggalkan di toko buku dengan

uang pas untuk membeli keperluan tahun ajaran baru. Saat kembali, ibunya

terkejut dan hanya bisa menggelengkan kepala karena seorang anak seusia itu

ternyata Ia mengambil buku-buku yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan

anak seusianya, seperti buku sejarah, filsafat, psikologi dan biografi tokoh.49

Pada tahun 1996, Salim menuntut ilmu agama di Pondok Pesantren

Salafiyah Musyar, Plaosan, Purworejo, Jawa Tengah sambil tetap melanjutkan

Pendidikan formal tingkat menengah pertama di SMPN 2 Purworejo dan lulus

pada tahun 1999. Salah satu gurunya yakni KH. Mu’tamid Cholil. Setelah

menyelesaikan Pendidikan di pesantren, Ia melanjutkan Pendidikan tingkat

menengah atas di SMAN 1 Teladan Yogyakarta. Selama di SMA, banyak

karya tulis yang telah dihasilkan, Ia juga aktif mengikuti beberapa perlombaan

seperti lomba karya tulis ilmiah, lomba esai, lomba penulisan artikel lepas,

lomba cerpen, sayembara novel dan lain sebagainya. Setiap informasi lomba

kepenulisan yang datang ke sekolah, Salim selalu mencoba untuk

mengikutinya, walaupun pada akhirnya belum mendapatkan hasil yang

memuaskan. Termasuk diantaranya adalah Lomba Menulis Cerita Pendek

49
http://salimafillah.com/tentang-salim-a-fillah/ , diakses pada 28 Januari 2023, Pukul 20.31 WITA.

43
Islami (LMCPI) yang diselenggarakan oleh Majalah Annida.50 Selepas dari

pendidikan SMA, Salim A. Fillah kemudian melanjutkan Pendidikan tinggi di

jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada. Kini,

Ustadz Salim A. Fillah juga dikenal sebagai penulis muda yang piawai

memadukan dalil dengan kisah, norma dengan hikmah dan membingkainya

dalam nuansa sastra yang indah. Beberapa buku karyanya yang telah terbit

diantaranya adalah:

1. Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan (2003).

2. Agar Bidadari Cemburu Padamu (2004).

3. Barakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta (2005).

4. Gue Never Die (2005).

5. Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim (2007).

6. Jalan Cinta Para Pejuang (2008).

7. Dalam Dekapan Ukhuwah (2010).

8. Menyimak Kicau Merajut Makna (2012).

9. Lapis-lapis Keberkahan (2014).

10. Menggali Ke Puncak Hati (2015).

11. Risalah Dakwah (2016).

12. Bersamamu di Jalan Dakwah Berliku (2016).

13. Sunnah Sedirham Surga (2017).

14. #mcrgknskl (2018).

15. Sang Pangeran Janissary Terakhir (2019).

Khairul Amal, “Strategi Komunikasi Dakwah Ustadz Salim A. Fillah”, Jurnal Studi Islam dan
50

Kemuhammadiyahan, Vol.1, Nomor 2, 2021, hlm. 121.

44
2. Isi Buku

a. Identitas Buku

Judul Buku : Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim

Penulis : Salim A Fillah

Penerbit : Pro-U Media

Tempat Terbit : Yogyakarta

Tahun Terbit : 2007

Tebal Buku : 436 Halaman

ISBN : 979-1061-03-3

Tipe Buku : Monograf

b. Ringkasan Isi Buku

Buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” terdiri atas enam (6)

bagian. Diantaranya adalah Kain-kain Rombeng, Memintal Seutas Benang,

Menggelas Benang Lelayang, Menenun Jalinan Cinta, Menjahit Pola-Pola,

dan Menata Busana Bertiara. Dari enam bagian yang ada, Salim A Fillah

menyuguhkan tulisan yang urut. Pada bagian pertama diberi judul “Kain-

Kain Rombeng” yang dibuka dengan pembahasan tentang jahiliyah,

kemudian dilanjutkan pada bagian kedua, yakni “Memintal Seutas

Benang” yang mendeskripsikan tentang dimensi ruhiyah hadir dari

kebanggan terhadap identitas sebagai seorang muslim tanpa keraguan.

Berawal dari aqidah yang kuat inilah memunculkan kekuatan untuk

bertahan dalam keimanan dan melakukan banyak hal dalam membantu

dakwah atas cinta pada keimanan.

45
Pada bagian “Menggelas Benang Lelayang” membahas tentang hakikat

ibadah yang diikat dengan tiga ikatan, yakni, takut, harap, dan cinta.

Dilanjukan oleh bagian keempat, yakni “Menenun Jalinan Cinta”,

menyambung yang telah dibahas sebelumnya bagaimana ketika seorang

muslim telah selesai dengan dirinya sendiri, baik dari segi pemahaman

tentang aqidah, ibadah, dan sudah memiliki semangat untuk berdakwah

menyebarkan agama Allah dengan beragam kontribusi yang dimiliki.

Maka sudah seyogyanya seorang muslim menyiapkan dirinya pada

tingkatan amal dakwah yang kedua, yakni menuju bahtera pernikahan.

Pembahasannya berlanjut pada bagian kelima, yakni “Menjahit Pola-

Pola” yang menjabarkan tentang menyampaikan dakwah kepada

masyarakat dengan cara yang lembut dan dapat diterima, dan terakhir

pembahasan dalam buku ini ditutup pada bagian “Menata Busana

Bertiara”. Bagian terakhir lebih memperjelas bagaimana dakwah

disebarkan dalam cakupan yang lebih luas, yakni dalam skala kenegaraan.

Untuk lebih detailnya peneliti akan menjabarkan lebih lanjut tentang enam

bagian buku ini yakni sebagai berikut:

1) Kain-Kain Rombeng

Pada bagian ini, Salim A Fillah mengawali tulisannya tentang

“Jahiliyah” dan Amr Bin Hisyam (Abu Jahl). Sesuatu yang

menyebabkan hati seseorang tetutup dari kebenaran dan

menghalanginya dari keimanan hanya kepada Allah SWT. Pemikiran

jahiliyah tidak bisa diartikan sesederhana “bodoh”, ataupun

keterbelakangan, primitif dan kuno, maupun keterbelakangan secara

materi. Justru, hal-hal seperti ini tidak ada sama sekali dalam diri

46
Amr bin Hisyam. Tetapi dia disebut sebagai “Abu Jahl”, Si biang

kejahilan.51 Karena ternyata jahiliyah datang dalam bentuk dan

kemasan yang “menarik”, serta kerap kali disusupi kedok ilmiah dan

empiris. Ia menyusup melaui budaya paganisme. Contohnya bisa

kita lihat dalam kisah jahiliyah kaum Nabi Syuaib atau kejahiliyahan

dalam bentuk penyimpangan seksual Kaum Sodom, umat Nabi Luth.

Ibarat kupu-kupu, Ia menjelma dan berubah bentuk dari seekor

ulat dan kepompong. Agar eksistensi jahiliyah dapat bertahan,

diterima mentah-mentah oleh begelintir orang yang terpukau agar

keberadaanya tetap dapat diterima dan diimplementasikan ke dalam

ajaran Islam.

Ada pula orang-orang yang enggan beriman kepada Allah SWT

semata karena mengetahui esensi dari keimanan tersebut. Mereka

takut kehilangan harta dan kekuasaan. Tak cukup sampai di situ,

mereka akan berusaha mati-matian untuk menentang Islam dan

dakwah Rasulullah SAW. Di satu sisi, ada juga kategori orang-orang

yang justru karena paham esensi dari beriman kepada Allah SWT

maka mereka mengerahkan segala tenaga yang dimiliki demi

mempertahankan keimanannya.

2) Memintal Seutas Benang

Setelah menjejal dan menejalajahi berbagai aspek

kejahiliyahan lengkap dengan fenomenanya, yang ternyata tidak

terpaku pada devinisi “primitif” maupun “keterbelakangan”, pada

bagian ini Salim A Fillah mengajak pembacanya untuk kembali

51
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim,…., hlm. 16.

47
membuka mata dan mulai memintal seutas benang yang merupakan

jati diri sebagai seorang muslim. berbagai perjuangan yang

dilakukan oleh orang-orang yang dalam hatinya tertancap kuat

aqidah Islam dan tidak ingin lepas dari keimanan yang walaupun

dalam prosesnya banyak mendapat ujian dan tantangan.

Salim A Fillah membuka pembahasan dengan pembicaraan

seputar “Muslim”. Pada esensinya, menjadi seorang muslim tidak

sekedar embel-embel bagi orang yang beragama Islam, melainkan di

dalamnya juga disertai dengan sikap berserah diri atas segala

ketentuanNya. Tak cukup sampai di situ, menjadi muslim artinya

harus berani berbeda dan itu akan menjadi pembeda dan pemisah

antara muslim dan kafir sebagaimana dicontohkan oleh Rasululah

SAW.

Dikatakan bahwasanya “berpisah artinya berbeda”. Dalam

artian, seorang muslim memang harus membedakan dirinya dengan

orang kafir dimulai dari hal sesederhana cara berpakaian. Mengapa

harus berbeda? Karena persamaan akan memunculkan keterpautan

hati, sebagaimana orang yang di tanah rantauan yang memiliki

kesamaan latar belakang pasti hati akan mudah terpaut.52 Karena jika

berbicara mengenai identitas, maka secara otomatis akan membahas

kemana arah bandul umat Islam juga agar tidak membebek budaya

jahiliyah.

Tatkala seorang mengikrakan diri sebagai seorang muslim,

maka akan melekat konsekuensi yang mengikatnya, walau nantinya

52
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim,…. hlm. 98.

48
akan ada banyak duri yang harus disingkirkan disertai dengan

perjuangan. Dalam hal ini diperlukan pembersihan kembali jiwa-

jiwa muslim. Buah dari keimanan ternyata bukan sekedar berani

berbeda, melainkan adanya rasa kebersamaan yang juga atas dasar

keimanan.

Ada beberapa kerangka peradaban yang dikemukakan oleh

Anis Matta, tarbiyah adalah afiliasi, partisipasi, dan kontribusi yang

dijelaskan sebagai berikut:

a) Afiliasi

Afiliasi mengisyaratkan keberpihakan ummat Islam

kepada agamanya. Pemahaman yang nantinya akan diwarisi

tersebut terntunya harus diperoleh dari keterbimbingan.

Keislaman juga harus memiliki akar yang kokoh, yang tentu

tidak mudah tercabut dari hari seorang muslim. Dalam hal ini

tentunya seorang muslim harus mampu memberikan

keteladanan, menampakkan keindahan Islam dan ayat-ayat

Allah SWT sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan

para sahabat.

b) Partisipasi

Partisipasi dapat diartikan sebagai bentuk kerja yang dapat

dilakukan setelah seorang individu yang afiliasi keislamannya

telah kokoh untuk terjun di tengah masyarakat. Seorang muslim

sejati tentu tidak akan menjadi shalih bagi dirinya sendiri,

melainkan Ia juga harus mendistribusikan keshalihannya di

tengah masyarakat.

49
c) Kontribusi

Ini merupakan langkah untuk memastikan agar tiap individu

yang telah dilepas ke masyarakat dapat memberikan

kontribusinya secara maksimal. Pada dasarnya, kerja Tarbiyah

menyentuh seluruh ranah dalam kehidupan, dari ruh, akal,

hingga jasad. Salah satu keunikan umat muslim adalah memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dan jika dikolaborasikan akan

menjadi kekuatan yang luar biasa. Karena dalam berdakwah

tidak melulu tentang yang ceramahnya paling baik. Karen ajika

dakwah hanya ceramah, maka dunia ini hanya butuh lidah, tidak

butuh anggota tubuh lainnya.

3) Menggelas Benang Lelayang

Bagian ketiga ini merupakan lanjutan dari bagian kedua. Pada

bagian ini banyak membahas terkait dengan tiga pilar ubudiyah,

dimana ibadah dimaknai sebagai bentuk interaksi dengan Allah

SWT. Tiga pilar tersebut diantaranya adalah takut, harap, dan cinta.

Sebagaimana dikutip dalam syair Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

“Barangsiapa menyembah Allah dengan cinta saja maka


sungguh Ia zindiq. Barangsiapa menyembah Allah dengan
harap saja maka Ia adalah murji’. Barangsiapa menyembah
Allah dengan takut saja maka Ia Haruri. Mukmin bertauhid
menyembah Allah dengan ketiganya; takut, harap, dan cinta.”53

Zindiq merupakan sebutan bagi orang yang tertipu dengan

perasaan dan angan kosongnya. Apakah itu bisikan Allah SWT atau

bisikan setan. Padahal sesungguhnya Allah SWT adalah cinta dan

53
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 127.

50
selainNya tidak berarti apa-apa. Murji merupakan julukan bagi

orang-orang yang menganggap iman cukup dengan pembenaran

lisan sehingga memudah-mudahkan. Merasa telah bersyahadat dan

menganggap diri pasti masuk surga. Sedangkan haruri merupakan

sebutan lain dari Khawarij, yang mengkafirkan pelaku dosa besar

karena berlebihan dalam rasa takut.

Terkait tiga pilar ini dijabarkan sebagai berikut:

a) Takut

Takut merupakan energi jiwa yang menjadi benteng diri

terhadap murka Allah SWT. Bisa juga dimaknai sebagai bentuk

‘pengawasan’ Allah SWT agar hambaNya. Karena rasa takut

dan malu kepada Allah SWT yang selalu mengawasi

menjadikanya berusaha hidup dalam keshalihan, dalam artian,

rasa takut dapat terealisasi dalam bentuk kesadaran dan kehati-

hatian sehingga menimbulkan ketentraman.

b) Harap

Pandangan iman adalah pandangan penuh harapan. Dalam

artian ada harapan tentang kebersamaan dengan Allah SWT.

Ada kenikmatan dan ketentraman ketika dapat merasai

kebersamaan Allah SWT dalam setiap hal yang dilakukan.

c) Cinta

Cinta yang hanya ada dalam hati belum mampu menjadi

bukti apapun. Menurut Sayyid Quthb, buah alami daripada

51
keimanan adalah amal shalih.54 Karenanya, keimanan dan cinta

adalah hakikat yang aktif dan energik.

Dalam bagian ini dijelaskan pula terkait dengan permasalahan

ibadah. Muraqabah. Dapat juga diidentikkan dengan sikap ihsan

(beribadah seakan-akan melihat Allah SWT. Walaupun tidak dapat

melihatNya tetapi yakin bahwa Allah SWT melihatnya). Muraqabah juga

merupakan sisi lain dari ikhlas, cukuplah yang melihat.

4) Menenun Jalinan Cinta

Jika pada bagian sebelumnya banyak berbicara tentang pondasi dan

bangunan kepribadian seorang muslim, maka pada bagian ini membahas

tingkatan amal setelah selesai dengan diri sendiri, yakni pernikahan.

Membangun rumah tangga adalah sebuah kemuliaan, karena di dalamnya

terdapat ruh dakwah dan jihad yang seiring dan sejalan untuk meraih

keberkahan.

Pernikahan disebut separuh agama, karena di dalamnya memuat

persoalan aqidah, pandangan terhadap Allah SWT, diri pribadi, dan

pernikahan itu sendiri. Menurut Hasan al-Banna, tingkatan amal kedua,

yakni membangun rumah tangga Islami dengan cara memilih pasangan

yang tepat, membawa anggota keluarga untuk menghormati fikrah,

memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami dan istri, memelihara adab-

adab Islam dalam segala aspek kehidupan rumah tangga, pandai

mendidik anak, serta menumbuhkan prinsip-prinsip Islam dalam diri

mereka.

54
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim,…. hlm. 190.

52
Selanjutnya membedakan persiapan dengan parameter kesiapan.

Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum menikah menurut

Ustadzah Herlini Amran, MA dalam sebuah seminar Muslimah di

Auditorium Abdul Kahar Muzakkir UII, diantaranya adalah; (1)

Persiapan Spiritual (Ruhiyah), (2) Persiapan Ilmu-Intelektual (‘Ilmiyah-

Fikriyah), (3) Persiapan Fisik (Jasadiyah), (4) Persiapan Material

(Maaliyah), dan (5) Persiapan Sosial (Ijtima’iyah). Persiapan ini adalah

sesuatu yang harus dilakukan secara terus menerus karena tolak ukur siap

itu relatif, karena setelah menikah pun persiapan dan perbaikan diri ini

akan terus menerus diasah sepanjang waktu.

Terkait parameter utama kesiapan menikah dalam hadits Rasulullah

SAW hanya ada satu, yakni ba’ah yang makna utamanya adalah

kemampuan biologis atau kemampuan jima’ sebagaimana ditekankan

oleh para ulama. Jika sudah ba’ah, maka persiapan utama adalah

komitmen untuk menjadikan pernikahan sebagai ajang perbaikan diri

secara terus menerus. Tanda awal keberkahannya adalah mempermudah

proses dan tidak mempersulit diri, apalagi mempersulit orang lain.

Pada bagian ini, Salim A Fillah menulis tentang standar hidup

seorang mukmin, diantaranya ialah, (1) Isteri yang shalihah, (2)

kendaraan yang bisa mengantarkan kemanapun, (3) rumah yang lapang

dan damai. Mukmin itu harus kaya dan pekerjaan mukmin yang kaya

adalah yang memerlukan sedikit waktu, sedikit tenaga, dan sedikit

pikiran tetapi menghasilkan uang banyak. Salah satu jalannya adalah

berbisnis.

53
Hidup seorang mukmin adalah pembelajaran yang tiada henti. Ada

beberapa pembelajaran yang dapat diambil ketika seorang mukmin

menjadi pengusaha, diantaranya adalah menghargai waktu dan kerja

keras, mengerti resiko dan berjiwa merdeka, menghargai silaturrahim,

agar berwawasan luas dancerdasa dalam mengelola anggaran, bisa

belajar kepemimpinan, merasakan indahnya shadaqah, lebih peka dalam

bersyukur dan bersabar,serta merasakan nikmatnya memberi

kemanfaatan bagi banyak orang.

Dilanjutkan dengan pembahasan ibu dan generasi. Keutamaan

menjadi seorang ibu tentu luar biasa. Karena ibu disebut oleh Rasulullah

SAW sebanyak tiga kali di depan ayah. Hal ini sebanding dengan

perjuangan dan tantangan yang akan dilalui ketika melaksanakan peran

ini. Namun sayangnya, tidak sedikit pula wanita masa kini yang enggan

menjadi ibu, Padahal begitu banyak keutamaan dan kemuliaanya di sisi

Allah SWT.

Keluarga juga merupakan pilar masyarakat Islam. Apalagi keluarga

yang dibangun atas dasar keinginan untuk menegakkan dakwah. Dalam

proses mewujudkannya, setiap keluarga pasti memiliki tantangan

tersendiri, apalagi jika sudah bicara tentang mendidik generasi.

Setidaknya ada tiga pilar yang perlu diperhatikan untuk mengembalikan

fungsi keluarga sebagai tata kerja untuk membangun peradaban,

diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Menjadikan dakwah keluarga sebagai bagian terpenting dalam

dakwah,

54
b) Memperbaiki persepsi orang tua terhadap aktivitas yang

dilakukannya.

Meluangkan waktu bukanlah satu-satunya jawaban bagi

anak. Justru ada juga kasus dimana anak tidak ingin menjadi seperti

orang tuanya karena melihat betapa padat dan melelahkannya

aktivitas orang tuanya dalam mengemban amanah dakwah sehingga

anak hanya mendapat ‘tenaga sisa’. Semua berawal dari bagaimana

orang tua memberikan persepsi terhadap aktivitasnya di jalan

dakwah.

c) Penguatan Buffer

Dalam ilmu kimia, buffer berfungsi untuk menetralkan PH.

Perumpamaan buffer diibaratkan pada penguatan jiwa. Apapun

masalah yang dihadapi, maka buffer sebagai penetralnya. Penetral di

sini berbeda dengan kompensasi, tetapi lebih kepada penjagaan

sehingga semuanya dapat berjalan seiring dan sejalan. Buffer , bisa

bemacam-macam bentuknya, yakni buffer spiritual (kualitas ruhiyah

yang baik dan tertata) dan fisik (menjaga asupan, olahraga teratur,

dan vitalitas prima).

5) Menjahit Pola-Pola

Setelah selesai dengan diri dan membangun rumah tangga dakwah,

tentu peran selanjutnya yang harus difokuskan adalah bagaimana agar

dakwah Islam dapat membumi di tengah masyarakat. Ini bisa dimulai

dari membangun interaksi dengan tetangga yang mendatangkan

keridhaan Allah SWT.

55
Pada tahun 2004, Majalah Ummi menurunkan sebuah artiket yang

membahas tentang Zero Based dalam berinteraksi sosial. Setidaknya

ada beberapa ikhtiar yang dapat dilakukan untuk mengisi dan

menyebarkan kebaikan-kebaikan, diantaranya; memandang manusia

adalah makhluk yang dinamis yang bisa belajar dari kesalahan dan

memperbaiki dirinya dari waktu ke waktu, membebaskan diri dari

prasangka, bersikap objektif dengan menilai mereka apa adanya sesuai

interaksinya dengan kita, berusaha dan berani menyikapi sikap

seseorang berdasarkan kebenaran, berpegang pada standar ilahiyah,

serta membersihkan diri dari tujuan yang kotor.

Salah satu diantara peran yang mau tidak mau harus diambil saat

berdakwah di tengah masyarakat adalah bicara kepada mereka, dan hal

ini tentulah tidak sederhana. Contoh yang paling mendasar adalah,

khutbah Jum’at. Saat ini khutbah jum’at yang seharusnya menjadi

pengingat rutin setiap pekannya berubah menjadi ‘obat tidur’ mujarab.

Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, baik dari materi yang

disampaikan, cara penyampaian, sampai dengan waktu

penyampaiannya.

Selain itu kita bisa berkaca dari salah seorang sahabat Nabi yang

bernama Mush’ab bin Umair. Ia sangat memperhatikan penampilan.

Maka sangat tepat ketika Mush’ab dijadikan sebagai duta Islam untuk

merekrut banyak orang di Yastrib. Tugas seorang muslim dalam

berdakwah adalah bagaimana menyatukan perbedaan menjadi warna

pelangi yang indah. Hal-hal yang dapat dipetik dari Mush’ab dalam

berdakwah diantaranya, memperhatikan penampilan (bukan sebagai

56
yang utama, tapi pertama), memiliki pemahaman agama yang baik,

sehingga dapat membantu masyarakat dalam memecahkan berbagai

persoalannya, memberikan keteladanan lewat akhlaq yang baik, berani

memulai komunikasi, jeli melihat poin strategis, serta membangun rasa

persahabatan yang menguatkan.

6) Menata Busana Bertiara

Bagian terakhir ini diawali dengan pembahasan tentang Rabbani

sebagaimana tertera dalam Q.S Ali Imran: 79. Imam Ibnu Jatir Ath

Thabari dalam Jami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an, menyebutkan

setidaknya ada limah hal yang harus dimiliki seorang Rabbani, antara

lain; ‘aliin dan mutsaqqaf (berilmu dan berwawasan), faqih, al

Bashirah bis Siyasah (memiliki kedalaman pandangan tentang politik),

al Bashirah bit Tadbir (kedalaman pandangan dalam manajemen), serta

peduli pada kepentingan public (al Qiyam bis Su-nir Ra’iyah li

Mashlahatid Dunyaa wad Diin).

Dalam meneguhkan eksistensi dakwah diperlukan strategi dan

belajar dari cara Rasulullah SAW, salah satu adalah strategi yang

dilakukan adalah ketika kaum Muslimin hijrah dari Makkah ke

Madinah. Langkah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yakni

muakhkhah, mempersaudarakan. Tentu saja harapan Rasulullah SAW

juga agar Islam tersibak hingga penjuru Kota Madinah. Untuk itu

terbentuklah piagam madinah dan traktat perdamaian, serta mulai

membangun masjid.

Setelah memperoleh kemenangan pun, ada beberapa hal yang

mesti dijaga oleh kaum muslimin, baik dari semangat hingga godaan

57
syahwat. Untuk itu diperlukan penguatan kepada kaum muslimin pasca

kemenangan dengan cara sebagai berikut:

a) Pembinaan Ruhiyah

Bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kepekaan untuk

bertaubat, beristighfar, dan merasakan kehadiran dan pengawasan

Allah SWT.

b) Penyadaran Makna Kemenangan dan Kekalahan

c) Kepemimpinan dan Kaderisasi

Ini menjadi penting karena setiap kepemimpinan harus

menyiapkan regenerasinya untuk mampu menopang

tanggungjawab dakwah.

d) Penguatan Amal Jama’i

e) Behati-hati terhadap Negosiator Kekufuran

f) Menguatkan Tsiqoh dan Tha’at pada Qiyadah

g) Bertasbih dari dosa masa lalu

h) Mememlihara Amanah

i) R’ayah Tarbawiyah

j) Berlapang dada terhadap saudara sesama muslim.

B. Temuan

1. Nilai-Nilai Pendidikan Aqidah dalam buku “Saksikan Bahwa Aku

Seorang Muslim” Karya Salim A Fillah.

Pada bagian ini, peneliti akan memapararkan nilai-nilai pendidikan

aqidah dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A

Fillah. Adapun nilai-nilai pendidikan aqidah dalam buku “Saksikan Bahwa

58
Aku Seorang Muslim” dianalisis dari pandangan penulisnya, kata mutiara

tokoh, kutipan ayat al-Qur’an, dan penggalan atau kutipan cerita yang

berkaitan dengan pembahasan seputar aqidah.

Nilai-nilai pendidikan aqidah yang akan dibahas mencakup 2 aspek,

yakni Iman kepada Allah SWT dan iman kepada Rasul Allah SWT.

Berdasarkan hasil temuan peneliti, adapun nilai-nilai pendidikan aqidah dalam

buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah pada

bagian “Memintal Seutas Benang, dipaparkan sebagai berikut :

a. Nilai Iman Kepada Allah SWT

Wujud dari iman kepada Allah SWT telah dipaparkan dalam bentuk

penjelasan dari sudut pandang penulis buku, kutipan kata mutiara tokoh,

kutipan ayat al-Qur’an, dan penggalan atau kutipan cerita yang berkaitan

dengan pembahasan seputar tauhid. Dalam beriman kepada Allah SWT

tidak akan terlepas dari pembahsan tauhid atau mengesakan Allah SWT.

Karena tauhid merupakan pondasi dari keimanan sesorang. Jika dalam

bertindak seseorang muslim tidak didasari keimanan dan mengesakan

Allah SWT, maka seluruh amalannya tidak akan ada artinya. Diantaranya

adalah tauhid rububiyah, tauhid ulihiyah, dan asma’ wa sifat.

Terkait dengan tauhid peneliti memaparkan temuan yang terdapat

dalam buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim bagian “Memintal

Seutas Benang” adalah sebagai berikut:

1) Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah merupakan predikat Allah SWT sebagai satu-

satunya pemberi rezeki, pencipta, dan Pengatur alam semesta. Sebagai

seorang hamba, tentu tidak patut jika dia menggap bahwa segala

59
pencapaian yang telah didapatkan di dunia merupakan hasil kerja

kerasnya semata. Karena jika Allah SWT tidak memperkenankan,

maka sesungguhnya percapaian tersebut tidak akan pernah bisa diraih.

Terkait dengan hal ini, dalam bagian “Memintal Seutas

Benang”, pada sub bagian “Mukjizat yang Menantang”, Salim A

Fillah menyelipkan gambaran tentang tauhid Rububiyah melalui

sepenggal cerita tentang seorang pengusaha sukses yang hidupnya

dilimpahi dengan kenikmatan, namun dari semua yang dia miliki, dia

beranggapan bahwasanya segala pencapaian yang diperolehnya

merupakan hasil usahanya semata tanpa melibatkan Tuhan di

dalamnya. Bahkan dia merasa sebal saat orang-orang berbicara

tentang Tuhan ataupun akhirat.

Suatu ketika, Sang Pengusaha bermain golf yang merupakan

hobinya. Temannya yang usil pun menutup hole hole tempatnya

bermain sehingga setiap bola golf yang dipukulkan tidak bisa masuk.

Ternyata temannya tersebut ingin mengajak Si Pengusaha untuk

memtik hikmah dari tindakannya. Hal ini terlihat dalam kutipan

perkataan teman Sang Pengusaha yang berbunyi;

“Begitulah firman Tuhan kawan, kata Sang Teman. Ia seperti


bola golf. Untuk bisa menghayatinya, dia harus masuk dulu ke
dalam lubang hati kita. Lubang itu bernama iman.”55

Seorang muslim yang di dalam dirinya telah mengakar nilai

tauhid Rububiyah pasti akan menggantungkan harapan hanya kepada

Allah SWT. Jadi tidak mengherankan jika banyak kita temui kisah-

kisah orang yang berhijrah dan memilih Islam sebagai keyakinannya,

55
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2007), hlm. 127.

60
akan mengalami berbagai ujian kehidupan di dunia. Karena jika Allah

SWT telah mencintai seorang hamba, maka Dia pasti akan

memberinya ujian.

Sebagaimana yang dipaparkan Salim A Fillah dalam sub bagian

“Dua Bendera” dimunculkan gambaran tentang ujian yang dihadapi

beberapa tokoh untuk mempertahankan keimanannya setelah

memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Ketika seseorang

memutuskan utnuk berhjrah, maka akan banyak tantangan yang

dilalui, apalagi bagi yang terbiasa hidup berkecukupan. Keluarga,

rumah yang nyaman, tempat usaha yang prospektif, dan lain

sebagainya. Salah satu yang dimunculkan adalah Shuhaib ibn Sinan

yang terlihat dalam kutipan berikut:

“Suhaib bin Sinani migran Romawi yang gemilang membangun


usahanya di Makkah harus meninggalkan suskses yang Ia
bangun dari nol itu. Komentar manusiawi atas peristiwa ini tentu
berbunyi, “Sahuhaib sudah bangkrut!”. Tapi dimensi keimanan
ternyata menyusun sebuah kalimat lain di lisan RasulNya yang
berbunyi, “Rabiha Shuhaib...” Shuhaib beruntung, Shuhaib
beruntung!”56

Hal ini bersesuaian juga dengan kutipan yang disampaikan

Salim A Fillah dalam postingan feed instagramnya yang memuat

cuitan twitternya pada tanggal 2 November 2022 yang berbunyi,

“Ketidaktahuan itu indah. Tak tahu mati membuat kita


berharap. Tak tahu rizki membuat kita bekerja. Tak tahu takdir
membuat kita berjuang.”57

56
Ibid,. hlm. 144.
57
https://www.instagram.com/p/Ckbx2hhSZi4/?igshid=YmMyMTA2M2Y, diakses tanggal 19
Desember 2022, Pukul 12.24 WITA.

61
Gambar 2.1
Kutipan dari akun instagram Salim A Fillah tentang Tauhid
Rububiyah

Selain itu persaudaraan yang dibangun atas aqidah, kecintaan

karena Allah SWT, sesungguhnya tidak membuat seorang muslim

merasa sedih karena harta dunia, melainkan menambah rasa cukup

dan Allah SWT pasti menjamin rezeki setiap orang. Tugas seorang

muslim tidak perlu ragu apalagi khawatir tentang rezekinya ketika

berhijrah di jalan Allah SWT.

Hal ini terlihat pada kisah persaudaraan antara Kaum

Muhajirin dan Kaum Anshar. Saat itu, kaum muslimin berhijrah

dari Makkah ke Madinah. Di Madinah, mereka ditolong oleh Kaum

Anshar hanya karena mereka adalah saudara sesama muslim tanpa

tahu siapa yang mereka tolong. Kutipannya sebagai berikut:

62
“Saudara macam apa ini, yang bersedia membagi dua semua
miliknya. Dari kebun, toko, rumah, budak, bahkan jika
isterinya disuka akan diceraikannya segera dan
menikahkannya dengan sang saudara. Itsar, mengutamakan
saudara atas keperluannya sendiri, menjadi puncak dari
persaudaraan yang telah cemerlang diukirkan oleh orang-
orang Anshar dalam piagam keislaman mereka….”58

Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Salim A

Fillah dalam unggahan feed instagramnya yang diunggah pada 6

Februari 2022 yang berbunyi,

“Kita kadang terlalu khawatir dengan sesuatu yang sudah


dijamin oleh Allah SWT”59

Gambar 2.2
Kutipan dari akun instagram Salim A Fillah

Berkenaan dengan mengharapkan pertolongan dan rezeki

semata-mata hanya kepada Allah SWT , tentunya diiringi dengan

ikhtiar sebagamana pelajaran yang dapat diambil dari Siti Hajar. Ini

58
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 145.
59
https://www.instagram.com/reel/CZnNugCB1P3/igshid=YmMyMTA2M2Y, diakses pada tanggal
19 Desember 2022, Pukul 12.37 WITA.

63
terdapat dalam kutipan salah satu buku Salim A Fillah yang

berjudul “Kembali dalam Dekapan Ukhuwah”, yakni,

“Mari belajar pada Hajar bahwa makna kerja keras itu adalah
menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah. Mari bekerja
keras seperti Hajar dengan gigih, dengan yakin. Bahwa Dia
tak pernah menyia-nyiakan iman dan amal kita….”60

Sebagai penutup bagian “Memintal Seutas Benang”, Salim A

Fillah mengutip syair Sayyid Qutub yang mengajak pembaca untuk

merenungi ciptaan Allah SWT dengan berlandaskan pada

keimanan kutipannya adalah sebagai berikut:

“Itulah yang diperbuat keimanan. Membuka mata dan hati.


Menumbuhkan kepekaan. Menyirai kejelitaan, keserasian,
dan kesempurnaan. Iman adalah persepsi baru terhadap alam,
apresiasi baru terhadap keindahan, dan kehidupan di muka
bumi, di atas pentas ciptaan Allah, sepanjang malam dan
siang….”61

Kutipan di atas menunjukkan nilai-nilai tauhid Rububiyah

yang ditunjukkan melalui kata mutiara tokoh.

2) Tauhid Uluhiyah

Dalam konsep tauhid uluhiyah, segala ibadah yang dilakukan

harus dilandasi dengan niat semata-mata kepada Allah SWT karena

kita mengakui bahwa Allah SWT adalah illah (sembahan), Tuhan

yang paling pantas untuk disembah. Seseorang yang telah tertanam

kuat tauhid Uluhiyah dalam jiwanya, akan terhindarkan dari

kekafiran, sebagaimana kutipan terjemahan Q.S al-Hujurat: 7 yang

oleh Salim A Fillah dijadikan sebagai pembuka pada bagian

“Memintal Seutas Benang” yakni,

60
Salim A Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hlm. 55.
61
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 174.

64
“…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan
dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan…”62

Dalam buku lainnya, Salim A Fillah juga memberikan

pernyataan yang hampir sama dengan pernyataan di atas, yakni:

“Jadikan cintaku padaMu ya Allah, berhenti di titik ketaatan,


meloncati rasa suka dan tak suka. Karena Aku tahu,
menaatiMu dalam hal yang tak kusukai adalah kepayahan,
perjuangan, dan gelimang pahala. Karena seringkali
ketidaksukaanku, hanyalah bagian dari ketidaktahuanku.”63

Bagian ini juga dibuka dengan pembahasan tentang

“Muslim”. Salim A Fillah mengawali tulisannya dengan membahas

definisi kata “Muslim”. Victor E. Frankle, seorang psikolog dunia

yang merupakan Yahudi Austria yang survive dari kamp

konsentrasi NAZI di Auschwitz hingga Daffa memberi julukan

“moslem” kepada kawan-kawannya yang tidak bisa lagi survive

dari kamp. Hal ini sangat terlihat dari definisi tentang muslim yang

dibuatnya sebagai propaganda. Menurut Frankl, Moslem adalah

mereka yang tidak lagi memancarkan semangat untuk hidup, putus

asa, lemah, dan siap untuk dimasukkan ke kamar gas.64

Salim A Fillah meluruskan pernyataan ini pada paragraf

selanjutnya. Dengan bahasa yang bernuansa sastra, Ia

menyampaikan kepada pembaca bahwa muslim harus didefinisikan

62
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 81.
63
Salim A Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2008), hlm. 294.
64
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 83.

65
dengan benar sebagaimana yang telah didefinisikan oleh bahasa

dasarnya.

“Berbahasa Inggrislah… tetapi abadikan kata “masjid”


seperti al-Qur’an menamai. Tetapi sebut dan tuliskan kata
“Muslim” sebagaimana ilmu tajwid menata lafadznya. Maka
“Muslim”, ejaan Melayu untuk hamba yang berserah
padaNya ini terasa lebih indah….”65

Tauhid Uluhiyah yang kuat juga dapat meruntuhkan segala

macam penghambaan kepada selain Allah SWT sebagai pada kisah

Nabi Ibrahim yang dengan keberaniannya memenggal berhala yang

dapat dilihat pada kutipan berikut,

“Termasuk tentu Ibrahim Alaihis Salam. Dialah muslim yang


haniif. Muslim yang telah memenggal berhala dengan kapak
kecerdasan serta meruntuhkan argumentasi paganisme,
membungkam Namrud Tuhan palsu, dan dengan cantik
melukiskan sesatnya menyembah benda-benda antariksa.”66

Terkait dengan meruntuhkan paganisme dalam buku “Jalan

Cinta Para Pejuang” diselipkan juga per nyataan Umar bin Khattab

yang menegaskan kemurnian tauhidnya dalam kutipan,

“Hari ini, mengenang kebodohannya di masa jahiliyah


sekaligus menegaskan kemurnian tauhidnya, Ia berkata
kepada hajar aswad, bru hitam di pojok Ka’bah itu.
“Sesungguhnya engkau hanyalah sebuah batu”, serunya, “
yang tak akan pernah bisa memberi manfaat maupun bahaya.
Demi Allah, seandainya aku tak pernah melihat Rasulullah
menciummu, aku takkan pernah sekali pun sudi
menciummu!”67

Sub bagian “Muslim” ini merupakan intisari dari buku

“Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karena judul buku ini

ternyata dikutip dari kalimat yang terdapat dalam Q.S Ali Imran :

52 dan Q.S Ali Imran: 64. Sebagai konklusi dari tulisan dalan sub
65
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 83.
66
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 84.
67
Salim A Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang”…., hlm. 295.

66
bagian ini Salim A Fillah mengajak pembaca agar lebih

meningkatkan kebanggaanya sebagai seorang muslim yang terlihat

dalam kutipan berikut,

“Seribu, seratus, sepuluh, ataupun sesatu, Muslim sejati


takkan pernah ragu untuk berkata, “Saksikan Bahwa Aku
Seorang Muslim!”68

Menjadi muslim merupakan suatu bentuk kedasaran

indentitas. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam kegiatan bedah

buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” bersama Salim A

Fillah yang diselenggarakan oleh SMAN 6 Mataram, NTB dalam

channel youtube “Pro-You Channel” pada tanggal 27 Mei 2017,

pada menit ke 5:40, Salim A Fillah menjelaskan sebagai berikut;

”Menjadi Muslim adalah kesadaran identitas. Pernyataan


pentingnya siapa yang memberi Anda gelar seorang muslim,
kepada orang yang memilih untuk menganut diinul islam, dan
bahkan siapa yang memberi nama Islam pada keyakinan yang
dianut oleh seorang Muslim, jawabannya Allah SWT. Dalam
persoalan ini, Anda perlu sangat bangga karena tidak ada dari
penelitian saya terhadap semua kitab suci agama-agama yang
ada, tidak ada agama lain yang nama agamanya dan nama
pemeluknya tersebut eksplisit dalam kitab sucinya diberikan
sesuai wahyu dari Tuhan yang disembah.”69

68
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 86.
69
Pro-You Media, "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" | Ustadz Salim A. Fillah | BEDAH
BUKU, dalam https://www.youtube.com/watch?v=9CWtuZVLl40, diakses pada tanggal 28 Desember 2022,
pukul 07.49 WITA.

67
Gambar 2.3
Tangkapan layar tayangan video youtube kegiatan bedah
buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” di SMAN 6
Mataram

Berangkat dari kesadaran tersebut juga, dapat menimbulkan

kebanggaan dalam diri seorang muslim, hal ini juga dilanjutkan

oleh Salim A Fillah pada menit ke 10:42:

“Maka menjadi muslim adalah kebanggaan kita tentang


kesadaran identitas. Sambung menyambung sejarah hidup
muslim adalah sejarah gilang gemilang yang diabadikan
dalam kitab suci yang berlaku sampai akhir zaman, namanya
al-qur’anul kariim.”70

70
Pro-You Media, "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" | Ustadz Salim A. Fillah | BEDAH
BUKU, dalam https://www.youtube.com/watch?v=9CWtuZVLl40, diakses pada tanggal 28 Desember 2022,
pukul 07.49 WITA.

68
Gambar 2.4
Tangkapan layar tayangan video youtube saat Salim A Fillah
menyampaikan tentang kesadaran identitas

Pada sub bagian “Perpisahan”, Salim A Fillah menyuguhkan

beberapa kisah heroik karena mempertahankan aqidah, diantaranya

terdapat pada kisah keluarga Yasir yang harus meregang nyawa,

Bilal bin Rabbah yang walaupun mengalami penyiksaaan, namun

tidak tergerak sama sekali untuk merubah keyakinannya

menyembah Allah SWT. Begitu pula dengan Khabbab Ibn al Arats

yang pernah dipanggang hingga cairan tubuhnya memadam bara

sampai Rasulullah bersabda,

“….demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, Allah akan


menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang

69
berjalan sendirian dari Shan’a ke Hadhramaut dan tiada yang
ditakutinya kecuali Allah…”71

Ikrar bahwa hanya Allah satu-satunya Tuhan yang layak

untuk disembah, akan menjadikan hati seorang hanya meletakkan

ketergantunyannya kepada Allah SWT dan apapun yang

dilakukannya landasannya pasti karena Allah SWT, termasuk

adanya rasa ke bersamaan dalam berjuang menegakkan aqidah

tanpa rasa khawatir, resah, dan takut. Sebagaimana ditulis oleh

Salim A Fillah dalam kutipan berikut ini.

“Karena kebersamaan yang kita ukir begitu meneguhkan.


Kebersamaan yang menyandarkan kekuatannya kepada
Allah, Dzat yang telah meridhai kebersamaan dan
persaudaraan ini.”72

3) Asma’ wa Sifat

Allah SWT memiliki nama-nama yang baik (asmaul husna)

dan sifat-sifat yang melekat padaNya yang membedakanNya

dengan makhlukNya. Dalam bagian “Memintal Seutas Benang”,

terdapat keteladanan asma’ Allah yakni ar-Rahman (Maha

Pengasih) dan ar-Rahim (Maha Penyayang) yang terlihat pada

gambaran yang dimunculkan oleh Salim A Fillah dalam sub bagian

“afiliasi” yang menceritakan tentang kelembutan hati Rasulullah

SAW ketika berhadapan dengan orang buta yang setiap hari

mengejeknya. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut,

“Adakah warga yang sempat menyuapi orang tua buta di


pojok pasar dengan terlebih dahulu melembutkannya

71
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 92.
72
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 105.

70
sehingga si buta tidak perlu mengunyahnya? Adakah yang
ketika tak bersua dengan pengejek rutinnya justru
menanyakan kabarnya. Dan justru menjadi orang pertama
yang menjenguk sakitnya? Wahai Rasulullah…, Alangkah
indah menjadi tetanggamu.”73

b) Iman kepada Rasul Allah SWT

Rasul Allah SWT pilihdan diutus untuk memberikan petunjuk jalan

yang benar kepada manusia. Nabi Muhammad SAW merupakan suri

teladan bagi umat Islam. Ia datang sebagai penyempurna risalah kenabian

dan penutup para nabi dan Rasul. Dalam buku “ Saksikan Bahwa Aku

Seorang Muslim” karya Salim A Fillah, dalam sub bagian “Perpisahan”

tertulis penggalan kisah Abdullah ibn Rawahah yang diberi tugas untuk

mengambil hasil panen kurma orang-orang Yahudi dan Ia hendak disuap

oleh Yahudi tersebut. Salim A Fillah lalu mengutip kalimat Abdullah ibn

Rawahah sebagai berikut,

“Demi Allah, kecintaanku kepada Allah dan RasulNya yang


melebihi apapun di dunia ini, membuatku tidak akan pernah
mengkhianati amanah ini…”74

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecintaan Abdullah

ibn Rawahah kepada Allah dan RasulNya menjadikannya seorang yang

amanah.

Dalam sub bab yang sama, Salim A Fillah juga mencoba

menyajikan teladan yang diberikan oleh Rasulullah terkait dengan

memisahkan diri dari orang kafir dari segi penampilan, karena berpisah

artinya berbeda sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut ini,

73
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 161.
74
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 95.

71
“Hal-hal sepele menjadi perhatian untuk menegakkan identitas
keislaman, sampai pernah Rasulullah mengubah belahan sisiran
rambutnya agar berbeda dengan Yahudi dan Nasrani. Janggut
seorang lelaki Muslim disunnahkan untuk dirawat, sedang
kumisnya dicukur, untuk membedakannya dengan pemuka Nasrani
yang klimis atau majusi yang berkumis lebat. Bahkan sampai soal
warna rambut pun, ada arahan dari sang Uswah untuk
pengikutnya.”75

Pada sub bagian “Celupan Warna Ilahi” terdapat bagian yang

mengggambarkan teladan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam

berdakwah yang tidak mengubah karakter khas para shahabat yang tidak

bertentangan dengan aqidah, sebagaimana terdapat dalam kutipan

berikut,

“Tentang warna-warni itu? Ya. Islam tidak menghapus karakter-


karakter khas dari pribadi pemeluknya yang tidak bertentangan
dengan aqidah. Islam justru membingkainya menjadi kemuliaan
karakter yang menyejarah. Bahkan Rasulullah menyebutkan,
“Khiyaarakum fil jahiliyah, khiyaarukum fil Islam. Orang terpilih
kalian di masa jahiliyah akan menjadi orang terpilih pula di masa
keislamannya.”76

Kutipan ini menjadi bukti keteladanan Rasulullah SAW tentang

kebijasanaan dan kecerdasan beliau didalam berdakwah dengan tidak

mematikan potensi dan karakter yang dimiliki setiap sahabat melalui

opini pribadinya.

75
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 97.
76
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm.111.

72
2. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Aqidah dalam Buku “Saksikan Bahwa

Aku Seorang Muslim” dengan Pendidikan Islam di Indonesia

a. Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Formal

1) Madrasah

Terkait dengan relevansi nilai-nilai aqidah dalam buku

“Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim”, pada bagian “Memintal

Seutas Benang” dengan Pendidikan Islam di Indonesia, jika ditinjau

dari lembaga pendidikan Islam formal, nilai-nilai pendidikan aqidah

yang ada sejalan dengan visi Direktorat Kurikulum Sarana,

Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam Kemenag agar terbentuknya insan yang

beriman, yakni,

“Terwujudnya kelembagaan pendidikan Raudatul Athfal (RA),


Madrasah Ibdtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan
Madrasah Aliyah (MA) yang islami, bermutu, populis, dan
mandiri; serta mampu menjadikan peserta didiknya sebagai
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,….”77

Selain itu, pengembangan program maupun lembaga pendidikan

Islam bertujuan agar madrasah memiliki ciri khas dibandingkan sub

sistem Pendidikan nasional lainnya, salah satunya adalah,

“Pendidikan madrasah bersifat holistic yang memadukan


pengembangan manusia seutuhnya antara aspek jasmani dan
rohani; akidah, ibadah,….”78

77
Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat Jenderal
Pendiikan Islam Kementerian Agama, “Visi dan Misi”, dalam https://madrasah2.kemenag.go.id/profil/visi-
dan-misi, diakses pada tanggal 28 Desember 2022, Pukul 17.25 WITA.
78
Ibid,. diakses pada tanggal 28 Desember 2022, Pukul 17.31 WITA.

73
Dalam kurikulum merdeka pada madrasah juga disediakan

modul untuk mata pelajaran aqidah akhlak. Untuk MI, pada capaian

pembelajaran materi aqidah lebih menekankan pada penanaman

rukun iman dan tauhid, sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut,

“Peserta didik mampu mengenal dan mengimani Allah Swt.


melalui dua kalimat syahadat, enam rukun iman, sifat wajib
Allah Swt., dan al-Asma’ al Husna (ar-Rahman, ar-Rahiin, aI-
Hafizh, aI-WaIiy, aI-’Alim, dan al-Khabir) sebagai landasan dan
motivasi beraktivitas agar bernilai ibadah dan berdimensi
ukhrawi.”79

Pada pendidikan Islam di Madrasah terdapat mata pelajaran

Aqidah Akhlak yang sebagai mata pelajaran wajib. Hal ini yang

terdapat dalam salah satu contoh visi, misi, dan tujuan dari MIM

Unggulan Kota Gorontalo sebagaimana yang terdapat dalam kutipan

berikut,

“Terselenggaranya kegiatan religius yang mendukung penguatan


aqidah, ibadah, akhlak, dan silaturrahim. Terselenggaranya
dkegiatan keagamaan secara kontinyu untuk memperkuat
silaturahim antar guru, orang tua dan masyarakat. Menyiapkan
gurudan staf sebagai suri tauladan bagi siswa dalam penegakan
aqidah, ibadah dan akhlak” 80

Dengan adanya mata pelajaran aqidah akhlak yang penting

untuk diajarkan di Madrasah, Kementerian Agama Republik

Indonesia (KEMENNAG RI) sampai menerbitkan buku mata

pelajaran aqidah akhlak dalam bentuk buku digital sebagaimana

79
Direktorat KSKK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, TP, ATP dan Modul
Ajar Kurikulum Merdeka Pada Madrasah, 2022.
80
MIM Unggulan Gorontalo “Visi, Misi dan Tujuan”, dalam https://www.mimunggulan
kotagorontalo.sch.id/# diakses pada tanggal 26 Desember 2022, Pukul 20.27 WITA

74
yang disampaikan dalam akun resmi kemenag.go.id pada bagian

sikurma KSKK Kemenag sebagai berikut:

“Kementerian Agama Republik Indonesia telah menerbitkan


buku mata pelajaran Al Qur;an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih,
SKI, Bahasa Arab, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan Ushul Fikih
berdasarkan KMA 183 Tahun 2019 dalam bentuk Buku
Digital….”81

2) Sekolah

Tidak hanya di Madrasah, pendidikan Islam di lembaga

pendidikan umum (sekolah) juga terdapat mata pelajaran pendidikan

agama Islam dan ini dijamin oleh UU nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dan sebagaimana yang dijelaskan dalam

salah satu jurnal yang diterbitkan oleh UIN Sunan Gunung Djati

Bandung tentang pendidikan agama Islam di jenjnag Sekolah Dasar,

“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:


pendidikan agama. Bahkan PAI merupakan salah satu mata
pelajaran wajib yang harus diajarkan di setiap jalur, jenis dan
jenjang pendidikan baik negeri maupun swasta.”82

Dilanjutkan pula dengan penjelasan bahwa ruang lingkup materi

yang diajarkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di

Sekolah Dasar memuat aspek keimanan, dalam kutipan berikut,

“Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAl) di Sekolah


Dasar (SD) secara keseluruhan berada pada lingkup al-Qur'an
dan al-Hadits, keimanan, akhlaq, fiqih, dan sejarah.”83

81
Surat Edaran mengenai Penggunaan Buku PAI dan Bahasa Arab, dalam
https://sikurma.kemenag.go.id/portal/Info/detail_berita/MWRGMzFab2FhRFNDU282TkgxV0p4Zz09,
diakses pada tanggal 28 Desember 2022, Pukul 18.01 WITA.
82
Asep A. Aziz, Ajat S. Hidayatullah, Nurti Budiyanti, Uus Ruswandi, “Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar”, Taklim: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 18, No. 2, 2020, hlm.
131.
83
Ibid., hlm. 132.

75
Dalam kurikulum 2013 edisi revisi 2017, terdapat mata

pelajaran pendidikan agama islam dan budi pekerti yang mana di

dalamnya dijelaskan materi pembelajaran yang memuat nilai aqidah,

seperti iman kepada Allah SWT, iman kepada kitab Allah SWT, dan

iman kepada Rasul Allah SWT. Salah satu contohnya dapat dilihat

dalam buku paket siswa kelas XI untuk SMA/MA/SMK/MAK yang

diterbitkan pada tahun 2017 oleh Kemendikbud. Pada bagian daftar isi

terdapat bab yang memuat aspek aqidah. Contohnya pada bab 7 yang

membahas tentang “Rasul-Rasul Kekasih Allah SWT”.

Pada bagian ini dijelaskan dari pengertian iman kepada

Rasul, tugas, sifat-sifat, hikmah beriman kepada Rasul, hingga kiat-

kiat meneladaninya. Salah satu materi untuk meningkatkan keimanan

kepada Rasul Allah SWT terdapat dalam kutipan berikut,

“Keimanan seseorang itu tidak sah sampai ia mengimani


semua nabi dan rasul Allah Swt. Selain itu, kita juga harus
membenarkan bahwa Allah Swt. Telah mengutus para Rasul
dan Nabi untuk membimbing dan mengeluarkan manusia dari
kegelapan kepada cahaya kebenaran. Allah Swt mewajibkan
setiap orang slam supaya beriman kepada semua rasul yang
diutus oleh-Nya, tanpa membeda-bedakan antara rasul yang
satu dan yang lainnya.”84

Tidak hanya itu, di sekolah juga terdapat ekstrakulikuler

ROHIS (Kerohanian Islam). ROHIS merupakan organisasi

pengembangan diri yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman dan

dilengkapi dengan pembinaan kerohanian.

84
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Untuk
SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI, (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud: Jakarta), 2017,
hlm. 106.

76
ROHIS salah satu wadah yang tepat untuk menanamkan nilai

aqidah serta mendakwahkannya kepada generasi muda, berbeda

dengan golongan tua yang umumnya telah terkontaminasi kepentingan

pragmatis dan ideologis.85

b. Pendidikan Islam di Lembaga Non-Formal

Terkait dengan Pendidikan Islam di Lembaga non-formal

contohnya adalah Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) yang selain

mengajarkan al-Qur’an juga nilai-nilai aqidah tauhid. Hal ini sejalan

dengan apa yang disampaikan dalam situs kemenag Jawa Tengah yang

membahas tentang TPQ, berikut adalah salah satu kutipannya:

“Nilai strategis TPQ masih ditambah dengan keikhlasan dan


kesabaran para ustadz/ustadzah membimbing dan mendidik para
santri. Diawali dengan pengenalan huruf hijaiyah, hingga fasih
membaca Al Quran, doa-doa harian, kaifiyah shalat, keterampilan
menulis Arab, hingga pengetahuan dasar tentang dinul Islam…”86

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa TPQ tidak sekedar

mengajarkan tentang cara memperbaiki bacaan al-Qur’an, melainkan ada

juga materi tentang aqidah, akhlak, fiqih yang harus disampaikan oleh

pendidik. Terdapat sertidaknya dua materi yang perlu disampaikan dalam

proses pembelajaran di TPQ, diantaranya adalah materi pokok dan materi

tambahan. Untuk materi pokok biasanya memuat tentang materi yang

menjadi tolak ukur keberhasilan setiap santri dalam belajar, seperti

85
Sulistia Apriani, “Peranan Ekstrakurikuler ROHIS (Rohani Islam) Dalam Penanaman Nilai-Nilai
Karakter Religius Peserta Didik Di Smpn 16 Bandar Lampung”, Skripsi, FTK UIN Raden Intan Lampung,
Lampung, 2020.
86
Kemenag Jateng, “TPQ, Dasar Penanaman Pendidikan Agama”, dalam
https://jateng.kemenag.go.id/2018/04/tpq-dasar-penanaman-pendidikan-agama/ , diakses pada tanggal 29
Desember 2022, Pukul 10.47 WITA.

77
menyelesaikan bacaan iqra’ 1-6 serta mampu membaca al-Qur’an dengan

baik sesuai dengan makhraj huruf yang benar.

Sementara untuk materi tambahan, memuat pembahasan mengenai

wawasan keislaman santri, sebagaimana yang dikatakan oleh As’ad dan

Budiyanto yang dikutip dalam web tkannur-semarang.com diantaranya

adalah praktik shalat beserta bacaannya, hapalan doa harian, bermain

cerita, hapalan surah pendek, serta aqidah dan akhlak.87

Contoh lainnya juga terdapat pada TPQ ar-Ridho di Kota

Magelang. Menurut salah satu pengajar TPQ ar-Ridho, yakni Nur

Faeqoh, selain kegiatan belajar mengajar rutin, siswa TPQ juga diajarkan

tentang dasar-dasar aqidah, yang terlihat dalam kutipan berikut:

“TPQ ar-Ridho memiliki kegiatan belajar mengajar rutin pada sore


hari tiga kali seminggu. Siswa TPQ berusia antara 4 dan 12 tahun
dengan memanfaatkan usia emas mereka. TPQ ini tidak hanya
mengajarkan membaca Qur’an, tetapi juga mengajarkan dasar-
dasar aqidah, syariah, moralitas dan ubudya."88

Selain TPQ, ada juga lembaga pendidikan non-formal lainnya, yakni

Ma’had. Ma’had pada umumnya mirip dengan pesantren. Namun,

perbedaannya, ma’had merupakan sebutan bagi lembaga pendidikan

Islam yang ditujukan untuk jenjang Pendidikan tinggi. Jadi orang yang

belajar di Ma’had disebut sebagai mahasantri.

Adapun materi yang dipelajari di lembaga pendidikan Ma’had,

mengembangkan rumpun ilmu agama Islam dengan melakukan


87
Dimas Ramadhan, “Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)”, dalam https://www.tkannur-
semarang.com/blog/taman-pendidikan-al-qur-an-tpq-2, diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 18.41
WITA.
88
Kementrian Agama Kota Magelang, “TPQ Menjadi Pendidikan Awal Pembentuk Generasi Qur’ani”, dalam
https://kotamagelang.kemenag.go.id/pendidikan-diniyah-dan-pondok-pesantren/tpq-menjadi-pendidikan-
awal-pembentuk-generasi-qurani/, diakses tanggal 28 Desember 2022, Pukul 07.17 WITA.

78
pendalaman bidang keislaman tertentu yang meliputi takhasus yang

diselenggarakan dalam bentuk konsentrasi kajian berdasarkan tradisi

akademik pesantren. Diantara rumpun ilmu tersebut yang terdapat dalam

Peraturan Menteri Agama Nomor 32 tahun 2020 pada pasal 4 ayat 2

adalah sebagai berikut:

1) Al-Qur’an dan Ilmu Qur’an.

2) Tafsir dan Ilmu Tafsir.

3) Hadits dan Ilmu Hadits.

4) Fikih dan Ushul Fikih.

5) Aqidah dan Filsafat Islam.

6) Ilmu Falak.

7) Sejarah Peradaban Islam.

8) Bahasa dan Sastra Arab.89

Dari beberapa data di atas dapat diketahui bahwa nilai-nilai

pendidikan aqidah diajarkan pada lembaga Pendidikan non-formal seperti

Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan ma’had.

89
Peraturan Menteri Agama Nomor 32 Tahun 2020.

79
BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini, dibahas secara berturut-turut data yang merupakan hasil temuan

peneliti sesuai dengan fokus penelitian yang ada. Berdasarkan hasil temuan peneliti,

nilai-nilai pendidikan aqidah yang terdapat dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang

Muslim” karya Salim A Fillah pada bagian “Memintal Seutas Benang” adalah nilai

Iman kepada Allah SWT dan iman kepada Rasul Allah SWT. Adapun pembahasan dari

hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

A. Iman Kepada Allah SWT

Berdasarkan hasil temuan peneliti, nilai iman kepada Allah SWT yang

terdapat dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah

pada bagian “Memintal Seutas Benang” adalah nilai-nilai tauhid rububiyah, tauhid

uluhiyah, dan asma’ wa sifat. Menurut Hamdani, Tauhid merupakan keyakinan,

pandangan hidup, sikap dan mentalitas seseorang mengesakan Allah SWT , tidak

menduakan atau menyetarakan apapun denganNya.90 Dengan tauhid, seorang

hamba hanya menisbatkan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah SWT.

Berkenaan dengan nilai tauhid dalam buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang

Muslim” karya Salim A Fillah pada bagian “Memintal Seutas Benang” yang

menjadi hasil dari penelitian ini akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah merupakan keesaan Allah SWT dalam penciptaan,

penguasaan, dan pengaturan alam semesta.91 Terkait dengan nilai tauhid

Rububiyah, Salim A Fillah memunculkannya dalam sub bagian “Mukjizat yang


90
Hamdani, Buku Kecil Tauhid dalam Islam,… hlm. 2.
91
Ibid., hlm. 6.

80
Menantang” dan “Dua Bendera” melalui penggalan cerita. Pada sub bagian

“Mukjizat yang Menantang”, diceritakan terkait dengan seorang pengusaha

yang merasa bahwa segala pencapaian yang diperolehnya adalah semata-mata

karena pencapainnya sendiri, bahkan Ia muak ketika mendengar ada orang yang

membahas tentang Tuhan. Sebagai hamba Allah SWT yang beriman, tentulah

tidak pantas rasanya jika manusia merasa segala yang saat ini dimiliki hanya

karena jerih payahnya sendiri, padahal Allah SWT lah yang Maha Berkehendak

atas segala sesuatu.

Salah satu bentuk kekuasaaan dan keesaan Allah SWT adalah memberi

dan mengaur rezeki makhluknya sebagaimana yang dikemukanan oleh

Nurnaningsih Nawawi.

“Tidak ada seekor hewan yang melata di permukaan bumi ini atau
berenang didalam air atau yang bersembunyi di semaksemak melainkan
Allahlah yang menciptakan rizkinya (makanannya) dan yang
memberikan petunjuk untuk mengetahui bagaimana cara mendapatkan
dan bagaimana memakan dan menggunakannya.”92

Allah SWT merupakan dzat yang menciptakan seluruh makhluk

sekaligus menjamin rezekinya. Dari seekor semut hingga manusia makhluk

yang dilengkapi dengan akal dan hati yang menjadikan mereka dapat

menentukan dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, semuanya

membutuhkan Allah SWT.

Secara fitrah, setiap manusia pasti terbersit dalam hatinya untuk berbuat

baik dan ingin dekat dengan Allah SWT, Tuhan yang menciptakan. Seseorang

yang fitrahnya belum rusak, di dalam lubuk hatinya akan merasakan bahwa

dirinya amat lemah dan hina dihadapan Allah SWT, Tuhan pemilik Kekuasaan

92
Nurnaningsih Nawawi, Aqidah Islam Dasar Keikhlasan Beramal Shalih, (Makassar : Pusaka
Almaida, 2017), hlm. 93

81
atas seluruh yang ada di langit dan bumi, dzat Yang Maha Kaya,lagi Maha

Perkasa.93 Jika nilai tauhid sudah tertanam dengan kuat dalam diri, maka Ia

akan merasakan dimana ia menyatakan tanpa keraguan: bahwasanya Dialah

Allah. Rabbnya. Rabb atas segala sesuatu.

Pada sub bagian “Dua Bendera”, Salim A Fillah menyuguhkan tentang

orang-orang yang rela meninggalkan kenikmatan dunia demi mempertahankan

aqidahnya, karena meyakini bahwa Allah SWT pasti akan menolong hambaNya

dan memberikan rezeki. Ketika seseorang memutuskan untuk berhjrah, maka

akan banyak tantangan yang dilalui, apalagi bagi yang terbiasa hidup

berkecukupan. Keluarga, rumah yang nyaman, tempat usaha yang prospektif,

dan lain sebagainya.

Seorang muslim yang di dalam dirinya telah mengakar nilai tauhid

Rububiyah pasti akan menggantungkan harapan hanya kepada Allah SWT. Jadi

tidak mengherankan jika banyak kita temui kisah-kisah orang yang berhijrah

dan memilih Islam sebagai keyakinannya, akan mengalami berbagai ujian

kehidupan di dunia. Karena jika Allah SWT telah mencintai seorang hamba,

maka Dia pasti akan memberinya ujian.

2. Tauhid Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah disebut juga sebagai tauhid Ubudiyah bisa dikatakan

sebagai tauhid Ibadah; yakni beribadah, merendah hanya kepada Allah SWT,

berdo’a meminta dalam hal yang ghaib, tunduk, tidak kepada yang lainnya dan

tidak menerima hukum agama dan ketetapan dalam perkara ghaib kecuali dari

Allah SWT.94

93
Ibid., hlm. 95.
94
Nurnaningsih Nawawi, Aqidah Islam Dasar…., hlm. 98.

82
Nilai-nilai tauhid uluhiyah pada bagian “Memintal Seutas Benang”

ditemukan oleh peneliti pada pembuka bagian ini yang mencantumkan

terjemahan Q.S al-Hujurat: 7 tentang kekuatan iman dan mengesakan Allah

SWT yang menjadikannya cinta akan keimanan dan benci terhadap segala

bentuk kekafiran dan kedurhakaan.

Dalam Tafsir Fii Zhilalil Qur’an, dijelaskan bahwasanya Allah SWT

memilih sekelompok orang diantara hamba-hambaNya agar kalbunya terbuka

untuk menerima keimanan menggerakkan hatinya kepada keimanan tersebut.95

Agar dapat mengendalikan hawa nafsu diperlukan iman. Dengan iman, manusia

dapat mengalahkan hawa nafsu dan bersedia dibimbing. Karena iman pula,

manusia dapat membenci segala bentuk kefasikan, kemaksiatan, dan

kekufuran.96

Allah SWT membuat keimanan menjadi indah dalam pandangan mereka

sehingga ruhnya berterbangan menyambut keimanan tersebut serta Ia dapat

meraih keindahan dan kebaikannya. Hal ini merupakan karunia dan nikmat luar

biasa dari Allah SWT yang tidak akan dapat menandingi nikmat lainnya,

sekalipun itu adalah nikmat keberadaan dan kehidupan.

Tafsir ayat ini memiiliki kesinambungan dengan ayat selanjutnya, yakni

Q.S al-Hujurat: 8 yang mengatakan bahwa merekalah orang-orang mendapat

nikmat dan karunia Allah SWT karena mengikuti jalan yang lurus. Diantara

hal-hal yang perlu dicermati dalam ayat ini salah satunya yang menyatakan

bahwa Allah SWT menghendaki kebaikan dan membersihkan kalbu mereka

Sayyid Qutb, Tafsir Fii Zhilalil Qur’an, …. hlm. 415.


95
96
Yunahar Ilyas, “Akhlak terhadap Allah Dan Rasul Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 1-9”, Tarjih,
Volume 11, Nomor 1, 2013, hlm. 9.

83
dari keburukan berupa kemaksiatan, kekafiran, dan kekufuran kefasikan.

Dengan cara itulah mereka memperoleh petunjuk dan nikmat Allah SWT.

Selain itu, ada juga sub bagian “Muslim” yang memberikan refleksi dan

mengajak pembaca agar bangga dengan keislamannya. Kata muslim berasal

dari bahasa Arab yang bermakna orang yang menyerahkan diri kepada Allah.

Muslim merupakan sebutan untuk orang yang memeluk agama Islam dengan

Nabi Muhammad SAW dan kitab suci al-Qur’an.97

Muslim adalah sebutan untuk orang yang beragama Islam. Selain itu,

dalam Islam ada juga kata mukmin dan muttaqin. Mukmin arinya orang yang

beriman, sedangkan muttaqin artinya orang yang bertaqwa. Namun sebutan

yang paling dekat maknanya dengan Islam adalah kata “Muslim”. Menjadi

muslim artinya ada konseskuensi yang harus dijalani. Muslim juga bisa

diartikan sebagai orang yang berserah diri. Jadi ketika seseorang mengaku

sebagai muslim namun tidak disertai dengan menyerahan diri dan ketundukan

kepada Allah SWT, maka keislamannya perlu dipertanyakan.

Menurut Arif Rahman, Muslimun atau orang-orang muslim bermakna

orang yang memilih memasuki agama Islam, meyakini Islam sebagai jalan yang

benar (satu-satunya agama yang benar sedangkan yang lain adalah sesat),

berserah diri dan bertauhid pada Allah (tidak menyekutukan dengan yang lain),

menjalankan perintah-Nya (wajib dan sunnah), meninggalkan larangan-Nya

(haram dan makruh), dan mengikuti tuntunan Rasulullah.98

Konsep tauhid Uluhiyah ini meruntuhkan seluruh kesombongan

perilaku jahiliyah yang menganut paganisme, menyembah berhala. Tauhid

97
Mahmud Muhsinin, “Kajian Semantik al-Qur’an: Melacak Kata Muslim dalam al-Qur’an”, AL-
HIKMAH: Jurnal Studi Agama-Agama, Vol.3, Nomor 2, 2017.
98
Arif Rahman, “Apa Definisi Muslim?”, dalam http://arifindustri.lecture.ub.ac.id/opinions/kaji-
muslim, diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Pukul 15.16 WITA.

84
uluhiyah mengeluarkan segala macam bentuk penghambaan kepada selain

Allah SWT, karena dalam Q.S al-Ikhlas : 1 sudah terang dan jelas disebutkan

bahwasanya hanya Allah SWT satu-satunya Tuhan yang patut disembah dengan

segenap keesaannya.

Istilah "pagan" umumnya digunakan untuk merujuk pada praktik dan

tradisi pagan.99 Pagan atau dalam bahasa Latin yaitu Paganus memiliki arti

‘penghuni dari suatu negara. Pagan merupakan sebuah kelompok yang

mempercayai dan menyembah lebih dari satu Dewa atau politeisme.100

Secara historis, istilah ini sering digunakan oleh komunitas Kristen awal

Roma pada abad ke-4 Masehi untuk membedakan iman mereka dari kebiasaan

dan tradisi menyembah dewa. Sejak saat itu, paganisme telah menjadi salah

satu kategori pembeda terpenting dalam proses Kristenisasi di luar Eropa.

Mereka menjadi sasaran kristenisasi karena keyakinan sesat, perilaku biadab,

dan keterbelakangan mereka.

Orang-orang kafir percaya bahwa alam semesta dan segala isinya adalah

suci, sehingga pada waktu-waktu tertentu dalam setahun mereka merayakan

pergantian musim dan melakukan ritual magis untuk menghormati leluhur

mereka. Berbeda dengan ajaran agama dunia yang meyakini bahwa dunia

hanyalah tempat berlindung sementara dari kehidupan abadi di Surga, bagi

kaum pagan, dunia ini adalah Surga itu sendiri.

Setiap kelompok pagan memiliki ciri khasnya masing-masing. Namun

secara umum, mereka memiliki banyak kesamaan mendasar; 1) cinta alam, 2)

moral positif, dan 3) penghargaan terhadap makhluk gaib. Prinsip-prinsip

99
Tarmizi Abbas, “Paganisme Dulu dan Kini”, dalam https://crcs.ugm.ac.id/paganisme-dulu-dan-
kini/, diakses pada tanggal 23 Desember 2022, pukul 06.37 WITA.
100
Venanda Fatika Rasti, Dkk, “Bentuk-Bentuk dan Jumlah Frekuensi Paganisme dalam Film
Midsommar”.

85
tersebut dilembagakan ke dalam perilaku etis terhadap alam melalui ritual-ritual

terhadap para dewa. Meski masih berada di bawah tekanan dari agama Kristen

(terutama evangelis), orang-orang kafir telah berani mengaku secara terbuka

sejak awal abad ke-20, seringkali dengan nama neopaganisme. Ini karena tren

Romantis abad ke-18, yang kemudian diterima oleh akademisi.

Doktrin yang diajarkan oleh paganisme adalah bentuk ajaran yang harus

menghormati segala sesuatu yang ada di alam. Segala sesuatu di alam semesta

ini memiliki tugas dan perannya masing-masing. Dasar pemikiran dari ajaran

Pagan adalah pada alam. Setiap dewa diyakini memiliki peran tersendiri. Dewa

matahari mengoordinasikan dan mengurus segala sesuatu yang berhubungan

dengan matahari. Kaum Pagan tahu bahwa semua unsur alam memiliki Tuhan,

sehingga mereka sangat menghargai lingkungan alam dan sekitarnya. Namun

sekte pagan sering disebut orang tanpa agama. Paganisme mewakili tradisi

penghormatan terhadap alam dan kebangkitan ritual keagamaan politeisme dan

animisme kuno.

Dari segi teologis, bangsa Arab telah mengenal berbagai macam agama

seperti paganisme, Kristen, Yahudi, Majusi dan agama Tauhid.101 Konsep

agama Tauhid juga terlihat dalam budaya Arab pada masa itu, dengan

menyebut Allah SWT sebagai Tuhan, pengkultusan Ka’bah sebagai baitullah,

dan adanya haji setiap tahunnya. Namun, budaya pagan lebih terkonsentrasi di

negara-negara Arab pra-Islam, dan banyak patung disembah dan ditempatkan di

sekitar Ka'bah sebagai representasi dari dewa yang mereka sembah.

Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi
101

Geobudaya dan Geopolitik”, al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam, Vol. 16, Nomor. 1, 2019, hlm. 50.

86
3. Asma’ wa Sifat

Selain itu, dalam pada bagian “Memintal Seutas Benang” dijelaskan pula

tentang refleksi dari asma’ Allah SWT, yakni ar-Rahman dan ar-Rahiim. “ar-

Rahman” dan “ar-Rahiim” sama-sama berasal kata yang sama yaitu “rahmah”.

Dalam bahasa Indonesia, “ar-Rahman” sering diterjemahkan sebagai “Maha

Pengasih” dan “ar-Rahim” diterjemahkan sebagai “Maha Penyayang”. “Ar-

Rahman” dan “ar-Rahiim” adalah sama, yaitu menunjukkan sifat rahmah

Allah SWT.102 Dengan kata lain, itu menunjukkan sifat penyayang Allah SWT

yang tiada tara. Akibat pemahaman tersebut, nama “ar-Rahim” disebut untuk

memperkuat makna “ar-Rahman” yang sebelumnya disebut sebagai lafadz

basmalah seperti yang disebutkan dalam surah al-Fatihah.

Jadi nama “ar-Rahiim” berfungsi untuk mempertegas nama Allah “ar-

Rahman” tersebut di atas. Hal ini karena keduanya memiliki arti yang sama

(menunjukkan sifat pengasih Allah) dan tidak ada perbedaan. Dalam bahasa

Arab penguatan semantik ini disebut taklid. Ini adalah pendapat sebagian

ulama. Maka “ar-Rahim” berfungsi sebagai penguat nama “ar-Rahmaan”.

Karena keduanya memiliki arti yang sama.

Ar-Rahman merupakan salah satu sifat Allah SWT yang agung dan

sangat penting, tanpa mengabaikan tentunya sifat Allah lainnya. Ar-Rahman

juga di dalam al-Qur’an. Sifat ini diabadikan dalam salah satu nama surah,

yaitu surah kelima puluh lima (Q.S ar-Rahman), dan juga disebutkan dalam

102
M. Saipudin Hakim, Perbedaan antara Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”, dalam
https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html, diakses pada tanggal
26 Desember 2022, pukul 20.08 WITA.

87
banyak ayat, seperti lafadz basmalah yang sering diucapkan. Dalam ayat ini

kata ar-Rahman disertai dengan sifat Allah yang lain, yaitu ar-Rahiim.

Dalam sejarah umat Islam telah tercatat dan menjadi contoh yang dapat

dijadikan contoh penerapan sifat Allah ini. Salah satu ceritanya yang terkenal

adalah ketika ada orang-orang Yahudi yang sibuk membuang kotoran ke arah

Nabi dari atap rumah mereka setiap kali beliau melewati jalan ini. Hingga

suatu hari, Rasulullah tidak menemui orang yang terus-menerus membuang

kotoran padanya. Setelah mengetahui kabar laki-laki itu, ternyata dia sakit.

Maka Rasulullah pun buru-buru menjenguknya tanpa ada sedikitpun keinginan

untuk balas dendam. Dia bahkan diberitahu bahwa Rasulullah datang untuk

membawa hadiah. Seorang Yahudi yang selalu menzalimi Rasulullah kaget dan

menyangka bahwa Rasulullah akan datang untuk membalas dendam, tetapi

Rasulullah malah mengunjunginya dan memberinya hadiah serta memenuhi

kebutuhannya, setelah itu orang tersebut meminta maaf dan akhirnya setuju

untuk menerima Islam.103

B. Iman Kepada Rasul Allah SWT

Rasulullah SAW merupakan suri teladan semua umat muslim. Dalam diri

berliau terdapat berbagai kestimewaan yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW

tergolong ke dalam kategori ulul azmi. Bahkan, sebelum menenrima wahyu

pertama dan diangkat menjadi Rasul, beliau telah mendapatkan gelar al-Amin

karena beliau jujur dan bertanggungjawab. Diantara sifat-sifat dalam diri Rasul juga

adalah amanah, yang berarti “dapat dipercaya”. Amanah merupakan sifat Nabi

103
Niki Alma Febriana Fauzi, “Meneladani Sifat Ar-Rahman dalam Kehidupan”, dalam
https://islamiccenter.uad.ac.id/meneladani-sifat-ar-rahman-dalam-kehidupan/, diakses pada tanggal 26
Desember 2022, Pukul 20.43 WITA.

88
Muhammad SAW yang dapat dipercaya ketika menjabat. Rasulullah, Muhammad

SAW adalah utusan Allah SWT dan bertugas untuk memperbaiki akhlak

manusia.104 Agar Rasul dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan amanah,

maka semua yang dilakukan hanya kepada Allah SWT.

Diantara implementasi sifat amanah ialah bertindak jujur, tidak berbohong,

bertanggungjawab, menipu, mencuri, berani melakukan apa yang benar,

membangun reputasi yang baik, dan setia kepada keluarga, teman, dan negara.

Kepercayaan adalah keyakinan yang harus diwariskan. Untuk menciptakan sesuatu

dengan komitmen total, kompeten, kerja keras dan konsisten.105

C. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Aqidah dalam Buku “Saksikan Bahwa Aku

Seorang Muslim” Karya Salim A Fillah dalam Pendidikan Islam di Indonesia

Lembaga pendidikan Islam adalah badan atau organisasi penyelenggara

pendidikan Islam yang mempunyai struktur tertentu dan bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam

tersebut harus mampu menciptakan suasana yang dapat menyelenggarakan

pendidikannya dengan baik sesuai dengan tugas yang diembannya, seperti: sekolah

(madrasah) yang menyelenggarakan proses pendidikan Islam.106

Pada hakikatnya, Pendidikan Islam mengarahkan pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik agar nantinya dapat tumbuh sebagai insan yang

berpegang teguh pada ajaran Islam. Adapun Pendidikan islam berasaskan pada

pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan antara kehidupan dunia

104
Ilhamda Azis, “Keteladanan Sifat Rasullah Muhammad SAW dalam Etika Profesi Akuntan
Publik”, e-Jurnal Akuntansi, Vol. 30 Nomor 5, Mei 2020, hlm. 1148.
105
Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka,
2010).
106
Ibrahim Bafadhol, “Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”, Jurnal Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 6, Nomor 11, 2017, hlm. 60.

89
dan akhirat, jasmaniah dan rohaniyah, maupun antara kehidupan materil dan

spiritual.107 Terkait dengan Pendidikan Islam, pada bab ini peneliti akan

menjelaskan Pendidikan Islam pada lembaga formal dan non-formal di Indonesia,

serta keterkaitannya dengan nilai-nilai pendidikan aqidah yang terdapat dalam buku

"Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" karya Salim A Fillah yang akan dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Formal

a. Madrasah

Secara etimologi, madrasah merupakan sekolah atau akademi yang

umumnya bersumber pada agama Islam. Dalam ensiklopedi Islam di

Indonesia, kata “madrasah” berasal dari Bahasa Arab, yakni “darasa” yang

berarti “belajar”.108 Secara harfiah, definisi madrasah setara dengan makna

“sekolah”. Madrasah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat

untuk menerima dan memberikan pelajaran.109

Adapun mata pelajaran wajib diajarkan di madrasah mencakup Quran

Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa

Arab.110 Jika dilihat dari mata pelajarannya, diantaranya terdapat mata

pelajaran yang khusus membahas tentang aqidah dan bahkan menjadi mata

pelajaran wajib. Tentunya hal ini relevan dengan paparan data dan temuan

penulis pada bab 2 yang telah menjabarkan mengenai nilai-nilai pendidikan

107
Faridah Alawiyah, “Pendidikan Madrasah di Indonesia”, Aspirasi, Vol. 5 No. 1, 2014, hlm. 52.
108
Reza Hardia Putra, “Apa itu Madrasah dab Bagaimana Pengembangan Madrasah?”, dalam
http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2020/03/apa-itu-madrasah/ , diakses pada tanggal 29 Desember 2022,
Pukul 08.41 WITA.
109
Akram, “Manajemen Berbasis Madrasah (Studi Kasus Kepemimpinan Kepala Madrasah
Tsanawiyah Batusitanduk Kabupaten Luwu)”, Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palopo,
2014, hlm. 17.
110
Kementerian Agama Republik Indonesia, “Tahun Pelajaran 2020/2021, Madrasah Gunakan
Kurikulum PAI Baru”, dalam https://kemenag.go.id/read/tahun-pelajaran-20202021-madrasah-gunakan-
kurikulum-pai-baru-5v7xy , diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 10.21 WITA.

90
aqidah, khususnya nilai-nilai iman kepada Allah SWT yang meliputi tauhid

rububiyah, ulihiyah,dan asma' wa sifat. Serta terdapat pula nilai iman kepada Rasul-

Nya yang terdapat dalam buku "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim", karya Salim

A Fillah, baik melalui sudut pandang penulis maupun kisah-kisah para shahabat.

Secara jenjang, Pendidikan Islam di madrasah terdiri atas tiga tingkatan

pendidikan formal, yakni ibtidaiyah (setara dengan SD), tsanawiyah (setara

dengan SMP), dan aliyah (setara dengan SMA). Selain itu, ada juga

pengembangan madrasah kejuruan (setara dengan SMK) yang bertujuan

untuk mengasilkan lulusan yang memiliki keahlian di bidang tertentu dan siap

bekerja. Untuk jenjang yang setara dengan Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) ada juga yang dinamakan dengan Raudatul Athfal (RA).

Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama

Nomor 60 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan Pendidikan madrasah, pada

pasal 1 ayat 1 yang berbunyi;

“Penyelenggaraaan pendidikan madrasah adalah kegiatan pelaksanaan


komponen sistem pendidikan pada Raudatul Athfal, Madrasah
Ibtidaiyah, Madradah Tasanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah
Kejuruan agar proses Pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan Pendidikan nasional.”111

Terkait dengan jenjang Pendidikan Madrasah berdasarkan PMA nomor

60 tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1) Raudatul Athfal (RA)

Raudatul Athfal merupakan bentuk satuan pendidikan anak usia

dini pada jalur pendidikan formal dengan rentang usia antara 4-6 tahun.

111
Peraturan Menteri Agama Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah,
hlm. 4.

91
2) Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Madrasah Ibtidaiyah merupakan bentuk satuan pendidikan formal

yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan ciri khas pendidikan

Islam yang terdiri atas enam (6) tingkat penjenjangan.

3) Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Madrasah Tsanawiyah bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggarakan pendidikan umum dengan ciri khas pendidikan Islam

yang terdiri atas tiga (3) tingkat penjenjangan dan merupakan kelanjutan

dari MI atau SMP.

4) Madrasah Aliyah (MA)

Madrasah Aliyah merupakan bentuk satuan pendidikan formal

pada jenjang pendidikan menengah dengan ciri khas pendidikan Islam

yang merupakan lanjutan dari SMP atau MTs atau bentuk lain yang

sederajat.

5) Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

Madrasah Aliyah Kejuruan merupakan bentuk satuan pendidikan

formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan ciri khas

pendidikan Islam sebagai lanjutan dari SMP atau MTs atau yang diakui

sama dengan SMP atau MTs.112

Madrasah berperan penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa, karena di dalamnya memadukan antara kehidupan akademik dan

sosial berbekal Pendidikan agama yang terbilang lebih jka dibandingkan

dengan orang yang berada di lingkungan umum.113 Hal ini menjadikan

madrasah memiliki nilai lebih, dimana yang diawarkan bukan sekedar peserta
112
Ibid., hlm. 5.
113
Faridah Alawiyah, “Pendidikan Madrasah di Indonesia”,… hlm. 54.

92
didik yang memiliki kematangan intelektual, tetapi juga kematangan dari segi

mental dan spiritual. Di Madrasah, peserta didik diberikan pembekalan

keagamaan secara intensif, baik secara teori maupun praktik sehingga wajar

saja jika madrasah dapat dijadikan alternatif pendidikan di tengah

kemerosotan norma agama dan nilai-nilai aqidah yang terjadi di masyarakat.

b. Sekolah

Jika di Madrasah untuk mata pelajaran agama Islam terpecah menjadi

beberapa mata pelajaran, di sekolah ada mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam. Mata pelajaran ini memuat tentang berbagai materi PAI secara

keseluruhan dimana ruang lingkup pembahasannya mencakup materi-materi

PAI seperti aqidah, akhlak, al-Qur’an dan hadits, fiqih, dan sejarah. Ruang

lingkup pembahasannya pun merupakan perwujudan selesarasan dan

keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan

manusia dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama manusia, amupun

hubungan dengan lingkungan.

Jika di Madrasah terdapat mata pelajaran wajib aqidah, maka di sekolah

mata pelajaran pendidikan agama Islam yang juga memuat materi aqidah.

Salah satu contohnya tedapat pada buku paket pendidikan agama Islam dan

pekerti untuk kelas X SMA/SMK. Pada bab 2 terdapat materi tentang rukun

iman dan spesifik menjelaskan tentang nilai iman kepada Allah yang tentunya

bertujuan agar peserta didik semakin cinta kepada Rabb-Nya. Hal ini relevan

dengan salah satu kutipan bagian "Memintal Seutas Benang" dalam buku

"Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" sebagaimana temuan yang

dipaparkan peneliti pada bab 2, yakni:

93
"…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan…”114

Pendidikan agama Islam bisa dikatakan sebagai usaha sadar dalam

rangka mempersiapakan peserta didik agar dapat meyakini dan memahami,

sehingga dapat mengamalkan ajaran Islam melalui berbagai kegiatan

pengajaran, bimbingan, pelatihan yang guna mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.115

Selain dalam bentuk mata pelajaran pendidikan Agama Islam, terdapat

pula ekstrakulikuler ROHIS. ROHIS yang merupakan singkatan dari

Kerohanian Islam adalah sebuah organisasi berupa badan kerohanian yang

bertujuan agar setiap siswa yang tergabung di dalamnya dapat

mengembangkan dirinya dengan berdasar pada nilai-nilai keislaman dan juga


116
diimbangi dengan mendapat siraman rohani. Adanya ROHIS bertujuan

untuk mengembangkan diri peserta didik dengan berlandaskan pada nilai-

nilai Islam. Hal ini merupakan solusi bagi para pelajar muslim yang

berkeinginan untuk menambah wawasan keislamannya. Mengingat, jam

pelajaran di sekolah sangat terbatas sehingga ROHIS sebagai salah satu

sarana untuk memperdalam agama Islam.117

Sebagaimana organisasi pada umumnya, ROHIS juga memiliki struktur

seperti organisasi OSIS berupa ketua, wakil, sekretaris, bendahara, dan

berbagai divisi yang sudah memiliki tugas masing-masing. ROHIS juga

114
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…., hlm. 174.
115
Asep A. Aziz, Dkk, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar”. Taklim….
hlm.132.
Ali Noer, Dkk, “Upaya Ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS) dalam Meningkatkan Sikap
116

Keberagamaan Siswa di SMK Ibnu Taimiyah Pekanbaru”, Jurnal Al-Thariqah, Vol. 2, No. 1, 2017, hlm. 26.
117
SMKN 45 Jakarta, “ROHIS”, dalam https://smk45.sch.id/ekskul/ROHIS/ , diakses pada tanggal 29
Desember 2022, Pukul 07.31 WITA.

94
memiliki program kerja tersendiri dan berfungsi sebagai forum pembelajaran,

wadah dakwah, dan sarana berbagi pengetahuan Islam. Dengan ini, maka

ROHIS dapat membantu untuk meningkatkan pengetahuan dan

mengembangkan ilmu tentang Islam yang diajarkan di sekolah.118

Selain itu, ROHIS juga sebagai lembaga dakwah sekolah yang bertujuan

agar terwujudnya barisan pera remaja yang menjadi pelopor tegaknya nilai-

nilai kebenaran, menjadi batu-bata pembangun masyarakat, serta mampu

menghadapi tantangan masa depan.119 Siswa yang mengikuti ektrakulikuler

ROHIS diajarkan, dilatih, dan dibimbing oleh pembina ROHIS dengan tujuan

agar siswa dapat mengembangkan diri, baik dalam bakat, keimanan, sehingga

mampu bersikap yang sesuai dengan ajaran Islam.

Adapun beberapa kegiatan yang bisa dilakukan dalam usaha membentuk

karakter muslim dalam diri siswa tersebut adalah dengan membimbing siswa

dalam kehidupan sehari-hari, dari hal-hal umum seperti menjaga pergaulan

dengan teman sebaya maupun yang lebih tua. Siswa diberikan pemahaman

bahwa Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mengetahui apapun yang

dikerjakan manusia, sehingga ini menuntut manusia agar lebih berhati-hati

dalam kehidupan. Dengan adanya pembiasaan yang baik tersebut, diharapkan

agar siswa terbiasa menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya

walaupun ketika sudah berada di luar ROHIS.

Jika siswa siswa sudah memiliki keimanan yang kuat dalam dirinya,

maka akan berdampak pada rasa kebanggaan menjadi seorang muslim

sehingga mereka memiliki semangat yang tinggi untuk berdakwah sebagai

118
Ali Noer, Dkk, “Upaya Ekstrakurikuler Kerohanian Islam,…”, hlm. 26.
119
Sadarnis, “Peran Organisasi Kerohanian Islam (ROHIS) Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan
Siswa Di SMA Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar”, Skripsi, FTK Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Darussalam, Banda Aceh, 2019, hlm. 17.

95
bentuk kebanggaannya menjadi seorang muslim. Hal ini tentunya relevan

dengan temuan peneliti pada bab 2 yang terdapat dalam kutipan berikut:

“Seribu, seratus, sepuluh, ataupun sesatu, Muslim sejati takkan pernah


ragu untuk berkata, “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim!”120

Tentang semangat dalam berjuang menegakkan aqidah juga terdapat

dalam kutipan berikut:

“Karena kebersamaan yang kita ukit begitu meneguhkan. Kebersamaan


yang menyandarkan kekuatannya kepada Allah, Dzat yang telah meridhai
kebersamaan dan persaudaraan ini.”121

Selain itu, terdapat pula gambaran semangat dalam menegakkan aqidah

dan meruntuhkan paganisme dalam kutipan berikut:

“Termasuk tentu Ibrahim alaihis salam. Dialah muslim yang hanif.


Muslim yang telah memenggal berhala dengan kapak kecerdasan serta
meruntuhkan argumentasi paganisme, membungkam Namrud Tuhan
palsu, dan dengan cantik melukiskan sesatnya menyembah benda-benda
antariksa.”122

2. Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Non-Formal

Pendidikan Islam non-formal bisa diartikan sebagai pendidikan Islam yang

mana setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan

yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari

kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani anak-anak

tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.

Pendidikan non-formal adalah pendidikan yang berbasis masyarakat sebagai

bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan nasional dengan

memberdayakan sumber daya manusia yang ada. Dalam pendidikan non formal,

yang menjadi dominasi adalah pendidikan agama Islam, maka munculah


120
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 86.
121
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 67.
122
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 84

96
berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan seperti TPA, TPQ, dan Majelis

Ta’lim. TPQ dan TPA adalah lembaga pendidikan non formal yang berfokus

pada pendidikan Al-Qur’an, diikuti dengan pembentukan Akhlak, penanaman

Aqidah dan pembelajaran fiqih.

a. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)

Pendidikan Al-Qur’an (TPA) adalah lembaga pendidikan nonformal

yang merupakan lembaga pendidikan baca al-Qur’an untuk usia SD (6-12

tahun).123 Adapun tujuan dari dibentuknya TPQ sebagaimana dilansir dalam

website Kemenag Jateng adalah menyiapkan generasi yang memiliki

komitmen terhadap al-Qur’an sebagai acuan dalam berperilaku dalam segala

urusannya (generasi qur’ani).124 Hal ini dapat ditandai dengan adanya rasa

cinta yang mendalam terhadap al-Qur’an dengan rajin membacanya,

mempelajari isi kandungannya, serta memicu timbulnya kemauan yang kuat

dalam mengamalkan al-Qur’an secara menyeluruh dalam kehidupan. Selain

itu, dengan adanya TPQ, diharapkan para santri dapat memenuhi beberapa

kompetensi, diantaranya adalah mampu membaca al-Qu’an, mampu menulis

al-Qur’an, mampu menghapal al-Qur’an, serta mampu mengamalkan isi al-

Qur’an.125

Keberadaan TPQ dapat menjadi penunjang Pendidikan agama Islam

pada jam di luar sekolah pada anak. Untuk itu biasanya penyelenggaraan

123
Dimas Ramadhan, “Taman Pendidikan al-Qur’an,…”, diakses pada tanggal 29 Desember 2022,
Pukul 18.26 WITA.
124
Kemenag Jateng, “TPQ memantapkan peran sebagai lembaga pengajaran Al Qur’an”, dalam
https://jateng.kemenag.go.id/2017/05/tpq-memantapkan-peran-sebagai-lembaga-pengajaran-al-quran/ ,
diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 19.07 WITA
125
Ibnu Singorejo, “Mata Pelajaran TPQ, Taman Pendidikan al-Qur’an”, dalam
https://pontren.com/2022/07/04/mata-pelajaran-tpq-taman-pendidikan-alquran/ , diakses pada tanggal 29
Desember 2022, Pukul 19.20 WITA.

97
kegiatan belajarnya di mulai dari siang hingga sore, ada juga yang

diselenggarakan pada rentang waktu antara maghrib dan isya’.

Pendidikan al-Qur’an dimulai dari mengenalkan huruf-huruf hija’yah

sampai dengan cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar. Pada

pendidikan akhlak, diajarkan cara-cara beradab kepada guru, cara beradab

kepada Al-Qur’an, membentuk karakter jujur, pemaaf, dan penyabar. Dalam

menanamkan Aqidah, diajarkan tauhid uluhiyah dan rububiyah, menghafal

rukun Islam dan rukun Iman, disertai dongeng agar mudah dipahami.

Menanamkan Aqidah pada pendidikan TPA atau TPQ harus dengan cara

yang menarik bila perlu dengan ilustrasi ataupun dengan hal-hal yang ada

disekitar seperti alam, manusia, hewan, agar anak dapat lebih mudah

menanamkan rasa yakin dalam dirinya.

Terkait dengan metode mengajar yang bervariasi dalam TPQ, sangat

relevan dan berkaitan dengan salah satu kutipan dalam buku “Saksikan

Bahwa Aku Seorang Muslim” pada bagian “Memintal Seutas Benang”

tentang meneladani Rasulullah saw ketika berdakwah kepada para sahabat

dengan tidak mengubah karakter asli mereka selama tidak bertentangan

dengan aqidah, yang terlihat dalam kutipan berikut:

“Tentang warna-warni itu? Ya. Islam tidak menghapus karakter-


karakter khas dari pribadi pemeluknya yanh tidak bertentangan dengan
aqidah. Islam justru membingkainya menjadi kemuliaan karakter yang
menyejarah. Bahkan Rasulullah menyebutkan, “Khiyaarakum fil
jahiliyah, khiyaarukum fil Islam”. Orang terpilih kalian di masa
jahiliyah akan menjadi orang terpilih pula di masa keislamannya.”126

Selain itu, mengenalkan santri TPQ terhadap kebesaran Allah SWT

dengan alam semesta dan seluruh isinya menjadikan mereka semakin

126
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 97.

98
mengingat Allah SWT. Ini bentuk ikhtiar yag dapat dilakukan untuk

menanamkan nilai tauhid Rububiyah dengan menyadarkan bahwa Allah

SWT adalah yang menciptakan alam semesta. Hal ini relevan dengan salah

satu kutipan dalam bagian “Memintal Seutas Benang” sebagai berikut:

“Itulah yang diperbuat keimanan. Membuka mata dan hati.


Menumbuhkan kepekaan. Menyirai kejelitaan, keserasian, dan
kesempurnaan. Iman adalah persepsi baru terhadap keindahan dan
kehidupan di muka bumi, di atas pentas ciptaam Allah, sepanjang
malam dan siang….”127

Tidak cukup sampai di situ, terkait dengan ikhtiar untuk memperdalam

al-Qur’an tentunya juga di TPQ tidak sekedar diajarkan untuk dapat

membaca al-Qur’an dengan baik dan benar namun juga menadaburi makna

dan kandungannya. Saah satunya adalah tentang memperjelas identitas dan

kebanggaan masyarakat menjadi seorang muslim yang benar-benar berserah

diri kepada Allah SWT. Hal ini relevan dan berkaitan dengan salah satu

kutipan berikut:

“Berbahasa Inggrislah… tetapi abadikan kata “masjid” seperti al-


Qur’an menamai. Tetapi sebut dan tuliskan kata “Muslim” sebagaimana
ilmu tajwid menata lafaznya maka “Muslim”, ejaan Melayu untuk
hamba yang berserah padaNya ini terasa lebih indah….”128

b. Ma’had

Selain TPQ salah satu lembaga pendidikan Islam non-formal lainnya

adalah Ma’had. Secara etimologi, kata “ma’had” berarti “pesantren tinggi”

atau “setingkat perguruan tinggi”. 129


Dikaitkan dengan pesantren, Mahad

yang juga merupakan lembaga pendidikan, merupakan lembaga pendidikan

127
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 174.
128
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 83.
129
Teungku Sirajuddi, “Kontribusi Ma’had Aly dalam Peningkatan Pemahaman Keislaman (Studi
Komparasi antara Darul Munawwarah dan MUDI Mesjid Raya)”, Kalam, Volume 8, Nomor 1, 2020, hlm. 5.

99
tinggi keagamaan yang melanjutkan pendidikan Diniyah 'tingkat Ulya'. Dari

segi sosiologis, Ma'had merupakan bentuk upaya pelembagaan tradisi dan

etika akademik di lingkungan pesantren.

Pendidikan ma’had umumnya bersifat alternatif, yaitu bentuk

pendidikan yang diselenggarakan oleh para kyai atau ulama yang belum

mendapatkan pengakuan dari pemerintah, maka kiranya perlu dipikirkan

lebih mendalam lagi, baik terkait dengan kurikulum, sarana prasarana atau

standar lainnya. Dengan standar itu maka keberadaannya akan mendapatkan

pengakuan dari pemerintah, dan begitu juga ijazah yang dikeluarkannya.

Selain itu adalah kemungkinan mendapatkan penganggaran yang

diperlukan.

Sebagaimana terdapat dalam bab “Paparan data dan temuan”, salah satu

materi yang wajib diajarkan di ma’had adalah materi aqidah yang terdapat

dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 32 tahun 2020 pada pasal 4 ayat 2.

Tentunya pembahasannya tidak akan lepas dari materi beriman kepada

Allah swt dan beriman kepada Rasul-Nya. Hal ini tentunya relevan dengan

paparan temuan peneliti tentang Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan asma’

wa sifat serta nilai-nilai iman kepada Rasul Allah SWT dan berpegang

teguh kepadanya. Salah satunya terdapat dalam kutipan berikut:

“Demi Allah, kecintaanku kepada Allah dan RasulNya yang melebihi


apapun di dunia ini, membuatku tidak akan pernah mengkhianati
amanah ini….”130

Sikap berpegang teguh pada identitas sebagai seorang muslim dan

berpegang tegu pada al-Qur’an dan sunnah juga tidak boleh luput dari

perhatian. Mengingat, ketika memasuki dunia pasca kampus, tentunya para

130
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim…, hlm. 95

100
mahasantri ma’had dituntut untuk berkontribusi secara penuh di tengah

masyarakat. Sebagaimna terdapat pada kutipan berikut ini;

“Hal-hal sepele menjadi perhatian untuk menegakkan identitas


keislaman sampai pernah Rasulullah mengubah belahan sisiran
rambutnya agar berbeda dengan Yahudi dan Nasrani janggut seorang
lelaki muslim disunahkan untuk dirawat sedangkan kumisnya dicukur
untuk membedakannya dengan pembukaan Nasrani yang klimis dan
atau majusi yang berkumis lebat bahkan sampai soal warna rambut pun
ada arahan dari sang Uswah untuk pengikutnya.”131

131
Salim A Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim.…, hlm. 97

101
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada paparan data dan analisis dalam bab-bab

sebelumnya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai-nilai pendidikan aqidah yang terdapat dalam Buku “Saksikan Bahwa Aku

Seorang Muslim” bagian “Memintal Seutas Benang” adalah:

a. Nilai iman kepada Allah SWT yaitu: tauhid Rububiyah (meyakini bahwa

Allah SWT satu-satunya dzat yang menciptakan dan memberi rezeki),

tauhid uluhiyah (Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang patut

disembah dan tempat bergantung segala sesuatu), dan Asma’ wa Sifat (ar-

Rahman dan ar-Rahiim).

b. Nilai iman kepada Rasul Allah SWT, yaitu meneladani sifat amanah dan

bertanggungjawab, serta kebijaksanaan dalam berdakwah.

2. Nilai-nilai Pendidikan aqidah yang terdapat dalam buku “Saksikan Bahwa

Aku Seorang Muslim”, bagian “Memintal Seutas Benang” relevan dengan

pendidikan Islam di Indonesia baik di lembaga formal maupun non-formal

karena di dalamnya memuat materi pelajaran yang ditujukan untuk

menguatkan aqidah. Pendidikan formal diantaranya adalah madrasah dan juga

materi dalam mata pelajaran PAI di sekolah yang menanamkan nilai-nilai

aqidah dalam diri peserta didik. Tidak hanya itu, terdapat juga ekstrakulikuler

seperti ROHIS yang efektif sebagai pelengkap penanaman nilai aqidah di luar

proses belajar mengajar di kelas. Untuk Lembaga non-formal terdapat TPQ

dan ma’had yang salah satu materi yang diajarkan adalah tentang penguatan

aqidah.

102
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, peneliti memberikan

saran terkait upaya yang dapat diusahakan untuk mengimplementasikan nilai-nilai

aqidah dalam pendidikan Islam di Indonesia.

1. Bagi pembaca buku

Buku “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah ini,

layak dijadikan bacaan karena dikemas dengan bahasa yang mudah difahami,

dibumbui dengan sedikit nuansa sastra yang mampu menyentuh hati

pembacanya, sehingga pembaca dapat menganalisis dan menyimpulkan sendiri

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan aqidah yang

terdapat dalam buku ini, khususnya dalam bagian “Memintal Seutas Benang”

hendaknya dijadikan acuan dalam bertingkah laku pada kehidupan sehari-hari

sebagai bagian dari bentuk kebanggaan terhadap identitas sebagai seorang

muslim.

2. Bagi pendidik

Hendaknya para pendidik menggunakan nilai-nilai pendidikan aqidah yang

terkandung dalam “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A

Fillah ini sebagai salah satu referensi dalam pembelajaran.

103
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Jakarta:
Pustaka Imam asy-Syafi’I. 2006.

Ade Imelda Frimayanti. “Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Agama Islam”.
al-Tazkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam. Vol.8. Nomor II. 2017.

Akram. “Manajemen Berbasis Madrasah (Studi Kasus Kepemimpinan Kepala Madrasah


Tsanawiyah Batusitanduk Kabupaten Luwu)”. Skripsi. Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Palopo, Palopo. 2014.

Arif Rahman. “Apa Definisi Muslim?”. dalam


http://arifindustri.lecture.ub.ac.id/opinions/kaji-muslim, diakses pada tanggal
22 Desember 2022. Pukul 15.16 WITA.

Asep A. Aziz, Ajat S. Hidayatullah, Nurti Budiyanti, Uus Ruswandi. “Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar”. Taklim: Jurnal Pendidikan
Agama Islam. Vol. 18. No. 2. 2020.

Dedi Wahyudi. Pengantar Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Lintang


Rasi Aksara Books. 2017.

Deti Afrida. “Konsep Keluarga Surgawi dalam al-Qur’an (Studi Analisis Kisah Ammar bin
Yasir dalam Tafsir Surah an-Nahl Ayat 106)”. Skripsi. Fakultas Ushuluddin
UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Riau. 2021.

Dibyo Widodo. “Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul
Muhsin al-Abbad al Badr dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Aqidah Saat
ini”. Skripsi. FTK UIN Raden Intan Lampung. Lampung. 2019.

Direktorat KSKK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, TP, ATP
dan Modul Ajar Kurikulum Merdeka Pada Madrasah, 2022.

Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat


Jenderal Pendiikan Islam Kementerian Agama, “Visi dan Misi”, dalam
https://madrasah2.kemenag.go.id/profil/visi-dan-misi, diakses pada tanggal 28
Desember 2022, Pukul 17.25 WITA.

Djanti Virantika. “Pawang Hujan di MotoGP Mandalika 2022 Curi Perhatian, Media-
media Asing Ikut Beri Sorotan Khusus,” dalam
https://sports.okezone.com/read/2022/03/21/38/2565193/pawang-hujan-di-
motogp-mandalika-2022-curi-perhatian-media-media-asing-ikut-beri-sorotan-
khusus?page=2. diakses tanggal 8 Agustus 2022. Pukul 10.19 WITA.

Faridah Alawiyah. “Pendidikan Madrasah di Indonesia”. Aspirasi Vol. 5 No. 1, 2014.

104
Faridatul Mutmainah, “Nilai-nilai Pendidikan Aqidah dalam Be Calm Be Strong Be
Gratefull Karya Wirda Mansur”. Skripsi. FTK. IAIN Purwokerto. Purwokerto.
2021.

H. Abdul Aziz Abdul Rauf , Dkk. al-Qur’an Hapalan al-Hufaz. Bandung: Cordoba
International-Indonesia. 2018.

Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2019.

Hamdani. Buku Kecil Tauhid dalam Islam.

Hayati Nupus, “Rohingya Mengalami Penindasan Institusional di Myanmar”, dalam


https://www.aa.com.tr/id/regional/-rohingya-mengalami-penindasan-
institusional-di-myanmar/1994822. diakses tanggal 2 Mei 2022. pukul 19.33
WITA.

Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma


Pustaka, 2010).

https://salimafillah.com/tentang-salim-a-fillah/, diakses pada tanggal 29 Desember 2022,


Pukul 19.59 WITA.

https://www.instagram.com/p/Ckbx2hhSZi4/?igshid=YmMyMTA2M2Y, diakses tanggal


19 Desember 2022. Pukul 12.24 WITA.

https://www.instagram.com/reel/CZnNugCB1P3/igshid=YmMyMTA2M2Y. diakses pada


tanggal 19 Desember 2022. Pukul 12.37 WITA.

Ibnu Singorejo, “Mata Pelajaran TPQ, Taman Pendidikan al-Qur’an”, dalam


https://pontren.com/2022/07/04/mata-pelajaran-tpq-taman-pendidikan-alquran/
, diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 19.20 WITA.

Ibrahim Bafadhol. “Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”. Jurnal Edukasi Islami


Jurnal Pendidikan Islam. Volume 6. Nomor 11. 2017.

Ilhamda Azis, “Keteladanan Sifat Rasullah Muhammad SAW dalam Etika Profesi Akuntan
Publik”, e-Jurnal Akuntansi, Vol. 30 Nomor 5, Mei 2020, hlm. 1148.

Jasiman. Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah. Surakarta: Aulia Press. 2009.

Julliah Indrini. “Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El
Shirazy dan Relevansinya Terhadap Materi Aqidah di Mts”. Skripsi. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah. Palembang. 2020.

Kamarul Syukri Mohd The. Pengantar Ilmu Tauhid. Kuala Lumpur: Utusan Publication
and Distributors Sdn Bhd, 2008.

Kemenag Jateng, “TPQ memantapkan peran sebagai lembaga pengajaran Al Qur’an”,


dalam https://jateng.kemenag.go.id/2017/05/tpq-memantapkan-peran-sebagai-

105
lembaga-pengajaran-al-quran/ , diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul
19.07 WITA.

Kemenag Jateng, “TPQ, Dasar Penanaman Pendidikan Agama”, dalam


https://jateng.kemenag.go.id/2018/04/tpq-dasar-penanaman-pendidikan-agama/
, diakses pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 10.47 WITA.

Kementerian Agama Republik Indonesia, “Tahun Pelajaran 2020/2021, Madrasah


Gunakan Kurikulum PAI Baru”, dalam https://kemenag.go.id/read/tahun-
pelajaran-20202021-madrasah-gunakan-kurikulum-pai-baru-5v7xy , diakses
pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 10.21 WITA.

Kementerian Agama Republik Indonesia, “Tahun Pelajaran 2020/2021, Madrasah


Gunakan Kurikulum PAI Baru”, dalam https://kemenag.go.id/read/tahun-
pelajaran-20202021-madrasah-gunakan-kurikulum-pai-baru-5v7xy , diakses
pada tanggal 29 Desember 2022, Pukul 10.21 WITA.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI. Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang. Kemendikbud: Jakarta. 2017.

Kementrian Agama Kota Magelang, “TPQ Menjadi Pendidikan Awal Pembentuk Generasi
Qur’ani”, dalam https://kotamagelang.kemenag.go.id/pendidikan-diniyah-dan-
pondok-pesantren/tpq-menjadi-pendidikan-awal-pembentuk-generasi-qurani/,
diakses tanggal 28 Desember 2022, Pukul 07.17 WITA.

Khairul Amal, “Strategi Komunikasi Dakwah Ustadz Salim A. Fillah”, Jurnal Studi Islam
dan Kemuhammadiyahan, Vol.1, Nomor 2, 2021.

Khatibah. “Penelitian Kepustakaan”. Jurnal Iqra’. Vol. 5. Nomor 1. Mei 2011.

Khodijah Mufidatun Tammah, dkk, “Relevansi pendidikan ‘aqidah dalam kitab Al-Ushûl
Al-Tsalâtsah terhadap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional”,
Ta’dibuna, Vol. 11, No. 2, Juni 2022.

M. Saipudin Hakim, Perbedaan antara Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”, dalam
https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-
rahiim.html, diakses pada tanggal 26 Desember 2022, pukul 20.08 WITA.

Mahmud Muhsinin. “Kajian Semantik al-Qur’an: Melacak Kata Muslim dalam al-Qur’an”.
AL-HIKMAH: Jurnal Studi Agama-Agama. Vol.3. Nomor 2. 2017.

Majdi al-Hillali dan Ali Abdul Halim Mahmud. Syarah Arkanul Baiah, terj. Faridi dan
Syauqi Hafidz. Solo: PT Era Adicitra Media. 2021.

Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia. Ketetapan Majelis Permusyawaratan


Republik Indonesia Nomor I/MPRI2003 tentang Peninjauan Materi dan Status
Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan

106
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai
dengan Tahun 2002. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. 2006.

Mestika Zed. “Metode Penelitian Kepustakaan”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Mhd. Rois Almaududy. Puncak Ilmu Adalah Akhlak. Semarang: Syalmahat Publishing,
2022.

MIM Unggulan Gorontalo “Visi, Misi dan Tujuan”, dalam https://www.mimunggulan


kotagorontalo.sch.id/# diakses pada tanggal 26 Desember 2022,pukul 20.27
WITA.

MIM Unggulan Gorontalo “Visi, Misi dan Tujuan”, dalam https://www.mimunggulan


kotagorontalo.sch.id/# diakses pada tanggal 26 Desember 2022, Pukul 20.27
WITA.

Moh. Rosyid. “Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim Rohingya di Myanmar“.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-49. Nomor 3. Juli-September
2019.
Musyaffa, Dkk. Kapita Selekta Pendidikan: Dari Makna Sampai Analisis. Bandung: Oman
Publishing. 2020.

Niki Alma Febriana Fauzi, “Meneladani Sifat Ar-Rahman dalam Kehidupan”, dalam
https://islamiccenter.uad.ac.id/meneladani-sifat-ar-rahman-dalam-kehidupan/,
diakses pada tanggal 26 Desember 2022, Pukul 20.43 WITA.

Nurnaningsih Nawawi. Aqidah Islam Dasar Keikhlasan Beramal Shalih. Makassar :


Pusaka Almaida. 2017.

Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany. Falsafah pendidikan Islam. Terj, Hasan


Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.

Peraturan Menteri Agama Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan


Madrasah.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan
Keagamaan Islam.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan


Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Pro-You Media, "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" | Ustadz Salim A. Fillah |
BEDAH BUKU, dalam https://www.youtube.com/watch?v=9CWtuZVLl40,
diakses pada tanggal 28 Desember 2022, pukul 07.49 WITA.

Rahmad Fauzi Lubis. “Menanamankan Aqidah dan Tauhid kepada Anak Usia Dini”. al-
Abyadh. Vol. 2. No 2. Desember 2019.

107
Reza Hardia Putra, “Apa itu Madrasah dan Bagaimana Pengembangan Madrasah?”, dalam
http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2020/03/apa-itu-madrasah/ , diakses pada
tanggal 29 Desember 2022, Pukul 08.41 WITA.

Sadarnis. “Peran Organisasi Kerohanian Islam (ROHIS) Dalam Membentuk Perilaku


Keagamaan Siswa Di SMA Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar”. Skripsi. FTK
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam. Banda Aceh. 2019.

Salim A Fillah. Dalam Dekapan Ukhuwah. Yogyakarta: Pro-U Media. 2010.

Salim A Fillah. Jalan Cinta Para Pejuang”. Yogyakarta: Pro-U Media. 2007.

Salim A Fillah. Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Yogyakarta: Pro-U Media. 2007.

Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media
Publishin. 2015.

Sandu Siyoto, dkk, Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media Publishing.
2015.

Sayyid Qutb, Tafsir Fii Zhilalil Qur’an.

Sayyid Sabiq. Aqidah Islamiyah. terj. Ali Mahmudi. Jakarta: Rabbani Press. 2010.

Siti Makhmudah. “Konsep Pendidikan Islam dan Perkembangannya dalam Menghadapi


Problem Pendidikan”. Tafhim Al-‘Ilmi. Februari. 2020.

SMKN 45 Jakarta. “ROHIS”. dalam https://smk45.sch.id/ekskul/ROHIS/. diakses pada


tanggal 29 Desember 2022. Pukul 07.31 WITA.

Sulistia Apriani. “Peranan Ekstrakurikuler ROHIS (Rohani Islam) dalam Penanaman Nilai-
Nilai Karakter Religius Peserta Didik Di SMPN 16 Bandar Lampung”. Skripsi.
FTK UIN Raden Intan Lampung. Lampung. 2020.

Surat Edaran mengenai Penggunaan Buku PAI dan Bahasa Arab, dalam
https://sikurma.kemenag.go.id/portal/Info/detail_berita/MWRGMzFab2FhRFN
DU282TkgxV0p4Zz09, diakses pada tanggal 28 Desember 2022, Pukul 18.01
WITA.

Sutarjo Adisusilo. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Buku Induk Aqidah Islam. terj. Izzudin Karimi.
Depok: Pustaka Sahifa. 2010.

Tarmizi Abbas. “Paganisme Dulu dan Kini”, dalam https://crcs.ugm.ac.id/paganisme-dulu-


dan-kini/. diakses pada tanggal 23 Desember 2022. Pukul 06.37 WITA.

Teungku Sirajuddi, “Kontribusi Ma’had Aly dalam Peningkatan Pemahaman Keislaman


(Studi Komparasi antara Darul Munawwarah dan MUDI Mesjid Raya)”,
Kalam,Volume 8, Nomor 1, 2020.

108
Tim Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, KBBI Edisi Kelima. Kementerian
Pendidikan Republik Indonesia. 2016. kode sumber aplikasi:
https://github.com/yukuku/kbbi4.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.

Venanda Fatika Rasti, Dkk, “Bentuk-Bentuk dan Jumlah Frekuensi Paganisme dalam Film
Midsommar”.

Yuangga Kurnia Yahya. “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara:
Studi Geobudaya dan Geopolitik”. al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam. Vol.
16. Nomor. 1. 2019.

Yulian Purnama. “Makna Tauhid”, dalam https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html ,


diakses tanggal 13 Mei 2022 pukul 07. 41 WITA.

Yunahar Ilyas. “Akhlak terhadap Allah Dan Rasul Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 1-9”.
Tarjih. Volume 11. Nomor 1. 2013.

109
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai