Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Agar praktikan dapat mengoperasikan alat HVS dan LVS sesuai dengan prosedur
praktikum;
2. Mengukur kondisi meteorogi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
3. Untuk mengetahui konsentrasi partikulat tersuspensi yang berukuran kecil dari
2,5 µm (PM2,5) dan total partikulat tersuspensi.

1.2 Metode Percobaan


Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah filtrasi pada permukaan filter.

1.3 Prinsip Pengukuran

Prinsip pengukuran dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow
rate);
2. Untuk Particulate Matter (PM2,5) 3,5 L/mnt. Dengan rentang kecepatan aliran
udara tersebut, partikulat yang berukuran <2,5 µm (diameter aerodinamik) akan
tertahan dan menempel pada permukaan filter; partikulat yang besar dari 2,5 µm
akan mengendap pada sekat-sekat elutriator, sehingga partikulat yang akan
tertahan pada permukaan filter hanya yang berukuran <2,5 µm;
3. Untuk Total Partikulat Tersuspensi antara 1,13-1,70 m3/mnt atau 40-60 ft3/mnt.
Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran < 100
µm (diameter aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada permukaan filter;
4. Metode ini digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel tersuspensi di udara
ambien dengan satuan µg/Nm3, dengan cara menimbang berat partikel yang
tertahan di permukaan filter dan menghitung volume udara yang terhisap;
5. Kecepatan aliran udara akan tercatat pada kertas debit udara yang terhisap;
6. Selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat
digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam partikulat
tersebut. Misal: sulfat, nitrat, ammonium, Cl dan elemen logam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Esksisting Wilayah Sampling

Proses pengambilan sampel dilakukan di Parkiran Jurusan TI dan TL pada hari


Sabtu, 26 Maret 2022 pukul 14.43 WIB. Koordinat 0°54’46” Lintang Selatan
100°27’47” Bujur Timur dengan elevasi 270 meter di atas permukaan laut.
Sumber pencemaran diperkirakan berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor
serta debu yang berterbangan akibat kendaraan yang lewat. Kondisi disekitar
parkiran terdapat beberapa pepohonan motor serta mobil yang terparkir. Kondisi
meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu, suhu rata-rata 32,57°C,
kelembapan udara 56,57%, kecepatan angin sebesar 0,33 m/s dan arah angin
bergerak dari Barat ke Timur. Tekanan udara yang didapatkan yaitu sebesar 978,3
HPa.

2.2 Umum

Pencemaran udara adalah masuknya bahan pencemar (berupa gas dan partikel/
aerosol) ke atmosfer, baik secara alami maupun melalui aktivitas manusia.
Sumber polusi alami termasuk debu dari kebakaran hutan dan letusan gunung
berapi. Sumber aktivitas manusia seperti transportasi, industri dan pembuangan
limbah. Polusi udara dari aktivitas manusia adalah sumber polusi yang paling
kuantitatif. Pencemaran udara juga dapat didefinisikan sebagai masuknya atau
terserapnya zat, energi, dan/atau komponen lain ke atmosfer oleh aktivitas
manusia yang melebihi baku mutu udara yang ditetapkan (Eskawirayanti, 2018).

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau


komponen lain ke udara oleh aktivitas manusia dengan cara yang melebihi baku
mutu udara yang ditetapkan. Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi tiga
jenis. Artinya, sumber polusi bagi kota dan industri. Sumber daya pedesaan/
pertanian; sumber daya alam. Sumber kota dan industri ini berasal dari kemajuan
teknologi yang melahirkan banyak pabrik industri, pembangkit listrik, dan mobil.
Penyebab pencemaran udara di pedesaan/pertanian adalah penggunaan pestisida
sebagai bahan kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), tanaman atau
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
zat lain yang digunakan untuk melindungi tanaman atau bagian tanaman. Sumber
alam, sebaliknya, berasal dari alam, seperti abu gunung berapi, debu, dan bau tak
sedap dari proses penguraian sampah organik.(Abidin, 2019).

2.3 Total Suspended Particulate (TSP)

2.3.1 Pengertian Total Suspended Particulate (TSP)

Total Suspended Particulate (TSP) adalah partikel tersuspensi kecil seperti debu
dan asap dengan diameter kurang dari 100 m. TSP dipancarkan dari berbagai
sumber, termasuk pembangkit listrik, kegiatan konstruksi, pembakaran, dan
kendaraan. TSP adalah indikator pertama dari partikel tersuspensi di atmosfer.
TSP dapat mempengaruhi kesehatan manusia karena dapat mencapai saluran
pernapasan manusia hingga kerongkongan. (Oktaviani, 2018).

Sifat fisik partikel yang paling penting adalah ukuran dan distribusinya. Secara
umum, partikel dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ukurannya: partikel
halus (partikel halus lebih kecil dari 2,5 m) dan partikel kasar (partikel kasar lebih
besar dari 2,5 m). Perbedaan antara debu halus dan debu kasar terletak pada
sumbernya, sumber pembentukannya, mekanisme penghilangannya, sifat optiknya
dan komposisi kimianya. Partikel halus dan kasar ini diklasifikasikan sebagai
padatan tersuspensi yang dikenal sebagai Total Suspended Particulate Matter
(TSP), yaitu partikel dengan ukuran partikel kurang dari 100 m. Total Particulate
Matter (TSP) adalah partikel tersuspensi kecil seperti debu, asap, dan asap dengan
diameter kurang dari 100 m yang dihasilkan selama konstruksi, pembakaran, dan
aktivitas kendaraan. Partikel ini terdiri dari zat organik dan anorganik. Partikel
organik dapat berupa mikroorganisme seperti virus, spora, dan jamur yang
mengapung di udara.(Oktaviani, 2018).

TSP adalah partikel tersuspensi seperti debu, kabut, dan kabut dengan diameter
kurang dari 100 m. Semua partikel ini dapat menyerang saluran pernapasan dalam
dan dengan demikian berkontribusi pada kesehatan manusia. Peningkatan
konsentrasi bahan partikulat tersuspensi (TSP) di atmosfer disebabkan oleh
berbagai aktivitas manusia seperti pertambangan, transportasi, reklamasi lahan,
pembangunan perumahan, konversi lahan, pengolahan lahan, dan penggundulan

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
hutan. Karena jenis kendaraan yang berbeda menghasilkan bobot TSP yang
berbeda, penghitungan jumlah jenis kendaraan akan mempengaruhi jumlah TSP
yang dihasilkan dan kualitas pencemaran udara di daerah tersebut. Bus (2.232
ton/tahun), mobil penumpang (2.134 ton/tahun), truk (1.517 ton/tahun), dan
sepeda motor (101 ton/tahun) menghasilkan TSP paling banyak (Oktaviani,
2018).

2.3.2 Sumber Total Suspended Particulate (TSP)

Total Suspended Particulates (TSP) adalah partikel tersuspensi kecil seperti debu,
asap, dan uap yang berdiameter kurang dari 100 mikron. CSR dapat berasal dari
berbagai sumber, termasuk pembangkit listrik, insinerator, kendaraan, dan
kegiatan konstruksi. IARC atau International Agency for Research on Cancer
(2013) menyatakan bahwa partikulat merupakan salah satu komponen utama
pencemaran udara dan telah dievaluasi dan diklasifikasikan sebagai karsinogen
golongan 1. IARC telah menemukan bahwa tingkat kontaminasi partikel yang
tinggi meningkatkan risiko kanker paru-paru dan polusi udara (Prilila, 2016).

Partikel tersuspensi di atmosfer dapat dihilangkan terutama dengan proses


pemisahan kering dan basah. Semakin besar partikel, semakin tinggi laju deposisi
kering. Partikel halus yang terbentuk terutama oleh emisi langsung atau tidak
langsung dari sumber pembakaran mengandung zat beracun dan biasanya tidak
menunjukkan tingkat deposisi kering yang tinggi. Akibatnya, partikel tetap di
udara untuk waktu yang lama dan dapat bergerak jauh dari sumbernya. Deposisi
basah oleh hujan secara efisien dapat menghilangkan polutan seperti Pb, V, Sb
(Oktaviani, 2018).

2.3.3 Dampak Total Suspended Particulate (TSP)

Ukuran partikel memainkan peran penting dalam menentukan di mana partikel


mengendap dan efeknya setelah mencapai paru-paru. Partikel cukup besar (TSP)
disaring melalui hidung dan tenggorokan. Pencemaran udara di TSP dapat
menyebabkan berbagai jenis penyakit, antara lain batuk, sesak napas, bersin,
malaise, sakit tenggorokan, dan dahak (Oktaviani, 2018).

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Udara yang dihirup manusia saat bernapas mengandung partikel. Partikel dihirup
ke dalam paru-paru. Ukuran partikel debu yang masuk ke paru menentukan lokasi
penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel berukuran lebih kecil
dari 10 mikron (PM10) dapat terperangkap di pusat saluran udara , menyebabkan
penyakit pernapasan dan kerusakan paru-paru serta mempengaruhi penglihatan
manusia. Partikel yang lebih kecil dari 2,5 mikron (PM2.5) memasuki kantung
udara paru-paru, menempel pada alveoli, dan dikeluarkan saat dihembuskan.
PM10 dan PM2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Ini karena bisa
gagal di saluran udara, bronkus, dan alveoli. TSP tidak dapat terhirup ke paru-
paru, tetapi hanya mencapai bagian saluran pernapasan atas, menyebabkan iritasi
saluran pernapasan, influenza, batuk, dan gangguan penglihatan (Nashihatul,
2019).

2.3.4 Baku Mutu Total Suspended Particulate (TSP)

Baku mutu Total Suspended Particulate (TSP) diatur pada Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien


Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Sistem Pengukuran

Partikulat debu <


24 Jam 230 µg /Nm3 Aktif manual
100 μm (TSP)
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021

2.3.5 Pengukuran dan Analisis

Salah satu upaya pengendalian pencemaran udara adalah dengan mengambil


sampel uji partikel atmosfer. Ketersediaan data kualitas udara sangat minim.
Teknik pengambilan sampel partikel standar negara bagian dilakukan dengan
menggunakan sampler udara massal (HVAS) dengan analisis gravimetri. Dengan
perkembangan teknologi, partikel dapat diukur dengan instrumen lain. Salah
satunya adalah perangkat Low Volume Air Sampler (LVAS), yang merupakan
perangkat untuk mengambil sampel udara ambien dalam jumlah yang lebih kecil
daripada HVAS. HVAS dapat digunakan untuk mengukur TSP, PM10, dan PM2.5
(Rohmah, 2018).

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Pengukuran TSP didasarkan pada pedoman pengukuran konsentrasi TSP dengan
mengacu pada SNI 197119.32005: Metode pengujian partikel tersuspensi massa
dan pengukuran menggunakan metode filtrasi menggunakan mass air sampler
(HVAS). Standar ini digunakan untuk menguji konsentrasi TSP dari udara ambien
. Pengujian ini menggunakan prinsip filtrasi dengan high flow rate air sampler
(HVAS). Prinsip kerja ini memiliki prinsip kerja menghisap udara melalui filter
dengan pompa vakum dengan debit aliran maksimal 2 m3/ min Memungkinkan
partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel terakumulasi pada filter
selama periode tertentu dianalisis dengan analisis berat. Laju aliran dipantau
selama periode pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa
partikulat yang terkumul per satuan volume contoh uji udara yang diambil sebagai
μg /m3 (SNI 197119.32005).

Dalam SNI 1948402005 tentang Metode Pengujian Kadar Partikel Debu di Udara
Secara Gravimetri dengan Menggunakan High Volume Air Sampler (HVAS)
Metode ini digunakan untuk memperoleh konsentrasi partikel debu di udara.
Mekanisme pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah cukup
memenuhi persyaratan seperti kuantitas, lama berlangsung, maupun potensial
bahaya maka kontaminan itu disebut sebagai polutan atau zat pencemar yang
dapat menimbulkan pencemaran. Mekanisme pemaparan kontaminan di udara
merupakan suatu sistem yang terdiri dari atas tiga komponen dasar, yaitu sumber
emisi, atmosfer, dan efek bagi reseptor atau penerima (SNI 1948402005).

2.4 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

2.4.1 Pengertian Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Particulate matter 2,5 (PM2,5) memiliki diameter aerodinamis kurang dari 2,5 m
dan merupakan komponen utama pencemar udara. Karena diameternya yang
kecil, luas permukaan spesifik yang besar, komposisi kimia yang kompleks, dan
kemampuannya untuk dengan mudah mengakumulasi zat beracun dan berbahaya,
mudah terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam bronkus dan alveoli paru-paru
setelah memasuki rongga jalan napas. Ini dapat menimbulkan risiko besar bagi
kesehatan manusia. Particulate Matter (PM) adalah campuran kompleks partikel

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
padat dan cair yang mengambang di udara. Ukuran partikel, komposisi kimia,
sifat fisik dan biologi bervariasi menurut lokasi dan waktu. Fluktuasi tingkat
polutan ini disebabkan oleh sumber polutan yang berbeda. Materi partikulat (PM)
tersedia dalam berbagai ukuran besar, dari diameter 0,005 m (partikel halus)
hingga diameter 100 m (partikel kasar) (Eskawiyanti, 2018).

Polusi udara adalah campuran kompleks partikel (PM), gas, dan molekul yang
terus-menerus berinteraksi di atmosfer. Partikulat (PM) sendiri merupakan
campuran dari beberapa senyawa (organik dan unsur karbon, logam transisi,
nitrat, sulfat, dll) dengan ukuran mulai dari beberapa nanometer hingga diameter
> 10 mm. Particulate matter (PM) merupakan salah satu dari parameter pencemar
udara. PM2,5 adalah partikel dengan diameter aerodinamis kurang dari 2,5 m.
Sebagai reseptor, faktor partikel ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia,
terutama penyebab penyakit pernapasan (Ahmad, 2017).

2.4.2 Sumber Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Salah satu parameter pencemaran udara yang disyaratkan oleh Peraturan


Pemerintah Nomor 41 Republik Indonesia Tahun 1999 adalah Partikulat (PM)
atau Particulate Matter. Particulate Matter dapat dibedakan berdasarkan
ukurannya PM2,5 dan PM10. Particulate Matter adalah polutan kecil yang
mengambang dengan campuran partikel yang kompleks seperti debu, kotoran,
asap, dan cairan. Jenis partikel yang saat ini sedang ramai dipelajari adalah PM2,5
(ukuran partikel <2,5 m) karena menembus jauh ke dalam paru-paru dan isinya
dapat beredar di aliran darah (Sembiring, 2020).

Particulate Matter 2.5 (PM2.5) adalah partikel padat atau cair berdiameter sangat
kecil yang mengandung berbagai komponen anorganik dan organik. Partikulat
dapat timbul dari kegiatan manusia seperti kegiatan pertanian, pembakaran gas
(flaring), kegiatan industri, pembangkit listrik, dan transportasi yang
menggunakan bahan bakar fosil. Selain itu, partikel dapat timbul dari proses alami
seperti bakteri, virus, jamur, serbuk dan erosi tanah. Sumber materi partikulat
lainnya terjadi secara alami dari letusan gunung berapi, kebakaran hutan, badai,
penyerbukan, dan banyak lagi. Materi partikulat juga dapat dihasilkan dari reaksi

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
konversi gas atmosfer antara polutan gas tertentu yang dilepaskan sebelumnya
(Oktaviani, 2018).

2.4.3 Dampak Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Pedoman dan peraturan kualitas udara untuk emisi udara biasanya didasarkan
pada fraksi massa PM2.5 (mencapai jauh ke dalam paru-paru dan alveoli). Efek
kesehatan dari menghirup PM2.5 antara lain asma dan gejala pernapasan, penyakit
paru-paru kronis, kematian dini, penurunan fungsi paru-paru, kematian
kardiovaskular dan pernapasan, serta penyakit pernapasan dan kardiovaskular
seperti kanker paru-paru. Peningkatan PM di udara berkaitan dengan peningkatan
risiko stroke, iskemia miokardium, dan penyakit jantung koroner serta aktivasi
koagulasi darah(Oktaviani, 2018).

Berbagai zat yang terkandung dalam PM2,5 dapat menyebabkan berbagai penyakit
pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), kanker paru-paru,
penyakit kardiovaskular, kematian dini, dan penyakit paru obstruktif kronik. PM2.5
menembus pertahanan sistem pernapasan manusia dan memungkinkannya
terperangkap dalam darah manusia melalui pertukaran udara alveolus. Partikel
dapat mengendap di saluran pernapasan melalui berbagai mekanisme fisik seperti
sedimentasi, tumbukan, difusi, blokade, dan pengendapan elektron (Sembiring,
2020).

2.4.4 Baku Mutu Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Baku mutu Particulate Matter (PM) diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup menetapkan kadar maksimum PM2,5 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Baku Mutu Udara Ambien
Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Sistem Pengukuran
Aktif kontinu
Partikulat debu < 24 jam 55 µg /Nm3 Aktif manual
2,5 μm (PM2,5)
1 tahun 15 µg /Nm3 Aktif kontinu
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2.4.5 Pengukuran dan Analisis

Karena LVAS adalah perangkat non-standar di Indonesia, penelitian ini


membandingkan dan menghitung korelasi antara PM10 dan PM2.5 LVAS dan
HVAS. LVAS yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ghent stack filter unit
air sampler yang biasa digunakan di National Center for Applied Science and
Technology (PSTNT). Dengan membandingkan dan menghitung korelasi antara
kedua instrumen tersebut maka dapat diperoleh korelasi dari hasil pengukuran
partikel HVAS dan LVAS. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan terlebih dahulu mengenai nilai korelasi yang wajar atau kuat antara
hasil pengukuran dua alat yang berbeda, sehingga LVAS digunakan sebagai alat
ukur alternatif untuk menunjukkan hasil yang mendekati hasil HVAS. dia. Alat
pengukur partikel standar yang digunakan dalam PP No. 41 ditetapkan pada tahun
1999 (Rohmah, 2018).
Teknik pengambilan contoh uji dengan alat HVAS mengacu pada SNI 19-7119.3-
2005. HVAS yang digunakan adalah HVAS merk Sibata tipe HV-1000F untuk
PM10 & TSP dan tipe HV-1000R untuk PM2,5. Alat yang digunakan adalah satu
set HVAS dengan filter holder dan inlet casade impactor PM10 dan PM2,5. Bahan
yang digunakan adalah filter Whatman Glass Microfibe Filters ukuran 20,3 x 25,4
cm merek Sibata tipe EPM 2000. Prinsip kerja dari HVAS adalah menghisap
udara dengan pompa vakum sehingga udara akan melalui filter dan partikulat akan
terkumpul di permukaan filter. Laju alir udara dijaga 1200L/ menit selama 24 jam
periode pengukuran. Partikulat di permukaan filter kemudian ditimbang dengan
timbangan (4 digit dibelakang koma) dalam ruangan bersuhu 15-27oC dan
kelembaban 0-50% (Rohmah, 2018).

2.5 Lokasi Pemantauan Kualitas Udara

Titik lokasi pengukuran ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor meteorologi


(arah dan kecepatan angin), faktor geografi dan tata guna lahan. Kriteria berikut
yang digunakan dalam penentuan suatu lokasi pemantauan kualitas udara
(Faradilah, 2018):
1. Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang di dahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi.
PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. Area dengan kepadatan penduduk tinggi.
3. Di daerah proyeksi. Untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang
dilingkungan sehingga perlu ditempatkan di daerah-daerah yang
diproyeksikan.
4. Mewakili seluruh wilayah studi.
Persyaratan pemilihan titik lokasi pengukuran Beberapa petunjuk yang digunakan
dalam pemilihan titik lokasi pengukuran adalah (Faradilah, 2018):
1. Hindari tempat yang merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi atau
adsorpsi (dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan).
2. Hindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang
akan diukur.
3. Hindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil
yang mengganggu pada saat mengukur debu (partikulat matter) tidak boleh
dekat dengan incinerator baik domestik maupun komersial, gangguan listrik
terhadap peralatan pengukuran dari jaringan tegangan tinggi.
4. Letakkan peralatan di daerah dengan gednung atau bangunan yang rendah dan
saling berjauhan.
5. Apabila pemantauan bersifat kontinyu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

2.6 Faktor Meteorologi

Beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi pencemaran udara adalah


(Ginting, 2017):
1. Temperatur
Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan dapat
menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan
terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung
menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga
konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi.
Perubahan terhadap keseimbangan pemanasan merupakan pengaruh
meteorologi utama yang ditimbulkan oleh aktivitas perkotaan. Perubahan
dapat terjadi karena:

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
a. Perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan.
Banyaknya bangunan tegak lurus di daerah perkotaan menyebabkan
perubahan keseimbangan pemanas. Pada siang hari, gelombang sinar
matahari akan mengalami pemantulan berulang kali oleh permukaan
tanah dan dinding bangunan, sehingga gelombang sinar yang terlepas ke
atmosfer sangat berkurang. Pada malam hari, pelepasan panas yang
tertahan pada siang hari akan meningkatkan temperatur.
b. Perubahan penyinaran.
Unsur-unsur pencemar udara perkotaan (aerosol, debu, dan oksidan)
dapat mengurangi intensitas sinar matahari yang datang antara 20% dan
30%. Ini akan mengakibatkan naiknya temperatur.
2. Arah dan Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan
dapat mencemari udara negara lain. Kecepatan angin di daerah perkotaan akan
cenderung menurun akibat semakin besarnya gesekan yang timbul pada aliran
udara. Menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai kecepatan angin, maka
semakin tinggi pula pendispersian polutan pecemaran udara, maka konsentrasi
pencemar akan semakin kecil. Sebaliknya rendahnya kecepatan angin
menyebabkan pendispersian polutan pencemaran udara rendah juga, sehingga
mengakibatkan konsentreasi pencemar di udara semakin tinggi.
3. Kelembapan
Kelembapan relatif adalah jumlah aktual uap air diudara relatif terhadap
jumlah uap air pada waktu udara dalam keadaan jenuh pada suhu yang sama
dinyatakan dalam persen. Pada kelembapan udara yang tinggi maka kadar uap
di udara dapat bereaksi dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tidak
berbahaya atau menjadi zat pencemar sekunder.
4. Hujan
Air hujan merupakan pelarut umum dan cenderung melarutkan bahan polutan
yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara
sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di
sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfurdioksida dan
apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
(sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam
(acid rain).
5. Topografi
Variabel-variabel yang termasuk di dalam faktor topografi, antara lain:
a. Dataran Rendah
Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh
ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara
negara lain.
b. Dataran Tinggi
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan
bumi.
c. Lembah
Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala
penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di
permukaan bumi.

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Total Suspended Particulate (TSP)

3.1.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum TSP ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. File box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam
sebelum dan sesudah sampling dilakukan;
3. Pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. High Volume Sampler (HVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
Total Suspended Particulate;
5. Kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. Kertas filter berfungsi untuk menyaring Total Suspended Particulate;
7. Enviroment Meter berfungsi untuk mengukur kelembapan, suhu, dan tekanan;
8. GPS berfungsi untuk menentukan titik koordinat wilayah sampling.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum TSP ini adalah:


1. Silica Gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. Sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.1.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

3.1.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum TSP ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan
sikat kecil;

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. Filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
3. Setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. File box ditutup rapat dengan selotip/ plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.1.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum TSP ini adalah;


1. Sumber arus listrik disiapkan, dipastikan voltase alat sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. Filter dipasang dengan rapi di antara face plate dan gasket;
3. Alat pengukur debit dipasang sesuai dengan waktu pengukuran;
4. HVS dihidupkan dan setelah berjalan 5 menit kecepatan aliran udara dicatat.
Sampling dibiarkan berlangsung selama 1 jam;
5. Kondisi meteorologi dicatat (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan
kecepatan angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir laju
aliran udara dicatat kembali;
6. Setelah praktikum berakhir, alat HVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
7. Filter tersebut dimasukan ke dalam plastik;
8. Filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

3.1.3.2 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum TSP ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.1.4 Rumus

3.1.4.1 Volume udara yang dihisap

...........................................................................(3.1)

Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.1.4.2 Volume STP

........................................................................(3.2)
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.1.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

..........................................................................(3.3)
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

3.1.4.4 Konversi Curter

.............................................................................(3.4)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

3.2.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum PM2,5 ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. File box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam
sebelum dan sesudah sampling dilakukan;
3. Pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. Low Volume Sampler (LVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
Particulate Matter 2,5 (PM2,5);
5. Kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. Tripod berfungsi untuk meletakkan elutriator;
7. Kertas filter berfungsi untuk menyaring Particulate Matter 2,5 (PM2,5);
8. Environment Meter berfungsi untuk mengukur kelembapan, suhu, dan tekanan;
9. GPS berfungsi untuk menentukan titik koordinat wilayah sampling.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Silica Gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. Sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.2.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

3.2.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan sikat
kecil;
2. Filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. File box ditutup rapat dengan selotip/ plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.2.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Sumber arus listrik disiapkan, voltase alat dipastikan sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. Tripod dipasang setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator;
3. Filter dipasang dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang
akan menghubungkan elutriator dengan pompa vakum;
4. LVS dihidupkan dan atur laju aliran sampai 3,5 l/menit pada tombol pengatur
laju aliran;
5. Kecepatan aliran udara setiap 10 menit dicatat. Sampling dibiarkan
berlangsung selama 1 jam;
6. Kondisi meteorologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan
kecepatan angin) dicatat minimal setiap 30 menit, dan apabila sampling
berakhir laju aliran udara dicatat kembali;
7. Setelah praktikum berakhir, alat LVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
8. Filter tersebut dimasukkan ke dalam plastik;
9. Filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

3.2.3.3 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum Particulate Matter 2,5 (PM2,5) ini adalah timbang filter
yang telah dikondisikan minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

3.2.4 Rumus

3.2.4.1 Volume udara yang dihisap

...........................................................................(3.1)

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.2.4.2 Volume STP

......................................................................(3.2)
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.2.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

..........................................................................(3.3)
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

3.2.4.4 Konversi Curter

.............................................................................(3.4)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

4.1.1 Data Filter

4.1.1.1 Total Suspended Particulate (TSP)

Tabel 4.1 Berat Filter


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 3.6899 3.6926 0.0027
2. 3.6901 3.6924 0.0023
3. 3.6901 3.6926 0.0025
4. 3.6903 3.6928 0.0025
5. 3.6903 3.6928 0.0025
Rata-rata 0.0025
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2022

4.1.1.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Tabel 4.2 Berat Filter untuk Particulate Matter 2,5 (PM2,5)


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 0.1103 0.1104 0.0001
2. 0.1101 0.1103 0.0002
3. 0.1104 0.1105 0.0001
4. 0.1103 0.1104 0.0001
5. 0.1102 0.1105 0.0003
Rata-rata 0.00016
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2022.
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.1.2 Kondisi Meteorologi

Tabel 4.1 Kondisi Meteorologi


Kecepatan
Suhu Tekanan Kelembapan
Data Ke- Jam Angin Arah Angin
(oC) (HPa) (%)
(m/s)
1 14.51 32.9 978,3 0.3 B ke T 59.8
2 15.01 32.5 978,3 0.4 B ke T 59.5
3 15.11 32.6 978,3 0.4 B ke T 55.9
4 15.21 32.7 978,3 0.3 B ke T 54.2
5 15.31 32.3 978,3 0.2 B ke T 55.7
6 15.41 32.2 978,3 0.4 B ke T 54.5
7 15.51 32.8 978,3 0.3 B ke T 56.4
Rata-rata 32.57 978,3 0.33 B ke T 56.57
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2022

Keterangan:
TG = Tenggara BD = Barat Daya T = Timur
BL = Barat Laut S = Selatan TL = Timur Laut
U = Utara B = Barat

4.2 Perhitungan

4.2.1 Total Suspended Particulate (TSP)

1 HPa = 0,0145 Psi


978,3 HPa = 14,2 Psi
LPM = NLPM = m3/menit
305,72 K 14.696 Psi
1 LPM = 1,455 NL/menit × 293,15 K ×
14,2 Psi
QTSP = 1.571,83 L/menit
QTSP = 1,57 m3/menit

1. Volume udara yang dihisap


V = Q !"# × T
= 1,57 m3/menit × 60 menit
= 94,20 m3

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling

Ps = 978,3 HPa
1 HPa = 0,75 mmHg
978,3 HPa = 733,7 mmHg
733,7 mmHg = 14,2 Psi

b. Suhu rata-rata sampling

32.9+ 32.5 + 32.6 + 32.7 + 32.3 + 32.2 + 32.8


Ts =
7
= 32,57oC
= 305,72 ⁰K

c. Volume sampling

Vs = 94,20 m3

d. Volume STP

Ps x Vs Pstp x Vstp
=
Ts Tstp
Ps Tstp
Vstp = Vs x x
Pstp Ts
733,7 mmHg 298 K
= 94,20 m3 × ×
760 mmHg 305,72 K

= 88,64 m3

3. Konsentrasi partikel tersuspensi untuk sampling 1 jam

C1 = (Ws - Wo) x 106


VSTP
(0,0025) x 106 µg
C1 =
88,64 m3

C1 = 28,20 µg/Nm3

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4. Konversi canter untuk konsentrasi partikel tersuspensi untuk 24 jam
t $
C24 = C1 × (t2 )
1

1 0,2
C24 = 28,20 µg/Nm3 x ! "
24

C24 = 14,93 µg/Nm3

4.2.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

1. Volume udara yang dihisap


V = Q #%&,( × T
= 3,5 L/menit × 60 menit
= 210 L
= 0,21 m3

2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling

Ps = 978,3 HPa
1 HPa = 0,75 mmHg
978,3 HPa = 733,7 mmHg

b. Suhu rata-rata sampling

32,9 + 32,5 + 32,6 + 32,7 + 32,3 + 32,2 + 32,8


Ts =
7
= 32,57oC
= 305,72 ⁰K

c. Volume sampling
Vs = 0,21 m3

d. Volume STP

Ps x Vs Pstp x Vstp
=
Ts Tstp
Ps Tstp
Vstp = Vs x x
Pstp Ts

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
733,7 mmHg 298 K
= 0,21 m3 x x
760 mmHg 305,72 K

= 0,19 m3

3. Konsentrasi partikel tersuspensi untuk sampling 1 jam

C1 = (Ws - Wo) x 106


VSTP
(0,00016) x 106 µg
C1 =
0,19 m3

C1 = 842,10 µg/Nm3

4. Konversi canter untuk konsentrasi partikel tersuspensi untuk 24 jam


t $
C24 = C1 × (t2 )
1

1 0,20
C24 = 842,10 µg/Nm x ! " 3
24
C24 = 445,98 µg/Nm3

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.3 Pembahasan

Proses pengambilan sampel dilakukan di Parkiran Jurusan TI dan TL pada hari


Sabtu, 26 Maret 2022 pukul 14.43 WIB. Koordinat 0°54’46” Lintang Selatan dan
100°27’47” Bujur Timur dengan elevasi 270 meter di atas permukaan laut.
Sumber pencemaran diperkirakan berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor
serta debu yang berterbangan akibat kendaraan yang lewat. Kondisi disekitar
parkiran terdapat beberapa pepohonan motor serta mobil yang terparkir. Kondisi
meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu, suhu rata-rata 32,57°C,
kelembapan udara 56,57%, kecepatan angin sebesar 0,33 m/s dan arah angin
bergerak dari Barat ke Timur. Tekanan udara yang didapatkan yaitu sebesar 978,3
HPa.

Hasil konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) yang didapatkan saat


melakukan percobaan selama satu jam adalah 30,43 µg/Nm3, sedangkan jika
dikonversikan kedalam 24 jam didapat data konsentrasi partikulatnya 16,12
µg/Nm3. Nilai konsentrasi PM2,5 yang didapatkan pada praktikum ini dalam
waktu 1 jam adalah 3,26 µg/Nm3, sedangkan untuk konsentrasi selama 24 jam
sebesar 1,73 µg/Nm3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaran dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, standar baku mutu
Total Suspended Particulate (TSP) tersuspensi di udara ambien dalam 24 jam
adalah 230 µg/m3 dan kadar maksimum PM2,5 dalam 24 jam adalah sebesar 55
µg/Nm3. Berdasarkan hasil ini, maka dapat diambil kesimpulan konsentrasi TSP
dan PM2,5 dalam sampel tidak melebihi baku mutu.

Ukuran partikel memainkan peran penting dalam menentukan di mana partikel


mengendap dan efeknya setelah mencapai paru-paru. Partikel cukup besar (TSP)
disaring melalui hidung dan tenggorokan. Pencemaran udara di TSP dapat
menyebabkan berbagai jenis penyakit, antara lain batuk, sesak napas, bersin,
malaise, sakit tenggorokan, dan dahak. Pedoman dan peraturan kualitas udara
untuk emisi udara biasanya didasarkan pada fraksi massa PM2.5 (mencapai jauh ke
dalam paru-paru dan alveoli). Efek kesehatan dari menghirup PM2.5 antara lain
asma dan gejala pernapasan, penyakit paru-paru kronis, kematian dini, penurunan

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
fungsi paru-paru, kematian kardiovaskular dan pernapasan, serta penyakit
pernapasan dan kardiovaskular seperti kanker paru-paru.

Teknologi untuk pengendalian TSP yaitu dengan menggunakan alat penangkap


partikulat seperti Gravity Settling Chamber. Gravity settling chamber merupakan
peralatan pemisah gas-solid dengan menggunakan gaya gravitasi sebagai
mekanisme pemisahan utamanya. Prinsip kerjanya dengan menyisihkan partikulat
pada gas yang mengandung partikulat. Gas yang mengandung partikulat dihisap
kedalam tabung sehingga partikulat yang akan disisihkan akan mengendap didasar
tabung dan melepaskan udara yang bersih. Teknologi pengendalian PM2,5 yang
dapat digunakan yaitu Baghouse (Fabric filter). Baghouse mampu menyisihkan
partikulat yang sangat tinggi baik partikel kasar maupun halus, bahkan sangat
halus.

Peran sarjana Teknik Lingkungan dalam pengendalian partikulat di udara salah


satunya dengan menciptakan teknologi pengendalian kualitas udara apabila udara
di suatu tempat sudah tercemar. Sarjana Teknik Lingkungan dapat memberikan
pengarahan dan sosialisasi tentang bagaimana cara pencegahan dan pengendalian
terhadap pencemaran udara. Sarjana Teknik Lingkungan juga diharapkan mampu
mengajak masyarakat sekitar untuk selalu menjaga lingkungan agar kondisi
lingkungan dan kualitas udaranya tetap stabil.

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu:


1. Proses pengambilan sampel dilakukan di Parkiran Jurusan TI dan TL pada hari
Sabtu, 26 Maret 2022 pukul 14.43 WIB. Koordinat 0°54’46” Lintang Selatan
dan 100°27’47” Bujur Timur dengan elevasi 270 meter di atas permukaan
laut. Kondisi meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu, suhu rata-rata
32,57°C, kelembapan udara 56,57%, kecepatan angin sebesar 0,33 m/s dan
arah angin bergerak dari Barat ke Timur. Tekanan udara yang didapatkan
yaitu sebesar 978,3 Hpa;
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan konsentrasi
pengukuran TSP selama satu jam adalah 30,43 µg/Nm3 , dan hasil konversi ke
24 jam yaitu 16,12 µg/Nm3 . Untuk konsentrasi PM2,5 selama 1 jam sebesar
3,26 µg/Nm3, dan selama 24 jam adalah sebesar 1,73 µg/Nm3. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, kadar TSP yang terhitung tidak melebihi
baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan untuk kadar PM2,5 tidak melebihi baku
mutu yang telah ditetapkan;
3. Total Suspended Particulate (TSP) memiliki risiko kesehatan yaitu dapat
menyebabkan beberapa gangguan pernafasan, sedangkan Particulate Matter
2,5 (PM2,5) dapat menurunkan fungsi paru-paru, peningkatan obstruktif
paruparu kronis, hingga kematian;
4. Penanggulangan pencemaran udara yang dapat dilakukan dengan teknologi
Gravity Settling Chamber untuk Total Suspended Particulate (TSP) dan
Baghouse untuk Particulate Matter 2,5 (PM2,5);
5. Sarjana Teknik Lingkungan dapat mengajak masyarakat sekitar untuk selalu
menjaga lingkungan agar kondisi lingkungan dan kualitas udaranya tetap
stabil.
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan setelah praktikum ini adalah:


1. Sebaiknya praktikan mengetahui prosedur praktikum dengan baik agar
mengurangi kesalahan pada saat praktikum;
2. Masyarakat sebaiknya membantu mengurangi tingkat pencemaran udara,
menggunakan masker pada daerah dengan kadar partikulat yang tinggi, dan
patuh terhadap aturan yang diberikan oleh pemerintah;
3. Pemerintah dan institusi diharapkan memberikan sanksi tegas kepada oknum
yang menyebabkan pencemaran udara, mempertegas pertaruran yang telah
dibuat, dan mensosialisasikan gerakan hijau;
4. Calon Sarjana Teknik Lingkungan sebaiknya terus membuat dan
mengembangkan inovasi terbaru mengenai teknologi yang dapat mengurangi
konsentrasi partikulat di udara.

PINKAN DAWNE AYESHA RIZAL 2010943007


DAFTAR PUSTAKA

Eskawiyanti, Antari Puspa. 2018. Paparan Particulate Matter 1 (Pm1) Dan


Particulate Matter 2,5 (Pm2,5) Pada Trotoar. Fakultas TeknikSipil,
Lingkungan, dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya

Faradilah, Safira Lie. 2018. Identifikasi Kualitas Udara Ambien Di Sekitar


Wilayah Universitas Negeri Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.

Ginting, Ivana Ameta Putri. 2017. Analisis Pengaruh Jumlah Kendaraan Bermotor
Dan Faktor Meteorologi (Suhu, Kecepatan Angin, Dan Kelembaban)
Terhadap Konsentrasi Karbon Monoksida (Co) Di Udara Ambien Roadside.
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik. Universitas Sumatera
Utara.

Oktaviani, Esti. 2018. Paparan Particulate Matter (Pm10) Dan Total Suspended
Particulate (Tsp) Di Trotoar Beberapa Jalan Kota Surabaya. Fakultas
Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.

Prilila, Gina Fita dkk. 2016. Estimasi Sebaran Dan Analisis Risiko Tsp Dan Pb Di
Terminal Bis Terhadap Kesehatan Pengguna Terminal (Studi Kasus:
Terminal Mangkang Dan Penggaron, Semarang). Program Studi S1
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah No.22. Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Sekretaris Kabinet Republik Indonesia

Rohmah, Isfi. 2018. Perbandingan Metode Sampling Kualitas Udara: High Volume
Air Sampler (HVAS) Dan Low Volume Air Sampler (LVAS). Studi Awal
Perbandingan Motede Sampling Kualitas Udara.
Sembiring, Elsa Try Julita. 2020. Risiko Kesehatan Pajanan PM2,5 Di Udara
Ambien Pada Pedagang Kaki Lima Di Bawah Flyover Pasar Pagi Asemka
Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 26 Nomor 1. Jakarta: Universitas
Agung Podomoro.

Anda mungkin juga menyukai