Anda di halaman 1dari 20

SEMINAR AKHIR PRAKTIK KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN PSIKOSOSIAL (REMAJA) DI RUMAH TAHANAN KELAS I BANDUNG

Disusun Oleh:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Neng Fenny Surya N Dini Fitriani Isrudwita Fearanti Agni Laili Perdani Anggita Citra M.K Maya Kartika Pratiwi Dila Agustine Iriana Putri Agung Try Yuliana Yusup Lian Mulyantina Tetty Fitri Kurniasih Ari Tri Purnamasari Wiwin Iryanti Siddik Anisa Lestari Hardianto

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Dian Wisma Pratiwi Nur Fadila Shaumy Tri Antika Rizki Kusuma Putri Nurulita Istiqomah A. Santi Rinjani Erlita Mutia R. Jimmy Febriyanto Ade Novian Pramuditya Rosanti Ressa Andriyani Utami Tika Rahayu Nenden Dewiyuni Reslina Siti Subagja Noer Sodariyah Yusshy Kurnia Herliani Arief Budi Santoso

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEPERAWATAN PROFESI KEPERAWATAN JIWA ANGKATAN XXII BANDUNG 2011

1.

TAHAP PERKEMBANGAN REMAJA Remaja atau adolesens adalah periode perkembangan selama individu

mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (Perry, 2005). Istilah adolesens biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika puberitas menunjukkan titik dimana reproduksi mungkin dapat terjadi. Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan untuk mengkoping perubahan stimulan ini dan usaha untuk membentuk perasaan identitas yang matur. Adaptasi yang dibutuhkan mendorong remaja mengembangkan mekanisme koping dan gaya perilaku yang akan digunakan atau diadaptasi sepanjang kehidupan. Tantangan ini, dapat menyebabkan remaja menjadi suka murung. Remaja dapat menampilkan tingkat yang berbeda dalam situasi yang berbeda berdasarkan pengalaman masa lalunya, pendidikan formal, dan motivasi. 1) Perubahan fisik dan maturasi seksual Perubahan fisik terjadi dengan cepat pada remaja. Maturasi seksual terjadi seiring dengan perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder. Karakteristik primer berupa perubahan fisik dan hormonal yang penting untuk reproduksi, dan karakteristik sekunder secara eksternal berbeda pada laki-laki dan perempuan. Empat fokus utama perubahan fisik adalah : 1. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera 2. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul 3. Perubahan distribusi otot dan lemak 4. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder Variasi yang luas terjadi dalam waktu perubahan fisik berkaitan dengan pubertas, dan pada anak perempuan perubahan fisik cenderung mulai lebih awal daripada anak laki-laki. 2) Perkembangan Kognitif Tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai, orang muda yang memiliki perkembangan neurologis cukup untuk mencapai tahap ini mungkin tidak dapat memperolehnya dan yang diarahkan untuk berpikir rasional dapat mencapai tahap ini lebih awal.

3) Keterampilan berbahasa Pengalaman berbahasa pada remaja hampir lengkap, meskipun kosakatanya terus meluas. Fokus utama pada keterampilan komunikasi yang dapat digunakan secara efektif dalam berbagai situasi. Remaja perlu mengomunikasikan pemikiran, perasaannya, dan kenyataan pada sebaya, orang tua, guru, dan orang-orang yang berwenang lain. Keterampilan yang digunakan dalam situasi komunikasi yang berbeda ini bervariasi. Remaja harus memilih orang yang dapat diajak berkomunikasi, memutuskan pesan yang pasti, dan memilih cara untuk memindahkn pesan. Misalnya, cara remaja memberitahu orang tua tentang kegagalannya di kelas (tidak naik kelas) tidak sama dengan cara mereka memberitahu teman-temannya. Remaja mengembangkan keterampilan dan gaya komunikasi yang berbeda dan belajar bagaimana dan kapan menggunakan dan disaring sepanjang kehidupan. Keterampilan komunikasi yang baik merupakan hal yang kritis sehingga remaj dapat mengatasi tekanan sebayanya untuk ikut dalam perilaku yang tidak sehat. 4) Perkembangan psikososial Pencarin identits diri merupkan tugas utama perkembangan psikosial remaja. Remaja harus membentuk hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial. Perilaku yang menunjukkan solusi negatif pada tugas perkembangan pada usia ini adalah kebimbangan dan ketidakmampuan menentukan pilihan bekerja. 5) Identitas kelompok Remaja mencari identitas kelompok karena mereka membutuhkan hrga diri dan penerimaan. Kelompok sebaya memberi remaja perasaan saling memiliki, pembuktian, dan kesempatan untuk belajar perilaku yang dapat diterima. 6) Identitas keluarga Beberapa remaja dan keluarga mengalami kesulitan selama masa ini daripada masa yang lain. Remaja perlu membuat pilihan, bersikap mandiri dan mengalami konsekuensi dari sikapnya ini. Keluarga perlu memungkinkan kemandirian sambil menyediakan tempat berlindung, tempat remaja dapat

merenungkan sikapnya. Keluarga yang tidak mampu memberi dukungan ini menyulitkan perpindahan pembentukan identitas. 7) Identitas moral Mengenai peraturan, remaja belajar menggunakan penilaian mereka sendiri daripada menggunakan peraturan. Remaja menili diri mereka sendiri dengan ide internal, yang sering menyebabkan konflik antara nilai diri dan kelompok. 2. TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Robert Havigurst (Ingersol, 1989) menyatakan bahwa remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya sebelum mencapai dewasa. Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang harus dipenuhi individu, pemenuhan tugas perkembangan akan memberikan kebahagiaan pada individu dan akan dapat memenuhi tugas perkembangan selanjutnya. Sedangkan apabila tugas perkembangan tersebut tidak dipenuhi, maka akan membuat individu tidak bahagia, tidak diterima oleh lingkungan dan akan mengalami kesulitan dalam memenuhi tugas perkembangan selanjutnya. Tugas perkembangan remaja yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Remaja harus menyesuaikan diri dengan image tubuh yang baru.

Seiring dengan perkembangan usianya, remaja akan mengalami perubahan pada fisik dan seksualitasnya. Ia akan merasa berbeda dengan kebanyakan teman-temannya. Hal ini khususnya terjadi pada masa remaja awal. Oleh karena itu, remaja harus dapat menyesuaikan image tubuh pada saat ia masih kecil dengan saat ia sudah mulai tumbuh dan berubah. 2) Remaja harus menyesuaikan diri dengan peningkatan kognitif. Pada periode ini, remaja mengalami peningkatan pada intelektualitasnya. Remaja akan mengembangkan pola pikir yang sudah tidak lagi konkrit. Inhelder dan Piaget (1958) mengungkapkan bahwa transisi dalam pola pikir ini merupakan perubahan dari konkret operational menjadi formal operational. Pada masa ini muncul idealisme yang membuat remaja dengan orang tua sering berbeda pendapat. Seringkali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada orang tuanya dapat menimbulkan konflik apabila orang tua tidak dapat menahan kesabarannya.

3) Remaja harus menyesuaikan diri dengan peningkatan tuntutan kognitif di sekolah. Pelajaran di sekolah menengah diutamakan untuk dapat menyiapkan remaja dalam melakukan peran-peran sebagai orang dewasa. Kurikulum sekolah menengah semakin sulit dan abstrak serta tidak melihat apakah remaja sudah dapat mulai berpikir secara formal atau tidak. Oleh karena itu, transisi intelektual diantara remaja tidak sama, bagi remaja yang belum dapat berpikir secara formal operational, maka akan sulit untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah menengah.
4) Remaja harus dapat mengembangkan verbal repertoire.

Seiring peningkatan intelektual dan penyesuaian kemampuan remaja dalam bidang akademik dan sosial, maka remaja harus dapat memiliki kemampuan bahasa untuk berhubungan dengan masalah dan tugas yang sulit. Remaja akan mengalami kesulitan apabila tidak dapat mengekspresikan dirinya sendiri. 5) Remaja harus mengembangkan identitas diri. Erik Erikson (1968) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan periode dimana adanya perbedaan yang jelas antara masa anak-anak dan masa dewasa awal. Selama masa remaja, individu harus mulai untuk menyadari keunikan dan identitas dirinya. Remaja mengalami pengalaman awal, termasuk krisis pada perkembangan awal seperti, Siapakah saya? dan Apa peran saya di dalam hidup ini? Pada saat identitas individu mulai terbentuk, remaja dapat mengalami krisis identitas. Remaja memerlukan tempat untuk mengetahui peran-peran yang sesuai dalam perkembangannya. Tempat tersebut ada dalam kelompok-kelompok teman sebaya. Namun dengan dibutuhkannya kelompok teman sebaya ini, remaja cenderung untuk melakukan konformitas terhadap kelompoknya.
6) Remaja harus menetapkan tujuan pendidikan (vocational) masa dewasa.

Sebagai bagian dari proses mengembangkan identitas dirinya, remaja harus memiliki rencana untuk mencapai peran vocational masa dewasa. Remaja

harus dapat mengidentifikasikan apa yang akan dia lakukan pada saat dewasa dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. 7) Remaja harus memantapkan independensi emosional dan psikologis dari orang tua. Periode ini mungkin merupakan masa yang paling membuat stress karena remaja harus dapat memantapkan independensi emosional dan psikologis dari orang tua. Remaja mengalami kebimbangan antara keinginan untuk tergangtung (dependence) dengan tidak tergantung (independence). Kebutuhan untuk mengekspresikan individualitas dan kebebasan masa dewasa dapat menjadi suatu bentuk permusuhan dan kurangnya kerjasama dengan orang tua atau figur otoritas lainnya. Namun seiring masa dewasa, hal tersebut akan berganti dengan hubungan antara sesama orang dewasa, termasuk saling menghormati dan menghargai tetapi tidak tergantung. 8) Remaja harus mengembangkan hubungan teman sebaya yang stabil dan produktif, termasuk hubungan dengan lawan jenis. Interaksi remaja dengan teman sebayanya merupakan salah satu hal yang penting pada masa remaja awal dan tengah. Derajat dimana seorang remaja dapat memiliki teman sebaya dan diterima oleh suatu kelompok merupakan indikator utama dalam bagaimana remaja tersebut dapat dengan sukses menyesuaikan diri pada area perkembangan sosial dan psikologi (Hartup, 1977). Pertemanan awal dengan lawan jenis merupakan langkah awal dalam hubungan yang intim dan matang. 9) Remaja harus belajar untuk mengatur seksualitasnya. Dengan perkembangan kematangan fisik dan seksual, remaja harus mengetahui identitas dirinya, yaitu suatu sikap yang mengetahui apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan, serta nilai-nilai tentang tingkah laku seksualitas mereka. Selain itu, remaja juga harus mengetahui konsep-konsep maskulinitas dan feminitas pada diri mereka. 10) Remaja harus mengadopsikan sistem nilai yang efektif. Selama masa remaja, pada saat individu-individu mengembangkan sistem pengetahuan yang kompleks, mereka juga mengadopsikan nilai-nilai atau moral yang terintegrasi. Namun, sistem nilai yang diajarkan oleh orang tua

dan lingkungan dapat menimbulkan konflik dengan sistem nilai pada teman sebaya maupun sekelompok orang. Untuk menengahkan perbedaan tersebut, remaja menstrukturkan semua nilai-nilai ke dalam suatu ideologi personal.
11)

Remaja harus dapat meningkatkan kontrol terhadap impuls atau

tingkah laku yang matang. Pada saat remaja berkembang dari masa remaja awal menuju masa remaja akhir, hedonisme, tingkah laku untuk menyenangkan diri sendiri berganti dengan tingkah laku yang matang dan sesuai dengan lingkungan sosial. Masa remaja awal ditandai dengan tingkat impulsif dan berlaku yang tinggi, khususnya pada remaja yang gagal untuk mengontrol impulsnya. Secara bertahap, remaja mengembangkan kontrol diri dimana mereka belajar untuk mengetahui tingkah laku mana yang diperbolehkan dan tidak. 3. MASALAH KESEHATAN SPESIFIK PADAPERIODE REMAJA Penyelahgunaan NAPZA merupakan kenyataan masalah utama bagi mereka yang bekerja dengan remaja. Remaja dapat meyakini bahwa zat yang mengubah alam perasaan menciptakan perasaan sejahtera atau membuktikan tingkat penampilan. Semua remaja berada pada resiko penggunaan zat untuk eksperimental atau rekreasional, tetapi bagi mereka yang memilih nilai di luar kebiasaan atau berasal dari keluarga yang tidak stabil lebih beresiko terhadap penggunaan kronik dan ketergantungan fisik. Beberapa remaja percaya bahwa penggunaan zat membuat mereka lebih matur. Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menyebabkan AIDS, ditularkan melalui hubungan seksual tanpa perlindungan, penggunaan jarum bersama, dan melalui produk dagang yang terinfeksi. Oleh karena itu, perilaku seksual remaja yang beresiko dan penggunaan obat membuat remaja mudah terkena ancaman AIDS. Saat ini sekitar 30.000 remaja terinfeksi-AIDS tinggal di Amerika Serikat; AIDS merupakan penyebab utama pada individu berusia antara 15 dan 16 tahun. Remaja yang menepatkan dirinya pada resiko AIDS harus diuji adanya HIV.

4.

PERSENTASE DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa jumlah diagnosa keperawatan terbanyak adalah ansietas (kecemasan) dengan jumlah klien sebanyak 11 orang, diikuti oleh diagnosa keperawatan kehilangan dengan jumlah klien sebanyak 6 orang, Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan sebanyak 2 orang, Harga Diri Rendah Situasional sebanyak 2 orang, dan Koping Individu Tidak Efektif sebanyak 1 orang klien. 5. ANSIETAS (KECEMASAN) Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran pentinng tentang ansietas yang berlebihan disertai respon perilaku, emosi dan fisiologis. Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa kemalangan padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi (Videbeck, S.L, 2008). Tidak ada objek yang dapat diidentifikasikan sebagai stimulus ansietas. Ansietas merupan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk

1. Pengertian

bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart, G.W and Sundeen, S.J., 1998). 2. Tingkat Ansietas a) Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharai-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. b) Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c) Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. d) Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali orang yang mengalami paniktidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. 3. Rentang Respon Ansietas
Respon adaptif maladaptive Respon

Anstisipasi

Ringan

Sedang

Berat

Panik

4.

Respon Fisiologis terhadap ansietas


Sistem Tubuh Kardiovaskular Pernapasan Neuromuskular Respon Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan*, pingsan*, tekanan darah menurun*, denyut nadi menurun* Napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah. Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang Gastrointestinal Traktus urinarius Kulit janggal. Kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen*, mual*, rasa terbakar pada jantung*, diare*. Tidak dapat menahan kencing*, sering berkemih. Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan

dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh. Ket. * Respon Parasimpatis

5. Respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas.


Sistem Perilaku Respon Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan Kognitif diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi. Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut Afektif cedera atau kematian. Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous, ketakutan, alarm, teror, gugup.

6.

Sumber dan Mekanisme Koping

Sumber Koping Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Mekanisme Koping Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.

10

Jenis mekanisme koping : 1. stress. a) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. b) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress. c) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, 2. mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptive terhadap stress. 7. Pengkajian Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala tau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan ansietas. Faktor Predisposisi : a. Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b. Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi

11

kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. c. Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dalam bentuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu ansietas. Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor. Faktor Pencetus 1. Ancaman terhadap integritas aktivitas hidup sehari-hari. 2. Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan

6.

POHON MASALAH
Isolasi Sosial Resiko Perilaku Kekerasan ANSIETA S Kehilangan dan krisis

12

7.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Respons Ansietas Berat dan Panik Diagnosa Keperawatan : Ansietas tingkat berat/panik Tujuan Umum : Pasien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan. Tujuan Khusus Pasien akan terlindung dari bahaya Intervensi a. Pada awalnya terima dan dukung, ketimbang menyerang, pertahanan diri pasien. b. Kenalkan realitas nyeri yang berhubungan dengan mekanisme koping pasien sekarang. Jangan fokuskan pada fobia, ritual atau keluhan fisik sendiri. c. Berikan umpan balik pada pasien tentang perilaku, stressor, penilaian stressor dan sumber koping. d. Perkuat ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional dan bahwa area ini akan
13

Rasional a. Ansietas tingkat berat/panik dapat dikurangi dengan membiarkan pasien untuk menentukan jumlah stress yang dapat ditangani. b. Jika pasien tidak mampu menghilangkan ansietas, ketegangan dapat mencapai tingkat panic dan pasien dapat kehilangan kendali. c. Sekarang ini pasien tidak mempunyai alternatif untuk mekanisme koping.

membutuhkan penggalian di masa depan. e. Sementara itu, mulailah untuk menerapkan batasan perilaku maladaptif pasien dengan cara yang mendukung. Pasien akan mengalami a. Lakukan cara yang situasi yang membangkitkan ansietas lebih sedikit tenang dengan pasien. b. Kurangi stimulasi lingkungan. c. Batasi interaksi pasien dengan pasien lain untuk meminimalkan menularnya aspek ansietas. d. Identifikasi dan modifikasi situasi yang dapat membangiktkan ansietas pasien. e. Berikan tindakan yang mendukung fisik, seperti mandi hangat dan Pasien akan terlibat dalam aktivitas yang dijadwalkan seharihari. masase. a. Awalnya berbagi aktivitas dengan pasien untuk memberikan dukungan dan penguatan perilaku produktif secara sosial. b. Berikan beberapa jenis Dengan memberikan dorongan aktivitas keluar rumah, perawat membatasi waktu pasien yang tersedia untuk mekanisme koping yang destruktif sambil Perilaku pasien dapat dimodifikasi dengan mengubah lingkungan dan interaksi pasien di dalamnya.

14

latihan fisik. c. Rencanakan jadwal atau daftar aktivitas yang dapat dilakukan seharihari. d. Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya sebanyak mungkin. Pasien akan mengalami a. Berikan medikasi yang penyembuhan dari gejala-gejala ansietas berat. dapat membantu mengurangi rasa tak nyaman pasien. b. Amati efek samping medikasi dan lakukan penyuluhan kesehatan yang relevan. Respons Ansietas Sedang Diagnosa Keperawatan : Ansietas Tingkat Sedang

berpartisipasi dan menikmati aspek kehidupan lainnya.

Hubungan efek terapeutik dapat ditingkatkan jika kendali terhadap gejala kimiawi memungkinkan pasien untuk mengarahkan perhatian pada konflik yang mendasari.

Tujuan umum : Pasien akan menunjukkan cara koping adaptif terhadap stress. Tujuan Khusus Pasien akan mengidentifikasi dan menguraikan perasaan tentang ansietas. Intervensi a. Bantu pasien mengidentifikasi dan menguraikan perasaan yang mendasari. b. Kaitkan perilaku pasien dengan perilaku dengan perasaan tersebut. c. Validasikan semua perubahan dan asumsi dengan pasien. d. Gunakan pertanyakan terbuka untuk beralih dari topik yang Rasional Untuk mengadopsi respon koping yang baru, pasien pertama harus waspada terhadap masalah dan untuk mengatasi kesadaran atau ketidaksadaran menyangkal dan resistens.

15

tidak mengancam ke isu-isu konflik. e. Variasikan besarnya ansietas untuk meningkatkan motivasi pasien. f. Sementara itu, dapat digunakan konfrontasi Pasien akan mengidentifikasi antesedens ansietas. suportif dengan bijaksana. a. Bantu pasien menggambarkan Manakala perasaan situasi dan interaksi yang mendahului ansietas. b. Tinjau penilaian pasien terhadap stressor, nilai-nilai yang terancam dan cara konflik yang berkembang. c. Hubungkan pengalaman pasien sekarang dengan pengalaman yang relevan Pasien akan menguraikan respon koping maladaptif dan adaptif. pada masa lalu. a. Gali bagaimana pasien menurunkan ansietasnya di masa lalu dan tindakan apa yang digunakan untuk menurunkannya. b. Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari respon koping sekarang. untuk menggunakan respon koping adaptif yang efektif di masa lalu. d. Fokuskan tanggung jawab pada pasien. Respon koping adaptif yang baru dapat dipelajari melalui penganalisaan mekanisme koping yang digunakan pada masa yang lalu, penilaian ulang menggunakan sumbersumber yang tersedia dan menerima tanggung jawab untuk berubah. ansietas telah dikenali, pasien harus mengerti perkembangannya termasuk stressor yang mencetuskan, penilaian stressor dan ketersediaan sumber.

c. Berikan dorongan pada pasien terhadap stressor,

16

e. Dengan aktif bantu pasien menghubungkan penyebab dan efek hubungan sementara mempertahankan ansietas Pasien akan mengimplementasikan dua respon adaptif untuk mengatasi ansietas. dalam batasan yang sesuai. a. Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali pikiran, memodifikasi perilaku, dan menguji respon koping yang baru. b. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas fisik untuk mengeluarkan energy. c. Libatkan orang terdekat sebagai sumber dan dukungan sosial dalam membantu pasien belajar tentang respon koping yang baru. d. Ajarkan pasien latihan relaksasi untuk meningkatkan kendali dan relians diri serta mengurangi stress. 8. RESUME HASIL PENGKAJIAN DAN TINDAKAN Seseorang juga dapat mengatasi stress dengan mengatur distress emosional melalui penggunaan teknik penatalaksanaan stress.

menggunakan sumber-sumber yang menyertainya

KEPERAWATAN Hari Pertama Hari Kedua Hari Ketiga Hasil Pengkajian Dari hasil pengkajian dapat diketahui bahwa jumlah diagnosa keperawatan terbanyak adalah ansietas (kecemasan) dengan jumlah klien sebanyak 11 : Perkenalan dan pengkajian : Pengkajian dan Intervensi : Intervensi

17

orang dan penyebab kecemasan terbanya adalah ketakutan akan penerimaan masyarakat dan kekhawatiran pada orang tua, diikuti oleh diagnosa keperawatan kehilangan dengan jumlah klien sebanyak 6 orang, Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan sebanyak Intervensi

2 orang, Harga Diri Rendah Situasional

sebanyak 2 orang, dan Koping Individu Tidak Efektif sebanyak 1 orang klien Membina hubungan saling percaya Mendorong klien mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan cemas yang dirasakannya Bersama klien mengidentifikasi penyebab kecemasan Mengidentifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan dalam menghadapi cemas

Memberikan alternatif pilihan mekanisme koping yang efektif Meningkatkan motivasi klien untuk masa depan yang lebih baik RESUME PENDIDIKAN KESEHATAN

9.

Hari keempat: Kesehatan Reproduksi (Penyakit Menular Seksual)


Pendidikan kesehatan reproduksi ini disajikan dalam bentuk ceramah,

berupa penjelasan mengenai penyakit-penyakit menular seksual (PMS) seperti pengertian PMS, tanda dan gejala, macam-macam PMS, cara penyebaran serta pencegahan PMS.
Permainan yang dilakukan, yaitu games transmisi merupakan permainan

yang diharuskan memindahkan kertas yang dibuat menyerupai bola yang harus disebarkan melalui jabatan tangan dalam waktu yang ditentukan. Permainan ini mempunyai makna bahwa bola-bola kertas adalah virus penyakit dan jabatan tangan adalah cara penyebarannya. Permainan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kewaspadaan karena virus atau penyakit dapat menyebar kepada siapapun dalam waktu yang cepat.
Evaluasi : pada saat penyampaian materi,

warga binaan cukup

memperhatikan materi yang disampaikan terlihat dari beberapa warga binaan yang antusias memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan

18

materi PMS. Ketika diberikan pertanyaan mengenai macam-macam PMS, warga binaan dapat menyebutkan beberapa macam PMS. Hari kelima: manajemen marah.
Pendidikan kesehatan ini disajikan dalam bentuk ceramah, berupa

penjelasan mengenai cara-cara untuk mengatur emosi: marah dari 3 aspek, yaitu aspek verbal, fisik, dan spiritual. Pendidikan kesehatan ini dilakukan untuk meningkatkan kognitif klien mengenai manajemen marah.
Permainan yang dilakukan, yaitu 1.) Dordor, merupakan permainan logika

dimana setiap orang menyebutkan angka secara berurutan, dengan ketentuan yang telah ditentukan panitia. Permainan ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan perhatian klien, 2.) Bola Pingpong, merupakan permainan ketangkasan dimana setiap kelompok diharuskan memindahkan bola pingpong dari garis start sampai finish dengan hanya menggunakan kertas yang diberikan oleh panitia. Permainan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesabaran dan kerjasama dalam tim.
Role Play Manajemen Marah. Permainan peran yang dilakukan oleh

panitia bertujuan untuk mengasah aspek kognitif, afektif, dan psikomotor klien saat menghadapi situasi yang dapat menimbulkan marah. Saat dilakukan permainan peran, respon yang diberikan oleh klien berbeda-beda, mulai dari acuh tak acuh, prihatin, sampai bertindak secara langsung untuk melerai. Dari hasil permainan peran yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat 3-5 klien yang dengan aktif berusaha untuk menyelesaikan persoalan baik dari aspek verbal maupun fisik.

10. SARAN DAN REKOMENDASI TINDAK LANJUT


Memberikan perhatian yang lebih banyak pada warga binaan Memperbanyak frekuensi kunjungan keluarga Memberikan jadwal aktivitas yang berbeda setiap hari Memberikan pendidikan selama di rutan Mempersiapkan warga binaan sebelum keluar dari rutan

19

20

Anda mungkin juga menyukai