Anda di halaman 1dari 17

SLE

BAB II PENDAHULUAN

2.1 Pengertian SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissuebinding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai berbagai macam autoantibody dalam tubuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk kupu-kupu, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus diskoid adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit. SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan ikat difus yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE, skleroderma, polimiositis, artritis reumatoid, dan sindrom Sjogren. Gangguan-gangguan ini seringkali memiliki gejala yang saling tumpang tindih satu dengan lainnya dan dapat tampil secara bersamaan, sehingga diagnosis menjadi semakin sulit untuk ditegakkan secara akurat. oleh terdapatnya

By Riskawati Usman/07923076

SLE

2.2. Etiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia termal). Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan serta ekspresi penyakit. Sekita 10-20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang juga menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada saudara kembar identik pasien SLE (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non identik (2-9%). Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haplotip MHC tertentu, terutama HLA-DR 2 dan HLA-DR3, serta dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikatan komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gengen lain yang mulai terlihat ikut berperan ialah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin. reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Faktor Resiko terjadinya SLE : 1. Faktor Genetik Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa Umur, biasanya lebih sering terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut 2. Faktor Resiko Hormon Hormon estrogen dan hormon prolaktin menambah resiko SLE sedangkan androgen mengurangi resiko ini. 3. Sinar UV Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah. 4. Imunitas Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T. 5. Obat Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah : Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin

By Riskawati Usman/07923076

SLE

6. Infeksi Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi. 7. Stres Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini. 2.3. Patogenesis Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadapp sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk di dalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi. Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protei histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah mereka tidak tissue-specific dan merupakan komponen integral semua jenis sel. Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA(anti nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun diluar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen

By Riskawati Usman/07923076

SLE

yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya. Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang resisten. 2.4. Gejala Gejala dari penyakit lupus: - demam - lelah - merasa tidak enak badan - penurunan berat badan - ruam kulit - ruam kupu-kupu - ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari - sensitif terhadap sinar matahari - pembengkakan dan nyeri persendian - pembengkakan kelenjar - nyeri otot - mual dan muntah - nyeri dada pleuritik - kejang - psikosa. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - hematuria (air kemih mengandung darah) - batuk darah - mimisan - gangguan menelan - bercak kulit

By Riskawati Usman/07923076

SLE

- bintik merah di kulit - perubahan warna jari tangan bila ditekan - mati rasa dan kesemutan - luka di mulut - kerontokan rambut - nyeri perut - gangguan penglihatan. 2.5. Manifestasi Klinis Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya. Otot dan kerangka tubuh Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut. Kulit Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari. Ginjal Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-

By Riskawati Usman/07923076

SLE

sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal. Sistem saraf Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi. Darah Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun. Jantung Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut. Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

By Riskawati Usman/07923076

SLE

2.6. Diagnosis Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini : 1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan 2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA sebelumnya 3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar) 4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV / matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit 5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit 6. Salah satu Kelainan darah;

By Riskawati Usman/07923076

SLE

- anemia hemolitik, - Leukosit < 4000/mm, - Limfosit<1500/mm, - Trombosit <100.000/mm 7. Salah satu Kelainan Ginjal; - Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, - Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal 8. Salah satu Serositis : - Pleuritis, - Perikarditis 9. Salah satu kelainan Neurologis; - Konvulsi / kejang, - Psikosis 10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan 11. Salah satu Kelainan Imunologi - Sel LE+ - Anti dsDNA diatas titer normal - Anti Sm (Smith) diatas titer normal - Tes serologi sifilis positif palsu

2.7. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan. 6.1. Pemeriksaan Autoantibodi Prevalensi, Antigen % 98 yang Clinical Utility Pemeriksaan skrining terbaik; hasil Dikenali Multiple nuclear Antibody Antinuclear antibodies (ANA)

By Riskawati Usman/07923076

SLE

negative Anti-dsDNA 70 DNA stranded)

berulang

menyingkirkan SLE (double- Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan pada beberapa pasien berhubungan dengan penyakit, aktivitas nephritis,

Anti-Sm

25

dan vasculitis. Kompleks protein Spesifik untuk SLE; pada 6 jenis U1 tidak RNA klinis; ada korelasi kebanyakan

pasien juga memiliki RNP; umum pada African American dan Asia dibanding Anti-RNP 40 Kaukasia. Kompleks protein Tidak spesifik untuk pada U1 RNA SLE; jumlah besar berkaitan dengan rematik Anti-Ro (SS-A) 30 dengan gejala termasuk gejala yang overlap

SLE. Kompleks Protein Tidak spesifik SLE; pada hY RNA, berkaitan subcutaneous neonatus blok dengan dengan Sicca, lupus disertai jantung penurunan terutama 60 kDa sindrom dan 52 kDa

subakut, dan lupus

congenital; berkaitan

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Anti-La (SS-B)

10

47-kDa

resiko nephritis. protein Biasanya terkait dengan berkaitan menurunnya anti-Ro; dengan resiko

pada hY RNA

Antihistone

70

Histones dengan

nephritis terkait Lebih sering pada DNA lupus akibat obat

(pada nucleosome, daripada SLE. Antiphospholipid 50 chromatin) Phospholipids,2 glycoprotein cofactor, prothrombin Tiga tes tersedia 1 ELISA sensitive prothrombin (DRVVT); merupakan predisposisi pembekuan, kematian janin, dan trombositopenia. Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes Coombs terbentuk Antiplatelet 30 Permukaan sitoplasmik platelet. hemolysis. dan Terkait pada namun langsung; pada dengan time untuk cardiolipin dan 2G1,

perubahan antigen trombositopenia sensitivitas dan spesifitas kurang baik; secara klinis tidak terlalu berarti untuk SLE

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Antineuronal (termasuk glutamate receptor) Antiribosomal P anti-

60

Neuronal limfosit

dan Pada beberapa hasil lupus CNS aktif. pada Pada beberapa hasil positif terkait dengan depresi atau psikosis akibat lupus CNS

permukaan antigen positif terkait dengan

20

Protein ribosome

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzymelinked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi. Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk antidsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan nephritis 6.2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

Ruam kulit atau lesi yang khas Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung

Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah

Biopsi ginjal Pemeriksaan saraf. 2.8. Penatalaksanaan Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi: 1. Kelompok Ringan Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala 2. Kelompok Berat Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Penatalaksanaan Umum : Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup Hindari Merokok Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi Hindari stres dan trauma fisik Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00 Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen Penatalaksanaan Medikamentosa : 1. Untuk SLE derajat Ringan; a. b. c. d. e. f. g. Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan. Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid. Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata 2. Untuk SLE derajat berat;

By Riskawati Usman/07923076

SLE

a.

Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

b. c. d.

Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena. Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

3.

Pengobatan Pada Keadaan Khusus Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan.

Anemia Hemolitik

Trombositopenia autoimun Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut. Perikarditis Ringan Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari. Perkarditis Berat Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari. Miokarditis

By Riskawati Usman/07923076

SLE

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid. Efusi Pleura Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase. Lupus Pneunomitis Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu. Lupus serebral Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturutturut. 2.9. Prognosis Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

DAFTAR PUSTAKA 1 Sidabutar, R.P. 1995. Lupus Eritematosus Sistemikdan Nefritis Lupus. Simposium Nasional LES. Jakarta

By Riskawati Usman/07923076

SLE

2 3

Isbagio Hary, dkk. 2006. Lupus Eritematosus Sistemik. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. FKUI : Jakarta. 1214-1221 A. Charter, Michael. 2005. Lupus Eritematosus Sistemik. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume2,edisi 6. EGC : Jakarta. 1392-1395. 1-6

4 5

American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythematosus guidelines.Arthritis Rheum 1999;42(9):1785-96. Van Vollenhoven RF,Engleman EG ,McGuire JL.Dehydroepiandrosterone in systemic lupuserythematosus:result of a double blind,placebocontrolled,randomized clinical trial.Arthritis Rheum 1995;38:1826-31

Guzman J,Cardiel MH,Arce-Salinas,et al.Measurerement of disease activity in systemic lupus erythematosus .Prospective validation of 3 clinical indices.J Rheumatol 1992;19:1551-1558

By Riskawati Usman/07923076

Anda mungkin juga menyukai