Anda di halaman 1dari 27

SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM

TRANSAKSI DAN KERJASAMA EKONOMI

Makalah Ini Disusun Untuk Melengkapi


Tugas Akhir Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Genap 2014

Disusun oleh:

TRI INTAN DEWI SINTHA

8135134139

PENDIDIKAN TATA NIAGA


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
ABSTRAK

TRI INTAN DEWI SINTHA. 8135134139. Sistem Ekonomi Islam Dalam

Transaksi dan Kerjasama Ekonomi. Program Studi Pendidikan Tata Niaga.

Jurusan Ekonomi dan Administrasi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri

Jakarta: 2014.

Tujuan penulisan makalah ini yakni untuk memberi penjelasan mengenai

konsep ekonomi islam, perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional,

ketentuan-ketentuan implementasi ekonomi islam dalam melakukan transaksi

ekonomi, dan kerjasama.

Penulisan ini berkesimpulan bahwa transaksi ekonomi lebih terarah bila

menggunakan sistem ekonomi islam. Kerjasama ekonomi dalam islam melahirkan

kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terlibat.

Kata Kunci: Ekonomi Islam, Transaksi Ekonomi, dan Kerjasama Ekonomi

2
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Atas segala

rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini yang berjudul: Sistem Ekonomi Islam Dalam Transaksi

dan Kerjasama Ekonomi.

Makalah ini ditulis dalam rangka untuk melengkapi kegiatan mata kuliah

bahasa Indonesia di program studi Pendidikan Tata Niaga Universitas Negeri

Jakarta pada akhir semester genap 2014.

Penulisan makalah ini dimungkinkan oleh adanya bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan saran

tersebut kepada :

– Ketua program studi Pendidikan Tata Niaga Ibu Tjutju Fatimah

– Ibu Corry Yohana selaku dosen pembimbing mata kuliah bahasa

Indonesia.

– Teman-teman mahasiswa kelas Pendidikan Tata Niaga B 2013.

Penulis menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis

juga menyadari kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan yang tidak

disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima

dengan rasa syukur. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

3
DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
A. Pengertian Ekonomi Islam.................................................................... 3
B. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional.......................4
C. Transaksi Ekonomi Dalam Islam.......................................................... 6
1. Jual Beli..........................................................................................6
2. Utang Piutang...............................................................................10
3. Ijarah.............................................................................................11
D. Kerjasama Ekonomi Dalam Islam...................................................... 14
1. Syirkah......................................................................................... 14
2. Mudharabah..................................................................................16
3. Perbankan Syariah........................................................................17
4. Asuransi Syariah.......................................................................... 18
5. Pegadaian Syariah........................................................................ 20
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN................................................................22
A. Kesimpulan......................................................................................... 22
B. Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 23
BAB I

PENDAHULUAN

4
A. Latar Belakang Masalah

Ekonomi islam sebenarnya bukan ilmu yang baru tapi sudah ada sejak

keberadaan islam itu sendiri. Hal ini tersirat dari beberapa aturan islam yang

terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadist yang memberi tuntunan dan acuan untuk

menyikapi masalah ekonomi yang terjadi.

Sistem ekonomi Islam selain mengakui adanya kebebasan penggunaan dan

pengelolaan sumber daya, namun kebebasan itu tidak mutlak. Hak pribadi tertentu

dalam menggunakan sumber daya terbatas penggunaannya sebagai bagian

kemaslahatan masyarakat. Sistem ini memandang ada hak sosial yang melekat

pada kepemilikan invidu. Individu dihargai sepanjang berkaitan erat dengan

lingkungan masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dan tak mengarah pada

dimarginalkannya elemen yang lemah di masyarakat.

Munculnya sistem ekonomi islam menjadi solusi yang tak terbantahkan

dalam mengelola masalah perekonomian. Prinsip-prinsip ekonomi berbasis syariat

islam yang tidak dimiliki ekonomi konvensional merupakan kunci keberhasilan

dalam menghadapi krisis ekonomi global. Sehingga lebih baik menerapkan sistem

ekonomi islam dalam kehidupan sehari-hari, karena kita akan lebih diuntungkan

baik sebagai produsen, distributor maupun konsumen.

5
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan terdapat rumusan

masalah dalam penulisan ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud ekonomi islam ?

2. Bagaimana transaksi ekonomi dalam Islam ?

3. Bagaimana kerjasama ekonomi dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini disusun untuk memberi penjelasan mengenai

konsep ekonomi islam, perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional,

ketentuan-ketentuan implementasi ekonomi islam dalam melakukan transaksi

ekonomi dalam islam, dan kerjasama ekonomi dalam islam.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam dalam beberapa aspek dikatakan mirip dengan sistem

pengaturan ekonomi campuran. Tapi aspek tambahannya adalah pada mekanisme

sistemnya yang melibatkan peran pelaku ekonomi termasuk negara. Di lain pihak,

secara filosofis pada tataran para pelaku ekonomi secara individual dilandasi oleh

pertanggungjawabannya kepada Allah secara vertikal selain secara sosial dan

horizontal.1

Muhammad Abdul Manan mendefinisikan bahwa: “Islamic economic is a

social science which studies the economics problems of a people imbued with the

value of Islam”.2 Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Sedangkan M. Umar Chapra mengemukakan bahwa:

Islamic economics was defined as that branch of knowledge which help

realize human well-being through an allocation and distribution of scarce

resources that is in comfimity with Islamic teaching without unduly

curbing individual freedom or creating continued macroeconomic and

ecological imbalance.3

1
Muslich, Bisnis Syariah Perspektif Mu’amalah dan Manajemen (Yogyakarta: UPP STIM YKPN,
2007), h.38.
2
Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam terjemahan M. Nastangin (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995), h. 39.
3
Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi terjemahan Ikhwan Abiding Basri (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), h. 237.

3
4

Ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi

kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas

yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaranIslam tanpa

memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang

berkesinambungan dan tanpa keseimbangan lingkungan.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa ekonomi islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang

berorientasi pada keadilan dalam memperoleh sumber daya dan rizki yang

disediakan oleh Allah di muka bumi ini dengan pengaturan sesuai dengan nilai

dan ajaran Islam bagi semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun

tidak langsung.

B. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

1. Sumber dan Tujuan

Ekonomi islam berazaskan pada Al-quran dan Sunah serta ijtihad.

Perkara asas muamalah dijelaskan dalam bentuk suruhan dan larangan

yang bertujuan untuk membangun keseimbangan rohani dan jasmani

manusia berdasarkan tauhid. Ekonomi konvensional lahir berdasarkan

pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu, tidak bersifat

kekal bahkan mengabaikan aspek etika dan moral tergantung untuk

kepentingan apa dan siapa.

2. Masalah Kelangkaan dan Pilihan

Dalam masalah ekonomi konvensional masalah muncul karena

kelangkaan sumber daya yang tidak sebanding dengan keinginan manusia


5

yang tidak terbatas. Sementara dalam islam kelangkaan sifatnya relatif dan

hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja, kelangkaan

terjadi karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola

sumber daya yang telah diciptakan allah

3. Konsep harta dan kepemilikan

Dalam islam kepemilikan pribadi, baik barang konsumsi maupun

modal sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak dan

pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain.

Sementara dalam ekonomi kapitalis kepemilikan bersifat mutlak dan

pemanfaatannya bebas, dalam ekonomi konvensional lainnya(sosialis)

justru sebaliknya kepemilikan pribadi tidak diakui yang ada kepemilikan

Negara. Salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak

terdapat dalam perekonomian lain adalah zakat

4. Konsep bunga

Dalam islam sistem yang diterima adalah sistem bagi hasil (profit

sharing) yang berorientasi pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat

manusia. Sedangkan dalam ekonomi konvensional sistem yang digunakan

adalah bunga (riba). Pada sistem riba yang selalu diuntungkan adalah yang

memiliki modal hingga cenderung menimbulkan kesenjangan sosial karena

perbedaan kaya dan miskin sangat ketara sekali.4

4
Djaelan Husnan, et al., Islam Universal (Jakarta: Hartomo Media Pustaka, 2012), h. 251.
6

C. Transaksi Ekonomi Dalam Islam

1. Jual Beli

Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual yakni

pihak yang menyerahkan atau menjual barang dengan pembeli sebagai

pihak yang membayar atau membeli barang yang dijual.. Jual beli sebagai

sarana tolong-menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai

dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist.5

a. Rukun dan Syarat Jual Beli

Dalam Islam terdapat rukun syarat-syarat yang harus terpenuhi agar

jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam). Adapun rukun jual beli

dan syarat-syaratnya yaitu:

1) Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli)

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:

a) Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap

tidak sah.

b) Balig, jual belinya anak kecil yang belum balig tidak sah, akan

tetapi jika anak itu sudah mamayyiz (mampu membedakan baik

buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang

yang harganya murah, seperti permen, kue, dan kerupuk.

c) Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak

menggunakan (membelanjakan) hartanya karena tuna grahita

5
Syamsuri, Pendidikan Tentang Islam (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 51.
7

tidak sah jual belinya, harta milik orang tuna grahita diurus oleh

walinya yang balig dan berakal sehat serta jujur.

2) Sigat atau ucapan ijab dan kabul

Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah

kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam

hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan

Kabul (dari pihak pembeli).

3) Barang yang diperjualbelikan

Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat yang

diharuskan, yaitu antara lain:

a) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal.

b) Barang itu ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak

ada manfaatnya.

c) Barang itu benar-benar ada di tempat atau tidak ada tetapi sudah

tersedia di tempat lain, misalnya di gudang dan penjual bersedia

mengambilnya bila transaksi jual beli berlangsung.

d) Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaannya.

Rasulullah SAW bersabda: Tidak sah jual beli, kecuali pada suatu

yang dimiliki (H.R Abu Daud dan At-Tirmidzi).

e) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli

dengan jelas baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun


8

sifat-sifatnya. Sesuatu yang belum diketahui zat, bentuk, dan kadarnya

dianggap tidak sah6

b. Nilai tukar barang yang dijual

Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:

1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas

jumlahnya.

2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual

beli, walaupun secara hukum, misalnya pembayaran dengan

menggunakan cek atau kartu kredit. Jika harga barang dibayar

dengan cara utang atau kredit, waktu pembayarannya harus jelas.

3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah,

maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram misalnya

dengan babi dan khamar.

c. Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain tinjau

dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.

1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi

rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah

satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar

dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).

Contoh jual beli jenis ini seperti:

6
Ibid, hh. 52-53.
9

a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging

babi.

b) Jual beli air mani hewan ternak, seperti kambing. Kalau menjual air

mani hewan jantan milik penjual kepada pemilik hewan betina

dilarang, tetapi meminjamkan hewan jantannya untuk dikawinkan

dengan hewan betina milik orang lain dibolehkan bahkan

dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Barangsiapa

mengawinkan hewan jantan dengan betina, lalu mendapatkan

anak, baginya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan.” (H.R Ibnu

Hibban)

c) Jual beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya

(belum lahir). Hadist dari Ibnu Umar menyebutkan: “Bahwa

Rasulullah SAW telah melarang menjual anak (hewan) yang masih

berada dalam perut induknya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan,

misalnya mengurangi timbangan dan memalsukan kualitas barang

yang dijual.

3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid). Ada beberapa contoh jual

beli yang hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi

dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain misalnya:

a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.

b) Mempersulit peredaran barang.

c) Merugikan kepentingan umum.


10

4) Najsyi yaitu menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk

mempengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya,

sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si

penjual.

5) Monopoli, yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli,

walaupun dengan melampaui harga pasaran. Rasulullah SAW

melarang jual beli seperti ini,karena akan merugikan kepentingan

umum.7

2. Utang Piutang

Dalam Islam urusan utang piutang atau pinjam meminjam juga diatur,

dan urusan ini memiliki ketentuan-ketentuan (rukun) supaya menjadi

transaksi yang sah. Adapun Rukun dalam simpan pinjam yaitu:

a. Yang berpiutang dan yang berutang, adapun syaratnya adalah:

1) Balig dan berakal sehat

2) Yang meminjami tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok

piutang.

3) Peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran

utangnya.

b. Barang atau uang yang diutangkan.

Uang yang diutang atau dipinjam adalah milik sah dari yang

meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang

7
Ibid., hh.55-56.
11

nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang (peminjam) mengembalikan

lebih dari pokok utangnya. Rasulullah SAW bersabda: “orang yang paling

baik diantara kamu ialah orang yang membayar utangnya dengan yang

lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)8.

3. Ijarah
Menurut pengertian kebahasaan kata ijarah berasal dari bahasa Arab

yang artinya upah, sewa, jasa, atau imbalan. Jumhur ulama berpendapat

bahwa akad/transaksi ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang

tersebut tidak bisa dimanfaatkan. Karena bersifat mengikat, kematian salah

satu pihak yang menyewakan atau penyewa, tidak membatalkan ijarah.

a. Macam-macam ijarah

Dilihat dari segi subyeknya, ulama fikih membagi akad transaksi ijarah

menjadi dua macam, yaitu:

1) Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko,

kendaraan, dan aneka busana. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang

dibolehkan syarat untuk dipergunakan maka ulama fikih sepakat

menyatakan boleh dijadikan obyek sewa-menyewa.

2) Ijarah yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ulama fikih membolehkan

ijarah yang berupa pekerjaan apabila jenis pekerjaannya jelas. Misalnya,

pembantu rumah tangga, buruh bangunan, tukang jahit, dan tukang

sepatu.9
8
Ibid., h. 57.
9
Ibid., h. 58.
12

b. Rukun ijarah

Sebagai suatu transaksi ijarah dianggap sah apabila telah memenuhi rukun

dan syarat-syarat dalam melakukan ijarah. Menurut jumhur ulama rukun ijarah itu

ada empat, yaitu:

a. Orang yang berakad

b. Sewa/imbalan

c. Manfaat

d. Sigat atau ijab kabul.

c. Syarat-Syarat Ijarah

Syarat-syarat akad (transaksi) ijarah adalah sebagai berikut:

1) Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat.

Transaksi anak kecil dan orang gila tidak sah.

2) Kedua belah pihak tersebut bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak

dipaksa atau terpaksa,

3) Barang yang disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan

manfaatnya oleh penyewa. Demikian juga jika objek ijarah itu

pekerjaan. Pekerjaan itu harus jelas ketentuannya.

4) Objek ijarah itu bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan

tidak tercacat.

5) Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang dihalalkan. Sewa menyewa

dalam masalah maksiat hukumnya haram.

6) Hal yang disewakan bukan merupakan suatu kewajiban bagi penyewa.

Misalnya menggantikan mengerjakan soal ujian.


13

7) Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan.

8) Upah atau sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu

yang bernilai harta.

d. Tanggung jawab orang yang diupah/digaji

Ijarah yang berupa pekerjaan, apabila orang yang dipekerjakan itu

bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan

menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan akad/transaksi antara

yang mempekerjakan dengan yang dipekerjakan. Orang yang dipekerjakan

mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan ketentuan dari yang

mempekerjakan, sedangkan yang mempekerjakan memberikan upah kerja

kepada yang dipekerjakan sesuai dengan perjanjian.

Ulama fikih sepakat, apabila objek yang dikerjakan rusak di tangan

pekerja bukan karena kelalaiannya dan tidak ada unsur kesengajaan, maka

pekerja tidak dapat dituntut ganti rugi. Misalnya piring yang sedang dicuci

pembantu rumah tangga pecah bukan karena disengaja, maka pembantu

tidak dapat dituntut ganti rugi.

Penjual jasa untuk kepentingan orang banyak seperti tukang jahit

dan tukang sepatu, apabila melakukan suatu kesalahan sehingga sepatu

orang yang sedang diperbaikinya atau pakaian yang sedang dijahitnya

mengalami kerusakan, maka menurut Imam Abu Hanifah, Zufar bin Hudail

bin Qais al-Kufi, ulama Madzhab Hambali dan Syafi’i, apabila kerusakan itu

bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian tukang sepatu atau tukang

jahit, ia tidak dapat dituntut untuk membayar ganti rugi.


14

e. Berakhirnya Akad Ijarah

Ulama fikih sepakat, akad ijarah akan berakhir apabila terjadi dua

hal berikut:

1) Objek ijarah hilang atau musnah, seperti rumah terbakar, atau baju

yang dijahitkan hilang

2) Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi

ijarah. Jika yang disewakan itu sebuah rumah, maka setelah habis

masa sewanya, rumah itu dikembalikan oleh penyewa kepad

pemiliknya, sedangkan apabila yang disewa berupa jasa seseorang,

maka yang berjasa/pekerja berhak menerima upah kerja.10

D. Kerjasama Ekonomi Dalam Islam

1. Syirkah

Syirkah berarti perseroan atau persekutuan, yaitu persekutuan antara

dua orang atau lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu

usaha, yang keuntungan atau hasilnya untuk mereka bersama11. Syirkah

yang sesuai dengan ketentuan syara dan bertujuan untuk kesejahteraan

bersama merupakan salah satu bentuk ta’awun (tolong-menolong) yang

diperintahkan Allah SWT.

Termasuk syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara, apabila

syirkah itu dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, sabar, tawakal,

10
Ibid., hh. 58-59.
11
Ibid., h. 60.
15

saling percaya antara sesama anggota syarikat, dan bersih dari unsur-unsur

kecurangan atau penipuan.

Syirkah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu syarikat harta dan

syarikat kerja. Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat dalam uraian berikut.

1) Syarikat harta (syirkah ‘inan)

Syarikat harta yaitu akad dari dua orang atau lebih untuk

bersyarikat/berkongsi pada harta yang ditentukan dengan maksud

untuk memperoleh keuntungan. Dalam kehidupan modern, contoh

bentuk dari syarikat harta yaitu Firma, CV, dan PT.

Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi (rukun)

dalam syarikat harta itu adalah:

a. Sigat atau lafal akad (ucapan perjanjian)

Syarat dari lafal ini hendaknya mengandung pengertian

izin untuk menjalankan harta syarikat. Misalnya, jika syarikat

harta terdiri dari dua orang, salah seorangnya berkata, “kita

berserikat pada barang inidan saya izinkan anda untuk

menjalankannya melalui jual beli atau lainnya” jawab yang

seorang lagi, “saya menerima sebagaimana yang telah anda

ucapkan itu.”12

b. Anggota-anggota syarikat

Syarat menjadi anggota syarikat, yaitu:

a) Balig (dewasa)

12
Ibid., h. 61.
16

b) Berakal sehat

c) Merdeka

d) Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)

2) Syarikat kerja (syirkah abdan)

Syarikat kerja adalah gabungan dua orang atau lebih untuk

bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan ketentuan bahwa

hasil dari pekerjaan dibagi kepada seluruh anggota syarikat sesuai

dengan perjanjian13. Contoh dari syarikat kerja yaitu seluruh anggota

syarikat bersepakat untuk membangun sebuah rumah, gedung, atau

jembatan, sedangkan upah bagi masing-masing anggota syarikat

ditentukan bersama pada waktu akad.

2. Mudharabah

Menurut istilah dalam ilmu fikih, mudarabah atau qirad adalah

pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan

memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung rugi ditanggung

bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad. Modal

dalam qirad bisa berupa uang, pakaian, alat-alat transportasi, dan modal

dalam bentuk yang lain.

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi (rukun) dalam qirad adalah:

1) Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal),

hendaknya sudah balig, berakal sehat, dan jujur (amanah)

13
Ibid., h. 62.
17

2) Uang atau barang yang dijadikan modal hendaknya diketahui

jumlahnya atau nilainya dan tunai.

3) Jenis usaha dan tempatnya sebaiknya disepakati bersama, tetapi

jangan terlalu dibatasi sehingga menyulitkan pihak yang menjalankan

modal.

4) Besarnya keuntungan bagi muqrid dan muqtarid hendaknya sesuai

dengan kesepakatan mereka pada waktu akad.

5) Muqtarid hendaknya bersikap jujur (amanah) dan tidak boleh

menggunakan modal untuk kepentingan sendiri dan orang lain tanpa

seizin muqrid.14

3. Perbankan Syariah

Perbankan Syariah maksudnya adalah sistem perbankan berdasar dan

sesuai ajaran Islam yang dapat dirujuk kepada Al-Qur’an dan Hadist. Aktor

utama pengelola sistem perbankan yang Islami biasanya yakni bank Islam

atau lebih dikenal dengan bank Syariah. Dalam kegiatan usahanya, bank

Syariah menghindari sistem bunga yang dianggap riba yang hukumnya

haram.

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta

peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam.15

Bank Syariah mendasarkan dirinya kepada Islam dan mempraktekkan

ajaran-ajaran Islam tentang muamalah, salah satunya sistem bunga yang

14
Ibid., h. 63.
15
Djaelan Husnan, et al., op. cit., h.242.
18

biasa ada pada bank-bank konvensional tidak diberlakukan, melainkan

menggunakan sistem bagi hasil.

Bank Syariah di Indonesia mulai beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992

kemudian diikuti oleh Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang prinsip

bagi hasil, dimana perbankan dengan sistem bagi hasil diakomodasi.

Kemudian keluar Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang menjelaskan

bank umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan

sistem konvensional dan sistem syariah. Bank syariah memiliki fungsi dan

peran sebagai berikut:

1) Mengelola investasi dana nasabah

2) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran

3) Pelaksana dan pengelola zakat maupun kegiatan sosial lainnya.16

4. Asuransi Syariah

Menurut pengertian bahasa, kata asuransi (yang bahasa Arabnya

At-Ta’min) berarti pertanggungan. Menurut istilah asuransi adalah akad

(perjanjian) antara penanggung (perusahaan asuransi) dan yang

mempertanggungkan sesuatu (peserta perusahaan asuransi). Peserta

perusahaan asuransi dalam periode tertentu (misal setiap bulannya)

berkewajiban membayar premi kepada perusahaan asuransi, yang besarnya

sesuai dengan perjanjian antara keduanya. Sedangkan kewajiban perusahaan

asuransi ialah memberikan sejumlah uang kepada peserta asuransi yang

besarnya dan waktunya sesuai dengan perjanjian.

16
Ibid., h. 243.
19

Asuransi termasuk bidang muamalah yang belum dikenal pada masa

Rasulullah SAW, pada masa Khulafa’ur Rasyidin, pada masa kebangkitan

Islam, bahkan pada masa pembukuan fikih Islam. Asuransi muncul pada

kira-kira abad empat belas Masehi. Ulama fikih sepakat bahwa asuransi

dibolehkan dengan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, yaitu

ditegakkannya prinsip keadialan, dihilangkannya unsur untung-untungan,

perampasan hak dan kedzaliman, serta bersih dari riba.17

Bentuk asuransi yang cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam,

misalnya asuransi tolong-menolong (At-Ta’min At-Ta’awun). Para peserta

asuransi bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang kepada perusahaan

asuransi. Sedangkan perusahaan asuransi berkewajiban menyerahkan

sejumlah uang kepada peserta asuransi yang mengalami musibah, yang

besarnya sesuai dengan kesepakatan seluruh peserta asuransi. Musibah

dimaksud misalnya: kecelakaan, kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian,

dan hal lain sesuai kesepakatan bersama.

Perusahaan asuransi boleh memutar seluruh uang para peserta

asuransi yang telah terkumpul asal diketahui dan disetujui oleh seluruh

peserta asuransi dan uang itu diputar dengan cara yang halal sesuai dengan

ajaran Islam. Pegawai-pegawai perusahaan asuransi juga berhak menperoleh

upah dari jerih payahnya mengelola perasuransian, yang besarnya sesuai

dengan kesepakatan seluruh peserta asuransi dan dananya diambil dari

17
Ibid., h.66.
20

keuntungan memutar uang para peserta asuransi atau dari para peserta

asuransi sendiri.

Asuransi syariah tidak mengenal dana hangus, yakni ketika peserta

tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri

sebelum masa tanggal jatuh tempo premi asuransi yang sudah dibayarkan

hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Peserta yang baru

masuk sekalipun karena suatu hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau

premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali

yang sudah diniatkan untuk disisihkan dari awal. Begitu pula jika habis

masa kontrak dan tidak terjadi klaim maka pihak perusahaan

mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan sistem bagi hasil

misalnya 70:30 atau 60:40 sesuai kesepakatan kontrak awal.18

5. Pegadaian Syariah

Pegadaian syariah dalam hukum Islam dikenal dengan istilah rahn.

Rahn secara bahasa berarti at-tsubut (tetap), al-dawam (kekal), dan al-habas

(jaminan). Secara istilah rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang

berharga sebagai jaminan hutang dengan dasar bisa diambil kembali oleh

orang yang berhutang setelah dia mampu menebusnya. 19

a) Persamaan pegadaian syariah dan kovensional

1) Hak gadai atas pinjaman uang

2) Adanya anggunan sebagai jaminan utang

18
Djaelan Husnan et al, op. cit., h.246.
19
Ibid., h. 247.
21

3) Tidak boleh menggambil manfaat barang yang digadaikan.

b) Perbedaan pegadain syariah dan konvensional

1) Rhan dalam hokum islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong

menolong tanpa mencari keuntungan.

2) Dalam rahn tidak ada istilah bunga

3) Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melaui suatu lembaga

yang disebut perum pegadaian. Rahn dalam hukum islam dapat

dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.20

20
Ibid., h. 248.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan

perekonomian diatur dalam islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada

pada kita sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan

Allah SWT, sehingga sebaiknya dimanfaatkan dengan tepat demi

kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali

kepada Allah SWT untuk dipertanggung jawabkan.

Transaksi ekonomi yang biasa terjadi sehari-hari seperti jual beli

maupun utang piutang jauh lebih terarah bila menggunakan sistem

ekonomi islam. Kerjasama ekonomi dalam islam melahirkan kesejahteraan

bagi pihak-pihak yang terlibat. Jaminan masyarakat terjaga dalam sistem

ekonomi islam maka akan cukup membantu mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur.

B. Saran

Sebaiknya masyarakat maupun lembaga-lembaga ekonomi di

Indonesia lebih mengenal dan mulai menerapkan sistem ekonomi islam.

Karena selain sebagai perwujudan masyarakat Indonesia yang mayoritas

muslim, dilihat dari konsepnya yang berkeadilan sistem ini bisa

mensejahterakan semua pihak yang terlibat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Chapra, Umar. (1995). Islam dan Pembangunan Ekonomi. Terjemahan Abidin


Basri. Jakarta: Gema Insani Press.

Djaelan Husnan et al. (2012). Islam Universal. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.

Muhammad Abdul Manan. (1995). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Terjemahan
M. Nastangin. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.

Muslich. (2007). Bisnis Syariah Perspektif Mu'amalah dan Manajemen.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Syamsuri. (2007). Pendidikan Tentang Islam. Jakarta: Erlangga.

23

Anda mungkin juga menyukai