Anda di halaman 1dari 10

QIYAS SEBUAH METODE PENGGALIAN HUKUM ISLAM

Fathurrahman Azhari
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari, Jl. Jenderal Ahmad Yani Km 4,5 Banjarmasin

e-mail:

Abstrak: Dalam hukum Islam, qiyas adalah sebuah solusi yang ditawarkan untuk berbagai kasus
hukum yang tidak disebutkan secara eksplisit dalil dalam sumber hukum Islam. Diketahui bahwa
Imam Syafi'i adalah penggagas konsep qiyas. Dalam pandangannya, berbagai kasus hukum yang
terdapat dalam masyarakat Muslim yang tidak jelas diatur dalam al-Qur’an atau Sunnah dapat
diselesaikan melalui qiyas, baik dalam bentuk qiyas jaly atau qiyas khafi . Semua orang mengetahui
bahwa hukum Islam terkandung dalam Al-Quran, tradisi kenabian, pendapat dari generasi awal ulama,
konsensus dan kontroversi di antara mereka, memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan analisis
yang tajam di mana ia dapat mengidentifikasi fakta yang tidak jelas, dan bisa menjadi al-Qais. Konsep
qiyas terdiri dari empat elemen al-ashl yaitu hukum asli yang berasal dari teks, al-far, atau dari sebuah
al-' illah. Sebuah qiyas tidak boleh melampaui teks dari sumber utama hukum Islam, karena diambil
dari teks yang ada.
Abstract: As an Islamic law argument, qiyas is a solution to various legal cases which are not explicitly
mentioned in religious texts. Imam Syafi’i is the initiator of the concept of qiyas. In his view, various
legal cases found in Muslim society which are not obviously regulated in religious texts can be solved
through qiyas, either in the form of strong qiyas or weak qiyas. Anybody who knows Arabic, Islamic
law contained in the Quran, the prophetic tradition, the opinions of the early generation of the ulama,
consensus and controversies among them, having high intellectual capacity and sharp analysis in
which he or she can identify obscured facts, can become an al-qais. the qiyas should consist of four
elements the al-ashl, the original law derived from the text, the al-far’, an the legal al-‘illah. An qiyas
should not go beyond relegious texts, because it is merely an exension of them.

Kata kunci: qiyas, nas, ashal, far’, illah dan hukum.

Pendahuluan ditemui suatu peristiwa atau kasus yang tidak


Dikalangan ulama tidak ada perbedaan didapat hukumnya dalam kitab Allah dan sunnah
pendapat dalam menerapkan qiyas untuk hal-hal Rasul Muhammad Saw., agar merujuk
yang bersifat duniawi, tetapi berbeda pendapat (dikembalikan) kepada Al-Quran dan Sunnah.
dalam lapangan syar’i. Jumhur ulama, Karena itu penggunaan qiyas dalam istinbath
memandang qiyas sebagai dalil hukum yang hukum merupakan bagian yang esensial dalam
dijadikan salah satu metode istinbath hukum pembahasan ilmu ushul fiqh.
Islam. Terkecuali kelompok al-Nazhzham, Membicarakan tentang qiyas sebagai metode
Dawud al-Zhahir, Syi’ah Imamiyah tidak istinbath hukum Islam tidak bisa terlepas dari
mengakuinya qiyas sebagai metode istinbath salah satu bagian esensial dalam
hukum. Menurut Nasrun Haroen, Jumhur
1 pembentukannya, yaitu tentang ‘illat hukum.
ulama ushul fiqh berpendirian bahwa qiyas bisa Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara
dijadikan sarana sebagai metode istinbath hukum, menemukan ‘illat hukum sangat diperlukan.
bahkan lebih dari itu, Syari’ menuntut Sebab pembentukan qiyas ditentukan oleh ada
pengamalan qiyas.2 dan tidak adanya ‘illat hukum.
Jumhur ulama menjadikan qiyas sebagai
metode istinbath hukum Islam, adalah sebagai Pengertian Qiyas
pengamalan terhadap teks Al-Quran pada surah Qiyas menurut bahasa yaitu ‫اﻟﺘﻘﺪﯾﺮ ﻟﻠﺸﯿﺊ ﺑﻤﺎ‬
An-Nisa ayat 59 yang memerintahkan apabila ‫ ﯾﻤﺎﺛﻠﮫ‬artinya menetapkan bagi sesuatu dengan apa
yang semisalnya. Misalnya seseorang mengukur
1
kain dengan meteran sama dengan ukuran kain
Muhammad bin Ali al-Syaukani, Irsyad al Fuhul ila
tahqiq al-haq min ‘ilmi ushul, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),
yang lain. Abu al-Husain al-Bashri (w. 436 H)
hlm. 199-200. merumuskan qiyas itu adalah :
2 Nasrun Haroen, 1999, hlm. 65.
.‫ﺎﻫ ِﻬﻤﺎ ﰱ ِﻋﻠﱠ ِﺔ اﳊُ ْﻜ ِﻢ‬ ِ ‫ﻹﺷﺘﺒ‬ ِ ِ ْ ‫ﺼﻴﻞ ﺣ ْﻜ ِﻢ‬ ِ
َ ‫اﻻﺻﻞ ﰱ اﻟ ُﻔُﺮْوِع‬ ُ ُ ‫َﺣ‬
3 pada cabang yang akan dicari hukumnya. ‘Illat
Menerapkan hukum yang terdapat pada ashl (pokok) ini harus jelas, relatif dapat diukur dan kuat
kepada fara’ (cabang), karena terdapat kesamaan ‘illat dugaan bahwa dialah yang menjadi alasan
hukum antara keduanya. penetapan hukum Allah dan Rasul-Nya.5
Selain rumusan pengertian qiyas di atas,
masih banyak pengertian yang dirumuskan oleh Bentuk-Bentuk Qiyas
ushuliyyin. Bertolak dari pengertian tersebut, maka Qiyas dilihat dari bentuknya dibagi kepada tiga
qiyas itu yaitu: macam, yaitu: Qiyas 'illat; Qiyas dalalah; dan Qiyas
.‫اج ِﻣﺜْ ِﻞ ُﺣ ْﻜ ِﻢ اﳌ ْﺬ ُﻛ ْﻮر ِ◌ﳌﺎ ﱂ ﻳُﺬ َﻛْﺮ ِﲜَ ِﺎﻣ ِﻊ ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ‬
syibh.
ُ ‫إﺳﺘَ ْﺨَﺮ‬
4
َ 1. Qiyas 'illat, ialah qiyas yang mempersamakan
Upaya mengeluarkan hukum atas sesuatu yang belum ashl dengan far' karena keduanya mempunyai
ada hukumnya sebanding dengan sesuatu yang ada persamaan 'illat. Qiyas 'illat terbagi:
hukumnya, dengan memperhatikan kesamaan alasan a. Qiyas jaly, yaitu qiyas yang 'illatnya berdasarkan
(‘illat) antara keduanya. dalil yang pasti, tidak ada kemungkinan lain
Berdasarkan pengertian qiyas di atas, maka selain dari 'illat yang ditunjukkan oleh dalil
apabila ada suatu kasus yang hukumnya telah itu. Qiyas jaly terbagi kepada:
ditetapkan dalam suatu nas dan ‘illat hukumnya 1). Qiyas yang 'illatnya ditunjuk dengan kata-kata,
telah diketahui menurut cara-cara me ngetahui seperti memabukkan adalah 'illat larangan minum
‘illat hukum, kemudian didapat pula suatu kasus khamar,yang disebut dengan jelas dalam nas.
lain yang hukumnya tidak ditetapkan oleh suatu 2). Qiyas aulawi. Ialah qiyas yang hukum pada far'
nas, tetapi ‘illat hukumnya adalah sama dengan sebenarnya lebih utama ditetapkan dibanding
‘illat hukum dari kasus yang telah memiliki nas dengan hukum pada ashl. Seperti haramnya
tersebut, maka hukum kasus yang tidak hukum mengucapkan kata-kata "ah" kepada
ditetapkan oleh nas itu disamakan dengan hukum kedua orang tua. Al-Quran surah al-Isra ayat 23 :
kasus yang telah ada nasnya, sebab adanya . ‫َﻓﻼَ َﺗﻘُ ْل ﻟﱠ ُﮭ َﻣﺎ أفﱟ‬
persamaan’ illat hukum pada kedua kasus itu. "Maka janganlah ucapkan kata-kata "ah" kepada
kedua orangtua(mu)."
Rukun-Rukun Qiyas Berdasarkan firman Allah SWT di atas, 'illatnya
Dari pengertian qiyas di atas, dapat diketahui, ialah menyakiti perasaan kedua orangtua.
bahwa ada empat unsur (rukun) dalam qiyas. Bagaimana hukum memukul orang tua? Dari
Keempat rukun atau unsur qiyas tersebut adalah: kedua peristiwa nyatalah bahwa perasaan orang
1. Harus ada pokok (‫)اﻷﺻﻞ‬, yaitu persoalan yang tua lebih sakit bila dipukul anaknya dibanding
telah dijelaskan ketentuan hukumnya di dalam dengan ucapan "ah" yang diucapkan anaknya
nash. Pokok ini sering pula disebut dengan kepadanya. Karena itu sebenarnya hukum yang
“‫ ”اﻟﻤـﻘـﯿﺲ ﻋـﻠﯿــﮫ‬yakni yang menjadi tempat ditetapkan bagi far' lebih utama dibanding
sandaran qiyâs, dan kadang-kadang disebut dengan hukum yang ditetapkan pada ashl.
pula dengan “‫ ”اﻟﻤﺸـﺒـﮫ ﺑــﮫ‬menjadi tempat 3). Qiyas musawi, yaitu, qiyas hukum yang
penyamaan sesuatu. ditetapkan pada far' sebanding dengan hukum
2. Adanya cabang (‫)اﻟﻔﺮع‬, yaitu persoalan atau yang ditetapkan pada ashl, seperti menjual harta
perkara baru yang tidak ada nash yang anak yatim diqiyaskan kepada memakan harta
menjelaskan hukumnya dan ia akan anak yatim. 'Illatnya ialah sama-sama
disamakan hukumnya dengan pokok. menghabiskan harta anak yatim. Memakan harta
3. Adanya ketetapan hukum asal (‫)اﻟﺤـﻜـﻢ اﻷﺻـﻠﻰ‬ anak yatim haram hukumnya berdasarkan firman
yang telah dijelaskan oleh nash pada pokok. Allah SWT dalam surah an-Nisa ayat 10 :
ِِ‫ﱠﳕَﺎ ﻳﺎْ ُﻛﻠُﻮ َن ﰱ ﺑﻄُﻮ‬hukum ِ
‫ ْﻢ ﻧَ ًﺎر‬Ketentuan ْ َ ‫ا ﱠن اﻟﺬﻳْ َﻦ ﻳَﺄ ُﻛﻠُ ْﻮ َن اَْﻣ َﻮ َال اْﻟﻴَﺘَ َﺎﻣﻰ ﻇُْﻠ ًﻤﺎ إ‬
ini adalah hukum yang
ْ ُ
sudah pasti yang melekat pada pokok sebagai "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
tempat penyandaran kesamaan hukum bagi yatim secara aniaya, ia tidak lain hanyalah menelan api
cabang. neraka ke dalam perutnya."
4. Adanya ‘illat (‫)اﻟﻌﻠﺔ‬, yakni suatu sifat atau Karena itu ditetapkan pulalah haram hukumnya
keadaan yang menjadi alasan/dasar penetapan menjual harta anak yatim. Dari kedua peristiwa
hukum pada pokok dan ‘illat ini juga terdapat

3 Ibid, hlm. 198. 5 Lihat: Alyasa Abubakar, Hukum Islam di Indonesia,


4 Ibid, hlm.198. hlm. 179.
ini nampak bahwa hukum yang ditetapkan pada
ashl sama pantasnya dengan hukum yang Cara Menemukan ‘Illat Hukum
ditetapkan pada far'. ‘Illat menurut bahasa berarti sakit, penyakit.
b. Qiyas Khafy, yaitu qiyas yang 'illatnya mungkin Bisa pula berarti sebab atau karena.6 Para
dijadikan 'illat dan mungkin pula tidak dijadikan Ushuliyyin memberikan pengertian terhadap ‘illat,
'illat, seperti mengqiyaskan sisa minuman burung yaitu sifat yang ada pada ashl yang sifat itu
kepada sisa minuman binatang buas. "Illatnya menjadi dasar untuk menetapkan hukum ashl
ialah kedua binatang itu sama-sama minum serta untuk mengetahui hukum pada far' yang
dengan mulutnya, sehingga air liurnya bercampur belum ditetapkan hukumnya.
dengan sisa minumannya itu. 'Illat ini mungkin Adanya ‘illat hukum itu sangat penting dan
dapat digunakan untuk sisa burung buas dan menentukan, untuk dapat diterapkannya suatu
mungkin pula tidak, karena mulut burung buas qiyas. Suatu kesimpulan tidak dapat ditarik secara
berbeda dengan mulut binatang buas. Mulut qiyas, jika tidak ada persamaan antara ‘illat pada
burung buas terdiri dari tulang atau zat tanduk. kasus yang satu dengan kasus yang lain.
Tulang atau zat tanduk adalah suci, sedang mulut Untuk mencari ‘illat, dilakukan beberapa cara,
binatang buas adalah daging, daging binatang yaitu:
buas adalah haram, namun kedua-duanya adalah 1. Nas yang menunjukkan, dalam hal ini nas
mulut, dan sisa minuman. Yang tersembunyi di sendiri yang menunjukkan bahwa suatu sifat
sini ialah keadaan mulut burung buas yang merupakan ‘illat hukum dari suatu kasus. ‘Illat
berupa tulang atau zat tanduk. yang demikian disebut ‘illat manshush 'alaihi.
2. Qiyas Dalalah, yaitu qiyas yang 'illatnya tidak Petunjuk nas tentang ‘illat hukum ada dua
disebut, tetapi merupakan petunjuk yang macam, yaitu; sharahah dan isyarah atau 'ima.
menunjukkan adanya 'illat untuk menetapkan a. Dalalah sharahah, yaitu penunjukkan lafazh
sesuatu hukum dari suatu peristiwa. Seperti harta yang terkandung dalam nas kepada Dalalah
kanak-kanak yang belum baligh, apakah wajib sharahah ‘illat hukum jelas sekali, karena lafazh nas
ditunaikan zakatnya atau tidak. Para ulama yang itu sendiri yang mennjukkan ‘illat hukumnya
menetapkannya wajib mengqiyaskannya kepada dengan jelas. Dalalah sharahah ada yang qath'i
harta orang yang telah baligh, karena ada (pasti) dan ada yang zhanni (dugaan kuat).
petunjuk yang menyatakan 'illatnya, yaitu kedua Dalalah sharahah yang qath'i, apabila
harta itu sama-sama dapat bertambah atau penunjukkannya secara pasti terhadap ‘illat
berkembang. Tetapi Madzhab Hanafi, tidak hukum. Misalnya firman Allah dalam surah An-
mengqiyaskannya kepada orang yang telah baligh, Nisa ayat 165:
ِ ‫ﱠﺎس ﻋﻠﻰ‬ ِ ِ ِ
namun kepada ibadah, seperti shalat, puasa dan ‫اﷲ ُﺣ ﱠﺠﺔٌ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟﱡﺮ ُﺳ ِﻞ‬ َ ِ ‫ُر ُﺳﻼً ُﻣﺒَ ﱢﺸ ِﺮﻳْ َﻦ َوُﻣْﻨﺬ ِرﻳْ َﻦ ﻟﺌَﻼﱠ ﻳَ ُﻜ ْﻮن ﻟﻠﻨ‬
sebagainya. Ibadah hanya diwajibkan kepada (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul
orang yang mukallaf, termasuk di dalamnya pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar
orang yang telah baligh, tetapi tidak diwajibkan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah
kepada anak kecil (orang yang belum baligh). Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.
Karena itu anak kecil tidak wajib menunaikan "Li'alla yakuna" dan "ba'da al-Rasul" merupakan
zakat hartanya yang telah memenuhi syarat-syarat illat hukum yang pasti, tidak mungkin dialihkan
zakat. kepada yang lain yang zhanni, apabila
3. Qiyas Syibh, yaitu qiyas yang far' dapat diqiyaskan penunjukkan nas kepada ‘illat hukum
kepada dua ashl atau lebih, tetapi diambil ashl berdasarkan dugaan yang kuat, karena
yang lebih banyak persamaannya dengan far'. kemungkinan dapat dibawa kepada ‘illat hukum
Seperti hukum merusak budak dapat diqiyaskan yang lain. Misalnya al-Qur’an dalam surah al-Isra
kepada hukum merusak orang merdeka, karena ayat 78:
‫ﺲ اِ َﱃ َﻏ َﺴ ِﻖ اﻟﻠﱠْﻴ ِﻞ‬ ِ ِ ِ ‫أﻗِ ِﻢ اﻟ ﱠ‬
kedua-duanya adalah manusia. Tetapi dapat pula ِ ‫ﱠﻤ‬
diqiyaskan kepada harta benda, karena sama-sama ْ ‫ﺼﻠﻮة ﻟ ُﺪﻟُْﻮك اﻟﺸ‬
merupakan hak milik. Dalam hal ini budak Dirikanlah shalat, karena matahari tergelincir sampai
diqiyaskan kepada harta benda karena lebih gelap malam...
banyak persamaannya dibanding dengan
diqiyaskan kepada orang merdeka. Sebagaimana
harta, budak dapat diperjualbelikan, diberikan 6 Muhammad bin Idris, al, Marbawi, Qamus al-Marbawi,
kepada orang lain, diwariskan, diwakafkan dan Surabaya, al-Hidayah, t.th. hlm. 38.
sebagainya.
Huruf "lam" pada kalimat "liduluki" adalah beribadah, dan menghindari jual beli bernajis
memiliki arti "disebabkan" atau "karena" dan dalam muamalah.
dapat pula berarti "setelah". Tetapi menurut Tahqiq al-Manath, yaitu menetapkan ‘illat hukum
dugaan yang kuat jika huruf "lam" itu diartikan pada ashl, maksudnya sepakat menetapkan
dengan "karena" maka akan memperjelas maksud ‘illat pada ashl, baik berdasarkan nas atau
dari ayat tersebut. tidak, kemudian ‘illat itu disesuaikan dengan
b. Dalalah Isyarah atau "ima, adalah petunjuk yang ‘illat far'. Misalnya ‘illat potong tangan bagi
dipahami dari sifat yang menyertainya. Jika pencuri, yaitu mengambil barang orang lain
penyertaan sifat itu tidak dapat dipahamkan, secara sembunyi pada tempat
maka tidak ada gunanya menyertakan sifat itu. penyimpanannya, hal ini sepakat para ulama.
Misalnya al-Qur'an dalam surah al-Baqarah ayat Tetapi jika diterapkan pada far', yaitu
222: hukuman pencuri kain kafan dalam kubur.
...‫َوﻻَ ﺗَـ ْﻘَﺮﺑـُ ْﻮُﻫ ﱠﻦ َﺣ ﱠﱴ ﻳَﻄْ ُﻬْﺮ َن‬ Maka menurut ulama Malikiyah dan Syafi'iyah,
Dan janganlah kamu mendekati mereka sehingga pencuri tersebut potong tangannya,
mereka suci... sedangkan menurut ulama Hanafiyah tidak
Pada ayat di atas diterangkan bahwa dipotong tangannya, karena ia tidak dapat
"kesucian" merupakan batas (‘illat) kebolehan dikatakan pencuri.
suami mencampuri isterinya. Dengan demikian, Tanqih al-Manath, yaitu mengumpulkan sifat-
dalalah isyarah atau 'ima pada ayat di atas adalah sifat yang ada pada ashl dan sifat-sifat yang ada
membedakan antara dua hukum dengan batasan pada far', kemudian dicari sifat-sifat yang
(ghayah). sama. Sifat-sifat yang sama itulah dijadikan
2. Ijma' yang menunjukkan, maksudnya bahwa ‘illat hukum. Sedangkan sifat-sifat yang
‘illat itu ditetapkan dengan ijma’. Misalnya berbeda ditinggalkan. ‘Illat semacam ini
belum baligh menjadi ‘illat dikuasainya oleh diketahui setelah ‘illat tersebut muncul lewat
wali harta anak yang belum dewasa. ‘Illat ini penalaran akal, sehingga disebut pula ‘illat al-
disepakati leh para ulama. mustanbathah. Untuk itu diperlukan suatu
3. Dengan penelitian/ijtihad, yaitu illat yang proses tersebut, dengan tiga tahap.
diketahui melalui penelitian atau ijtihad, a. tahap identifikasi ‘illat
adalah ‘illat yang diketahui melalui empat cara, b. tahap seleksi ‘illat
yaitu. Pertama, al-Munasabah atau takhrij al- c. tahap penetapan ‘illat.
Manath, Kedua, Tahqiq al-Manath, Ketiga, tanqih Contohnya adalah penetapan ‘illat wali dalam
al-Manath, dan Keempat, al-Sabru wal al-Taqsim. akad nikah. Tahap pertama adalah takhrij ‘illat,
Al-Munasabah, yaitu persesuaian antara yang mengidentifikasi seluruh hal yang
sesuatu hal, keadaan atau sifat dengan berkaitan dengan perempuan yang harus ada
perintah atau larangan. Yang termasuk walinya, meliputi jenis kewanitaannya,
munasabah adalah; Memelihara agama (at- kelemahannya, kedudukannya sebagai anak
Taubah ayat 29), Memelihara jiwa (al-Baqarah yang belum dewasa atau sudah dewasa,
ayat 179), Memelihara akal (al-Maidah ayat statusnya sebagai wanita yang belum kawin
91), Memelihara keturunan (an-Nur ayat 1-3) atau sudah kawin. Setelah itu melangkah ke
dan Memelihara harta benda (al-Baqarah ayat tahap kedua tanqih ‘illat, yakni menyeleksi satu
275). Kelima hal ini adalah termasuk dharury. persatu hal-hal tersebut, maka ditemukan
Adapun pada tingkatan hajjy, baik dalam bidang sebagai berikut:
ibadah maupun muamalah. Dalam bidang a. jenis kewanitaan saja tidak dapat menjadi
ibadah dibolehkannya mengqadha puasa ‘illat karena tidak semua wanita diharuskan
Ramadhan bagi orang yang musafir, punya wali dalam nikahnya.
sedangkan dalam bidang muamalah misalnya b. kelemahan wanita juga tidak menjadi ‘illat
bolehnya jual beli salam. Hal yang termasuk wali dalam akad nikah, karena wanita yang
tingkatan hajjy ini adalah sebagai pelengkap kuat pun harus dinikahkan oleh walinya.
untuk kesempurnaan masalah dharury. c. kedudukan sebagai anak juga tidak menjadi
Sedangkan pada tingkatan tahsiny, adalah ‘illat, baik dewasa ataupun anak-anak,
perhiasan baik dalam ibadah maupun dalam karena terkadang yang menjadi wali itu
muamalah, seperti berpakaian rapi dalam bukan bapak, melainkan saudara laki-laki
atau paman.
d. status wanita yang belum kawin inilah yang demikian, para ulama menetapkan ‘illat riba fadl
menjadi ‘illat. adalah ukuran yaitu takaran atau timbangan.
Setelah menempuh seleksi ‘illat di atas, proses
berikutnya ialah tahqiq ‘illat (pengukuhan ‘illat) Pembagian 'Illat
dengan menetapkan satu hal yang menjadi ‘illat Ditinjau dari segi ketentuan pencipta hukum
setelah menyeleksi hal-hal yang diduga menjadi (syari') tentang sifat apakah sesuai atau tidak
‘illat, yang terseleksi haruslah memiliki semua dengan hukum, maka ulama Ushul Fiqh
cirri-ciri: membaginya kepada empat bagian, yaitu:
a. Merupakan sifat dasar sesuai dengan tabiat 1. Munasib mu'tsir, yaitu persesuaian yang
dan esensinya. diungkapkan oleh syara' dengan sempurna,
b. Sesuatu yang bersifat nyata, jelas dan tidak atau dengan perkataan lain bahwa pencipta
boleh yang samar-samar atau tersembunyi. hukum (syari') telah menciptakan hukum
c. Ada kesesuaian, yakni sifat ‘illat itu relevan sesuai dengan sifat itu, seperti firman Allah
dengan persoalan yang tengah di bahas SWT dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat
hukumnya. 222:
‫ﺾ‬ِ ْ‫ﱢﺴﺎءَ ِﰱ اْﳌ ِﺤﻴ‬ ِ ْ َ‫ﺾ ﻗُﻞ ُﻫﻮ اَذى ﻓ‬ ِ
َ ْ ِ ْ‫ﻚ َﻋ ِﻦ اْﳌَﺤﻴ‬
َ ‫ﺎﻋﺘَﺰﻟُﻮا اﻟﻨ‬ َ َ‫َوﻳَ ْﺴﺌَـﻠُ ْﻮﻧ‬
d. Berada pada posisi yang paling kuat di
antara segala hal yang diduga sebagai ‘illat. َ
Pada contoh kasus di atas, yang menjadi ‘illat
...‫ِوﻻَﺗَـ ْﻘ َﺮﺑـُ ْﻮُﻫ ﱠﻦ َﺣ ﱠﱴ ﻳَﻄْ ُﻬ ْﺮ َن‬
wali dalam akad nikah adalah status kewanitaan "Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah
yang belum kawin, karena di antara semua hal haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu
yang disebutkan satu-satunya hal yang memiliki hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
kesesuaian ciri-ciri secara kolektif adalah status waktu haid."
sebagai wanita yang belum kawin. Pada ayat di atas Allah SWT (sebagai syari') telah
Al-Sabru wa al-Taqsim, yaitu meneliti menetapkan hukum, yaitu haram mencampuri
kemungkinan-kemungkinan sfat-sifat pada suatu isteri yang sedang haid. Sebagai dasar
kasus, kemudian memisah-misah di antara sifat- penetapan hukum itu ialah kotoran, karena
sifat itu, yang paling tepat dijadikan sebagai ‘illat kotoran itu dinyatakan dalam firman Allah
hukum. al-Sabru wa al-Taqsim dilakukan apabila SWT di atas sebagai 'illatnya. Kotoran sebagai
ada nas yang menerangkan tentang suatu kasus, sifat yang menjadi sebab haram mencampuri
tetapi tidak ada nas yang menerangkan ‘illatnya. isteri yang sedang haid adalah sifat yang sesuai
Misalnya Sunnah Nabi Saw. tentang harta dan menentukan penetapan hukum.
ribawi: 2. Munasib mulaim, yaitu persesuaian yang
‫ﻀﺔُ ﺑِﺎْ ِﻟﻔﻀ ِﱠﺔ َواﻟْﺒُـﱡﺮ ﺑِﺎﻟْﺒُـﱢﺮ َواﻟﺸﱠﻌِﻴْـ ُﺮ‬ ِ‫ﺐ و‬
‫اﻟﻔ ﱠ‬ ِ ِ ‫اﻟ ﱠﺬ َﻫ‬
َ ‫ﺐ ﺑﺎﻟ ﱠﺬ َﻫ‬ ُ
diungkapkan syara' pada salah satu jalan saja.
Maksudnya ialah persesuaian itu tidak
‫ﱠﻤ ِﺮَو اْﳌِﻠْ ُﺢ ﺑِﺎﻟْ ِﻤﻠْ ِﺢ ِﻣﺜْﻼً ﲟِِﺜْ ٍﻞ َﺳ َﻮاءً ﺑِ َﺴ َﻮ ٍاء ﻳَ ًﺪا‬
‫ﺘ‬ ‫ﺎﻟ‬ِ‫ﺑِﺎﻟﺸﱠﻌِ ِْﲑ واﻟﺘﱠﻤﺮ ﺑ‬
َ َُ َ diungkapkan syara' sebagai 'illat hukum pada
ِ ِ ِ ٍ
‫ﻒ ﺷﺌْﺘُ ْﻢ إذَا َﻛﺎ َن ﻳَ ًﺪا‬ ِ ِ
َ ْ‫ﻒ ﻫﺬﻩ اْﻻَ ْﺟﻨَﺎس ﻓَﺒْﻴـﻌُ ْﻮا َﻛﻴ‬ ْ ‫ﺑِﻴَﺪ ﻓَﺈذَا‬
َ َ‫اﺧﺘَـﻠ‬ masalah yang sedang dihadapi, tetapi
‫ﺑِﻴَ ٍﺪ‬
diungkapkan sebagai 'illat hukum dan disebut
dalam nash pada masalah yang lain yang
Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum sejenis dengan hukum yang sedang dihadapi.
dengan gandum, padi dengan padi, kurma dengan kurma, Contohnya, ialah kekuasaan wali untuk
garam dengan garam, hendaklah sama jenisnya, sama mengawinkan anak kecil yang di bawah
ukurannya lagi kontan, apabila berbeda jenisnya, maka perwaliannya tidak ada nas yang menerangkan
juallah menurut kehendakmu, bila hal itu dilakukan 'illatnya. Pada masalah lain yaitu pengurusan
dengan kontan (H.R Muslim). harta anak yatim yang masih kecil, syara'
Rasulullah Saw., berdasarkan Sunnah di atas, mengungkapkan keadaan kecil sebagai 'illat
menetapkan haramnya riba fadl, tetapi tidak ada hukum yang menyebabkan wali berkuasa atas
nas yang lain atau ijma' yang menetapkan ‘illat. harta anak yatim yang berada di bawah
Para mujtahid mencari sifat-sifat dari enam perwaliannya itu. Berdasarkan pengungkapan
macam yang disebutkan dalam Sunnah itu, syara' itu maka keadaan kecil dapat pula
kemudian menetapkan sifat yang sama yang dijadikan 'illat untuk menciptakan hukum
patut dijadikan ‘illat. Maka yang diperoleh hanya pada masalah lain, seperti penetapan
satu sifat yang dipunyai oleh enam macam kekuasaan wali dalam mengawinkan anak
tersebut, yaitu sifat yang dapat dipastikan dengan yatim yang berada di bawah perwaliannya.
ukurannya baik timbangan atau takaran. Dengan
3. Munasib mursal, yaitu munasib yang tidak tangan. Hukuman ini termaktub dalam surah al-
dinyatakan dan tidak pula diungkapkan oleh Maidah ayat: 38.
syara'. Munasib mursal berupa sesuatu yang ‫واﻟ ﱠﺴﺎ ِر ُق واﻟ ﱠﺴﺎ ِرﻗَﺔُ ﻓَﺎﻗْﻄَﻌﻮاْ أَﻳْ ِﺪﻳـﻬﻤﺎ ﺟﺰاء ِﲟَﺎ َﻛﺴﺒﺎ ﻧَ َﻜﺎﻻً ﱢﻣﻦ اﻟﻠّ ِﻪ واﻟﻠّﻪ‬
ُ َ َ ََ ََ َ َُ ُ َ َ
nampak oleh mujtahid bahwa menetapkan
﴾ ٣٨ ﴿ ‫ﻴﻢ‬ ِ‫ﻋ ِﺰﻳﺰ ﺣﻜ‬
hukum atas dasarnya mendatangkan ٌ َ ٌَ
kemaslahatan, tetapi tiada dalil yang Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
menyatakan bahwa syara' membolehkan atau potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
tidak membolehkannya, seperti membukukan apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
al-Qur'an atau mushhaf, tidak ada dalil yang Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
membolehkan atau melarangnya. Tetapi Bijaksana.
Khalifah Utsman bin Affan melihat
kemaslahatannya bagi seluruh kaum muslimin, Pada nas tersebut, jelas ‘illat dari hukum
yaitu Al-Qur'an tidak lagi berserakan karena potong tangan adalah “pencurian”. Dihukum
telah tertulis dalam satu buku serta dapat potong tangan bagi pencuri sesuai dengan
menghindarkan kaum muslimin dari hikmah hukum yaitu terpelihara harta manusia
kemungkinan terjadinya perselisihan tentang (hifdhul mal). Begitu pula hukuman qishah bagi
dialek al-Qur'an . pembunuhan secara sengaja.7 yaitu pembunuh
4. Munasib mulghaa, yaitu munasib yang tidak yang tidak dimaafkan oleh pihak keluarga
diungkapkan oleh syara' sedikitpun, tetapi ada korban hukuman baginya dibunuh
petunjuk yang menyatakan bahwa (qishas/setimpal) ‘illat hukumnya adalah
menetapkan atas dasarnya diduga dapat pembunuhan sengaja, sesuai dengan hikmah
mewujudkan kemaslahatan. Dalam pada itu hukumnya, yaitu terpelihara nyawa manusia.
syara' tidak menyusun hukum sesuai dengan Hukuman dera delapan puluh kali dera bagi
sifat atau 'illat tersebut, bahkan syara' penuduh zina (had qadhaf)8 ‘illat hukumnya adalah
memberi petunjuk atas pembatalan atas sifat penuduhan yang telah memenuhi persyaratan
tersebut. Sebagai contohnya, ialah kedudukan hudud sesuai dengan hikmah hukum akan
laki-laki dan perempuan dalam kerabat. pentingnya memelihara kehormatan orang lain.
Kemudian atas dasar persamaan itu mungkin Keringanan bagi orang melakukan perjalanan
dapat ditetapkan pula persamaan dalam (musafir) untuk meng-qashr shalat (meringkas
warisan. Tetapi syara' mengisyaratkan jumlah rakaat shalat yang empat menjadi dua
pembatalannya dengan menyatakan bahwa rakaat)9 yang ‘illat hukumnya adalah melakukan
bagian laki-Iaki adalah dua kali bagian
perempuan. 7 Al-Baqarah ayat 108 :Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
Aplikasi ‘Illat Terhadap Perubahan Hukum orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
Fikih orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita
Allah dalam memberi khitab kepada mukallaf dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat
yang berupa hukum termuat dalam nas selalu suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
mengandung ‘illat dan hikmah hukum. Oleh hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat)
karena itu para ulama ushul fikih membuat suatu kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik
Qaidah Fiqhiyyah yang berbunyi bahwa : (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
.‫ْﻢ ﻳَ ُﺪ ْوُر َﻣ َﻊ اﻟﻌِﻠﱠ ِﺔ ُو ُﺟ ْﻮ ًدا َو َﻋ َﺪ ًﻣﺎ‬
ُ ‫اﳊُﻜ‬
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
Hukum itu berputar bersama illatnya dalam siksa yang sangat pedih.
mewujudkan dan meniadakan hukum. 8 An-Nur ayat 4 : Dan orang-orang yang menuduh
‘Illat hukum itu selalu sesuai dengan hikmah wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
hukum, hikmah itulah yang menjadi tujuan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
disyariatkannya hukum. Oleh karena itu sesuatu deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh
yang di nilai sebagai ‘illat suatu hukum apabila kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
terjadi munasabah dengan hikmah, tetapi ‘illat itu orang-orang yang fasik.
akan tertolak, jika ‘illat itu tidak munasabah dengan 9 An-Nisa ayat 101: Dan apabila kamu bepergian di
hikmah hukum. muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
Dalam nas, bagi pencuri yang memenuhi menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut
persyaratan hudud sanksinya adalah dipotong diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
perjalanan mengandung hikmah menghindari pada masa khalifah Umar bin Khattab r.a.
kesukaran (masyaqqah). Dengan demikian ‘illat yang ‘illat pembagiannya adalah agar tidak
hukum itu bersesuaian dengan hukum, dan menjadi monopoli orang-orang kaya saja12
hikmah dari pensyariatan adalah untuk Pada masa Rasul, kebun-kebun orang Yahudi
mewujudkan kemaslahatan dan menolak yang kalah perang di Madinah dan Khaibar
kemudaratan. dibagi bagikan kepada kaum muslimin. Tetapi
Apakah suatu hukum dalam fikih dapat terus Umar r.a, tidak mau membagi lahan lahan
berlaku sepanjang masa, dan ataukah dapat pertanian di Irak yang demikian subur dan
berubah. Hukum yang diperoleh dengan ijtihad luas setelah selesai perang. Ijtihad Umar r.a.,
baik hasil dari interpretasi ‘illat yang ditunjuk oleh pembagian itu akan melahirkan sekelompok
nas maupun yang tidak ditunjuk oleh nas ada orang kaya baru yang justru dihindari oleh al-
kemungkinan untuk terjadinya perubahan. Quran. Tanah tersebut harus jadi milik
Perubahan hukum fikih disebabkan oleh tiga hal Negara dan disewakan kepada penduduk.
yaitu: 1). Interpretasi tentang ‘illat hukum itu Hasil sewa inilah yang dibagikan kepada orang
sendiri yang berubah sesuai dengan orang yang tidak mampu dan pihak pihak
perkembangan pemahaman terhadap petunjuk yang memerlukan bantuan keuangan dari
nas yang menjadi landasannya; 2). Ketentuan Negara. Perubahan hukum pembagian harta
fikih yang telah berlaku diubah menjadi fay’ tersebut dilakukan oleh Umar bin Khattab
ketentuan fikih yang lain untuk mewujudkan r.a. tetap mendasari atas ‘illat pembagian harta
tujuan ‘illat pensyariatannya.10 3). Dan hukum fay’ pada masa Rasulullah Saw. yaitu harta fay’
fikih menjadi luas karena ‘illat sebagai porosnya jangan terpusat pada orang-orang kaya.
diperluas (kondisi, sifat dan ukurannya) Peristiwa hukum fikih pada masa Umar r.a.
sedangkan nama ‘illat yang diperluas tersebut sebagaimana yang tersebut di atas jika
tidak berubah. dirincikan yaitu: 1). ‘Illat membagikan harta
1. Sesuatu yang selama ini dianggap sebagai ‘illat fay’: agar tidak menjadi harta yang dimonopoli
hukum dalam fikih, akan tetapi seiring dengan oleh orang orang kaya; 2). Bentuk pelaksanaan
berkembang pemahaman terhadap dalil nas hukum masa Rasulullah: harta fay’ dibagikan
landasannya ditemukanlah ‘illat hukum fikih langsung kepada orang Islam; 3). Bentuk
yang lain. Sebagai contohnya adalah pelaksanaan hukum masa Umar r.a.: harta fay’
interpretasi tentang ‘illat zakat hasil tidak dibagikan secara langsung kepada orang
pertanian/tanaman. Yang biasa diinterpretasi Islam tetapi harta tersebut dikelola oleh
sebagai ‘illatnya adalah makanan pokok, dapat Negara dan hasilnya dibagikan kepada orang
disimpan lama, dapat ditimbang atau ditakar, yang tidak mampu dan kepada orang yang
atau hasil dari tanaman yang ditanam. Akan memerlukan keuangan dari Negara.
tetapi, sekarang para ulama lebih populer 3. Ketentuan hukum fikih menjadi luas karena
dengan pendapat bahwa ‘illat tersebut adalah ‘illat yang mendasari atasnya diperluas baik
produktif (al-nama’). Jadi, semua tanaman yang dalam aspek kondisi, sifat dan ukurannya
produktif wajib dikeluarkan zakatnya.11 sedangkan ‘illat tersebut namanya tidak
2. Ketentuan hukum fikih yang telah berlaku berubah. Cotohnya, tentang penerima zakat,
diubah menjadi ketentuan hukum fikih yang ulama dahulu cenderung berhenti pada
lain untuk mewujudkan tujuan ‘illat penggunaan metode bayani (memahami secara
pensyariatannya. Untuk memelihara tujuan bahasa) semata, dan jika dikaitkan dengan
syariat, suatu ketentuan hukum yang telah realita sekarang beberapa golongan penerima
diberlakukan berdasarkan atas ‘illat syariat
diubah dalam bentuk ketentuan hukum yang 12 Al-Hasyr ayat 7: Harta rampasan fay’ yang diberikan
lain. Contohnya pembagian tanah fay’ di Irak Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari
penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah,
Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang
10 Al Yasa Abubakar, Tesis: Metode Istinbath Fiqih di miskin dan untuk orang-orang yang dalam
Indonesia (Kasus–Kasus Majelis Muzakarah Al Azhar), perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1987), hlm. 44- antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa
45. yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan
11 Al Yasa Abubakar, Hukum Islam Di Indonesia apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Pemikiran Dan Praktek, Pengantar Juhaya S. Praja, Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
(Bandung: Rosda Karya, 1991), hlm. 181. sangat keras hukuman-Nya.
zakat tidak ditemukan lagi. Misalnya golongan perjalanan sebagai ‘illatnya diukur berdasarkan
riqab. Riqab yang populer dipahami adalah atas “jarak tempuh”. Jarak tempuh yang
pembebasan budak. Perbudakan secara membolehkan qashar shalat adalah jarak tempuh
harfiah (seperti masa feodal dahulu) pada dua marhalah, sama dengan empat barid, sama
masa modern telah dihapuskan sehingga dengan 16 farsakh (satu farsakh sama dengan tiga
secara resmi tidak ada lagi. Akan tetapi jika mil dan satu mil sama dengan 12.000 kaki), yaitu
diperhatikan secara seksama, perilaku yang perjalanan satu hari satu malam secara terus
mencerminkan keadaan perbudakan masih menerus, atau dua hari satu malam sekiranya
nampak sampai sekarang. Oleh sebab itu, beristirahat pada malam hari. Dengan ukuran kita
untuk mewujudkan tujuan syariat, menalar sekarang jarak tempuh tersebut adalah sekitar 80
tentang riqab sebagai ‘illat penerima zakat km.16 Untuk masa kini alat transportasi yang
adalah sebuah keharusan bagi fukaha masa sudah beragam dengan kecepatan yang sangat
kini. cepat (pesawat terbang, kereta api cepat, mobil
Untuk menemukan riqab dalam konteks dan lain-lain) dibanding dengan alat tansportasi
sekarang ini, pendekatan multidisipliner adalah masa Rasulullah Saw. (unta, kuda, keledai)
cara yang harus dilakukan oleh para mujtahid. mungkin ukuran perjalanan sebagai ‘illat
Fakta menunjukkan, orang-orang yang hidup kebolehan qasr shalat akan lebih tepat kalau jarak
dalam “belenggu” pihak lain karena kontrak perjalanannya diukur dengan “waktu tempuh”.
kerja atau orang-orang yang “ditawan dan Perjalanan yang membolehkan qasr shalat adalah
dipaksa melakukan sesuatu yang tidak sah” yang perjalanan yang memakan waktu selama satu hari
sekarang disebut dengan “trafficking” masih ada. satu malam jika perjalanannya tanpa istirahat,
Berdasarkan fakta tersebut, keberadaan riqab atau satu hari dua malam jika perjalanan tersebut
sebagai ‘illat penerima zakat masih ada sampai dilakukan ada istirahat diperjalanan.17
sekarang, jika fakta-fakta tersebut secara
‘kebiasaan dikategorikan sebagai bagian dari Kesimpulan
praktek perbudakan.13 Dari contoh ini, jika Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
korban trafficking dan orang yang hidup dalam disimpulkan, bahwa qiyas adalah Menerapkan
belenggu orang lain karena kontrak kerja seperti hukum yang terdapat pada ashl (pokok) kepada
para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri far’ (cabang), karena terdapat kesamaan ‘illat
dikatagorikan sebagai budak meskipun sistem hukum antara keduanya. Qiyas sebagai metode
perbudakannya tidak sama dengan perbudakan penggalian hukum Islam sangat tergantung
masa feodal, maka ‘illat pentasyri’an-nya masih dengan ‘illat hukum. Untuk mengetahui ‘illat
tetap namanya yaitu membebaskan budak (riqab), hukum dilakukan beberapa cara, yaitu: Pertama,
akan tetapi cakupan illatnya yang berubah yaitu nas yang menunjukkan ‘illat hukum. Kedua, ijma’
para korban trafficking dan para TKI di Negara dan ketiga,dengan penelitian/ijtihad. ‘Illat hukum
asing. Maksudnya hukumnya adalah, jika cakupan itu dalam pembagiannya, yaitu; Munasib mu'tsir,
‘illat tersebut diberlakukan maka anggaran untuk Munasib mula’im, Munasib mursal, Munasib mulghaa.
pembebasan korban trafficking dan TKI yang Meskipun qiyas sebagai salah satu metode
ditindas oleh majikan di negeri orang bisa diambil penggalian hukum Islam, tetapi para ulama masih
dananya dari zakat.14 berselisih pendapat dalam kehujjahannya. Jumhur
Ada ‘illat hukum yang namanya masih tetap ulama menjadikannya hujjah dalam penggalian
namun ukurannya berubah Mengenai ‘illat hukum Islam, sedangkan ulama al-Nazhzham,
hukum ini salah satu contoh nya adalah ‘illat Dawud al-Zhahir, Syi’ah Imamiyah tidak
kebolehan qashar (meringkas) shalat yang empat mengakuinya.
rakat menjadi dua rakaat yaitu safr (orang yang
melakukan perjalanan)15 Selama ini ukuran Daftar Pustaka :
Abu Bakar, Syamsuddin Abu Abdillah
13 Jabbar Sabil. Menalar Hukum Tuhan, (Banda Aceh: Muhammad Ibn al-Qayyim al-Jauziyah,
LKAS, 2009), hlm. xxiii I'lamul Muwaqqiin an-Rabbil Alamin, Beirut:
14 Dana zakat yang dihimpun oleh Badan Amil Zakat. Daru al-Jail, t.th.
15 An-Nisa ayat 101 : 101. Dan apabila kamu bepergian
di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang- 16 Jabbar, Op.Cit hlm. xx.
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. 17 Ibid, hlm. xxi
Abubakar, Al Yasa, Tesis: Metode Istinbath Fiqih di Manzur, Lisan al-'Arab, Beirut, Darul al-Shadr,
Indonesia (Kasus-Kasus Majelis Muzakarah Al t.th.
Azhar), Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, Marbawi, Muhammad bin Idris, al, Qamus al-
1987. Marbawi, Surabaya, al-Hidayah, t.th.
_______________, Hukum Islam Di Indonesia Muhammad bin Ali bin al-Thaib, Abi al-Hasan,
Pemikiran Dan Praktek Pengantar Juhaya S. al-Mu'tamad fi Ushul al-Fiqh, Beirut, Dar al-
Praja, Bandung: Rosda Karya, 1991. Kutub al-Ilmiyyah, t.th.
Abu Dawud, Sulaiman bin Asy'ats, Sunan Abu Munawwar, Warson, al, Kamus al-Munawwar,
Dawud, Mekkah, Dar al-Baz, t.th. Surabaya, Pustaka Progresif, 1984.
Abu Zahrah, Muhammad, al Imam, Ushul Fiqh, Muslim, al-Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj
Beirut, Dar al-Fikri, 1958 bin Muslim al-Qusyairi, Shahih Muslim,
Amidi, al, al-Ihkam fi Ushûl al-Ahkam, Qahirah, Mesir, Dar al-Fikri, 1996
Muwassasah al-Halabi wa al-Syirkah li al- Muzeid, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta, Pustaka
Nasyr wa al-Tauzy', t.th. Firdaus, 1994.
A. Rahman, Asymuni, Qawaid al-Fiqhiyyah, Razy, Fakhruddin, al, al-Mabshul fi 'Ilmi al-Ushul,
Jakarta, Bulan Bintang, 1976 Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999.
Bakri, Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syari'ah al- Sabil, Jabbar, Menalar Hukum Tuhan, Banda Aceh,
Syatibi, Jakarta PT. Grafindo, 1996l LKAS, 2009.
Baihaqi, al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Syaukani, Muhammad bin Ali, Irsyad al-Fuhul ila
Husain, al, Sunan Kubra, Beirut, Daru al- Tahqiq al-Haqq min 'Ilmi al-Ushul, Beirut, Dar al-
Ma'arif, t.th. Fikri, t.th.
Bukhari, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Syafi'i, Muhammad bin Idris, al-Imam, al-Umm,
Ismail, al, Shahih al-Bukhari, Mesir, Dar al- Beirut, Daru al-Fikri, t.th.
Fikri, t.th. ______________________, al-Risalah, Jakarta,
Darul Quthni, al-Hafizh Ali bin Umar, Sunan Pustaka Firdaus, 1992
Darul Quthni, Beirut, Dar al-Ma'arif, t.th. Syafi'i Rahmat, Ilmu Ushûl Fiqh, Bandung, CV.
Departemen Agama, Al-Qur'ân dan Terjemahnya, Pustaka Setia, 1999
Jakarta, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al- Syatibi, Abu Ishaq Ibrahim bin Yusuf, al, al-
Qur'ân, 1984. Muwafaqat fi Ushûl al-Syar'iyyah, Beirut, Dar
_______________, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, al-Ma'arif, 1975
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Thabari, Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir
PT. IAIN, Binbaga Islam, 1987. al, Ikhtilaf al-Fuqaha, Beirut, Dar al-Kutub
Din, Zaky. al, Ushûl Fiqh al-Islamy, Mesir, Darul al-Ilmiyyah, t.th.
Ta'lif, 1965. Tirmizi, Abu Isa Muhammad bin Isa Surah, at,
Ghazali, Muhammad bin Muhammad, al, al- Sunan al-Tirmizi, Mesir, Daru al-Fkri, 1988
Mushtashfa min 'Ilmi al-Ushul, Beirut, Dar al- Ibnu Majah, al-Hafizh Abi Abdillah Muhammad
Fikri, t.th. bin Yazid al-Quzwini, Sunan Ibnu Majah,
Hakim, Muhammad Taqi, al, al-Ushûl al Ammah li Mesir, Daru al-Fikri, 1995
al-Fiqh al-Muqaran, Beirut, Daru al-Anshari, Ibnu Hazm, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Beirut,
1963. Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th.
Hasballah, Ali, Ushûl al-Tasyri' al-Islamy, Mesir, _____________,Mulakhasah Ibtal al-Qiyas wa al-
Darl Ma'arif, 1971 Ra’y wa al Istihsan wa al-Taqlid wa al-Ta’lil.
Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Damsyik, Jami’ah Damsyik, 1960.
RajaGrafindo Persada, 1998), h. 190. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, I'lamu al Muwaqqi'in,
Ishfahani, al-Raghib, al-Mu'jam Mufradat al Fazh Beirut, Dar al-Fikri, 1397 H.
Al-Qur'ân Beirut, Daru al-Fikri, 1392. Ifriqi, Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut, Dar
Khallaf, Abd al-Wahhab, Ilmu Ushûl Fiqh, al-Fikri, t.th
Kuwait, Daru al-Qalam, 1402 Yahya, Muktar dan Fatchur Rahman, Dasar -
Khudary Bek, Muhammad, Ushûl Fiqh, tj. Zaid Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,
H. Al-Hamid, Pekalongan, Raja Murah, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1997.
1982 Zuhaili, Wahbah, al, al-Fiqh al-Islamy wa
Mahmassani, Sobhi, Falsafat al-Tasyri' fi al-Islamy, Adillatuhu, Damsyiq, Dar al-Fikri, 2002
tj. Ahmad Sadjono, Bandung, PT. Ma'arif, _______________, Ushûl Fiqh al-Islamy,
1981 Damsyiq, Dar al-Fikri, 1406 H.

Anda mungkin juga menyukai