Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU BAGI PENEGAK

HUKUM DAN PIHAK TERKAIT MENGENAI SISTEM


PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)

HAK ANAK DAN PRINSIP PERLINDUNGAN


ANAK
Penulis:
Tim Penulis

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM


Jakarta 2018

1
Hak Cipta © Pada : (BPSDM Hukum dan HAM) Edisi Tahun (2018)

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum & HAM


Kementerian Hukum dan HAM RI
Jl. Raya Gandul-Cinere Jakarta Selatan 16512
Telp. (021) 754077, 7540124
Fax (021) 7543709

Hak Anak dan Prinsip Perlindungan Anak


Jakarta – Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum & HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI – 2018
35 hlm: 15 x 21 cm ISBN: xxx – xxxx – xx – x v i

2
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM
DAN HAM

SAMBUTAN

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga. Sebab, tentu karena petunjukNya jugalah sehingga Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM yang dikoordinir oleh Pusat
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (P4) Teknis dan Kepemimpinan BPSDM Hukum dan HAM
akhirnya berhasil menyelesaikan Revisi modul Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terpadu Sistem
Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sebagai instansi yang diberi mandat untuk menyelenggarakan Diklat
Terpadu SPPA, BPSDM menyambut baik terlaksananya revisi modul ini yang difokuskan pada penguatan
integrasi antara Aparat Penengak Hukum (APH) dalam implementasi UU SPPA.
Keterpaduan antara APH memang menjadi kata kunci untuk keberhasilan pelaksanaan prinsip
keadilan restoratif yang jadi pendekatan utama UU SPPA. Perpres No. 175 Tahun 2014 mengarahkan
Diklat Terpadu bertujuan untuk menyamakan persepsi dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan
Hukum (ABH) dalam SPPA, terutama meningkatnya pengetahuan yang sama bagi penegak hukum dan
pihak terkait tentang hak-hak anak, keadilan restoratif, dan diversi dalam SPPA; meningkatnya kompetensi
teknis APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH dalam SPPA dan terpenuhinya jumlah APH dan
pihak terkait dalam SPPA.
Tanpa keterpaduan, mustahil cita luhur untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah
menjadi tanggungjawab bersama kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak
atau the best interest of child harus selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak, termasuk
mereka yang sedang berhadapan dengan hukum. Bagaimana pun Anak adalah generasi penerus dan pewaris
masa depan yang dalam diri mereka melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Olehnya
melalui kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang
telah membantu proses revisi modul ini. Akhirnya, kami berharap modul ini dapat bermanfaat dan dapat
memberi kontribusi dalam meningkatkan kompetensi Penegak hukum dan pihak terkait lainnya.

Jakarta, Juni 2018


Kepala Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Hukum dan HAM

Dr. Drs. Mardjoeki Bc.IP, M.Si

3
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga Pusat Pengembangan Pendidikan
dan Pelatihan (P4) Teknis dan Kepemimpinan BPSDM Hukum dan HAM dapat menyelesaikan Revisi
modul Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Revisi terhadap
sebuah Modul Pendidikan, terutama berkaitan dengan Pendidikan hukum, menjadi sebuah keniscayaan,
karena hukum selalu dinamis mengikuti kondisi sosial masyarakat. Hal ini juga terjadi pada Modul Diklat
SPPA. Setelah rangkaian pelaksanaan Diklat Terpadu yang dilaksanakan sebelumnya, dirasakan ada
kebutuhan untuk terus memperkuat koordinasi dan integrasi di antara Aparat Penegak Hukum (APH) yang
bekerja di lapangan yang memang menjadi semangat utama UU SPPA.
Kebutuhan untuk memperkuat materi koordinasi dan integrasi APH di Modul revisi ini, tidak
terlepas dari disahkannya beberapa peraturan pelaksanaan yang diperintahkan UU SPPA. Semua Peraturan
Pelaksanaan yang sudah diterbitkan telah dimasukkan ke dalam materi modul. Untuk itu, diharapkan
melalui modul revisi ini, upaya penyamaan persepsi melalui Diklat Terpadu Bagi Penegak Hukum dan
Pihak Terkait Mengenai SPPA dapat terlaksana dengan lebih baik. Selanjutnya, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, khususnya para narasumber yang telah membantu proses
revisi modul. Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik,
saran dan kontribusi dari berbagai pihak tentu akan sangat membantu untuk perbaikan modul ini ke depan.
Akhirnya, kami berharap modul ini dapat bermanfaat dan dapat memberi kontribusi dalam meningkatkan
kompetensi Penegak hukum dan pihak terkait lainnya.

Depok, Juni 2018


Kepala Pusat Pengembangan
Pendidikan Dan Pelatihan (P4)
Teknis dan Kepemimpinan,

Andi Dahrif, S.H., M.H

DAFTAR ISI

SAMBUTAN 3
KATA PENGANTAR 4
BAB I 7
PENDAHULUAN 7
A. 6
B. 6
C. 6
D. 6
4
E. 7
F. 7
BAB II 10
LATAR BELAKANG SEJARAH KONVENSI HAK ANAK 10
A. 8
B. 9
C. 9
D. 10
E. 10
BAB II 14
HAK ANAK DALAM KONVENSI HAK ANAK DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
ANAK 14
A. 11
B. 13
C. 13
D. 15
E. 18
F. 18
BAB III 25
TANGGUNG JAWAB PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN ANAK 25
A. 20
B. 21
C. 22
D. 25
E. 25
BAB IV 34
PENUTUP 34
A. 25
B. 26

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain pemerintah
masyarakat, keluarga, dan khususnya orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.

Dalam rangka pemenuhan hak anak dan perlindungan terhadap anak khususnya anak yang
berhadapan dengan hukum, modul ini disusun sebagai salah satu materi yang akan diberikan bagi para
peserta Diklat Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Terpadu untuk membantu meningkatkan
pemahaman dan wawasan aparat penegak hukum dalam penanganan anak yang berhadapan dengan
hukum.

Modul ini berisi materi yang meliputi: pendahuluan, Hak anak dalam KHA dan Undang-
Undang Perlindungan Anak, Prinsip Konvensi Hak Anak, Pasal-pasal dalam KHA dan UUPA yang
berkaitan dengan ABH, Tanggung jawab pihak terkait dalam perlindungan anak yang berhadapan
dengan hukum.

Dengan mempelajari materi ini diharapkan peserta memahami hak-hak anak dan prinsip
perlindungan anak secara umum, dan lebih khusus anak yang berhadapan dengan hukum, sehingga
dalam melakukan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, aparat penegak hukum
mempunyai kompetensi yang cukup dan dapat bekerja dengan profesional serta akuntabel.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas mengenai Hak Anak dan Prinsi Perlindungan Anak yang meliputi Hak
anak dalam KHA dan Undang-Undang Perlindungan Anak, Prinsip Konvensi Hak Anak, Pasal-pasal
dalam KHA dan UUPA yang berkaitan dengan ABH, Tanggung jawab pihak terkait dalam
perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum.

C. Manfaat Modul
Setelah mempelajari modul ini para peserta diharapkan mampu memahami dan menidentifikasi
hak-hak anak dan prinsip perlindungan anaka, khususya anak yang berhadapan dengan hukum, sehingga
dapat dijadikan pertimbangan dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.

D. Tujuan Pembelajaran

Untuk mengukur keberhasilan modul ini dapat dilihat dari Indikator keberhasilan masing-maing
materi sebagai berikut:
1. Materi Sejarah Sejaran KHA: setelah mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan dengan baik
sejarah Konvensi Hak Anak (KHA) dan pengertian anak dalam berbagai Undang-Undang

6
2. Materi hak anak dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-Undang Perlindungan Anak: setelah
mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan dan mengidentifikasi Hak Anak dalam Konvensi
Hak Anak (KHA) dan hak anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
3. Materi prinsip-prinsip KHA : setelah mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan dengan baik
tentang prinsip Konvensi Hak Anak (KHA).
4. Materi Isi Pasal-pasal dalam KHA dan UUPA yang berkaitan dengan ABH: setelah mempelajari modul
ini peserta mampu menjelaskan hak anak yang berhadapan dengan hukum dalam Konvensi Hak Anak,
hak anak yang berhadapan dengan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak baik anaik
pelaku, anak korban maupun anak saksi.
5. Materi tanggung jawab pihak terkait dalam perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum: setelah
mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat
dan keluarga serta orang tua dalam perlindungan anak anak pelaku, anak korban dan anak saksi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Dalam modul hak anak dan prinsip perlindungan anak ini memuat materi poko dan sub materi
pokok sebagai berikut:
1. Latar belakang/Sejarah Konvensi Hak Anak
a. Sejarah KHA
b. Pengertian anak
2. Hak Anak dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak:
a. Hak Anak dalam Konvensi Hak Anak
b. Hak anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
3. Prinsip Konvensi Hak Anak
4. Isi Pasal-pasal dalam KHA dan UUPA yang berkaitan dengan ABH
a. Hak anak berhadapan dengan hukum dalam Konvensi Hak Anak
b. Hak anak berhadapan dengan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
c. Sanksi bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana terhadap anak
5. Tanggung jawab pihak terkait dalam perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum
Tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat dan keluarga serta orang tua dalam perlindungan:
a. anak pelaku
b. anak korban
c. anak saksi

F. Petunjuk Belajar
Materi dalam modul Hak Anak dan Prinsip Perlindungan Anak ini akan disampaikan dalam
durasi waktu selama 5 (lima) jam pelajaran. Setiap 1 (satu) jam pelajaran adalah selama 45 (empat
puluh lima) menit.

7
BAB II

LATAR BELAKANG SEJARAH KONVENSI HAK ANAK

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat mampu menjelaskan dengan baik
sejarah Konvensi Hak Anak dan pengertian anak dalam berbagai Undang-
Undang yang dibangun dalam penyelenggaraan Diklat SPPA terpadu ini.

A. Latar Belakang Sejarah Konvensi Hak Anak

Konvensi adalah kata lain dari treaty (traktat atau pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa
negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara yuridis dan politis. Oleh karena itu, konvensi merupakan
suatu hukum internasional atau biasa juga disebut sebagai ‘instrumen internasional’. Konvensi Hak Anak
adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal–hal
yang berhubungan dengan hak anak.

Gagasan mengenai hak anak bermula setelah berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas
penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-
anak, dimana para aktifis menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri penderitaan pengungsi, merawat
para pengungsi anak di Balkan, akibat kejamnya Perang Dunia I. Para aktifis perempuan melakukan protes
melalui pawai, mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang
menjadi korban perang.

Kemudian salah seorang aktifis perempuan tersebut, Eglantyne Jebb, mengembangkan 7 butir
gagasan/pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi oleh Save the Chidren Fund
Internasional Union yaitu:
1. Anak harus dilindungi dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan dan kepercayaan;
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material,
moral dan spritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh
harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus.diberi perumahan;
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/ pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan;
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari pogram kesejahteraan dan jaminan
sosial, nmendapatkan pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari
nafkah, serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi;
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian
sesama umat.
Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh
Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai”Deklarasi Janewa”.
Setelah berakhirnya perang dunia II, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi
Universal mengenai Hak Asasi Manusia (10 Desember). Peristiwa yang setiap tahun diperingati
sebagai”Hari Hak Asasi Manusia Sedunia” ini menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM.
Beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup dalam Deklarasi ini.

Pada tahun 1959, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali mengeluarkan Pernyataan
mengenai Hak Anak, merupakan deklarasi kedua.

8
Tahun 1979, saat dicanangkan “Tahun Anak Internasional”, pemerintah Polandia mengajukan
usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-
hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak oleh komisi HAM
PBB.

Tahun 1989 rancangan KHA selesai dirumuskan dan naskah akhir tersebut diadopsi dan disahkan
oleh Majelis Umum PBB dengan suara bulat pada tanggal 20 November 1989. Rancangan inilah yang kita
kenal sebagai Konvensi Hak Anak (KHA) seperti keadaan yang sekarang ini.

Tanggal 2 September 1990, KHA diberlakukan sebagai hukum internasional, sesuai ketentuan
Pasal 49 ayat 1, ”Konvensi Hak Anak ini akan diberlakukan pada hari ke-30 setelah tanggal diterimanya
oleh Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa instrumen ratifikasi atau keikut sertaan yang ke-20”.

B. Indonesia Meratifikasi KHA


Indonesia meratifikasi KHA denagan Keputusan Presiden No.36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990.
Tetapi KHA berlaku di Indonesia mulai 5 Oktober1990, sesuai Pasal 49 ayat 2,” Bagi tiap-tiap Negara yang
meratifikasi atau yang menyatakan keikut-sertaan pada Konvensi (Hak Anak) setelah diterimanya
instrumen ratifikasi atau instrumen keikut sertaan yang ke-20, Konvensi ini akan berlaku pada hari ke-30
setelah tanggal diterimanya instrumen ratifikasi atau instrumen keikut-sertaan dari Negara yang
bersangkutan”.

C. Pengertian Anak
Pengertian anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-Undangan yang berlaku di
Indonesia baik internasional maupun nasional sangat beragam, sesuai dengan kekhususannya. Pengertian
anak dalam modul ini perlu dijelaskan sebagai pengetahuan, perbandingan dan juga sebagai pertimbangan,
namun dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum lebih khusus pada undang-undang terkait.
a. Konvensi Hak-hak Anak: Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal
b. UU No 1 tahun 1974 ttg Perkawinan Pasal 7: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.
c. UU 4 Tahun 1979 ttg Kesejahteraan Anak: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
d. Menurut UU No.25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20: “Anak adalah orang laki-
laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun” Pasal 330 ayat (1) KUH Perdata “Seorang belum
dapat dikatakan dewasa jika orang tersebut umurnya belum genap 21 tahun, kecuali seseorang tersebut
telah menikah sebelum umur 21 tahun.“
e. UU NO 23 Tahun 2002 Jo Uu No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak: Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
f. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur
12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.
g. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
h. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat,
dan/atau dialaminya sendiri.
9
D. Latihan
Jelaskan sejarah secara singkat terbentuknyakonvensi hak anak!
1. Jelaskan sejarah secara singkat terbentuknyakonvensi hak anak!
2. Sejak kapan Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak?
3. Jelaskan pengertian anak menurut KHA dan beberapa hukum nasional!

E. Latar Belakang Sejarah Konvensi Hak Anak

1. Konvensi adalah kata lain dari treaty (traktat atau pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa
negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara yuridis dan politis.
2. Tahun 1979, saat dicanangkan “Tahun Anak Internasional”, pemerintah Polandia mengajukan usul
bagi perumusan suatu dokumen yang meletakan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-
hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak oleh komisi
HAM PBB.
3. Tahun 1989 rancangan KHA selesai dirumuskan dan naskah akhir tersebut diadopsi dan disahkan oleh
Majelis Umum PBB dengan suara bulat pada tanggal 20 November 1989. Rancangan inilah yang kita
kenal sebagai Konvensi Hak Anak (KHA) seperti keadaan yang sekarang ini.
4. Indonesia meratifikasi KHA denagan Keputusan Presiden No.36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990.
Tetapi KHA berlaku di Indonesia mulai 5 Oktober1990
5. UU No 23 Tahun 2002 Jo UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak: Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

10
BAB II

HAK ANAK DALAM KONVENSI HAK ANAK DAN UNDANG-UNDANG


PERLINDUNGAN ANAK

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat dapat mengidentifikasi dan


menjelaskan hak anak dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang
Perlindungan Anak, Isi Pasal dalam KHA dan UU Perlindungan Anak yang
Terkait dengan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum yang dibangun dalam
penyelenggaraan Diklat SPPA terpadu ini.

A. Hak Anak dalam Konvensi Hak Anak

Dalam hidup dan kehidupan ini setiap manusia termasuk anak mempunyai hak dan kebebasan.
Dalam Konvensi Hak Anak mendifinisikan bahwa Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18
tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai
lebih awal.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai
potensi mereka secara penuh. Hak hak anak menentukan bahwa anak tanpa diskriminasi harus dapat
berkembang secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di
lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka, dan berpartisipasi secara aktif di
masyarakat.
Konvensi Hak-Hak Anak ini merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak
sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa
bangsa pada tanggal 20 November 1989.
Dalam KHA banyak diatur tentang hak anak, semua hak anak dalam KHA, seperti pendidikan,
kesehatan dan gizi, bermain dan berekreasi, harus dapat dinikmati oleh setiap anak termasuk ketika mereka
sedang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan anak. Bagian khusus tentang anak yang
berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan anak adalah Pasal 40, 37(a), 37(b) – 37(d), dan 39.
Ditambah pasal lain yang juga penting yaitu pasal 3, 5, dan 12.
Dalam Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights of The Child) atau yang dikenal dengan
KHA isinya dapat dikelompokkan atau cluster sebagai berikut:
CLUSTER ISI
I: Langkah-Langkah ● Langkah legislatif, administratif, dan lain
Implementasi Umum sebagainya untuk pelaksanaan hak-hak anak
● Pasal 4 ● Sosialisasi ketentuan konvensi
● Pasal 42 ● Penyebarluasan laporan pelaksanaan konvensi
● Pasal 44 (6)

II: Definisi Anak Batas usia anak adalah di bawah 18 tahun


● Pasal 1
III: Prinsip-Prinsip Umum ● Prinsip non diskriminasi
● Pasal 2 ● Prinsip kepentingan terbaik anak
● Pasal 3 (1) (2) (3) ● Prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan
● Pasal 6 (1) (2) perkembangan anak
● Pasal 12 (1) (2)

IV: Hak-Hak dan Kebebasan Sipil 1. Hak atas nama, kebangsaan, dan mengetahui
● Pasal 7 (1) (2) dan diasuh oleh orangtuanya.
● Pasal 8 (1) (2) 2. Hak memiliki kewarganegaraan
● Pasal 13 (1) (2) 3. Hak mengeluarkan pendapat
● Pasal 14 (1) (2) (3) 4. Hak untuk bebas berpikir, berhati nurani, dan
● Pasal 15 (1) (2) beragama
● Pasal 16 (1) (2) 5. Hak untuk bebas berkumpul
● Pasal 17 (a) (b) (c) (d) (e)
11
● Pasal 37 (a) 6. Hak untuk tidak diganggu kehidupan
pribadinya
7. Hak memperoleh informasi
8. Hak untuk tidak menerima siksaan,
kekejakan, perlakuan, dan hukuman tidak
manusiawi
V: Lingkungan keluarga dan Hak atas bimbingan dari orangtua
Pengasuhan alternatif ● Tidak dipisahkan dari orangtua
● Pasal 5 ● Hak utk dipersatukan kembali dgn orangtua
● Pasal 18 (1,2), 9-11, 19-21 ● Dilindungi dari kekerasan dan penelantaran
● Pasal 27 (4), 39 orangtua; pemulihan bagi re-integrasi sosial
bagi anak yg mengalami kekerasan &
penelantaran orangtua
● Perlindungan bagi anak yg tak punya orangtua
● Adopsi
● Ditinjau secara periodik bagi anak yg
ditempatkan di lembaga asuhan
● Jaminan biaya hidup bagi anak yg
orangtuanya berpisah
VI: Kesejahteraan dan Kesehatan Dasar 1. Hak hidup, kelangsungan hidup dan
● Pasal 6 (1) (2) perkembangan anak
● Pasal 16 (1) (2) 2. Hak untuk tidak diganggu kehidupan
● Pasal 18 (3) pribadinya
● Pasal 23 (1) (2) (3) (4) 3. Hak pelayanan perawatan bagi anak yang
● Pasal 24 (1) (2a,b,c,d,e,f) (3) (4) orangtuanya bekerja
● Pasal 27 (1) (2) (3) 4. Hak anak yang cacat mental dan fisik
5. Hak menikmati status kesehatan tertinggi dan
memperoleh sarana perawatan penyakit dan
pemulihan kesehatan
6. Hak atas taraf hidup yang layak bagi
pengembangan fisik, mental, spiritual, moral,
dan sosial anak
VII: Pendidikan, Waktu Luang 1. Hak atas pendidikan, terutama pendidikan
Dan Budaya dasar yg wajib dan gratis
● Pasal 28 2. Hak utk dididik agar menjadi manusia yang:
● Pasal 29 ● Berkepribadian dan berkembang bakatnya
● Menghormati hak asasi dan kebebasan
orang lain
● Menghormati orangtua dan peradaban
● Bertangggungjawab dan toleran dlm
masyarakat yang merdeka
● Menghormati lingkungan alam
3. Hak atas waktu luang dan terlibat kegiatan
budaya
VIII: Perlindungan Tentang perlindungan khusus bagi :
● Pasal 22 (1) (2) 1. Anak dalam situasi darurat;
● Pasal 30 ● Pengungsi anak, dan
● Pasal 32 (1) (2) (3) (4) ● Segala bentuk pelibatan anak di dalam
● Pasal 33 konflik bersenjata
● Pasal 34 (a) (b) (c) 2. Anak yang bermasalah dengan hukum (setiap
● Pasal 35 anak yang disangka, didakwa, dinyatakan
● Pasal 36 terbukti bersalah melanggar hukum pidana);
● Pasal 37 (b) (c) (d) ● Administrasi Peradilan Anak,
● Pasal 38 (1) (2) (3) (4) ● Segala bentuk perenggutan kemerdekaan,
● Pasal 39 ● Bentuk penjatuhan hukuman,
● Pasal 40 (1) (2a,b) ● Pemulihan dan reintegrasi sosial
(3a,b) (4)
3. Anak dalam situasi eksploitasi;
● Eksploitasi ekonomi,
● Anak korban penyalahgunaan narkotika,
● Eksploitasi dan kekerasan seksual,
● Penjualan, perdagangan, dan penculikan
anak
4. Anak kelompok minoritas dan masyarakat
adat

12
B. Prinsip Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak (KHA) memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan persoalan anak, termasuk
di dalamnya prinsip-prinsip dasar hak anak. adapun prinsip hak adalah sebagai berikut:
1. Non Diskriminasi
Semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberikan kepada setiap anak tanpa pembedaan
apapun. Tanpa Pembedaan adalah tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan, etnis atau latar belakang sosial, status
kepemilikan, disabilitas (cacat atau tidak), status kelahiran atau lainnya, baik dari anak sendiri maupun dari
orangtuanya atau dari walinya yang sah.

2. Kepentingan Yang Terbaik Bagi Anak


Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial
pemerintah atau swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintahan atau badan legislatif, maka kepentingan
yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

3. Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, Dan Perkembangan


Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan. Negara wajib menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan anak sampai batas maksimal.

4. Penghargaan Terhadap Partisipasi Anak


Anak yang memiliki pandangan sendiri mempunyai hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya
secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak. Pandangan anak tersebut harus dihargai sesuai
dengan tingkat usia dan kematangan anak.

C. Hak Anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

Dalam upaya meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak anak Negara Indonesia setelah
meratifikasi Konvensi Hak Anak ditindaklanjuti dengan membuat hokum nasional yaitu UU Nomor 23
tahun 2002 yang telah direvisi dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Anak. Di
dalam undang-undang perlindungan anak ini mengandung amanah yang sangat besar dalam pemenuhan
hak-hak anak, yang meliputi hak anak secara umum termasuk hak anak yang berhadapan dengan hukum.
Adapun hak anak yang yang terdapat dalam undag-undang perlindungan anak sebagai berikut:

No. Pasal Isi


1. Pasal 4 Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
Secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Pasal 5 Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.

3. Pasal 6 Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua atau
Wali.”

4. Pasal 7 (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

6. Pasal 9 (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakat.
13
(1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan
dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a), Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa
dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan
khusus.”

7. Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari,
dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

8. Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat,
bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
9. Pasal 12 Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

10. Pasal 13 (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan
dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.

11. Pasal 14 (1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan
terakhir.
(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap
berhak:
a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua
Orang Tuanya;
b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d. memperoleh Hak Anak lainnya.”

12. Pasal 15 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :


a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
f. kejahatan seksual.

13. Pasal 16 (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir.

14. Pasal 17 1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:


a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

14
15. Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.

16. Pasal 19 Setiap anak berkewajiban untuk :


a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

D. Isi Pasal-pasal dalam KHA dan UUPA yang Berkaitan dengan ABH

Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) mengatur tentang
hak anak secara umum termasuk hak anak yang berhadapan dengan hukum.
Adapun pasal-pasal yang terkait dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah
sebagai berikut:

1. Konvensi Hak Anak

Beberapa pasal Konvensi Hak Anak yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum
meliputi:

No. Pasal Isi


1. Pasal 3 a. Dalam semua tindakan yang menyangkut anak, baik yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, lembaga
pengadilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, kepentingan terbaik
bagi anak harus dijadikan pertimbangan utama.
b. Negara-negara Peserta berupaya untuk menjamin adanya perlindungan dan
pemeliharaan sedemikian rupa yang diperlukan untuk kesejahteraan anak,
dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua anak, walinya yang sah,
atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab atas anak yang
bersangkutan, dan untuk tujuan ini harus mengambil semua tindakan legislatif
dan administratif yang diperlukan.
c. Negara-negara Peserta harus memastikan bahwa lembaga-lembaga, instansi-
instansi dan fasilitas-fasilitas yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan
perlindungan anak menyesuaikan diri dengan standar-standar yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang, terutama dalam bidang keselamatan, kesehatan,
dalam jumlah maupun kesesuaian petugas, dan pula dalam adanya
pengawasan yang baik.

2. Pasal 5 Negara-negara Peserta harus menghormati tanggungjawab, hak dan kewajiban


orang tua, atau, jika berlaku, anggota-anggota keluarga besar atau komunitas
sebagaimana ditentukan oleh adat setempat, wali hukum yang sah atau orang lain
yang secara hukum bertanggung jawab atas anak tersebut, untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam pelaksanaan hak-hak anak yang diakui dalam
Konvensi ini, dengan perkembangan kemampuan seorang anak

3. Pasal 12 1. Negara-negara Pihak harus menjamin bagi anak yang mampu membentuk
pendapatnya sendiri, hak untuk mengutarakan pendapat-pendapat tersebut
dengan bebas dalam semua masalah yang mempengaruhi anak itu, pendapat-
pendapat anak itu diberi bobot yang semestinya sesuai dengan umur dan
kematangan si anak.
2. Untuk tujuan ini, maka anak terutama harus diberi kesempatan untuk didengar
pendapatnya dalam persidangan-persidangan pengadilan dan administratif
yang mempengaruhi anak itu, baik secara langsung, atau melalui suatu
perwakilan atau badan yang tepat, dalam suatu cara yang sesuai dengan
peraturan-peraturan prosedur hukum nasional.

4. Pasal 37 Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa:


(a) Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan
kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. Baik
hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan
pembebasan, tidak dapat dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun;

15
(b) Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar
hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau
pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan undang-undang, dan harus
digunakan hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu
terpendek yang tepat;
(c) Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan
menghormati martabat manusia yang melekat, dan dalam suatu cara dan
mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umurnya. Terutama, setiap
anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa
kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus
mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui
surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar
biasa.
(d) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera ke bantuan
hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk menyangkal
keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau
penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan atas putusan segera
mengenai tindakan apa pun semacam itu.
5. Pasal 40 1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak yang dinyatakan sebagai
tertuduh, atau diakui sebagai telah melanggar hukum pidana, untuk
diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan peningkatan rasa
penghormatan dan harga diri anak, yang memperkuat kembali penghormatan
anak terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar orang-
orang lain, dan yang memperhatikan umur anak dan keinginan untuk
meningkatkan integrasi kembali anak dan pengambilan anak pada peran
konstruktif dalam masyarakat.
2. Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
instrumeninstrumen internasional yang relevan, maka Negara-negara Pihak,
terutama, harus menjamin bahwa:
(a) Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui telah
melanggar hukum pidana, karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang
tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional pada waktu
perbuatan-perbuatan itu dilakukan;
(b) Setiap anak yang dinyatakan sebagai atau dituduh telah melanggar hukum
pidana, paling sedikit memiliki jaminan-jaminan berikut:
(i) Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;
(ii) Diberi informasi denga segera dan langsung mengenai tuduhan-
tuduhan terhadapnya, dan, kalau tepat, melalui orang tuanya atau
wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum atau bantuan lain
yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan
pembelaannya;
(iii) Masalah itu diputuskan tanpa penundaan, oleh suatu penguasa yang
berwenang, mandiri dan adil, atau badan pengadilan dalam suatu
pemeriksaan yang adil menurut hukum, dalam kehadiran bantuan
hukum atau bantuan lain yang tepat, dan kecuali dipertimbangkan
tidak dalam kepentingan terbaik si anak, terutama, dengan
memperhatikan umurnya atau situasinya, orang tuanya atau wali
hukumnya;
(iv) Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku salah;
untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk
memperoleh keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atas namanya
menurut syarat-syarat keadilan;
(v) Kalau dianggap telah melanggar hukum pidana, maka putusan ini
dan setiap upaya yang dikenakan sebagai akibatnya, ditinjau kembali
oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan adil atau
oleh badan pengadilan menurut hukum;
(vi) Mendapat bantuan seorang penerjemah dengan cuma-cuma kalau
anak itu tidak dapat mengerti atau berbicara dengan bahasa yang
digunakan;
(vii) Kerahasiaannya dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkat
persidangan.
3. Negara-negara Pihak harus berusaha meningkatkan pembuatan undang-
undang, prosedur-prosedur, para penguasa dan lembaga-lembaga yang
berlaku secara khusus pada anak-anak yang dinyatakan sebagai, dituduh, atau
diakui melanggar hukum pidana, terutama: (a) Pembentukan umur minimum;
di mana di bawah umur itu anak-anak dianggap tidak mempunyai kemampuan
untuk melanggar hukum pidana; (b) Setiap waktu yang tepat dan diinginkan,
langkah-langkah untuk menangani anakanak semacam itu tanpa
menggunakan jalan lain pada persidangan pengadilan, dengan syarat bahwa
hak-hak asasi manusia dan perlindungan hukum dihormati sepenuhnya;

16
4. Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan pengawasan,
perintah, penyuluhan, percobaan, pengasuhan anak angkat, pendidikan dan
program-program pelatihan kejuruan dan pilihan-pilihan lain untuk perawatan
kelembagaan harus tersedia untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani
dalam suatu cara yang sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sepadan
dengan keadaan-keadaan mereka maupun pelanggaran itu.

2. Undang-Undang Perlindungan Anak

Selain dalam KHA, anak yang berhadapan dengan hukum diatur juga dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak. Adapun pasal yang mangaturnya sebagai berikut:

No. Pasal Isi


1. Pasal 17 1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a) Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa;
b) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c) Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

2. Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.

3. Pasal 59 Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

4. Pasal 64 (1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan
hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-
hak anak;
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak
yang berhadapan dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan
g. hubungan dengan orang tua atau keluarga;
h. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik
fisik, mental, maupun sosial; dan
d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
5. Pasal 77 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:
a) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian,
baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya. Atau
b) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau
penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial,
c) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
17
6. Pasal 80 (1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut
orang tuanya.

7. Pasal 81 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
8. Pasal 82 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)

9. Pasal 83 Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri
sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).

E. Latihan
Untuk menngevaluasi sejauhmana pemahaman peserta terhadap materi ini dilakukan latihan
dengan membahas soal-soal sebagai berikut:
1. Jelaskan prinsip konvensi hak anak?
2. Sebutkan minimal 10 hak anak yang terdapat dalam konvensi hak anak anak.
3. Jelaskan salah satu hak anak yang merupakan wujud dari pengakuan Negara terhadap anak yang baru
lahir yang diatur dalam UU Perlindungan anak!
4. Sebutkan minimal 3 perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum harus dipenuhi
oleh Negara!

F. Rangkuman

1. Isi Pasal KHA dapat diclusterkan sebagai berikut: Langkah-langkah implementasi konvensi hak anak,
Prinsip-Prinsip Umum KHA, Hak-Hak dan Kebebasan Sipil, Lingkungan keluarga dan Pengasuhan
alternatif, hak Kesejahteraan dan Kesehatan Dasar, hak atas Pendidikan, Waktu Luang dan budaya serta
Perlindungan
2. Prinsip-pinsip konvensi hak anak meliputi: non diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta penghargaan terhadap partispasi anak
3. Isi Pasal UU Perlindungan Anak mencakup mulai dari hak hidup, hak atas identitas sampai dengan hak
atas pendidikan dan kesehatan, hak atas sperlindungan dari kekerasan, eksploitasi termasuk hak anak
penyandang disabilitas.
18
4. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

BAB III

TANGGUNG JAWAB PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN


ANAK

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat mampu menjelaskan dan


menimpementasikan kewajiban pihak terkait dalam penanganan Anak
Yang Berhadapan dengan Hukum yang dibangun dalam penyelenggaraan
Diklat SPPA terpadu ini.

Anak merupakan generasi muda penerus bangsa, yang masih membutuhkan pembinaan, dan
perlindungan oleh semua pihak yang terkait demi kepentingana terbaik bagi anak.
Sebagaimana dalam pasal 1 ayat 6 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak,
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Untuk mewujudkan perlindungan anak ini sangat diperlukan suatu komitmen yang tinggi dari pemerintah
dan pemerintah daerah, masyarakat, media dan orang tua dalam menumbuhkan kesadaran, sikap, kebiasaan,
dan budaya agar dalam kebijakan dan pelayanan selalu mengedepan kepentingan terbaik bagi anak. berikut
ini disampaikan bagan perlindungan anak:

Sikap, Kebiasaan, Budaya

Hukum & Penegakan


Pelayanan

K ORANG TUA &


PEMERINTAH DAN MASYARAKAT KELUARGA
NEGARA

Kapasitas Pengampu
Pemantauan
Keterampilan Hidup & Partisipasi Anak

19
Di Indonesia perlindungan anak dilaksanakan berdasarkan Hukum Internasionaal dan nasional
yaitu Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mulai berlaku sebagai hukum
internasional pada tahun 1990 tanggal 2 September. Indonesia sendiri ikut menandatangani konvensi
tersebut dan meratifikasinya melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990,
dan dinyatakan mulai berlaku di Indonesia sejak 5 Oktober 1990. Pada tahun 2000, Indonesia menyerahkan
Laporan Periodik pertama tentang pelaksanaan KHA. Pada tahun 2002, Indonesia menerbitkan UU
Perlindungan Anak yaitu UU Nomor 23 Tahun 2002 yangg telah direvisi dengan UU Nomor 35 Tahun
2014. Pelaksanaan perlindungan anak harus diselenggarakan secara konprehensip dengan melibatkan
berbagai pihak terkait.

A. Perlindungan Anak Berdasarkan KHA


Dalam Konvensi hak anak pasal 40 Negara berkewajiban:
1. mengakui hak setiap anak yang dinyatakan sebagai tertuduh, atau diakui sebagai telah melanggar
hukum pidana, untuk diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan peningkatan rasa
penghormatan dan harga diri anak, yang memperkuat kembali penghormatan anak terhadap hak-hak
asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar orang-orang lain, dan yang memperhatikan umur anak
dan keinginan untuk meningkatkan integrasi kembali anak dan pengambilan anak pada peran
konstruktif dalam masyarakat.
Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam instrumen-instrumen
internasional yang relevan, maka negara, harus menjamin bahwa:
a. Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui telah melanggar hukum pidana,
karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional
pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan;
b. Setiap anak yang dinyatakan sebagai atau dituduh telah melanggar hukum pidana paling sedikit
memiliki jaminan-jaminan berikut:
1) Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;
2) informasi denga segera dan langsung mengenai tuduhan-tuduhan terhadapnya, dan, kalau tepat,
melalui orang tuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum atau bantuan lain
yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya;
3) Masalah itu diputuskan tanpa penundaan, oleh suatu penguasa yang berwenang, mandiri dan
adil, atau badan pengadilan dalamsuatu pemeriksaan yang adil menurut
4) hukum, dalam kehadiran bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat, dan kecuali
dipertimbangkan tidak dalam kepentingan terbaik si anak, terutama, dengan memperhatikan
umurnya atau situasinya, orang tuanya atau wali hukumnya;
5) Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku salah; untuk memeriksa para saksi
yang berlawanan, dan untuk memperoleh keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atas
namanya menurut syarat-syarat keadilan;
6) Kalau dianggap telah melanggar hukum pidana, maka putusan ini dan setiap upaya yang
dikenakan sebagai akibatnya, ditinjau kembali oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang,
mandiri dan adil atau oleh badan pengadilan menurut hukum;
7) Mendapat bantuan seorang penerjemah dengan cuma-cuma kalau anak itu tidak dapat mengerti
atau berbicara dengan bahasa yang digunakan;
8) Kerahasiaannya dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkat persidangan.
2. Negara harus berusaha meningkatkan pembuatan undang-undang, prosedur-prosedur, para penguasa
dan lembaga-lembaga yang berlaku secara khusus pada anak-anak yang dinyatakan sebagai, dituduh,
atau diakui melanggar hukum pidana, terutama:
a. Pembentukan umur minimum; di mana di bawah umur itu anak-anak dianggap tidak mempunyai
kemampuan untuk melanggar hukum pidana;
20
b. Setiap waktu yang tepat dan diinginkan, langkah-langkah untuk menangani anak-anak semacam
itu tanpa menggunakan jalan lain pada persidangan pengadilan, dengan syarat bahwa hak-hak asasi
manusia dan perlindungan hukum dihormati sepenuhnya;
3. Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan pengawasan, perintah, penyuluhan, percobaan,
pengasuhan anak angkat, pendidikan dan program-program pelatihan kejuruan dan pilihan-pilihan lain
untuk perawatan kelembagaan harus tersedia untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani dalam suatu
cara yang sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sepadan dengan keadaan-keadaan mereka maupun
pelanggaran itu.

B. Perlindungan Anak Berdasarkan UU Perlindungan Anak

Dalam UU Perlindungan Anak selain mengatur tentang hak-hak anak juga mengatur peran atau
kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, pemerintah daerah masyarakat dan keluarga dan orang
tua. Perlindungan anak dimaksud menjadi kewajiban pihak terkait yang meliputi:
1. Kewajiban Negara/ Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Dalam pasal 21 sampai dengan 24 Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan
bertanggung jawab
a. Menghormati dan memenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.
b. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud negara berkewajiban untuk memenuhi,
melindungi, dan menghormati Hak Anak.
c. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penyelenggaraan Perlindungan Anak
d. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud
Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung
kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
e. Kebijakan sebagaimana dimaksud dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota
layak Anak.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan kabupaten/kota layak Anak diatur dalam Peraturan
Presiden.”
g. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan
Perlindungan Anak.”
h. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan
Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap Anak.
i. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.”
j. “Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.”
Dalam upaya perlindungan anak Negara/pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan:
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan dana penyelenggaraan
Perlindungan Anak.
b. Pendanaan penyelenggaraan Perlindungan Anak dimaksud bersumber dari:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
3) Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”

21
2. Kewajiban Orang Tua/Wali
Kewajiban dan tanggung jawab orang tua/wali sebagaimana dalam pasal 26 UU Nomor35 Tahun 2014
adalah:
i. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
1) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
2) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
3) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
4) Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
j. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak
dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab dapat beralih
kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat


Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap perlindungan Anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat
dimaksud dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak.
Dalam UU Perlindungan anak pasal 72 dan 73 diatur tentang peran serta Masyarakat dalam Perlindungan
Anak, baik secara perseorangan maupun kelompok. Peran Masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan,
lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga
pendidikan, media massa, dan dunia usaha. Peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak
dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan
cara:
a. memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai Hak Anak dan peraturan perundang-
undangan tentang Anak;
b. memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait Perlindungan Anak;
c. melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran Hak Anak;
d. berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Anak;
e. melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan
Perlindungan Anak;
f. menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh kembang Anak;
g. berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif terhadap Anak korban
h. memberikan ruang kepada Anak untuk dapat berpartisipasi dan menyampaikan pendapat.

4. Kewaajiban organisasi kemasyarakatan dan lembaga pendidikan; dilakukan dengan cara mengambil
langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk membantu
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
5. Kewajiban media massa; dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang
bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak dengan memperhatikan
kepentingan terbaik bagi Anak.
6. Kewajiban dunia usaha dilakukan melalui:
a. kebijakan perusahaan yang berperspektif Anak;
b. produk yang ditujukan untuk Anak harus aman bagi Anak;
c. berkontribusi dalam pemenuhan Hak Anak melalui tanggung jawab sosial perusahaan.

C. Perlindungan Khusus bagi Anak

Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan
kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan
jiwa dalam tumbuh kembangnya. Dalam Pasal 59 UU Perlindungan Anak, menyatkan bahwa Pemerintah,
22
Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
Perlindungan Khusus kepada Anak. Perlindungan Khusus kepada Anak dimaksud diberikan kepada:
1. Anak dalam situasi darurat;
2. Anak yang berhadapan dengan hukum;
3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
4. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
5. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
6. Anak yang menjadi korban pornografi;
7. Anak dengan HIV/AIDS;
8. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
9. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
10. Anak korban kejahatan seksual;
11. Anak korban jaringan terorisme;
12. Anak Penyandang Disabilitas;
13. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
14. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
15. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.

Perlindungan Khusus bagi Anak dimaksud dilakukan melalui upaya:


1. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial,
serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
2. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
3. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
4. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam modul ini adalah perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum, baik anak pelaku maupun anak korban
1. Perlindungan Khusus bagi Anak pelaku
Dalam Pasal 64 bahwa Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan
melalui :
a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. pemisahan dari orang dewasa;
c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta
merendahkan martabat dan derajatnya;
f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam
waktu yang paling singkat;
h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang
tertutup untuk umum;
i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. pemberian advokasi sosial;
l. pemberian kehidupan pribadi;
m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
n. pemberian pendidikan;
o. pemberian pelayanan kesehatan; dan
23
p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Perlindungan Khusus bagi Anak Korban

Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum harus dilaksankan secara konprenhensip
bagi anak pelaku dan korban. Perlindungan khusus bagi anak korban dilakukan oleh pihak-pihak terkait
baik negara/pemerintah, masyarakat dan orang tua. Berikut adalah bentuk perlindungan bagi anak korban
dari berbagai perlakukan atau kejahatan yaitu:
a. Anak menjadi korban pornografi: Dalam Pasal 67A dan 67 B: Setiap Orang wajib melindungi
Anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses Anak terhadap informasi yang mengandung
unsur pornografi. Pasal 67B
1) Perlindungan Khusus bagi Anak yang menjadi korban pornografi dilaksanakan melalui upaya
pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental.
2) Pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Perlindungan khusus bagi Anak dengan HIV/AIDS: Pasal 67C Perlindungan Khusus bagi Anak
dengan HIV/AIDS dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, pengobatan, perawatan, dan
rehabilitasi.”
c. Perlindungan Khusus bagi Anak korban penculikan. Dalam “Pasal 68 bahwa Perlindungan Khusus
bagi Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan dilakukan melalui upaya pengawasan,
perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.”
d. Perlindungan Khusus bagi Anak korban Kekerasan fisik Dalam “Pasal 69 bahwa Perlindungan
Khusus bagi Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis dilakukan melalui upaya:
1) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi Anak
korban tindak Kekerasan; dan
2) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.”
e. Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual Dalam “Pasal 69A bahwa Perlindungan
Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual dilakukan melalui upaya:
1) edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan;
2) rehabilitasi sosial;
3) pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan
4) pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari
penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
f. Perlindungan Khusus bagi Anak korban jaringan terorisme: Dalam Pasal 69B bahwa Perlindungan
Khusus bagi Anak korban jaringan terorisme dilakukan melalui upaya:
1) edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme;
2) konseling tentang bahaya terorisme;
3) rehabilitasi sosial; dan
4) pendampingan sosial.”
g. Perlindungan Khusus bagi Anak korban perlakuan salah “Pasal 71 bahwa Perlindungan Khusus bagi
Anak korban perlakuan salah dan penelantaran dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan,
perawatan, konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial.”
h. Perlindungan Khusus bagi Anak dengan perilaku sosial menyimpang “Pasal 71A bahwa
perlindungan Khusus bagi Anak dengan perilaku sosial menyimpang dilakukan melalui bimbingan
nilai agama dan nilai sosial, konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial.
i. Perlindungan khusus bagi Anak yang menjadi korban stigmatisasi Pasal 71B bahwa Perlindungan
khusus bagi Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang
Tuanya dilakukan melalui konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial.
24
D. Rangkuman

1. Sesuai dengan pasal 1 ayat 6 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak, Perlindungan
Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Perlindungan anak dimaksud diselenggarakan oleh:
a. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah
b. Orang tua/wali
c. Masyarakat
d. Dunia usaha dan
e. Media masa.
3. Perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak pelaku, anak korban dan anak saksi

E. Latihan

1. Jelaskan pengertian perlindungan anak!


2. Sebutkan pihak-pihak terkait yang menyelenggarakan perlindungan anak!
3. Bagaimana cara perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual?

BAB IV

PENUTUP

Setelah membaca modul ini peserta mampu menyimpilkan isi modul


secara keseluruhan tentangg hak anak dan prinsip perlindungan anak.

A. Kesimpulan

Materi Hak anak dan prinsip perlindungan anak ini merupakan materi yang sangat penting karena
saling terkait dengan materi-materi lainnya yang dijadikan salah satu bahan pertimbangan bagi aparat
penegak hukum dalam pengangan anak yang berhadapan dengan hukum.

Modul ini memuat tentang beberapa hal yaitu:


1. Latar belakang Sejarah konvensi hak anak yang memuat ide penyusunan konvensi hak anak yang
berawal dari bagaimana penderitaan anak-anak korban perang dunia II, sampai dengan dirumuskannya
konvensi hak anak yang diakui oleh Dewan HAM PBB. Dan Indonesia meratifikasinya dengan
Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990.
2. Hak anak dalam KHA dan Undang-Undang Perlindungan Anak, Prinsip KHA dan isi pasal dalam KHA
dan UUPA yang terkait dengan anak yang berhadapan dengan hukum
3. Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak pelaku, anak korba dan anak
saksi.

25
B. Tindak Lanjut

Modul ini digunakan oleh narasumber sebagai pedoman dalam penyampaian materi hak anak dan
prinsip perlindungan anak dalam diklat terpadu sistem peradilan pidana anak.

26

Anda mungkin juga menyukai