Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN VI

METODE DAKWAH DALAM LINTASAN SEJARAH

Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan beberapa pendekatan dakwah yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW, Sahabat dan Tabi’in.
2. Mahasiswa mampu memahami dan memilih serta menerapkan pendekatan dakwah
Nabi Muhammad SAW, Sahabat, dan Tabi’in sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jaman.

Pokok Bahasan: Metode Dakwah Dalam Lintasan Sejarah


Materi:
A. Metode dan Pendekatan Dakwah Rasulullah SAW
Juru dakwah yang pertama semenjak agama Islam diturunkan ialah Rasulullah saw.
Dalam Al Qur-an banyak ditemui ayat yang memerintahkan Rasulullah saw melaksanakan
tugas dakwah dengan cara kontiniu. Sebagaimana firman Allah:

‫ِّلُك ِّل ُأَّمٖة َج َع ۡل َنا َم نَس ًك ا ُهۡم َناِس ُك وُۖه َفاَل ُيَٰن ِز ُع َّن َك ِفي ٱَأۡلۡم ِۚر َو ٱۡد ُع ِإَلٰى َر ِّب َۖك ِإَّن َك َلَع َلٰى‬
٦٧ ‫ُهٗد ى ُّم ۡس َتِقيٖم‬
Artinya: “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari´at tertentu yang mereka
lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari´at) ini dan
serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus”.QS. Al Hajj: 67)
Rasulullah saw secara kontiniu menyeru dan mengajak manusia ke jalan Tuhan,
sampai Allah Swt memberikan petunjuk dan hidayah kepada mereka. Maka apabila mereka
telah menerima dakwah dan telah mendapat petunjuk, berarti mereka berada di jalan yang
diridhai Allah, dan dengan demikian mereka memperoleh ganjaran dan balasan yang sebaik-
baiknya, ganjaran dan pahala yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman.1
Sebenarnya berdakwah merupakan tugas pokok para rasul dan memang mereka
dibangkitkan untuk berdakwah. Para rasul tanpa terkecuali ditugaskan berdakwah kepada
kaumnya, dan memang mereka diutus untuk menyeru kaumnya, agar mereka beriman kepada
Allah dan beribadah kepadaNya, sesuai dengan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah saw.

1
A. Karim Zaidan, Dasar-dasar, h. 2.
Demikianlah para rasul-rasul adalah juru dakwah dan Allah telah memilih mereka untuk
menyampaikan dakwah, menyampaikan agama Allah kepada umat manusia.2
Rasul dan juru dakwah yang terakhir diutus Allah ke dunia ini adalah Rasulullah
Muhammad saw. Nabi Muhammad sebagai pelaksana pertama dan utama dari Dakwah
Islamiyah digelari dengan mubasysyir, nazir dan da’i dan dia juga dinyatakan sebagai lentera
yang memberi cahaya. Dalam menjalankan Dakwah Islamiyah, Muhammad saw.
menghadapi musuh-musuh yang terdiri dari orang-orang Yahudi, Nasrani, kafir musyrik dan
munafik. Muhammad saw. tidak sedikitpun gentar dan takut kepada mereka, melainkan tetap
bertawakkal kepada Allah dan terus berjuang dengan sekuat tenaga serta dengan melalui
berbagai pendekatan untuk menyampaikan dakwah Islamiyah.3

Beberapa Pendakatan Dakwah Nabi Saw.


Dalam perjuangan dakwahnya Rasulullah Saw tidak pernah mengenal lelah apalagi
untuk mundur. Meskipun menghadapi berbagai rintangan dan cobaan yang sangat berat,
Muhammad Rasulullah terus berdakwah dan berdakwah, sampai akhirnya mencapai
kejayaan, khsusunya setelah hijrahnya beliau dan para sahabat ke Yastrib. Keberhasilan
dakwah Rasul tersebut tentu saja berkat keteguhan iman Rasulullah dan juga keahlian beliau
dalam melakukan pendekatan-pendekatan dakwah. Adapun pendekatan-pendekatan dakwah
yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam perjuangannya antara lain adalah;
1. Pendekatan Personal (Individu)
Sejak nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama kali, beliau langsung
menyampaikan hal itu kepada orang-orang terdekatnya. Dengan pendekatan personal di
mana beliau berdakwah kepada mereka satu persatu dan dengan cara yang rahasia, beliau
sampaikan ajaran Allah kepada mereka. Pendekatan personal ini beliau lakukan agar tidak
menimbulkan kejutan-kejutan dan goncangan-goncangan di kalangan masyarakat Quraisy,
mengingat pada saat itu mereka masih memegang teguh kepercayaan animisme warisan
leluhur mereka.
Kurang lebih tiga tahun Nabi Muhammad Saw berdakwah dengan pendekatan
personal dan rahasia ini. Di antara mereka yang beriman pada periode ini adalah; Khadijah
binti Khuwailid isteri beliau, Ali bin Abu Thalib, Zeid bin Hartisah, Abu Bakar al-Shiddiq,
Utsman bin Affan, Al Zubair bin al Awwam, Abd al Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abu
Waqqash, dan lain-lainnya. Jika di antara mereka ada yang hendak beribadah ke Masjidil
2
Ibid., h. 3.
3
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 47.
Haram, mereka pun pergi dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang-
orang musyrikin Quraisy.
Dengan pendekatan personal ini Nabi Saw telah menggabungkan antara sebuah
upaya dan kepasrahan kepada Allah, antara ikhtiar dan tawakkal. Dari sini juga dapat
dipetik suatu pelajaran bahwa pelaksanaan dakwah haruslah selalu mempertimbangkan
situasi dan kondisi setempat. Apabila situasi belum memungkinkan dilakukannya dakwah
secara terbuka, maka pendekatan personal dari mulut ke mulut merupakan hal baik
ditempuh. Manakala keadaan sudah berubah, mungkin dapat dipakai pendekatan-
pendekatan yang lain. Dan di sinilah sebenarnya letak elastisitas pendekatan dakwah
Islam.4
2. Pendekatan Pendidikan
Setelah jumlah orang-orang yang memeluk Islam mencapai sekitar tiga puluh
orang, Nabi Muhammad Saw kemudian memilih rumah salah seorang dari sahabat untuk
mengajar agama. Rumah pilihan beliau adalah milik seorang sahabat yang bernama Al
Arqam bin Abu al-Arqam yang lokasinya dekat dengan Masjidil Haram. Di rumah al-
Arqam inilah Umar bin al Khattab menyatakan diri untuk masuk Islam, pada tahun ke 6
dari kerasulan. Selain dilaksanakan di rumah Al Arqam, pendidikan yang dilakukan oleh
rasululah juga dilaksanakan di tempat-tempat lain, seperti di rumahnya sendiri, di rumah
para sahabat dan di masjid.5
Dalam memberikan pendidikan kepada para sahabat Nabi Muhammad saw telah
menggunakan metode-metode pendidikan seperti; metode graduasi atau penahapan,
metode levelisasi, metode variasi, metode keteladanan, metode aplikatif, mengulang-
ulang, metode evaluasi, dialog, metode analogi, dan metode pemberian kisah-kisah.Dari
hasil pelaksanaan dakwah melalui pendekatan pendidikan ini, lahirlah banyak sahabat
yang memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep ajaran Islam yang dibawah oleh
Rasulullah Saw.6
3. Pendekatan Penawaran.
Sejak zaman Nabi Ibrahim as, umat manusia sudah terbiasa melakukan ziarah ke
Mekkah untuk beribadah haji. Tradisi ziarah ini berlanjut dari generasi ke generasi sampai
masa jahiliyah. Namun praktek-praktek ziarah mereka kemudian tidak murni untuk

4
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 128.
5
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, Metode dan Strategi Da’wah Islam, terj. Marsuni
Sasaky & Mustahab Hasbullah (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996), h. 25.
6
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 147.
menyembah Allah, melainkan sudah tercampur dengan pemujaan, pengultusan dan
penyembahan terhadap berhala-berhala yang mereka tempatkan di dalam Ka’bah dan
sekitarnya.
Lebih dari itu, para kabilah-kabilah Arab berdatangan ke Mekkah juga untuk
maksud-maksud lain, yaitu berdagang dan membacakan sya’ir-sya’ir mereka. Tersebutlah
tempat-tempat untuk berdagang dan pembacaan sya’ir itu, Okazh, Mijannah, dan Dzu al-
Majaz (Djulmajaz). Okazh adalah nama sebuah pasar untuk kabilah Qais ‘Ailan dan
kabilah Tsaqif, lokasinya berada di sebelah timur Qarm al-Manazil, tempat untuk memulai
ihram bagi orang yang datang dari arah Timur. Mijannah adalah sebuah pasar untuk
kabilah Kinanah, lokasinya berada di lembah Makkah. Sedangkan Dzul al-Majajz adalah
pasar untuk kabilah Hudzail, dan berlokasi di sebelah kanam tempat wukuf (Arafah).
Pada hari pertama bulan Dzu al Qa’dah, kabilah-kabilah itu sudah berdatangan di
Okazh, mereka tinggal di situ selama dua puluh hari. Sesudah itu mereka pindah ke
Mijannah dan mereka tinggal di sini selama delapan hari. Selanjutnya mereka pindah ke
Dzu al-Majaz, dan di sini mereka tinggal sampai hari Tarwiyah (hari ke delapan bulan Dzu
al-Hijjah). Dari Dzu al-Majaz mereka kemudian langsung berangkat ke Arafah untuk
melakukan wukuf.
Karena di Arafah pada waktu itu tidak ada air, begitu pula di Muzdalifah, maka
sebelum berangkat mereka mandi dahulu dan menyegarkan badan dengan air yang ada di
Dzu al-Majaz. Karenanya, hari ke delapan bulan Dzu al-Hijjah itu disebut hari Tarwiyah
yang secara kebahasaan berarti hari penyegaran.
Di tempat-tempat itulah Nabi saw mendatangi kabilah-kabilah untuk menawarkan
Islam seraya mencari dukungan keamanan dari mereka. Dukungan keamanan dari kabilah-
kabilah itu diperlukan mengingat sejak Nabi saw berdakwah secara terbuka, orang-orang
musyrikin dari suku Quraisy selalu menteror beliau sehingga keamanan jiwa beliau sulalu
terancam. Sebagai utusan Allah, sebenarnya beliau sudah meyakini bahwa beliau akan
selalu dijaga oleh Allah, namun beliau tetap menjalankan upaya lahiriyah untuk
memperoleh jaminan keamanan dari kabilah-kabilah. Sebab tanpa adanya stabilitas
keamanan, khsusunya untuk diri beliau, dakwah yang dijalankan tidak akan membawa
hasil yang memuaskan.
Dari satu tenda ke tenda yang lain, dari satu kabilah ke kabilah yang lain Nabi saw
menawarkan Islam berikut meminta jaminan mereka untuk keamanan beliau. Kepada
mereka beliau berkata, “Hai sekalian manusia. Katakanlah bahwa tidak ada tuhan selain
Allah. Apabila kalian mau mengatakannya, maka kalian akan memperoleh kebahagiaan
dan dapat menguasai bangsa Arab. Sementara orang-orang asing akan tunduk di bawah
lutut kalian. Apabila kalian mau beriman, maka kalian akan menjadi raja-raja di surga.”
Para ahli tarikh, seperti Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad dan pakar-pakar tarikh
kontemporer menuturkan cara-cara Nabi Saw dalam berdakwah kepada kabilah-kabilah
Arab ini dengan ungkapan “wa ‘aradha nafsahu ‘ala al-aqabail” yang secara hafiyah
berarti: Nabi Saw menawarkan atau memperlihatkan dirinya kepada kabilah-kabilah.
Sementara kalimat-kalimat yang beliau katakan kepada mereka di samping mengajak
mereka untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, beliau juga menawarkan
diri beliau untuk diberi jaminan keamanan dari mereka. Sebab tanpa adanya stabilitas
keamanan perjalanan dakwah tidak akan mencapai hasil-hasil yang maksimal.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam kaitan dakwah dengan
pendekatan penawaran ini yaitu;
1. Bahwa Nabi saw menawarkan agama Islam kepada para kabilah Arab, hal itu tidak
dipersoalkan lagi, karena dakwah memang begitu. Dakwah adalah mengajak, dan
mengajak berarti menawarkan sesuatu kepada orang lain.
2. Bahwa Nabi saw memperlihatkan dirinya kepada para kabilah dalam rangka
mengajak mereka untuk beriman kepada Allah, maka hal ini berarti bahwa sosok Nabi
saw sudah merupakan sosok dakwah. Artinya kehadiran beliau di tempat-tempat itu
sudah merupakan bagian dari dakwah. Hal ini karena sejak dini beliau dikenal sebagai
seorang yang dapat dipercaya (al amin).
3. Bahwa Nabi saw menawarkan dirinya untuk mendapatkan perlindungan keamanan
dari kabilah-kabilah itu, hal itu berarti bahwa betapa pun beliau mengimani bahwa
beliau sebagai Rasul Allah selalu dilindungi-Nya, namun beliau tetap melakukan
ikhtiar lahiriah untuk memperoleh dukungan moral dan keamanan dari orang lain.
Apalagi bila diingat bahwa pendekatan penawaran ini beliau tempuh saat itu masa-
masa awal di mana kekuatan Islam pada saat itu masih lemah.7
4. Sejak tahun 4 sampai 10 dari kenabian, Nabi saw menawarkan Islam kepada kabilah-
kabilah Arab yang tinggal di sekitar Makkah, namun tidak seorang pun yang mau
mengikuti dakwah beliau. Pada tahun 11 dari Kenabian, seperti tahun-tahun
sebelumnya, nabi saw menawarkan Islam kepada kabilah-kabilah yang datang di
Makkah pada musin haji. Hanya kali ini beliau melakukan hal itu kepada enam orang

7
Ibid., h. 163.
dari kabilah Khazraj yang datang dari Yastrib, begitu mereka mengetahui bahwa yang
menawarkan Islam itu Nabi Muhammad saw, mereka langsung masuk Islam.8
Mudahnya orang-orang Yastrib menerima Islam, karena orang-orang Yastrib itu
sudah mengetahui lebih dahulu tentang Nabi saw. Mereka tinggal di Yastrib dan sering
bergaul debngan orang-orang Yahudi. Melalui kitab Taurat, orang-orang Yahudi sering
bercerita kepada orang-orang Yastrib, bahwa kelak akan datang Nabi baru. Sifat-sifat Nabi
baru itu juga mereka ceritakan kepada orang-orang Yastrib. Apabila terjadi perselisihan
antara orang-orang Yahudi dengan orang-orang Yastrib yang terkadang juga sampai
menimbulkan pertumpahan darah, orang-orang Yahudi selalu berkata kepada orang-orang
Yastrib, “Kelak kalau Nabi baru itu datang, kami akan menjadi pengikutnya, dan bersama
dia kami akan memerangi kalian”.9
Maka ketika enam orang Yastrib tadi bertemu dengan Nabi saw, dan mereka
diberitahukan bahwa beliau adalah seorang Nabi utusan Allah, dan mereka diajak untuk
beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, mereka saling memandang kepada yang
lain. Mereka berbisik kepada kawannya, “Tahukah kamu, demi Allah, orang ini –
maksudnya Nabi saw – adalah seorang Nabi yang sering disebut-sebut oleh orang-orang
Yahudi. Karenanya, kita harus beriman kepadanya lebih dahulu sebelum orang-orang
Yahudi tahu”. Begitulah, akhirnya mereka dengan mudah menjadi pengikut Nabi saw,
seraya berjanji untuk menyebarkan Islam setelah mereka pulang ke Yastrib.10
4. Pendekatan Missi (Bi’tsah).
Dimaksud dengan pendekatan missi (mission, bi’tsah) ini adalah pengiriman
tenaga da’i ke daerah-daerah di luar tempat tinggal Nabi saw untuk mengajarkan atau
mendakwahkan agama Islam. Karenanya pendekatan ini sebenarnya berkaitan dengan
pendekatan pendidikan, hanya saja dalam bahasan ini yang menjadi sorotan adalah
pengiriman da’inya,bukan pendidikan atau pengajaran yang dilakukan. Pendekatan ini
sesungguhnya telah beliau lakukan ketika masih tinggal di Mekkah, namun jumlahnya
hanya sekali saja dan yang dikirimkan hanya satu orang da’i. Sementara sesudah beliau
tinggal di Madinah, pengiriman da’i ini dilakukan secara besar-besaran, dan untuk itu
Nabi Saw umumnya mengirimkan surat kepada penduduk setempat.

Thomas W Arnold, The Preaching of Islam (Sejarah Dakwah Islam), terj. A. Nawawi
8

Rambe, (Jakarta:. Widjaya,1979), h. 17.


9
Muhammad Husain Haekal, Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), terj. Ali
Uadah, (Jakarta:. Litera Antar Nusa,1996), h. 163.
10
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 354.
Pendekatan missi ini pada gilirannya dilakukan secara luas pada masa Sahabat,
khususnya pada masa pemerintahan ‘Umar bin Khattab. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa contoh missi dakwah yang pernah dilakukan pada masa Nabi Saw.
a. Missi Dakwah ke Yastrib.
Sesudah orang-orang Yastrib melakukan Baiat ‘Aqabah Petama, mereka minta
kepada Nabi saw agar dikirimi tenaga da’i untuk mengajarkan al-Qur-an dan agama Islam
di Yastrib. Untuk itu Nabi saw mengutus Mush’ab bin ‘Umair ke Yastrib.Mush’ab bin
‘Umair adalah juru dakwah pertama dalam sejarah dakwah Islam. Di Yastrib ia tinggal di
rumah Sa’ad bin Zurarah. Ia selalu mendatangi rumah-rumah dan kabilah-kabilah di sana,
di samping selalu berkonsultasi dengan Nabi saw di Makkah. Ia mengajarkan al Qur-an,
agama Islam dan mengajak warga Yastrib untuk masuk Islam. Maka satu persatu mereka
masuk Islam. Orang-orang Islam Yastrib ini kelak setelah Nabi saw hijrah disebut sebagai
shahabat Anshar. Setelah tinggal selama satu tahun di Yastrib, Mush’ab kembali ke
Makkah untuk menemui Nabi saw pada musin haji dengan mengawal tujuh puluh tiga
orang yang kemudian dibaiat Nabi saw dalam baiat ‘Aqabah kedua.11
b. Missi Dakwah ke Nejed.
Pada bulan Shafar tahun 4 H, atau setelah Nabi hijrah ke Madinah (Yastrib) selama
36 bulan, beliau kedatangan seorang tamu yang masih musyrik dari kawasan Nejed. Ia
bernama ‘Amir bin Malik. Ia diajak Nabi saw untuk masuk Islam, tetapi tidak mau. Ia
hanya mengusulkan kepada Nabi saw agar dikirmkan tenaga da’i ke Nejed.Pada awalnya
Nabi saw tidak mau memenuhi permintaan itu karena alasan keamanan, tetapi karena
‘Amir bin Malik memberikan jaminan keamanan kepada para da’i yang yang hendak
dikirimkan maka akhirnya Nabi saw memenuhi permintaan itu. Beliau mengirimkan tujuh
puluh orang Shahabat yang kebetulan juga ahli-ahli al Qur-an dengan dipimpin al-Mundzir
bin ‘Amr.Setelah rombongan missi dakwah ini sampai di suatu tempat antara kampung
Bani ‘Amir dan kampung Bani Sulaim di mana terdapat sebuah sumur yang disebut semur
Ma’unah (Bi’r Ma’unah), mereka menugasi salah seorang anggota missi yang bernama
Haram bin Milhan yang kebetulan paman Anas bin Malik dari pihak ibu, untuk
menyampaikan surat Nabi saw kepada’Amir bin al-Tufail, seorang yang memusuhi Nabi
saw. Ternyata ‘Amir bin al-Tufail tidak melihat surat Nabi saw, ia justru menyuruh orang
lain untuk membunuh Haram bin Milhan. Dengan ditombak dari belakang Haram bin
Milhan langsung tersungkur. Ketika melihat darah segar mengalir dari tubuhnya, ia

11
Haekal, Hayat Muhammad, h. 169.
langsung berteriak, “Fuztu wa Rabbil Ka’bah” (Aku bahagia demi Tuhan Pemilik
Ka’bah).
‘Amir bin al-Tufail kemudian menyuruh orang-orang warga kampung Bani ‘Amir
untuk membunuh anggota missi dakwah yang lain, namun mereka tidak mau karena
terikat perjanjian dengan ‘Amir bin Malik untuk memberikan jaminan keamanan bagi
missi dakwah Nabi saw ini. Akhirnya ‘Amir bin Tufail menyuruh warga kampung Bani
Sulaim untuk membantai missi dakwah itu, dan mereka mau. Maka para da’i ini dikepung
dan dibunuh satu persatu oleh warga kampung Bani Sulaim. Pada peristiwa pembantaian
para da’i ini hanya satu orang da’i yang dapat lolos, yaitu Ka’ab bin Zeid al-Najjar, ia
melarikan diri ke Madinah dan melaporkan peristiwa yang dilami oleh para da’i itu kepada
Rasulullah saw. Setelah Nabi was diberi tahu tentang peristiwa maut tersebut, beliau
melakukan do’a qunut nazilah selama satu bulan penuh untuk mengutuk para pembantai.
Peristiwa pembantaian itu dalam sejarah dakwah Islam disebut dengan “Peristiwa Bi’r
Ma’unah”.12
c. Missi Dakwah ke Khaibar.
Khaibar adalah sebuah kota besar di sebelah utara dengan jarak seratus mil dari
Madinah. Kota ini dihuni oleh orang-orang Yahudi. Sementara missi dakwah ke kota ini
dilakukan waktunya bersamaan dengan terjadinya perang Khaibar pada tahun ke 7 hijrah.
d. Missi Dakwah ke Yaman.
Ada beberapa orang Shahabat yang pernah ditugaskan Nabi Saw untuk berdakwah
di Yaman. Antara lain, Abu Musa al-Asy’ari, Mu’adz bin Jabal, Ali bin Abi Thalib,
Khalid bin al-Walid, dan al-Barra’ bin Azib. Meskipun tidak bersamaan waktunya, namun
secara umum mereka dikirim ke Yaman pada tahun-tahun terakhir menjelang haji wida’
tahun 10 H.Al Barra’ bin ‘Azib menuturkan bahwa ia bersama Khalid bin al-Walid dan
lain-lain diutus Nabi Saw untuk berdakwah di Yaman. Mereka tinggal di Yaman selama
enam bulan, tetapi tidak ada seorang pun yang masuk Islam. Kemudian Nabi saw
mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan Khalid bin al-Walid, sementara al-
Barra’ bin ‘Azib tetap di Yaman. Ketika Ali bin Abi Thalib bersama al-Barra’ bin ‘Azib
mendatangi kabilah Hamdan di Yaman, warga kabilah ini menyambut kedua da’i utusan
Nabi saw itu. Kemudian sesudah sholat, Ali bin Abi Thalib tampil di hadapan mereka
untuk menyeru masuk Islam, dan secara serentak warga kabilah seluruhnya masuk Islam.
Ali bin Abi Thalib kemudian menulis surat untuk Nabi saw di Madinah,
memberitahukan tentang masuk Islamnya warga kabilah Hamdan. Nabi saw kemudian
12
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 169.
langsung bersujud syukur, dan setelah bangun beliau berkata; “Salam sejahtera semoga
dilimpahkan kepada warga kabilah Hamdan”.
Sedangkan Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal, keduanya diutus ke Yaman
bersama-sama. Menjelang berangkat, kepada dua orang ini Nabi saw berpesan;
“Permudahlah urusan orang, jangan mempersulit mereka. Sampaikanlah kepada mereka
hal-hal yang menggembirakan dan jangan membikin mereka kapok”. Dan tampaknya
Mu’adz ditugasi untuk mengordinir masalah pendidikan di Yaman dan Hadramaut.13
e. Missi Dakwah ke Najran.
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud menuturkan bahwa Nabi saw. pernah kedatangan
tamu-tamu yang terdiri dari orang-orangNashrani dari Najran. Mereka dipimpin oleh
al-‘Aqib dan al-Sayyid, dan bermaksud untuk melaknat (mengutuk) Nabi saw, namun
mereka itu membatalkan maksudnya. Kata salah seorang di antara mereka, “Anda jangan
mengutuknya. Karena demi Tuhan, seandainya dia benar-benar seorang Nabi dan Anda
mengutuknya, maka kita dan anak cucu kita nanti akan celaka selama-lamanya”.14
Akhirnya mereka berkata kepada Nabi saw, “Kami penuhi permintaan Anda,
namun kami minta agar anda mengirimkan orang yang dapat dipercaya untuk mengajarkan
Islam di Najran”. “Baik”, jawab Nabi saw. “Saya akan mengirimkan orang yang dapat
dipercaya (al-amin),” tambahnya. Mendengar kata-kata Nabi saw ini para shahabat
masing-masing mengharapkan agar dirinya ditunjuk menjadi da’i di Najran. Akhirnya
Nabi saw memanggil Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah untuk menghadap beliau,dan setelah
menghadap, beliau berkata, “Orang ini adalah orang yang dapat dipercaya dari umat
Islam”.
Pada tahun 10 H. Khalid bin al-Walid juga pernah dutus ke Najran, tepatnya ke
Kabilah Bani al-Harts. Semua warga kabilah ini masuk Islam, dan Khalid tinggal di
Najran untuk beberapa waktu guna mengajarkan agama Islam kepada mereka.

f. Missi Dakwah ke Makkah.


Sebelum Makkah dibebaskan pada tahun 8 H, kota kelahiran Nabi saw ini masih
dikuasai orang-orang musyrikin. Namun seudah dibebaskan (Fath Makkah) orang-orang
Islam menguasai kota tersebut. Ketika Nabi saw hendak kembali ke Madinah sesudah Fat
Makkah, beliau menunjuk Mu’adz bin Jabal untuk mengajarkan al-Qur’an dan agama

Thomas W Arnold, The Preaching, h. 37.


13

Haekal, Hayat Muhammad, h. 220.


14
Islam kepada warga kota Makkah, sementara ‘Attab bin Usaid ditunjuknya sebagai
walikota Makkah.15

Falsafah Pendekatan Missi.


Para sahabat sewaktu Rasul saw masih hidup, mereka selalu bersama Nabi saw
setiap hari, ternyata setelah beliau wafat mereka menyebar ke berbagai negeri baru.
Mereka rela meninggalkan kampung halaman mereka bukan untuk mendapatkan sejengkal
tanah di negeri orang, atau mencari kehidupan yang lebih baik, sebab kehidupan di
Madinah tentu lebih baik dari segala segi dibanding dengan lokasi-lokasi baru itu.Mereka
pergi hanya semata-mata untuk menyebarkan agama Islam, untuk membebaskan manusia
yang masih menjadi penyembah berhala menjadi penyembah Allah saja. Itulah sebenarnya
target kepergian mereka. Sebab mereka tahu pasti bahwa membimbing seorang saja
sehingga ia menjadi muslim, hal itu lebih baik bagi mereka daripada memiliki dunia ini
seisinya. Apalagi bila dibandingkan dengan hanya bermukim di Makkah atau Madinah.
Ada sementara orang yang beranggapan bahwa bermukim di Makkah atau di
Madinah adalah perbuatan yang baik, karena seseorang akan dapat memperoleh pahala
yang berlipat ganda dengan salat di Masjid al-Haram atau umrah. Mamang benar
demikian, namun bila dibanding dengan pahala menyebarkan Islam, tentulah yang akhir
ini yang lebih baik. Sekiranya tidak demikian, tentunya para sahabat itu tidak perlu
menyebar ke lokasi-lokasi baru. Apabila hal ini yang terjadi tentulah peta dunia Islam
tidak akan seperti yang ada sekarang ini.
Dakwah Islam dengan pendekatan missin ternyata sangat strategis sebagai upaya
untuk menyebarkan Islam. Hal itu tentu akan lepas dari faktor-faktor managemen dan
pembiayaan dakwah. Masalah pendanaan dakwah ini tampaknya tidak banyak diungkap,
baik pada masa Nabi saw maupun sesudahnya. Namun demikian ada beberapa petunjuk
bahwa pada da’i yang dikirimkan ke berbagai daerah itu mendapat tunjangan untuk
kehidupan mereka sehari-hari. Hal itu dapat dilihat dari contoh-contoh berikut;
1. Zakat dan Jizyah.Pada waktu Mu’adz bin Jabal diutus Nabi saw ke Yaman, ia juga
diberi tugas untuk memungut zakat dari penduduk setempat. Dan tentunya sebagai
pemungut zakat ia memperoleh hak atas harta zakat itu.
2. Bait al-mal.Ketika Khalifah “Umar bin al-Khattab mengutus ‘Abdullah bin Mas’ud ke
Kufah, beliau menulis surat untuk warga kota Kufah yang antara lain berisi bahwa
‘Abdullah bin Mas’ud akan menjadi tanggungan Bait al-Mal di Kufah.
15
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h.172.
3. Sumbangan Dermawan.Pada waktu Mush’ab bin ‘Umair berdakwah di Yatstrib
(Madinah), ia tinggal di rumah Sa’ad bin Zurarah. Suatu hal yang tidak mustahil bahwa
selama ia berada di Yatstrib, Sa’ad bin Zurarah juga mananggung keperluannya sehari-
hari.
Secara umum, biaya hidup para da’i pada waktu itu tidak terlalu sulit. Sebab
sebagai sahabat Nabi saw mereka sudah terbiasa hidup zuhud, sederhana, tanpa memiliki
target material. Karenanya bagi mereka kehidupan sehari-hari juga tidak menyita perhatian
mereka.

5. Pendekatan Korespondensi (Mukatabah).


Ahli tarikh Muhammad bin Sa’ad (w 230 H) dalam kitabnya al-Tabaraqat al Kubra
menulis satu persatu surat Nabi saw lengkap dengan sanadnya. Surat-surat itu berjumlah
tidak kurang dari 105 buah. Hanya saja teks surat-surat itu tidak semuanya disalin secara
lengkap. Di samping itu ada dua buah surat yang dapat dipastikan sebagai tidak otentik
dari Nabi saw karena di dalam sanadnya terdapat nama Muhammad bin al Saib al-Kalbi di
mana ia adalah seorang pendusta.
Sementara dilihat dari segi isinya surat-surat Nabi saw itu dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
1. Surat-surat yang berisi seruan untuk masuk Islam. Surat-surat jenis ini ditujukan
kepada orang-orang non muslim baik Yahudi, Nashrani, maupun Majusi; dan orang-
orang musyrikin baik dia raja, kepala daerah, maupun perorangan.
2. Surat-surat yang berisi aturan-aturan dalam Islam, misalnya tentang zakat, sadakah
dan sebagainya. Surat-surat ini ditujukan kepada orang-orang Muslim yang masih
memerlukan penjelasan-penjelasan dari Nabi saw.
3. Surat-surat yang berisi hal-hal yang wajib dikerjakan oleh orang-orang non-muslim
terhadap pemerintah Islam, seperti masalah jizyah (iuran keamanan). Surat-surat ini
ditujukan kepada orang-orang non muslim (Yahudi, Nahsrani, dan Majusi) yang telah
membuat perjanjian damai dengan Nabi saw.16
Dalam pembahasan ini hanya akan disebutkan beberapa contoh surat Nabi saw dari
kelompok pertama (surat-surat dakwah) yang dikirimkan serentak pada hari yang sama,
tahun 7 H, sesudah Nabi saw kembali dari Hudaibiyah (Makkah). Surat-surat itu ditujukan
kepada para raja dan penguasa di sekitar Jazirah Arab. Sebelum dikirimkan, para sahabat

Ibid., h. 181.
16
berkata bahwa raja-raja itu tidak mau membaca surat yang tidak distempel dari bahan
perak dan diukir dengan tiga baris kata; Muhammad, Rasul, Allah.
a. Surat Nabi saw untuk al-Najasyi.
Al-Najasyi adalah julukan untuk raja Habasyah (Abessinia). Nama pribadinya
adalah Ash’hamah bin Abjar. Surat Nabi saw ini dibawa oleh ‘Amr bin Umayyah al-
Dhamri, dan ia adalah orang pertama yang diutus Nabi saw untuk menyampaikan surat-
surat Nabi kepada raja-raja dan kepala negara. Teks surat tersebut dalam bahasa
Indonesianya kira-kira adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahiem
Dari Muhammad Utusan Allah
Kepada al-Najasyi Raja Abessinia
Masuklah Anda ke dalam agama Islam, karena sesungguhnya saya memuji Allah
kepada Anda. Allah Dzat yang tidak ada tuhan selain dia, Raja yang Maha Suci, Yang
Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara.
Saya bersaksi bahwa ‘Isa bin Maryam adalah Ruh dan Kalimah Allah yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, wanita yang tidak bersuami lagi baik dan menjaga
dirinya. Maka hamillah ia mengandung ‘Isa. Allah menciptakan ‘Isa dari ruh dan tiupan-
Nya, sebagaimana Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya.
Dan sesungguhnya saya mengajak Anda untuk menyembah kepada Allah dengan
mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain, serta (mengajak Anda)
untuk taat kepada-Nya. Saya juga mengajak Anda untuk mengikuti diri saya dan beriman
kepada wahyu yang datang kepada saya. Karena sesungguhnya saya adalah utusan Allah.
Sesungguhnya saya mengajak Anda dan tentara Anda untuk menyembah Allah.
Saya telah menyampaikan ajakan ini sekaligus memberikan nasihat kepada Anda.
Karenanya, terimalah nasihat saya ini.
Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti
petunjuk Allah.17
Setelah menerima dan membaca surat dari Rasul, Najasi memberi balasan kepada
Rasul, dengan surat yang artinya sebagai berikut:
“Atas Nama Allah Yang Pengasih lagi Penyayang”

Kepada Muhammad pesuruh Allah dari Najasi Ash-khimah.

17
Ibid., h. 184.
Semoga keselamatan atasmu hai pesuruh Allah dan Rahmat-Nya dan barakah
Allah Yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Kemudian daripada itu, sungguh telah sampai suratmu kepadaku hai Pesuruh
Allah. Segala apa yang engkau sebut menngenai Isa, demi Tuhan langit dan bumi
sesungguhnya Isa itu tidak lebih daripada apa yang engkau sebut tadi walaupun sebesar
pucuk lidi kurma. Sungguh tepat apa yang engkau sebutkan dan sayapun mengetahui apa
yang engkau sampaikan kepada kami. Maka aku bersaksi bahwa engkau adalah pesuruh
Allah, yang benar lagi membenarkan, dan sayapun berjanji taat dan berjanji pula pada
anak pamanmu dan saya menyatakan Islam di hadapannya, menyerah kepada Allah,
Tuhan Sekalian Alam, dan saya mengutus kepadamu anaku, kalau engkau menghendaki
saya akan datang sendiri kepadamu. Hai Pesuruh Allah sungguh saya bersaksi bahwa apa
yang engkau ucapkan adalah benar.Semoga keselamatan atas dirimu dan rahmat Allah
dan barakah-Nya .18
Selain surat yang dikirimkan Rasul saw kepada al-Najasyi, tercatat ada lima surat
lagi yang telah dikirimkan Rasul saw kepada para penguasa pada saat itu, yaitu kepada
Kaisar Heracliaus, Kisra Persia, al Muqauqis, Al-Harits al-Ghassani, dan kepada penguasa
Yamamah Haudzah al-Hanafi. Surat-surat yang dikirimkan Rasul kepada para penguasa
itu, ternyata mendapat reaksi yang berbeda-beda.19
Kaisar Heraclius misalnya, dengan menerima surat dari Rasul, ia memang
mengakui kerasulan Muhammad saw. Meskipun Heraclius mengakui kerasulan Nabi
Muhammad saw, namun ia tetap tidak mau masuk Islam. Ketika berada kembali di Himsh,
ia mengumpulkan para pembesar Romawi di sebuah gereja. Setelah mereka semua masuk
di gereja, Kaisar Heraclius kemudian mengunci pintu-pintu gereja dari dalam. Selanjutnya
ia berpidato di mana anatra lain ia mengatakan, “Hai orang-orang Romawi, maukah kamu
semua tetap berbahagia seraya memperoleh petunjuk, sementara kekuasaan kamu tetap
utuh. Namun kamu semua membaiat Nabi yang baru itu?”
Mendengar ungkapan itu para pembesar tadi langsung ribut. Mereka berhamburan
menuju ke pintu-pintu gereja hendak meninggalkan tempat itu, tetapi pintu-pintu itu sudah
terkunci sejak tadi. Melihat hal itu akhirnya Kaisar memanggil mereka untuk kembali.
Kemudian ia berkata, “Saya berbicara seperti tadi itu tidak lain hanyalah karena ingin
menguji apakah kalian masih setia kepada agama kalian atau tidak. Dan saya tahu ternyata
kalian masih setia kepada agama kalian”. Akhirnya mereka sujud kepada Kiasar Heraclius.
18
Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah (Jakarta: Yayasan Capita Elekta, 1996), h. 291.
19
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 369.
Begitulah sikap Kaisar Heraclius, ia tetap tidak mau memeluk agama Islam. Dan
meskipun ia pernah mengirimkan surat kepada Nabi saw, namun ia justru memusuhi Nabi
saw dan kaum Muslimin, di mana pada tahun berikutnya (8 H) ia mengrahkan pasukannya
untuk menyerbu kaum Muslimin. Maka pecahlah perang Mu’tah. Tahun berikutnya ia juga
mengerahkan pasukan lagi untuk menyerang umat Islam, maka terjadilah perang Tabuk.20
Sementara itu surat yang dikirimkan Nabi kepada Kisra Persia, mendapat reaksi
yang sangat buruk. Karena setelah surat Nabi saw dibaca, Kisra langsung merobek-
robeknya. Setelah hal itu diberitahukan kepada Nabi saw, beliau berdoa agar Allah
merobek-merobek dan menghancurkan keluarga Kisra. Kisra sendiri kemudian menulis
surat untuk Gubernur Yaman yang bernam Badzan. Ia memerintahkan agar Badzan
mengutus dua orang yang kuat dari Yaman untuk menghadap Nabi saw. Dua orang ini
ditugaskan untuk memperoleh informasi tentang Nabi saw.
Dengan membawa surat pengantar dari Badzan Gubernur Yaman, dua orang itu
meninggalkan Yaman menuju ke Madinah, untuk menghadap Nabi saw. Setelah tiba di
Madinah surat itu mereka berikan kepada Nabi saw. dan setelah dibaca, Nabi saw
tersenyum. Beliau kemudian mengajak dua orang Yaman itu untuk masuk Islam. Beliau
juga mempersilahkan mereka beristerahat dan berpesan agar besok mereka kembali
menghadap beliau karena ada suatu hal yang akan disampaikan.21
Keesokan harinya dua orang itu kembali menghadap Nabi saw. kepada mereka
Nabi saw kemudian bersabda, “Beritahukanlah kepada Badzan bahwa Allah Tuhanku
telah mencabut nyawa Kisra tadi malam, tepatnya tujuh jam yang lalu. Allah telah
menguasakan kepada anak Kisra yang bernama Syirawaih untuk membunuh ayahnya
sendiri”. Tadi malam yang dimaksud Nabi saw itu adalah malam Selasa 10 Jumadilawal 7
H. dua orang utusan itu akhirnya kembali pulang ke Yaman, dan memberitahukan kepada
Badzan apa yang mereka alami di Madinah, Badzan dan orang-orang Yaman akhirnya
menyatakan memerluk agama Islam.
Adapun surat Rasul saw yang dikirimkan kepada al-Muqauqis memang mendapat
balasan darinya. Tetapi balasan itu berupa pemberian hadiah yakni kiriman dua orang
wanita sahaya yang memiliki kedudukan penting di kalangan orang-orang Kopti dan juga
kiriman pakaian dan seekor binghal. Begitulah sikap al-Muqauqis ia tetap tidak mau
masuk Islam. Sementara dua orang wanita sahaya itu masing-masing bernama Maria dan

Haekal, Hayat Muhammad, h. 429.


20

Ibid., h. 430.
21
Sirin. Sedangkan seekor bighal tadi berwarna putih yang pada saat itu tidak terdapat di
jazirah Arabia.22
Selain mengirim surat pada raja-raja tersebut di atas, Rasul juga mengirim suratnya
kepada Al-Harits al-Ghassani seorang raja Balqa yang berada di bawah jajahan Romawi.
Ketika Suja’ bin Wahb al-Asadi hendak memberikan surat Nabi, al-Harits sedang berada
di kawasan wisata di Damascus. Ia sedang mempersiapkan kedatangan Kaisar Heraclius
yang sedang dalam perjalanan kaki dari Himsh ke Elliya. Kepada salah seorang pengawal
Kerajaan, Suja’ memperkenalkan diri bahwa ia adalah utusan Nabi saw untuk
menyampaikan surat kepada al-Harits.
Pengawal tadi bernama Mora, menyarankan agar surat itu jangan segera diberikan,
melainkan ditunggu sampai al-Harits keluar pada hari yang ditentukan. Pengawal juga
menanyakan perihal Rasulullah saw. Ketika Suja’ menerangkan tentang sifat-sifat Nabi
saw, tiba-tibapengawal tadi terdiam. Sambil menangis dengan suara terbata-bata ia
berkata, “Saya sudah membaca Kitab Injil. Ternayata sifat-sifat Nabi itu persis seperti
yang terdapat dalam Injil”. Akhirnya ia menyatakan beriman kepada Nabi Muhammad
saw, namun ia tidak berani memberitahukan hal itu kepada orang lain. Karena apabila al-
Harits tahu, ia akan dibunuh oleh al-Harits.
Ketika hari yang ditunggu-tunggu tiba, al-Harits keluar, dan Suja’ memberikan
surat itu kepadanya. Begitu dibaca surat itu langsung dilemparnya, seraya berkata, “Siapa
yang akan mencopot kekuasaanku akan kudatangi dia meskipun berada di negeri Yaman.
Beritahukan kepada kawanmu itu – maksudnya Nabi saw – apa yang kamu lihat di
sini”.Begitulah sikap al-Harits, ia menolak dakwah Nabi saw bahkan melempar surat
beliau,dan satu tahun kemudian, tepatnya tahun 8 H, al-Harits meninggal dunia.
Kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi seorang penguasa Yamamah, Rasul
Muhammad saw mengirimkan surat dakwah yang dibawah oleh seorang sahabat bernama
Salit bin ‘Amr al-‘Amiri. Setelah Haudzah menerima dan membaca surat Rasul, ia
kemudian menulis surat sebagai jawaban atas surat Nabi saw. Surat jawaban ini
dikirimkan lewat Sulit bin ‘amr pembawa surat Nabi saw. Diantara isinya adalah,
“Alangkah baiknya ajakan anda dan alangkah indahnya. Tetapi aku adalah penyair
sekaligus ahli pidato di kalangan kaumku. Orang-orang Arab juga takut pada
kedudukanku. Karenanya, kita bagi-bagi kekuasaan saja, nanti aku akan mengikuti kamu”.
Sementara Salit sendiri diberi hadiah antara lain kain tenun Hajar.23

Ibid.
22

Ibid.
23
Falsafah Pendekatan Korespondensi.
Tampaknya tidak terlalu sulit memahami bahwa pendekatan korespondensi
merupakan salah satu cara berdakwah. Karena dakwah adalah penyampaian informasi
kepada pihak lain yang caranya antara lain melalui korespondensi. Namun ada satu hal
yang perlu dicatat dalam pendekatan dakwah Nabi saw ini, bahwa pada tahun 7 Hijri itu
Nabi saw mulai memperkenalkan Islam kepada bangsa-bangsa di luar Arab. Sementara
kurang lebih enam belas tahun sebelumnya (sepuluh tahun di Makkah dan enam tahun di
Madinah) beliau hanya berdakwah kepada orang-orang Arab.24
Hal ini sekaligus memberikan ketegasan bahwa dakwah Islam adalah bersifat
universal. Ia adalah mendunia, bukan hanya untuk lokal bangsa Arab. Sekiranya Nabi saw
tidak melakukan go internasional dalam dakwahnya, mungkin ada orang-orang yang
menganggap bahwa agama Islam tidak memiliki sifat universal. Padahal sebagai seorang
Rasul, beliau tentulah mengetahui hasil dakwahnya itu. Dan ternyata dari enam orang raja
atau kepala negara itu tidak satu pun yang kemudian masuk Islam, kecuali al-Najasyi yang
juga masih kontroversial.

6. Pendekatan Diskusi (Mujadalah).


Ketika Nabi saw masih tinggal di Makkah beliau pernah didatangi serombongan
tamu yang terdiri dari pendeta-pendeta Nashrani Abessinia (Habasyah) yang berjumlah
tujuh puluh orang. Mereka dikirim oleh al-Najasyi Raja Abessinia. Namun Nabi saw tidak
melakukan diskusi dengan mereka. Karena setelah mereka mengetahui bahwa sifat-sifat
Nabi akhir zaman seperti yang diceritakan dalam kitab Injil itu benar-benar terdapat pada
diri Nabi Muhammad saw dan setelah Nabi saw membacakan Surah Yasin, mereka
langsung menyatakan beriman kepada Nabi saw.
Setelah beliau tinggal di Madinah, sejak tahun 5 Hijri, banyak tamu secara
rombongan yang menghadap beliau. Mereka umumnya berasal dari kabilah-kabilah yang
tinggal di sekitar Jazirah Arab. Menurut ahli tarikh Ibn Sa’ad, jumlah rombongan tamu
yang pernah datang kepada Nabi saw tidak kurang dari tujuh puluh satu tombongan,
diawali rombongan tamu dari kabilah Muzainah pada bulan Rajab tahun 5 Hijri.
Sementara Ibn Qayyim al-Jauziyah hanya menuturkan tidak kurang dari tiga puluh lima
rombongan saja.Tamu-tamu itu ada yang sudah muslim, dan ada pula yang bukan muslim.
Mereka yang muslim umumnya ingin memperdalam agama Islam langsung dari Nabi saw.
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 368.
24
Sambil mengajarkan agama kepada mereka Nabi saw juga melakukan dialog-dialog.
Sementara yang bukan muslim mereka banyak melakukan diskusi dengan Nabi saw dalam
masalah-masalah agama. Diantara diskusi yang pernah dilakukan rasul terhadap orang-
orang non muslim adalah terhadap Kaum Musyrikin Makkah, Orang-orang Yahudi, dan
orang-orang Nashrani Najran.25

Falsafah Pendekatan Diskusi


Tampaknya tidak semua orang dapat menerima dakwah Islam secara begitu saja ia
mendengar seruan itu. Ada tipologi manusia yang merasa perlu untuk mempertanyakan
dahulu kebenaran materi-materi dakwah yang disampaikan kepadanya. Pada manusia
semacam inilah dakwah melalui pendekatan diskusi akan memainkan perannya sehingga
ia sebagai objek dakwah akan menerimanya dengan parasaan mantap dan puas.
Diskusi adalah salah satu pendekatan dakwah yang persuasif. Diskusi merupakan
adu argumentasi antara da’i sebagai pelaku dakwah dan mad’u sebagai objek dakwah.
Dari sini diharapkan akan lahir sebuah pendirian yang meyakinkan, terutama bagi objek
dakwah. Karenanya sangat wajar apabila Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah berpendapat
bahwa melaukan diskusi dengnan orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) bukan
saja dibolehkan, melainkan diwajibkan apabila diharapkan mereka akan masuk Islam
setelah berdiskusi.
Di sisi lain dakwah dengan pendekatan diskusi ini juga akan menuntut adanya
profesionalisme (keahlian) dari para da’i. Mereka akan dipaksa untuk memperbanyak
perbendaharaan ilmiahnya, bukan hanya kemampuan berbicara yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga da’i dalam berdiksui akan mampu
membuka pikiran lawannya kepada kebenaran hakiki yang Islami.
B. Metode Dakwah para Sahabat
Setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, amanah dakwah beralih kepada para
sahabat. Pada saat itu dakwah Islam dihadapkan pada berbagai masalah besar dan berat, dan
itulah yang harus ditangani oleh para sahabat sebagai penerus dakwah Islam. Masalah dan
tantangan berat yang harus dihadapi para sahabat dalam mengembangkan dakwah Islamiyah,
di antaranya adalah:
1. Munculnya para bandit yang menamakan dirinya nabi (nabi palsu)
2. Membangkangnya segolongan orang yang masih tipis imannya dan mereka
menentang zakat.

25
Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode, h. 207.
3. Masyarakat Islam tambah meluas, sehingga membutuhkan pembinaan yang lebih
lanjut dan kontiniu.
4. Perluasan wilayah Dakwah Islamiyah ke daerah-daerah Kerajaan Rumawi Timur dan
Kerajaan Persia, yang telah dimulai Rasul dengan penguasaan tabuk, harus
dilanjutkan.
5. Terjadinya peristiwa-peristiwa berdarah dalam tubuh masyarakat Islam pada bagian
kedua dari masa Khulafaur Rasyidin.
6. Bahaya Yahudi yang telah mengundurkan diri dari Madinah dan sekitarnya, masih
merupakan bahaya yang mengancam jalannya dakwah Islamiyah.26
Tantangan daksat yang dihadapi dakwah Islam, pada masa awal pemerintahan
khulafaurrasyidin adalah pembangkangan beberapa suku yang tadinya telah masuk Islam.
Ada yang hanya membangkang terhadap sebahagian ajaran Islam, terutama perintah zakat,
mereka tidak mau membayar zakat, sedangkan ajaran-ajaran yang lain masih mereka
laksanakan. Ada yang membangkang secara total, mereka menjadi kafir kembali, telah
murtad dan bahkan dari kalangan mereka muncul bandit yang mengaku-ngaku sebagai nabi
palsu.
Dalam menghadapi tantangan yang dahsat ini, kebanyakan sahabat menghendaki
penyelesaian dengan kebijaksanaan tidak mempergunakan kekerasan, termasuk dalam
golongan ini Umar bin Khattab yang selama ini terkenal sangat keras. Di pihak lain Khalifah
Abubakar berpendapat lain, menurutnya perlu dilakukan tindakan keras dan tegas, tanpa
tedeng aling-aling, terutama sekali setelah penolakan mereka terhadap delegasi khalifah
bahkan ada yang dibunuhnya. Akhirnya para sahabat menyetujui pendapat Khalifah Abu
Bakar, sehingga dalam waktu singkat beliau menyiapkan angkatan-angkatan dakwah untuk
mengajak para pembangkang kembali ke jalan Islam. Angkatan-angkatan dakwah yang
disiapkan oleh kahlifah dilindungi oleh pasukan bersenjata yang kuat, dengan tugas
menghancurkan setiap mereka yang menolak dakwah.27
Abu Bakar menyiapkan pasukan besar yang terdiri dari sebelas regu, masing-masing
regu dikepalai oleh Panglima Pasukan dan kepada setiap pimpinan ditentukan ke arah mana
mereka harus berangkat. Khalifah meminta kepada pasukan agar memaafkan para
pembangkang dan mengajak mereka kembali kepada Islam. Jika mereka memenuhi ajakan
tersebut, mereka tidak boleh diperangi. Jika mereka menolah, mereka boleh diserang sampai
mereka menyatakan untuk kembali kepada Islam. Khalifah Abu Bakar juga mengirim surat

A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Alquran, (Jakarta: Bulan Bintang,1984), h. 379


26

Ibid., h. 383.
27
kepada para pembangkang zakat, mengajak mereka untuk kembali kepada Islam yang benar
dan menjelaskan kepada mereka kesalahpahamannya. Siapa yang menyadari kesalahannya,
maka akan dimaafkan dan siapa yang bertahan dengan pendapatnya, maka akan ada pasukan
dakwah yang akan membersihkan mereka.28
Setelah masalah-masalah dakwah internal mulai tenang, khalifah Abu Bakar
mencanangkan gerakan dakwah ke luar Jazirah yang meliputi kawasan Utara dan kawasan
Syam. Dua tahun masa pemerintahan Abu Bakar merupakan masa yang penuh berkah, sebab
kembalinya negeri yang murtad ke pangkuan Islam terjadi pada zamannya, dan perluasan
wilayah Islam ke Persia dan Romawi juga dimulai pada zamannya. Selain melakukan
perluasan wilayah dakwah Islam ke berbagai daerah, khlaifah Abu Bakar tidak melupakan
proyek yang sangat krusial bagi keutuhan ajaran Islam, yaitu pengumpulan Alquran. 29
Setelah khalifah Abu Bakar wafat, kekhalifahan dilanjutkan oleh Umar ibn Khattab,
beliau adalah negarawan yang baik, tegas dan tertib, baik dalam hal administrasi maupun
keuangan. Selama memimpin pemerintahan, Umar ibn Khattab selalu berusaha untuk
menjadikan dakwah sebagai tujuan utama negara. Segala kebijakan yang diturunkan mesti
sesuai dan mendukung kemajuan dakwah Islam. Diantara kebijakan Umar yang mendukung
atau memajukan dakwah Islam adalah Khalifah Umar sering memanggil para ulama sahabat
untuk membicarakan tentang kebijakan yang akan diambil berkenaan dengan munculnya
permasalahan-permasalahan baru setelah meluasnya daerah yang dikuasai Islam. Selain itu,
Khalifah Umar ibn Khattab juga memberikan pengarahan kepada para pegawainya tentang
nilai-nilai Islam secara terus-menerus. Hal ini dilakukannya agar para pegawainya tidak
menjadikan wilayah kekuasaannya sebagai lahan mencari kehidupan duniawi, melainkan
menjadikannya sebagai sarana untuk membina masyarakat agar berdaya di dunia dan sukses
di akhirat.30
Setelah sepuluh tahun enam bulan Umar ibn Khattab menjadi khalifah dan beliau
wafat, kekhalifahan digantikan oleh Usman ibn Affan. Beliau adalah pedagang dan saudagar
kaya sebelum dan sesudah Islam. Banyak harta beliau infakan untuk kepentingan dakwah
baik itu pada periode Makkah maupun di Madinah. Beliau membeli sumber air di Madinah
(Bi’r Rumah) untuk kepentingan kaum muslimin, beliau membeli tanah untuk perluasan
masjid Nabawi, beliau juga menyumbangkan hartanya untuk keperluan pasukan Islam pada
masa Rasulullah. Selain banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan dawah Islam,
Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),
28

h. 86.
Ibid., h. 94.
29

Ibid., h. 98.
30
khalifah Usman juga aktif melakukan berbagai kegiatan dakwah dengan cara mengirim
pasukan ke berbagai wilayah, di antaranya ke Afrika Barat, Sudan, dan ke Cyprus.31
Dari uraian tentang sepak terjang para sahabat Khulafaurrasyidin dalam mengelola
pemerintahan dan melaksanakan kegiatan dakwah Islam, dapat diambil satu pemahamanan
bahwa pada masa sahabat ada beberapa metode dakwah yang diterapkan yaitu:
1. Metode dakwah dengan kekuatan atau penaklukkan ke berbagai wilayah yang belum
tunduk dan mau menerima dakwah Islam. Hal ini merupakan lanjutan dari apa yang
sudah dirintis oleh Rasulullah dalam melakukan pengembangan wilayah kekuasaan
Islam. Selain itu metode dakwah dengan kekuatan juga diterapkan oleh sahabat dalam
rangka memberantas para pembangkang zakat, para nabi palsu, dan golongan murtad
yang muncul setelah Rasulullah Muhammad saw. wafat.
2. Dakwah melalui tulisan, dakwah dengan cara ini telah dimulai pada masa
pemerintahan Abu Bakar as-Siddiq, yakni melalui usaha pengumpulan dan
pembukuan Alquran menjad satu mushaf. Tidak berhenti pada masa Abu Bakar,
dakwah melalui tulisan juga dilaksanakan oleh khalifah Usman ibn Affan, yakni
dengan memerintahkan Zaid ibn Sabit untuk menyalin mushaf Alquran menjadi 6
(enam) buah mushaf dan selanjutnya dibagikan kepada umat Islam. Selain
pengumpulan dan pembukuan Alquran dakwah dengan melalui tulisan pada masa
sahabat telah dimulai usaha-usaha pengembangan dan pembukuan ilmu pengetahuan,
yang menjadi landasan dakwah Islamiyah.32
3. Dakwah struktural, hal ini dilakukan oleh khalifah Umar ibn Khattab di mana beliau
sebagai pimpinan sekaligus bertindak sebagai juru dakwah yang memberikan
pengarahan kepada para pegawainya tentang nilai-nilai Islam secara terus-menerus.
4. Dakwah dengan amal nyata, hal ini yang dilakukan oleh khalifah Usman ibn Affan
seperti menyediakan fasilitas air minum, membeli tanah untuk perluasan masjid, dan
memberi bantuan harta bagi perjuangan umat Islam.
5. Dakwah dengan cara memberikan pendidikan kepada umat Islam, terutama mereka-
mereka yang baru masuk Islam di daerah-daerah baru ditaklukan oleh pasukan Islam.
Kegiatan dakwah dengan cara pendidikan banyak dilakukan oleh sahabat, baik itu
dalam mengajarkan Alquran maupun hadis-hadis Rasulullah saw.
Pada masa sahabat negara tidak mengenal orang yang berprofesi sebagai da’i secara
khusus seperti jaman sekarang ini, semua adalah da’i, dan jika diminta untuk menyampaikan

Ibid., h. 101.
31

A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 390.


32
ilmu yang dimiliki, dia akan langsung menyampaikannya. Jika diminta fatwanya, dia akan
memberikan fatwa yang ia dengar dari rasulullah saw. gema galaqah-halaqah ilmiah
terdengar di setiap tempat, terutama di kota-kota besar, seperti Mekkah,Madinah, Bashrah,
Mesir, dan Syam. Kondisi ini berlangsung sampa akhir masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin. Masalah dakwah tidak ditekuni oleh orang tertentu, tetapi menyatu dalam kegiatan
seperti ta’lim, tahfiz Alquran, mengumpulkan zakat, memberikan fatwa, dan melakukan
qadha’. Materi nasehat dan pengarahan yang disampaikan pada masa sahabat tidak lepas dari
Alquran dan Sunah dan materi yang dikembangkan dari dua sumber di atas atau materi yang
masih berada dalam bingkai Alquran dan Hadis.33

C. Metode Dakwah Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in


Tabi’in adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan
tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad. Usianya tentu saja lebih muda dari sahabat
Nabi bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa Sahabat masih hidup, Tabi’in
merupakan murid sahabat. Masa Tabi’in dimula sejak wafatnya Sahabat Nabi terakhir, Abu
Thufail al-Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Mekkah, dan berakhir dengan wafatnya
Tabi’in terkahir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M). Setelah masa Tabi’in
berakhir, maka diteruskan dengan masa Tabi’ tabi’in atau generasi ketiga umat Islam setelah
34
Nabi Muhammad wafat. Tabi’ut tabi’in adalah generasi setelah tabi’in, artinya pengikut
tabi’in atau juga disebut sebagai murid tabi’in.
Jika ditinjau dari sisi daulah Islamiyah, maka masa tabi’in dan tabi’ tabi’in bersamaan
dengan masa Daulah Ummayah bagian akhir dan Daulah Abbasiyah (masa Abbasiyah I dan
Abbasiyah II). Pada masa itudakwah Islam berjalan dengan baik dengan berbagai metode
yang diterapkan oleh umat Islam.Di antara metode dakwah yang diterapkan umat Islam pada
masa tabi’in dan tabi’ tabi’in adalah:
1. Melakukan Perluasan Wilayah Dakwah Islamiyah. Hal ini dilakukan sebagai reaksi
terhadap adanya ancaman-ancaman yang membahayakan Dakwah Islamiyah dari
Kerajaan Rumawy Timur dan Kerjaan Persia di perbatasannya masing-masing. Maka
diambillah langkah-langkah penyelamatan dan pengamanan, yang kemudian dengan
pertimbangan dan tinjauan jangka panjang, ditetapkan perlunya perluasan wilayah
Dakwah Islamiyah ke seberang perbatasan yang telah ada. Atas dasar pertimbangan

Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar, h. 107.


33

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Alquran di Indonesia, (Solo: Tiga


34

Serangkai, 2003), h. 10.


inilah, maka kemudian arena perjuangan dan pengembangan Dakwah islamiyah
dilakukan di tiga medan yang luas, yaitu Asia Kecil dan Negeri Romawi, Afrika Utara
dan Andalusia, dan Medan Timur sampai ke Pakistan, India, dan bahkan hampir
sampai ke Cina.35
2. Pembinaan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Seiring dengan melemahnya
daulah Umayyah di penghujung masa pemerintahannya, dakwah melalui atau dengan
cara perluasan wilayah juga mengalami kemunduran. Namun kemunduran perluasan
wilayahtidak serta merta memundurkan gerakan dakwah Islam para tabi’in, sebab
mereka telah melakukan dakwah dengan cara pengembangan ilmiah atau pengetahuan
bersamaan dengan gerakan futuhat Islamiyah. Setiap kali pasukaan menaklukkan
negeri baru, selalu ditindaklanjuti oleh para ulama dengan mengajarkan fikih,
syari’ah, hadis, dan tafsir. Mereka mengajarkan Islam dan menjelaskan kepada
penduduk, para ulama menyebar ke segala pelosok negeri, seperti ke Mesir, Kufah,
Syam dan ada yang ke Afrika. Menyebarnya ulama ke berbagai negeri membuahkan
gerakan ilmiah di negeri-negeri tersebut, berdirilah kelompok-kelompok kajian dan
halaqah-halaqah ilmu. Di majelis ilmu tersebut pembauran intensif terjadi, perbedaan
bangsa dilebur oleh kepentingan dakwah.36
3. Memakmurkan Masjid dengan Kajian Keagamaan. Pada masa tabi’in dan tabi’
tabi’in, fenomena profesionalitas dalam dakwah sudah mulai kelihatan. Muncul
kelompok-kelompok kajian dan halaqah-halaqah dakwah di masjid-masjid. Para da’i
duduk di masjid dan dikelilingi oleh murid-murid, model taklim sepertin inilah yang
disebut dengan halaqah. Selain ulama yang melakukan kajian ilmiah, ada orang yang
disebut al qashshas atau al wu’adz (menyampaikan ilmu dengan metode
bercerita).37Masjid-masjid di Bagdad, Bashrah, Kufah, dan lainnya dipenuhi oleh para
ulama, penceramah, ahli hadis dan lainnya. Mereka memiliki pengaruh besar dalam
pencerahan iman umat Islam. Materi yang menonjol saat itu adalah tazkiyatun nufus
(pembersihan hati), peringatan tentang negeri akhirat, serta seruan agar tidak
terperdaya oleh kehidupan dunia. Mataeri-materi ini mencuat ke permukaan sebagai
reaksi dari aksi kemewahan dan kemaksiatan yang terjadi di level penguasa.38

35
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 395.
36
Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar, h. 112.
37
Ibid, h. 113.
38
Ibid, h. 121
4. Menulis dan menterjemahkan karya ilmiah dari berbagai bahasa. Pada abad ke-2 dan
ke-3, gerakan menulis ilmu-ilmu agama dan bahasa cukup bergairah, di antara ilmu
yang dikembangkan adalah ilmu hadis, fikih, tafsir, tarikh dan sirah. Gerakan
menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing ke bahasa Arab, juga
terjadi pada masa ini, dan ini merupakan aktivitas dakwah yang dilakukan oleh umat
Islam pada masa itu.39
5. Melakukan Rihlah ad-Dakwah, pada masa ini, secara pribadi-pribadi maupun secara
berkelompok, para da’I berangkat melaksanakan kewajibannya ke berbagai tempat,
dan di antara hasinya adalah masuk Islamnya sepertiga penduduk anak benua India
dan masuk Islamnya penduduk negeri Cina dalam jumlah yang cukup besar.40
Demikanlah beberapa kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh umat Islam, mulai
dari masa Rasulullah, masa Sahabat, masa tabi’in dan tabi ut Tabi’in, dan sekaligus
mencerminkan metode dakwah yang diterapkan. Dari masa-masa itulah Dakwah Islam terus
melaju dan berkembang ke berbagai wilayah di dunia ini dan menembus kurun waktu yang
panjang, sampai kenegeri Indonesia pada masa sekarang ini.

Evaluasi:
1. Tulis dan berikan analisa anda terhadap enam pendekatan dakwah Nabi, lalu
jelaskanlah bagaimana tingkat efektivitas pendekatan tersebut jika diterapkan pada
jaman sekarang ini.
2. Kemukakanlah komentar anda terhadap metode-metode dakwah yang diterapkan
pendakwah pada masa sahabat dan juga masa tabi’in

A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 416


39

Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar, h. 122.


40

Anda mungkin juga menyukai