Bagian Vi
Bagian Vi
Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan beberapa pendekatan dakwah yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW, Sahabat dan Tabi’in.
2. Mahasiswa mampu memahami dan memilih serta menerapkan pendekatan dakwah
Nabi Muhammad SAW, Sahabat, dan Tabi’in sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jaman.
ِّلُك ِّل ُأَّمٖة َج َع ۡل َنا َم نَس ًك ا ُهۡم َناِس ُك وُۖه َفاَل ُيَٰن ِز ُع َّن َك ِفي ٱَأۡلۡم ِۚر َو ٱۡد ُع ِإَلٰى َر ِّب َۖك ِإَّن َك َلَع َلٰى
٦٧ ُهٗد ى ُّم ۡس َتِقيٖم
Artinya: “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari´at tertentu yang mereka
lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari´at) ini dan
serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus”.QS. Al Hajj: 67)
Rasulullah saw secara kontiniu menyeru dan mengajak manusia ke jalan Tuhan,
sampai Allah Swt memberikan petunjuk dan hidayah kepada mereka. Maka apabila mereka
telah menerima dakwah dan telah mendapat petunjuk, berarti mereka berada di jalan yang
diridhai Allah, dan dengan demikian mereka memperoleh ganjaran dan balasan yang sebaik-
baiknya, ganjaran dan pahala yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman.1
Sebenarnya berdakwah merupakan tugas pokok para rasul dan memang mereka
dibangkitkan untuk berdakwah. Para rasul tanpa terkecuali ditugaskan berdakwah kepada
kaumnya, dan memang mereka diutus untuk menyeru kaumnya, agar mereka beriman kepada
Allah dan beribadah kepadaNya, sesuai dengan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah saw.
1
A. Karim Zaidan, Dasar-dasar, h. 2.
Demikianlah para rasul-rasul adalah juru dakwah dan Allah telah memilih mereka untuk
menyampaikan dakwah, menyampaikan agama Allah kepada umat manusia.2
Rasul dan juru dakwah yang terakhir diutus Allah ke dunia ini adalah Rasulullah
Muhammad saw. Nabi Muhammad sebagai pelaksana pertama dan utama dari Dakwah
Islamiyah digelari dengan mubasysyir, nazir dan da’i dan dia juga dinyatakan sebagai lentera
yang memberi cahaya. Dalam menjalankan Dakwah Islamiyah, Muhammad saw.
menghadapi musuh-musuh yang terdiri dari orang-orang Yahudi, Nasrani, kafir musyrik dan
munafik. Muhammad saw. tidak sedikitpun gentar dan takut kepada mereka, melainkan tetap
bertawakkal kepada Allah dan terus berjuang dengan sekuat tenaga serta dengan melalui
berbagai pendekatan untuk menyampaikan dakwah Islamiyah.3
4
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 128.
5
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, Metode dan Strategi Da’wah Islam, terj. Marsuni
Sasaky & Mustahab Hasbullah (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996), h. 25.
6
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 147.
menyembah Allah, melainkan sudah tercampur dengan pemujaan, pengultusan dan
penyembahan terhadap berhala-berhala yang mereka tempatkan di dalam Ka’bah dan
sekitarnya.
Lebih dari itu, para kabilah-kabilah Arab berdatangan ke Mekkah juga untuk
maksud-maksud lain, yaitu berdagang dan membacakan sya’ir-sya’ir mereka. Tersebutlah
tempat-tempat untuk berdagang dan pembacaan sya’ir itu, Okazh, Mijannah, dan Dzu al-
Majaz (Djulmajaz). Okazh adalah nama sebuah pasar untuk kabilah Qais ‘Ailan dan
kabilah Tsaqif, lokasinya berada di sebelah timur Qarm al-Manazil, tempat untuk memulai
ihram bagi orang yang datang dari arah Timur. Mijannah adalah sebuah pasar untuk
kabilah Kinanah, lokasinya berada di lembah Makkah. Sedangkan Dzul al-Majajz adalah
pasar untuk kabilah Hudzail, dan berlokasi di sebelah kanam tempat wukuf (Arafah).
Pada hari pertama bulan Dzu al Qa’dah, kabilah-kabilah itu sudah berdatangan di
Okazh, mereka tinggal di situ selama dua puluh hari. Sesudah itu mereka pindah ke
Mijannah dan mereka tinggal di sini selama delapan hari. Selanjutnya mereka pindah ke
Dzu al-Majaz, dan di sini mereka tinggal sampai hari Tarwiyah (hari ke delapan bulan Dzu
al-Hijjah). Dari Dzu al-Majaz mereka kemudian langsung berangkat ke Arafah untuk
melakukan wukuf.
Karena di Arafah pada waktu itu tidak ada air, begitu pula di Muzdalifah, maka
sebelum berangkat mereka mandi dahulu dan menyegarkan badan dengan air yang ada di
Dzu al-Majaz. Karenanya, hari ke delapan bulan Dzu al-Hijjah itu disebut hari Tarwiyah
yang secara kebahasaan berarti hari penyegaran.
Di tempat-tempat itulah Nabi saw mendatangi kabilah-kabilah untuk menawarkan
Islam seraya mencari dukungan keamanan dari mereka. Dukungan keamanan dari kabilah-
kabilah itu diperlukan mengingat sejak Nabi saw berdakwah secara terbuka, orang-orang
musyrikin dari suku Quraisy selalu menteror beliau sehingga keamanan jiwa beliau sulalu
terancam. Sebagai utusan Allah, sebenarnya beliau sudah meyakini bahwa beliau akan
selalu dijaga oleh Allah, namun beliau tetap menjalankan upaya lahiriyah untuk
memperoleh jaminan keamanan dari kabilah-kabilah. Sebab tanpa adanya stabilitas
keamanan, khsusunya untuk diri beliau, dakwah yang dijalankan tidak akan membawa
hasil yang memuaskan.
Dari satu tenda ke tenda yang lain, dari satu kabilah ke kabilah yang lain Nabi saw
menawarkan Islam berikut meminta jaminan mereka untuk keamanan beliau. Kepada
mereka beliau berkata, “Hai sekalian manusia. Katakanlah bahwa tidak ada tuhan selain
Allah. Apabila kalian mau mengatakannya, maka kalian akan memperoleh kebahagiaan
dan dapat menguasai bangsa Arab. Sementara orang-orang asing akan tunduk di bawah
lutut kalian. Apabila kalian mau beriman, maka kalian akan menjadi raja-raja di surga.”
Para ahli tarikh, seperti Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad dan pakar-pakar tarikh
kontemporer menuturkan cara-cara Nabi Saw dalam berdakwah kepada kabilah-kabilah
Arab ini dengan ungkapan “wa ‘aradha nafsahu ‘ala al-aqabail” yang secara hafiyah
berarti: Nabi Saw menawarkan atau memperlihatkan dirinya kepada kabilah-kabilah.
Sementara kalimat-kalimat yang beliau katakan kepada mereka di samping mengajak
mereka untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, beliau juga menawarkan
diri beliau untuk diberi jaminan keamanan dari mereka. Sebab tanpa adanya stabilitas
keamanan perjalanan dakwah tidak akan mencapai hasil-hasil yang maksimal.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam kaitan dakwah dengan
pendekatan penawaran ini yaitu;
1. Bahwa Nabi saw menawarkan agama Islam kepada para kabilah Arab, hal itu tidak
dipersoalkan lagi, karena dakwah memang begitu. Dakwah adalah mengajak, dan
mengajak berarti menawarkan sesuatu kepada orang lain.
2. Bahwa Nabi saw memperlihatkan dirinya kepada para kabilah dalam rangka
mengajak mereka untuk beriman kepada Allah, maka hal ini berarti bahwa sosok Nabi
saw sudah merupakan sosok dakwah. Artinya kehadiran beliau di tempat-tempat itu
sudah merupakan bagian dari dakwah. Hal ini karena sejak dini beliau dikenal sebagai
seorang yang dapat dipercaya (al amin).
3. Bahwa Nabi saw menawarkan dirinya untuk mendapatkan perlindungan keamanan
dari kabilah-kabilah itu, hal itu berarti bahwa betapa pun beliau mengimani bahwa
beliau sebagai Rasul Allah selalu dilindungi-Nya, namun beliau tetap melakukan
ikhtiar lahiriah untuk memperoleh dukungan moral dan keamanan dari orang lain.
Apalagi bila diingat bahwa pendekatan penawaran ini beliau tempuh saat itu masa-
masa awal di mana kekuatan Islam pada saat itu masih lemah.7
4. Sejak tahun 4 sampai 10 dari kenabian, Nabi saw menawarkan Islam kepada kabilah-
kabilah Arab yang tinggal di sekitar Makkah, namun tidak seorang pun yang mau
mengikuti dakwah beliau. Pada tahun 11 dari Kenabian, seperti tahun-tahun
sebelumnya, nabi saw menawarkan Islam kepada kabilah-kabilah yang datang di
Makkah pada musin haji. Hanya kali ini beliau melakukan hal itu kepada enam orang
7
Ibid., h. 163.
dari kabilah Khazraj yang datang dari Yastrib, begitu mereka mengetahui bahwa yang
menawarkan Islam itu Nabi Muhammad saw, mereka langsung masuk Islam.8
Mudahnya orang-orang Yastrib menerima Islam, karena orang-orang Yastrib itu
sudah mengetahui lebih dahulu tentang Nabi saw. Mereka tinggal di Yastrib dan sering
bergaul debngan orang-orang Yahudi. Melalui kitab Taurat, orang-orang Yahudi sering
bercerita kepada orang-orang Yastrib, bahwa kelak akan datang Nabi baru. Sifat-sifat Nabi
baru itu juga mereka ceritakan kepada orang-orang Yastrib. Apabila terjadi perselisihan
antara orang-orang Yahudi dengan orang-orang Yastrib yang terkadang juga sampai
menimbulkan pertumpahan darah, orang-orang Yahudi selalu berkata kepada orang-orang
Yastrib, “Kelak kalau Nabi baru itu datang, kami akan menjadi pengikutnya, dan bersama
dia kami akan memerangi kalian”.9
Maka ketika enam orang Yastrib tadi bertemu dengan Nabi saw, dan mereka
diberitahukan bahwa beliau adalah seorang Nabi utusan Allah, dan mereka diajak untuk
beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, mereka saling memandang kepada yang
lain. Mereka berbisik kepada kawannya, “Tahukah kamu, demi Allah, orang ini –
maksudnya Nabi saw – adalah seorang Nabi yang sering disebut-sebut oleh orang-orang
Yahudi. Karenanya, kita harus beriman kepadanya lebih dahulu sebelum orang-orang
Yahudi tahu”. Begitulah, akhirnya mereka dengan mudah menjadi pengikut Nabi saw,
seraya berjanji untuk menyebarkan Islam setelah mereka pulang ke Yastrib.10
4. Pendekatan Missi (Bi’tsah).
Dimaksud dengan pendekatan missi (mission, bi’tsah) ini adalah pengiriman
tenaga da’i ke daerah-daerah di luar tempat tinggal Nabi saw untuk mengajarkan atau
mendakwahkan agama Islam. Karenanya pendekatan ini sebenarnya berkaitan dengan
pendekatan pendidikan, hanya saja dalam bahasan ini yang menjadi sorotan adalah
pengiriman da’inya,bukan pendidikan atau pengajaran yang dilakukan. Pendekatan ini
sesungguhnya telah beliau lakukan ketika masih tinggal di Mekkah, namun jumlahnya
hanya sekali saja dan yang dikirimkan hanya satu orang da’i. Sementara sesudah beliau
tinggal di Madinah, pengiriman da’i ini dilakukan secara besar-besaran, dan untuk itu
Nabi Saw umumnya mengirimkan surat kepada penduduk setempat.
Thomas W Arnold, The Preaching of Islam (Sejarah Dakwah Islam), terj. A. Nawawi
8
11
Haekal, Hayat Muhammad, h. 169.
langsung berteriak, “Fuztu wa Rabbil Ka’bah” (Aku bahagia demi Tuhan Pemilik
Ka’bah).
‘Amir bin al-Tufail kemudian menyuruh orang-orang warga kampung Bani ‘Amir
untuk membunuh anggota missi dakwah yang lain, namun mereka tidak mau karena
terikat perjanjian dengan ‘Amir bin Malik untuk memberikan jaminan keamanan bagi
missi dakwah Nabi saw ini. Akhirnya ‘Amir bin Tufail menyuruh warga kampung Bani
Sulaim untuk membantai missi dakwah itu, dan mereka mau. Maka para da’i ini dikepung
dan dibunuh satu persatu oleh warga kampung Bani Sulaim. Pada peristiwa pembantaian
para da’i ini hanya satu orang da’i yang dapat lolos, yaitu Ka’ab bin Zeid al-Najjar, ia
melarikan diri ke Madinah dan melaporkan peristiwa yang dilami oleh para da’i itu kepada
Rasulullah saw. Setelah Nabi was diberi tahu tentang peristiwa maut tersebut, beliau
melakukan do’a qunut nazilah selama satu bulan penuh untuk mengutuk para pembantai.
Peristiwa pembantaian itu dalam sejarah dakwah Islam disebut dengan “Peristiwa Bi’r
Ma’unah”.12
c. Missi Dakwah ke Khaibar.
Khaibar adalah sebuah kota besar di sebelah utara dengan jarak seratus mil dari
Madinah. Kota ini dihuni oleh orang-orang Yahudi. Sementara missi dakwah ke kota ini
dilakukan waktunya bersamaan dengan terjadinya perang Khaibar pada tahun ke 7 hijrah.
d. Missi Dakwah ke Yaman.
Ada beberapa orang Shahabat yang pernah ditugaskan Nabi Saw untuk berdakwah
di Yaman. Antara lain, Abu Musa al-Asy’ari, Mu’adz bin Jabal, Ali bin Abi Thalib,
Khalid bin al-Walid, dan al-Barra’ bin Azib. Meskipun tidak bersamaan waktunya, namun
secara umum mereka dikirim ke Yaman pada tahun-tahun terakhir menjelang haji wida’
tahun 10 H.Al Barra’ bin ‘Azib menuturkan bahwa ia bersama Khalid bin al-Walid dan
lain-lain diutus Nabi Saw untuk berdakwah di Yaman. Mereka tinggal di Yaman selama
enam bulan, tetapi tidak ada seorang pun yang masuk Islam. Kemudian Nabi saw
mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan Khalid bin al-Walid, sementara al-
Barra’ bin ‘Azib tetap di Yaman. Ketika Ali bin Abi Thalib bersama al-Barra’ bin ‘Azib
mendatangi kabilah Hamdan di Yaman, warga kabilah ini menyambut kedua da’i utusan
Nabi saw itu. Kemudian sesudah sholat, Ali bin Abi Thalib tampil di hadapan mereka
untuk menyeru masuk Islam, dan secara serentak warga kabilah seluruhnya masuk Islam.
Ali bin Abi Thalib kemudian menulis surat untuk Nabi saw di Madinah,
memberitahukan tentang masuk Islamnya warga kabilah Hamdan. Nabi saw kemudian
12
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode, h. 169.
langsung bersujud syukur, dan setelah bangun beliau berkata; “Salam sejahtera semoga
dilimpahkan kepada warga kabilah Hamdan”.
Sedangkan Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal, keduanya diutus ke Yaman
bersama-sama. Menjelang berangkat, kepada dua orang ini Nabi saw berpesan;
“Permudahlah urusan orang, jangan mempersulit mereka. Sampaikanlah kepada mereka
hal-hal yang menggembirakan dan jangan membikin mereka kapok”. Dan tampaknya
Mu’adz ditugasi untuk mengordinir masalah pendidikan di Yaman dan Hadramaut.13
e. Missi Dakwah ke Najran.
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud menuturkan bahwa Nabi saw. pernah kedatangan
tamu-tamu yang terdiri dari orang-orangNashrani dari Najran. Mereka dipimpin oleh
al-‘Aqib dan al-Sayyid, dan bermaksud untuk melaknat (mengutuk) Nabi saw, namun
mereka itu membatalkan maksudnya. Kata salah seorang di antara mereka, “Anda jangan
mengutuknya. Karena demi Tuhan, seandainya dia benar-benar seorang Nabi dan Anda
mengutuknya, maka kita dan anak cucu kita nanti akan celaka selama-lamanya”.14
Akhirnya mereka berkata kepada Nabi saw, “Kami penuhi permintaan Anda,
namun kami minta agar anda mengirimkan orang yang dapat dipercaya untuk mengajarkan
Islam di Najran”. “Baik”, jawab Nabi saw. “Saya akan mengirimkan orang yang dapat
dipercaya (al-amin),” tambahnya. Mendengar kata-kata Nabi saw ini para shahabat
masing-masing mengharapkan agar dirinya ditunjuk menjadi da’i di Najran. Akhirnya
Nabi saw memanggil Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah untuk menghadap beliau,dan setelah
menghadap, beliau berkata, “Orang ini adalah orang yang dapat dipercaya dari umat
Islam”.
Pada tahun 10 H. Khalid bin al-Walid juga pernah dutus ke Najran, tepatnya ke
Kabilah Bani al-Harts. Semua warga kabilah ini masuk Islam, dan Khalid tinggal di
Najran untuk beberapa waktu guna mengajarkan agama Islam kepada mereka.
Ibid., h. 181.
16
berkata bahwa raja-raja itu tidak mau membaca surat yang tidak distempel dari bahan
perak dan diukir dengan tiga baris kata; Muhammad, Rasul, Allah.
a. Surat Nabi saw untuk al-Najasyi.
Al-Najasyi adalah julukan untuk raja Habasyah (Abessinia). Nama pribadinya
adalah Ash’hamah bin Abjar. Surat Nabi saw ini dibawa oleh ‘Amr bin Umayyah al-
Dhamri, dan ia adalah orang pertama yang diutus Nabi saw untuk menyampaikan surat-
surat Nabi kepada raja-raja dan kepala negara. Teks surat tersebut dalam bahasa
Indonesianya kira-kira adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahiem
Dari Muhammad Utusan Allah
Kepada al-Najasyi Raja Abessinia
Masuklah Anda ke dalam agama Islam, karena sesungguhnya saya memuji Allah
kepada Anda. Allah Dzat yang tidak ada tuhan selain dia, Raja yang Maha Suci, Yang
Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara.
Saya bersaksi bahwa ‘Isa bin Maryam adalah Ruh dan Kalimah Allah yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, wanita yang tidak bersuami lagi baik dan menjaga
dirinya. Maka hamillah ia mengandung ‘Isa. Allah menciptakan ‘Isa dari ruh dan tiupan-
Nya, sebagaimana Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya.
Dan sesungguhnya saya mengajak Anda untuk menyembah kepada Allah dengan
mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain, serta (mengajak Anda)
untuk taat kepada-Nya. Saya juga mengajak Anda untuk mengikuti diri saya dan beriman
kepada wahyu yang datang kepada saya. Karena sesungguhnya saya adalah utusan Allah.
Sesungguhnya saya mengajak Anda dan tentara Anda untuk menyembah Allah.
Saya telah menyampaikan ajakan ini sekaligus memberikan nasihat kepada Anda.
Karenanya, terimalah nasihat saya ini.
Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti
petunjuk Allah.17
Setelah menerima dan membaca surat dari Rasul, Najasi memberi balasan kepada
Rasul, dengan surat yang artinya sebagai berikut:
“Atas Nama Allah Yang Pengasih lagi Penyayang”
17
Ibid., h. 184.
Semoga keselamatan atasmu hai pesuruh Allah dan Rahmat-Nya dan barakah
Allah Yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Kemudian daripada itu, sungguh telah sampai suratmu kepadaku hai Pesuruh
Allah. Segala apa yang engkau sebut menngenai Isa, demi Tuhan langit dan bumi
sesungguhnya Isa itu tidak lebih daripada apa yang engkau sebut tadi walaupun sebesar
pucuk lidi kurma. Sungguh tepat apa yang engkau sebutkan dan sayapun mengetahui apa
yang engkau sampaikan kepada kami. Maka aku bersaksi bahwa engkau adalah pesuruh
Allah, yang benar lagi membenarkan, dan sayapun berjanji taat dan berjanji pula pada
anak pamanmu dan saya menyatakan Islam di hadapannya, menyerah kepada Allah,
Tuhan Sekalian Alam, dan saya mengutus kepadamu anaku, kalau engkau menghendaki
saya akan datang sendiri kepadamu. Hai Pesuruh Allah sungguh saya bersaksi bahwa apa
yang engkau ucapkan adalah benar.Semoga keselamatan atas dirimu dan rahmat Allah
dan barakah-Nya .18
Selain surat yang dikirimkan Rasul saw kepada al-Najasyi, tercatat ada lima surat
lagi yang telah dikirimkan Rasul saw kepada para penguasa pada saat itu, yaitu kepada
Kaisar Heracliaus, Kisra Persia, al Muqauqis, Al-Harits al-Ghassani, dan kepada penguasa
Yamamah Haudzah al-Hanafi. Surat-surat yang dikirimkan Rasul kepada para penguasa
itu, ternyata mendapat reaksi yang berbeda-beda.19
Kaisar Heraclius misalnya, dengan menerima surat dari Rasul, ia memang
mengakui kerasulan Muhammad saw. Meskipun Heraclius mengakui kerasulan Nabi
Muhammad saw, namun ia tetap tidak mau masuk Islam. Ketika berada kembali di Himsh,
ia mengumpulkan para pembesar Romawi di sebuah gereja. Setelah mereka semua masuk
di gereja, Kaisar Heraclius kemudian mengunci pintu-pintu gereja dari dalam. Selanjutnya
ia berpidato di mana anatra lain ia mengatakan, “Hai orang-orang Romawi, maukah kamu
semua tetap berbahagia seraya memperoleh petunjuk, sementara kekuasaan kamu tetap
utuh. Namun kamu semua membaiat Nabi yang baru itu?”
Mendengar ungkapan itu para pembesar tadi langsung ribut. Mereka berhamburan
menuju ke pintu-pintu gereja hendak meninggalkan tempat itu, tetapi pintu-pintu itu sudah
terkunci sejak tadi. Melihat hal itu akhirnya Kaisar memanggil mereka untuk kembali.
Kemudian ia berkata, “Saya berbicara seperti tadi itu tidak lain hanyalah karena ingin
menguji apakah kalian masih setia kepada agama kalian atau tidak. Dan saya tahu ternyata
kalian masih setia kepada agama kalian”. Akhirnya mereka sujud kepada Kiasar Heraclius.
18
Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah (Jakarta: Yayasan Capita Elekta, 1996), h. 291.
19
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 369.
Begitulah sikap Kaisar Heraclius, ia tetap tidak mau memeluk agama Islam. Dan
meskipun ia pernah mengirimkan surat kepada Nabi saw, namun ia justru memusuhi Nabi
saw dan kaum Muslimin, di mana pada tahun berikutnya (8 H) ia mengrahkan pasukannya
untuk menyerbu kaum Muslimin. Maka pecahlah perang Mu’tah. Tahun berikutnya ia juga
mengerahkan pasukan lagi untuk menyerang umat Islam, maka terjadilah perang Tabuk.20
Sementara itu surat yang dikirimkan Nabi kepada Kisra Persia, mendapat reaksi
yang sangat buruk. Karena setelah surat Nabi saw dibaca, Kisra langsung merobek-
robeknya. Setelah hal itu diberitahukan kepada Nabi saw, beliau berdoa agar Allah
merobek-merobek dan menghancurkan keluarga Kisra. Kisra sendiri kemudian menulis
surat untuk Gubernur Yaman yang bernam Badzan. Ia memerintahkan agar Badzan
mengutus dua orang yang kuat dari Yaman untuk menghadap Nabi saw. Dua orang ini
ditugaskan untuk memperoleh informasi tentang Nabi saw.
Dengan membawa surat pengantar dari Badzan Gubernur Yaman, dua orang itu
meninggalkan Yaman menuju ke Madinah, untuk menghadap Nabi saw. Setelah tiba di
Madinah surat itu mereka berikan kepada Nabi saw. dan setelah dibaca, Nabi saw
tersenyum. Beliau kemudian mengajak dua orang Yaman itu untuk masuk Islam. Beliau
juga mempersilahkan mereka beristerahat dan berpesan agar besok mereka kembali
menghadap beliau karena ada suatu hal yang akan disampaikan.21
Keesokan harinya dua orang itu kembali menghadap Nabi saw. kepada mereka
Nabi saw kemudian bersabda, “Beritahukanlah kepada Badzan bahwa Allah Tuhanku
telah mencabut nyawa Kisra tadi malam, tepatnya tujuh jam yang lalu. Allah telah
menguasakan kepada anak Kisra yang bernama Syirawaih untuk membunuh ayahnya
sendiri”. Tadi malam yang dimaksud Nabi saw itu adalah malam Selasa 10 Jumadilawal 7
H. dua orang utusan itu akhirnya kembali pulang ke Yaman, dan memberitahukan kepada
Badzan apa yang mereka alami di Madinah, Badzan dan orang-orang Yaman akhirnya
menyatakan memerluk agama Islam.
Adapun surat Rasul saw yang dikirimkan kepada al-Muqauqis memang mendapat
balasan darinya. Tetapi balasan itu berupa pemberian hadiah yakni kiriman dua orang
wanita sahaya yang memiliki kedudukan penting di kalangan orang-orang Kopti dan juga
kiriman pakaian dan seekor binghal. Begitulah sikap al-Muqauqis ia tetap tidak mau
masuk Islam. Sementara dua orang wanita sahaya itu masing-masing bernama Maria dan
Ibid., h. 430.
21
Sirin. Sedangkan seekor bighal tadi berwarna putih yang pada saat itu tidak terdapat di
jazirah Arabia.22
Selain mengirim surat pada raja-raja tersebut di atas, Rasul juga mengirim suratnya
kepada Al-Harits al-Ghassani seorang raja Balqa yang berada di bawah jajahan Romawi.
Ketika Suja’ bin Wahb al-Asadi hendak memberikan surat Nabi, al-Harits sedang berada
di kawasan wisata di Damascus. Ia sedang mempersiapkan kedatangan Kaisar Heraclius
yang sedang dalam perjalanan kaki dari Himsh ke Elliya. Kepada salah seorang pengawal
Kerajaan, Suja’ memperkenalkan diri bahwa ia adalah utusan Nabi saw untuk
menyampaikan surat kepada al-Harits.
Pengawal tadi bernama Mora, menyarankan agar surat itu jangan segera diberikan,
melainkan ditunggu sampai al-Harits keluar pada hari yang ditentukan. Pengawal juga
menanyakan perihal Rasulullah saw. Ketika Suja’ menerangkan tentang sifat-sifat Nabi
saw, tiba-tibapengawal tadi terdiam. Sambil menangis dengan suara terbata-bata ia
berkata, “Saya sudah membaca Kitab Injil. Ternayata sifat-sifat Nabi itu persis seperti
yang terdapat dalam Injil”. Akhirnya ia menyatakan beriman kepada Nabi Muhammad
saw, namun ia tidak berani memberitahukan hal itu kepada orang lain. Karena apabila al-
Harits tahu, ia akan dibunuh oleh al-Harits.
Ketika hari yang ditunggu-tunggu tiba, al-Harits keluar, dan Suja’ memberikan
surat itu kepadanya. Begitu dibaca surat itu langsung dilemparnya, seraya berkata, “Siapa
yang akan mencopot kekuasaanku akan kudatangi dia meskipun berada di negeri Yaman.
Beritahukan kepada kawanmu itu – maksudnya Nabi saw – apa yang kamu lihat di
sini”.Begitulah sikap al-Harits, ia menolak dakwah Nabi saw bahkan melempar surat
beliau,dan satu tahun kemudian, tepatnya tahun 8 H, al-Harits meninggal dunia.
Kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi seorang penguasa Yamamah, Rasul
Muhammad saw mengirimkan surat dakwah yang dibawah oleh seorang sahabat bernama
Salit bin ‘Amr al-‘Amiri. Setelah Haudzah menerima dan membaca surat Rasul, ia
kemudian menulis surat sebagai jawaban atas surat Nabi saw. Surat jawaban ini
dikirimkan lewat Sulit bin ‘amr pembawa surat Nabi saw. Diantara isinya adalah,
“Alangkah baiknya ajakan anda dan alangkah indahnya. Tetapi aku adalah penyair
sekaligus ahli pidato di kalangan kaumku. Orang-orang Arab juga takut pada
kedudukanku. Karenanya, kita bagi-bagi kekuasaan saja, nanti aku akan mengikuti kamu”.
Sementara Salit sendiri diberi hadiah antara lain kain tenun Hajar.23
Ibid.
22
Ibid.
23
Falsafah Pendekatan Korespondensi.
Tampaknya tidak terlalu sulit memahami bahwa pendekatan korespondensi
merupakan salah satu cara berdakwah. Karena dakwah adalah penyampaian informasi
kepada pihak lain yang caranya antara lain melalui korespondensi. Namun ada satu hal
yang perlu dicatat dalam pendekatan dakwah Nabi saw ini, bahwa pada tahun 7 Hijri itu
Nabi saw mulai memperkenalkan Islam kepada bangsa-bangsa di luar Arab. Sementara
kurang lebih enam belas tahun sebelumnya (sepuluh tahun di Makkah dan enam tahun di
Madinah) beliau hanya berdakwah kepada orang-orang Arab.24
Hal ini sekaligus memberikan ketegasan bahwa dakwah Islam adalah bersifat
universal. Ia adalah mendunia, bukan hanya untuk lokal bangsa Arab. Sekiranya Nabi saw
tidak melakukan go internasional dalam dakwahnya, mungkin ada orang-orang yang
menganggap bahwa agama Islam tidak memiliki sifat universal. Padahal sebagai seorang
Rasul, beliau tentulah mengetahui hasil dakwahnya itu. Dan ternyata dari enam orang raja
atau kepala negara itu tidak satu pun yang kemudian masuk Islam, kecuali al-Najasyi yang
juga masih kontroversial.
25
Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode, h. 207.
3. Masyarakat Islam tambah meluas, sehingga membutuhkan pembinaan yang lebih
lanjut dan kontiniu.
4. Perluasan wilayah Dakwah Islamiyah ke daerah-daerah Kerajaan Rumawi Timur dan
Kerajaan Persia, yang telah dimulai Rasul dengan penguasaan tabuk, harus
dilanjutkan.
5. Terjadinya peristiwa-peristiwa berdarah dalam tubuh masyarakat Islam pada bagian
kedua dari masa Khulafaur Rasyidin.
6. Bahaya Yahudi yang telah mengundurkan diri dari Madinah dan sekitarnya, masih
merupakan bahaya yang mengancam jalannya dakwah Islamiyah.26
Tantangan daksat yang dihadapi dakwah Islam, pada masa awal pemerintahan
khulafaurrasyidin adalah pembangkangan beberapa suku yang tadinya telah masuk Islam.
Ada yang hanya membangkang terhadap sebahagian ajaran Islam, terutama perintah zakat,
mereka tidak mau membayar zakat, sedangkan ajaran-ajaran yang lain masih mereka
laksanakan. Ada yang membangkang secara total, mereka menjadi kafir kembali, telah
murtad dan bahkan dari kalangan mereka muncul bandit yang mengaku-ngaku sebagai nabi
palsu.
Dalam menghadapi tantangan yang dahsat ini, kebanyakan sahabat menghendaki
penyelesaian dengan kebijaksanaan tidak mempergunakan kekerasan, termasuk dalam
golongan ini Umar bin Khattab yang selama ini terkenal sangat keras. Di pihak lain Khalifah
Abubakar berpendapat lain, menurutnya perlu dilakukan tindakan keras dan tegas, tanpa
tedeng aling-aling, terutama sekali setelah penolakan mereka terhadap delegasi khalifah
bahkan ada yang dibunuhnya. Akhirnya para sahabat menyetujui pendapat Khalifah Abu
Bakar, sehingga dalam waktu singkat beliau menyiapkan angkatan-angkatan dakwah untuk
mengajak para pembangkang kembali ke jalan Islam. Angkatan-angkatan dakwah yang
disiapkan oleh kahlifah dilindungi oleh pasukan bersenjata yang kuat, dengan tugas
menghancurkan setiap mereka yang menolak dakwah.27
Abu Bakar menyiapkan pasukan besar yang terdiri dari sebelas regu, masing-masing
regu dikepalai oleh Panglima Pasukan dan kepada setiap pimpinan ditentukan ke arah mana
mereka harus berangkat. Khalifah meminta kepada pasukan agar memaafkan para
pembangkang dan mengajak mereka kembali kepada Islam. Jika mereka memenuhi ajakan
tersebut, mereka tidak boleh diperangi. Jika mereka menolah, mereka boleh diserang sampai
mereka menyatakan untuk kembali kepada Islam. Khalifah Abu Bakar juga mengirim surat
Ibid., h. 383.
27
kepada para pembangkang zakat, mengajak mereka untuk kembali kepada Islam yang benar
dan menjelaskan kepada mereka kesalahpahamannya. Siapa yang menyadari kesalahannya,
maka akan dimaafkan dan siapa yang bertahan dengan pendapatnya, maka akan ada pasukan
dakwah yang akan membersihkan mereka.28
Setelah masalah-masalah dakwah internal mulai tenang, khalifah Abu Bakar
mencanangkan gerakan dakwah ke luar Jazirah yang meliputi kawasan Utara dan kawasan
Syam. Dua tahun masa pemerintahan Abu Bakar merupakan masa yang penuh berkah, sebab
kembalinya negeri yang murtad ke pangkuan Islam terjadi pada zamannya, dan perluasan
wilayah Islam ke Persia dan Romawi juga dimulai pada zamannya. Selain melakukan
perluasan wilayah dakwah Islam ke berbagai daerah, khlaifah Abu Bakar tidak melupakan
proyek yang sangat krusial bagi keutuhan ajaran Islam, yaitu pengumpulan Alquran. 29
Setelah khalifah Abu Bakar wafat, kekhalifahan dilanjutkan oleh Umar ibn Khattab,
beliau adalah negarawan yang baik, tegas dan tertib, baik dalam hal administrasi maupun
keuangan. Selama memimpin pemerintahan, Umar ibn Khattab selalu berusaha untuk
menjadikan dakwah sebagai tujuan utama negara. Segala kebijakan yang diturunkan mesti
sesuai dan mendukung kemajuan dakwah Islam. Diantara kebijakan Umar yang mendukung
atau memajukan dakwah Islam adalah Khalifah Umar sering memanggil para ulama sahabat
untuk membicarakan tentang kebijakan yang akan diambil berkenaan dengan munculnya
permasalahan-permasalahan baru setelah meluasnya daerah yang dikuasai Islam. Selain itu,
Khalifah Umar ibn Khattab juga memberikan pengarahan kepada para pegawainya tentang
nilai-nilai Islam secara terus-menerus. Hal ini dilakukannya agar para pegawainya tidak
menjadikan wilayah kekuasaannya sebagai lahan mencari kehidupan duniawi, melainkan
menjadikannya sebagai sarana untuk membina masyarakat agar berdaya di dunia dan sukses
di akhirat.30
Setelah sepuluh tahun enam bulan Umar ibn Khattab menjadi khalifah dan beliau
wafat, kekhalifahan digantikan oleh Usman ibn Affan. Beliau adalah pedagang dan saudagar
kaya sebelum dan sesudah Islam. Banyak harta beliau infakan untuk kepentingan dakwah
baik itu pada periode Makkah maupun di Madinah. Beliau membeli sumber air di Madinah
(Bi’r Rumah) untuk kepentingan kaum muslimin, beliau membeli tanah untuk perluasan
masjid Nabawi, beliau juga menyumbangkan hartanya untuk keperluan pasukan Islam pada
masa Rasulullah. Selain banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan dawah Islam,
Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),
28
h. 86.
Ibid., h. 94.
29
Ibid., h. 98.
30
khalifah Usman juga aktif melakukan berbagai kegiatan dakwah dengan cara mengirim
pasukan ke berbagai wilayah, di antaranya ke Afrika Barat, Sudan, dan ke Cyprus.31
Dari uraian tentang sepak terjang para sahabat Khulafaurrasyidin dalam mengelola
pemerintahan dan melaksanakan kegiatan dakwah Islam, dapat diambil satu pemahamanan
bahwa pada masa sahabat ada beberapa metode dakwah yang diterapkan yaitu:
1. Metode dakwah dengan kekuatan atau penaklukkan ke berbagai wilayah yang belum
tunduk dan mau menerima dakwah Islam. Hal ini merupakan lanjutan dari apa yang
sudah dirintis oleh Rasulullah dalam melakukan pengembangan wilayah kekuasaan
Islam. Selain itu metode dakwah dengan kekuatan juga diterapkan oleh sahabat dalam
rangka memberantas para pembangkang zakat, para nabi palsu, dan golongan murtad
yang muncul setelah Rasulullah Muhammad saw. wafat.
2. Dakwah melalui tulisan, dakwah dengan cara ini telah dimulai pada masa
pemerintahan Abu Bakar as-Siddiq, yakni melalui usaha pengumpulan dan
pembukuan Alquran menjad satu mushaf. Tidak berhenti pada masa Abu Bakar,
dakwah melalui tulisan juga dilaksanakan oleh khalifah Usman ibn Affan, yakni
dengan memerintahkan Zaid ibn Sabit untuk menyalin mushaf Alquran menjadi 6
(enam) buah mushaf dan selanjutnya dibagikan kepada umat Islam. Selain
pengumpulan dan pembukuan Alquran dakwah dengan melalui tulisan pada masa
sahabat telah dimulai usaha-usaha pengembangan dan pembukuan ilmu pengetahuan,
yang menjadi landasan dakwah Islamiyah.32
3. Dakwah struktural, hal ini dilakukan oleh khalifah Umar ibn Khattab di mana beliau
sebagai pimpinan sekaligus bertindak sebagai juru dakwah yang memberikan
pengarahan kepada para pegawainya tentang nilai-nilai Islam secara terus-menerus.
4. Dakwah dengan amal nyata, hal ini yang dilakukan oleh khalifah Usman ibn Affan
seperti menyediakan fasilitas air minum, membeli tanah untuk perluasan masjid, dan
memberi bantuan harta bagi perjuangan umat Islam.
5. Dakwah dengan cara memberikan pendidikan kepada umat Islam, terutama mereka-
mereka yang baru masuk Islam di daerah-daerah baru ditaklukan oleh pasukan Islam.
Kegiatan dakwah dengan cara pendidikan banyak dilakukan oleh sahabat, baik itu
dalam mengajarkan Alquran maupun hadis-hadis Rasulullah saw.
Pada masa sahabat negara tidak mengenal orang yang berprofesi sebagai da’i secara
khusus seperti jaman sekarang ini, semua adalah da’i, dan jika diminta untuk menyampaikan
Ibid., h. 101.
31
35
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 395.
36
Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar, h. 112.
37
Ibid, h. 113.
38
Ibid, h. 121
4. Menulis dan menterjemahkan karya ilmiah dari berbagai bahasa. Pada abad ke-2 dan
ke-3, gerakan menulis ilmu-ilmu agama dan bahasa cukup bergairah, di antara ilmu
yang dikembangkan adalah ilmu hadis, fikih, tafsir, tarikh dan sirah. Gerakan
menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing ke bahasa Arab, juga
terjadi pada masa ini, dan ini merupakan aktivitas dakwah yang dilakukan oleh umat
Islam pada masa itu.39
5. Melakukan Rihlah ad-Dakwah, pada masa ini, secara pribadi-pribadi maupun secara
berkelompok, para da’I berangkat melaksanakan kewajibannya ke berbagai tempat,
dan di antara hasinya adalah masuk Islamnya sepertiga penduduk anak benua India
dan masuk Islamnya penduduk negeri Cina dalam jumlah yang cukup besar.40
Demikanlah beberapa kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh umat Islam, mulai
dari masa Rasulullah, masa Sahabat, masa tabi’in dan tabi ut Tabi’in, dan sekaligus
mencerminkan metode dakwah yang diterapkan. Dari masa-masa itulah Dakwah Islam terus
melaju dan berkembang ke berbagai wilayah di dunia ini dan menembus kurun waktu yang
panjang, sampai kenegeri Indonesia pada masa sekarang ini.
Evaluasi:
1. Tulis dan berikan analisa anda terhadap enam pendekatan dakwah Nabi, lalu
jelaskanlah bagaimana tingkat efektivitas pendekatan tersebut jika diterapkan pada
jaman sekarang ini.
2. Kemukakanlah komentar anda terhadap metode-metode dakwah yang diterapkan
pendakwah pada masa sahabat dan juga masa tabi’in