Anda di halaman 1dari 29

I.

TOPIK
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Rambutan

II. TUJUAN
Mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder pada daun rambutan.

III. DASAR TEORI


Banyak jenis tanaman yang dapat tumbuh di Indonesia yang sebagian besar dapat
digunakan sebagai sumber bahan obat alam dan telah banyak digunakan oleh masyarakat
secara turun temurun untuk keperluan pengobatan guna mengatasi masalah kesehatan. Obat
tradisional tersebut perlu diteliti dan dikembangkan sehingga dapat bermanfaat secara
optimal untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
Rambutan (Nephelium lappaceum L) merupakan tanaman buah hortikultura
berupa pohon dengan famili sapindaceae. Selain enak dimakan, rambutan juga memiliki
sejumlah khasiat bagi kesehatan. Berbagai referensi menyebutkan, khasiat rambutan yang
baik untuk kesehatan tidak lepas dari kandungan kimia di dalamnya. Salah satu bagian dari
tanaman rambutan yang dapat berguna untuk kesehatan adalah daun rambutan. Daun
rambutan mengandung tanin dan saponin.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat
kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-
buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia
biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang
tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini
berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu
bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat
ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu
yang normal untuk defisiensi tersebut. Fitokimia, senyawa yang begitu bermanfaat sebagai
antioksidan dan mencegah kanker juga penyakit jantung.
Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat – zat kombinasi
fitokimia ini didalam tubuh memiliki fungsi tertentu yang berguna bagi kesehatan.
Kombinasi itu antara lain menghasilkan enzim – enzim sebagai penangkal racun,
merangsang system pertahanan tubuh, mencegah penggumpalan keping – keping darah,
menghambat sintesa kolesterol dihati, meningkatkan metabolism hormone, meningkatkan
pengenceran dan pengikatan zat karsionogen dalam liang usus, menimbulkan efek anti
bakteri, anti virus dan anti oksidan dan mengatur gula darah serta dapat menimbulkan efek
anti kanker.
Penelitian mengenai bahan alam hayati terutama terutama dalam hal
untuk menemukan senyawa yang memiliki bioaktivitas atau efek farmakologi dikenal dua
pendekatan yaitu pendekatan fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia.
Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap
hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Misalnya
efek farmakologi terhadap susunan syaraf pusat, terhadap organ tertentu dan sebagainya.
Percobaan farmakologi dapat dilakukan baik secara in vivo, dan/atau in vitro. Adapun
aktivitas yang diujikan antara lain antineoplastik, antiviral, antimikrobial,antimalarial,
insektisida, hipoglikemik, kardiotonik, estrogenic atau androgenik dan sebagainya.
Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualiatif kandungan kimia dalam
tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji) terutama kandungan
metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung,
kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tannin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid),
iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining fitokimia adala
untuk mensurvai tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang
berguna untuk pengobatan.
Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi
beberapa persyaratan antara lain
a) sederhana,
b) cepat,
c) dirancang untuk peralatan minimal,
d) bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari,
e) bersifat semikuantitatif sebegitu jauh dapat diketahui batas terendah dari golongan
senyawa yang dipelajari,
f) dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari golongan
senyawa yang dipelajari.

Adapun hingga saat ini prosedur yang banyak dipublikasikan memenuhi kriteria
(a) sampai dengan (d) dan sangat sedikit memenuhi kriteria (e) sampai dengan (f). Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid.
1. Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang
berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino
dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang
sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk
digolongan ini. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi
(jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat
dilakukan melalui teknik ekstraksi asam- basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan
lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena
dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner
(1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang
diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal,
misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000
senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga
sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid bersifat basa yang tergantung
pada pasangan elektron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa
tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan
adanya oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan
berbagai persoalan jika penyimpanan dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan
senyawa organik atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam
memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan
Kalium Mercuri Iodida); reagen Wangner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida);
dengan larutan asam tanat, reagen Hager (saturasi dengan asam
pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth Iodida).
Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna,
Cream (Mayer), Kuning (Hager), coklat kemerah-merahan (Wagner dan
Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi
pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena
bahan akan membentuk endapan dengan protein. Sebagian dari protein
akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses evaporasi
atau mungkin disebabkan filtrat yang terbongkar. Jika ekstrak asli
telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid yang
berbentuk basa dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian dimasukan
dalam larutan asam encer (misalnya : Tartrat), larutan harus bebas dari protein dan siap
untuk dilakukan uji alkaloid.
Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan
sebagai:
1) Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktifitas
fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung
Nitrogen dalam cincin heterosiklik; diturunkan dari asam amino; biasanya
terdapat “aturan” tersebut adalah kolkisin dan asam aristolokhat yang bersifat
bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang
bersifat agak asam daripada bersifat basa.
2) Protoalkaloid

Protoalkalois merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan


asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid
diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini.
Contohnya adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.

3) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini,
yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein).

2. Tanin

Tanin adalah suatu seyawa polifenol yang banyak terdapat pada hijauan pakan ternak.
Suatu senyawa yang bersifat anti nutrisi yang dapat mengakibatkan keracunan pada ternak apabila
dikonsumsi oleh ternak secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena sifat utamanya yang dapat
berikatan dengan protein atau polimer lainnya.

Tanin mengikat protein membentuk senyawa kompleks sehinggakelarutan proteinnya


menurun dan sulit dicerna. Tanin dibedakan menjadi tanin yang terkondensasi yaitu yang tidak
dapat dipecah oleh mikroorganisme rumen dan tanin yang terhidrolisa, yaitu yang dapat dipecah
mikroorganisme rumen.

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa Fenolik.
Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi (1000-20000) yang
mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek
yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim
pencernaan. Tanin mengandung sebagian besar gugus hidroksifenolik. Proteksi dari serangan
ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, serangan dari bakteri dan insekta
diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protoase dari bakteri dan insekta yang
bersangkutan.

Tanin juga membentuk komplek dengan komponen polimer dinding sel dari serangan
organisme patogen dan menghentikan pembelahan sel. Tanin secara umum dibagi menjadi dua
kelas, yaitu :
1. Tanin Kondensasi

Tanin kondensasi dikenal juga sebagai proanthocyanidin, adalah paling banyak tedistribusi
pada tanaman, tidak mudah dihidrolisis dan terdapat dalam struktur yang komplek. Tanin
kondensasi merupakan senyawa polimer dari flavan -3-01 (catekin) atau flavan -3; 4-diol
(leucoanthocyanidin) atau turunannya yang dihubungkan oleh ikatan C-C atau C-O-C.

2. Tanin Hidrolisis

Tanin hidrolisis merupakan ester dari glukosa dengan asam galat. Tanin ini dapat
dihidrolisis dengan asam mineral panas menjadi gula dan asam-asam yang menjadi unsur
pokoknya.

Menurut Hangerman (1992), Interaksi tanin dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti
komposisi asam amino dan titik isoleotik serta karakteristik tanin seperti bobot molekul,
temperatur, komposisi-komposisi pelarut dan waktu. Kemampuan tanin untuk membentuk
pencernaan pakan yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan ternak.

Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa kompleks yang didistribusikan merata
pada berbagai tanaman. Hampir setiap famili tanaman mempunyai spesies yang mengandung
tanin. Tanin biasanya terdapat pada bagian tanaman yang spesifik seperti daun, buah, kulit dahan
dan batang. Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan mengendapkan protein.
Tanin juga dipakai untuk menyamak kulit. Dalam dunia pengobatan, tanin berfungsi untuk
mengobati diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati ambeien.

Penetapan kadar tanin dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet visibel.
Untuk dapat dibaca serapannya pada daerah panjang gelombang ultraviolet visibel maka tanin
harus direaksikan dengan reagen pembentuk warna, yaitu folin denis. Pembentukan warnanya
berdasarkan reaksi reduksi oksidasi, dimana tanin sebagai reduktor. Folin denis sebagai oksidator,
tanin yang teroksidasi akan mengubah fosmolibdat dalam folin denis menjadi fosmolibdenim yang
berwarna biru yang dapat menyerap sinar pada daerah panjang gelombang ultraviolet visibel.
1. Flavonoid

Tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa kimia organik, senyawa


kimia ini biasa berupa metabolit primer maupun metabolit sekunder. Kebanyakan
tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder, metabolit sekunder juga dikenal sebagai
hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan
dengan metabolit primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat
dibagi ke dalam tiga kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid, steroid, dan saponin)
alkaloid dan senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin)
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar
luas, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama.Sekitar 5-10% metabolit
sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran biologi yang
sangat beragam.Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan
beberapa alternatif biosintesis.Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau
(kecuali alga), khususnya tumbuhan berpembuluh.Flavonoid sebenarnya terdapat pada
semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga,
buah buni dan biji.Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-
tumbuhan diubah menjadi flavonoid.Flavonoid merupakan turunan fenol yang memiliki
struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-
C6) yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin aromatis.Substitusi gugus
kimia pada flavonoid umum- nya berupa hidroksilasi, metoksilasi, metilasi dan
glikosilasi.Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang
mengklasifikasikan flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon,
antosianin, dan kalkon.Lebih dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan
jumlahnya terus meningkat.Kebanyakan flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat
pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer, dan polimer.
Falvonoid sering terdapat sebagai glikosida, golongan terbesar flavonoid
berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah
satu dari cincin benzene. Efek flavonoid terhadap macam-macam organism sangat
banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung
flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan hati.

2. Saponin

Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur


steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan
membui bila dikocok. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin
triterpenoid.

Saponin merupakan glikosida triterpen yang sifatnya menyerupai sabun,


merupakan senyawa aktif permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan
air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis pada sel.

Bagan Pembagian
Saponin

Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin


dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa
menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin bila
terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu
senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan dan
dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut
sebagai sapotoksin.

Struktur Kimiawi

Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan


menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memiliki
hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat
asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.

Glikosida saponin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan pada struktur bahan


kimia dari aglycone (sapogenin). Saponin pada hidrolisis menghasilkan suatu aglycone
yang dikenal sebagai “sapogenin”.

Biosintesis Glikosida Saponin

Berdasarkan struktur dari aglikon maka glikosida dan saponin dapat dibagi 2
golongan yaitu saponin netral yang berasal dari steroid dengan rantai samping spiroketal
dan saponin asam yang mempunyai struktur triterpenoid. Biosintesa saponin
triterpenoid lebih kurang diketahui bila dibandingkan dengan saponin steroid tetapi
dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai tidak tolak yang sama yaitu yang berasal
dari asetat dan mevalonat. Rantai samping terbentuk sesudah terbentuknya squalen.
Sebagian terjadi inti steroid spiroketal dan yang lain membentuk triterpenoid
pentasiklik. Gugus gulanya dapat berdiri 1 – 55 gula dan dalam beberapa hal aglikon
tak diikat dengan gula tetapi dengan asam uronat.

3. Antrakuinon
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromopor dasar seperti
kromofor benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan
dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dibagi menjadi
empat kelompok, diantaranya adalah benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan
isoprenoid. Kelompok benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon biasanya terhidroksilasi
dan bersifat senyawa fenol, mungkin dalam bentuk glikosida atau bentuk kuinol,
kadang-kadang juga bentuk dimer. Sedangkan kuinon isoprenoid yang terlibat dalam
respirasi sel dan fotosentesis diperlukan cara khusus untuk memisahkan dari bahan lipid
lain.

Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon. Beberapa antrakuinon


merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar. Masalah bentuk
antrakuinon yang sesungguhnya yang terdapat dalam tumbuhan masih rumit, dan
rupanya ada beberapa kemungkinan. Dalam banyak kasus tampaknya aglikon glikosida
asli yang berbentuk antrakuinon tereduksi yang dikenal sebagai antron. (Harbone,
1987).

4. Terpenoid
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n.
Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka
karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid merupakan
penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat
mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.

Gambar Struktur Isoprena


Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri
berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara
sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu
senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa
senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.
Sifat umum Terpenoid
• Sifat fisika dari terpenoid adalah :
a. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
warna akan berubah menjadi gelap
b. Mempunyai bau yang khas
c. Indeks bias tinggi
d. Kebanyakan optik aktif
e. Kerapatan lebih kecil dari air
f. Hidrofob ( takut air)
g. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol
• Sifat Kimia
a. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
b. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.
Identifikasi senyawa terpenoid dengan skrining fitokimia adalah dengan
mereaksikan terpenoid dengan reagen Liebermann-Burchard (asam asetat anh dan asam
sulfat P) yang positif menghasilkan warna merah.

5. Steroid
Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik.
Ciri umum steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C
beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima. Steroid adalah
senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil reaksi penurunan
dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting dengan
struktur dasar sterana jenuh dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yang
termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen.
Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang
terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin
siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada
gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap
cincin.
Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun
diturunkan darikolestana dilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3, banyak ditemukan
pada tanaman, hewan danfungsi. Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku
berupa lemak sterol, baik berupalanosterol pada hewan atau fungsi, maupun
berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis lemak sterol di atas terbuat
dari siklisasi squalena dari triterpena. Kolesterol adalah jenis lain lemak sterol yang
umum dijumpai.

6.
Gambar Struktur kolesterol

Sebagian dari asetil KoA dapat diubah menjadi kolesterol (prosesnya


dinamakan kolesterogenesis) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk
disintesis menjadi steroid (prosesnya dinamakan steroidogenesis). Sifat steroid adalah
Substitusi oksigen pada atom C-3 yang merupakan sifat khas steroid alam, dan Subsitusi
gugus metil angular pada atom C-10 dan C-13 yang dikenal dengan atom C-18 dan C-
19, kecuali pada senyawa steroid dengan cincin A berbentuk benzenoid, seperti pada
kelompok esterogen.

Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-


Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam
setatanhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat
adalahuntuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan
asetildidalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena
golongansenyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil
adalahtidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air
makaasam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalandan
turunan asetil tidak akan terbentuk.
Reagen ini biasa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu
kolesterol. Biasanya reagen Lieberman Burchard digunakan dengan cara
menyemprotkan larutannya pada kolesterol yang sudah di-kromatografi-kan (TLC).
Apabila mengandung Triterpenoid, maka akan memberikan warna merah sedangkan
apabila mengandung Steroid, akan memberikan warna biru dan hijau. Reagen
Lieberman Burchard dibuat dari Asam sulfat pekat (10 mL) dan Anhidrida Asetat (10
mL). Metanol dan Etanol dapat digunakan untuk melarutkan sampel yang akan
diidentifikasi.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
No. Nama Alat Ukuran Jumlah
1 Neraca analitik - 1
2 Pipet volume 1 ml,10 ml 2
3 Rak tabung 1
4 Tabung reaksi 9
5 Gelas kimia 50 ml, 200 ml, dan 250 ml 6
6 Corong 2
7 Pipet tetes 2
8
Penangas - 1
9
Plat tetes - 1
10
Mortar - 1

B. Bahan
No. Nama Bahan Rumus Kimia Jumlah
1 Serbuk daun rambutan - 10,5 gram
2 Etanol C2H5OH 14 ml
3 Asam Klorida HCl 5 tetes
4 Besi III Klorida FeCl3 1 ml
5 Amoniak NH3 12 ml
6 Aquades H2O 13 ml
7 Kloroform -
8 Asam Sulfat H2SO4 5 ml
9 Pereaksi Meyer K2HgI4 5 tetes
10 P. Liberman- Bourchard CH3COOH+ H2SO4 2 tetes
11 Pita Mg -
12 Air H2O secukupnya

V. PROSEDUR KERJA
A. Uji Flavonoid
a. Diambil 0,3 gram sampel lalu ditambahkan 3 ml etanol dan dipanaskan dalam
tabung reaksi di atas penangas
b. Disaring larutan tersebut sehingga filtrat tepisah dengan larutan, lalu filtrat tersebut
ditambahkan 5 tetes HCl pekat dan ditambahkan lagi pita magnesium
c. Dikocok dan diamati filrat tersebut. Bila terjadi perubahan warna merah/pink atau
kuning menunjukkan sampel mengandug flavonoid.

B. Uji Tanin
1. Ditimbang 1 gram sampel (daun buah rambutan), di masukkan ke dalam gelas
kimia
2. Ditambahkan 10 ml etanol, didiamkan, lalu disaring ke dalam gelas kimia
3. Diambil 1 ml filtrat, kemudian ditambakan 1 ml air dan 1 ml FeCl3
4. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi

C. Uji Antrakuinon
1. Diambil 0,1 g sampel.
2. Diekstrak dengan 1 mL etanol.
3. Disaring ekstrak tersebut dengan menggunakan kertas saring.
4. Ditambahkan 1 mL larutan ammonia.
5. Dikocok lalu diamati perubahannya, positif jika terbentuk warna merah.
D. Uji Saponin
1. Sampel daun rambutan kering dirajang halus.
2. Sebanyak 0,57 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan air
sebanyak 1 mL.
3. Dididihkan sampai 2-3 menit. Didinginkan dan dikocok dengan kuat.
4. Jika ada busa yang stabil selama 5 menit, maka sampel mengandung saponin.

E. Uji Alkaloid
1. Dirajang halus dan digerus 4 gram sampel sampai membentuk pasta.
2. Ditambahkan sedikit Kloroform, dan digerus sampai membentuk pasta.
3. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan Ammoniak Kloroform 0,05 N serta digerus
lagi.
4. Disaring larutan tersebut dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi, sehingga
didapatkan filtrat dari penyaringan tersebut.
5. Ditambahkan filtrat tersebut dengan 5 mL H2SO4, kocok. Diamkan larutan.
6. Digunakan pipet tetes untuk memisahkan larutan.
7. Diambil lapisan H2SO4, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 5 tetes pereaksi Mayer hingga terbentuk endapan putih.

F. Uji Steroid / Terpenoid


1. Diteteskan 3 tetes lapisan kloroform pada uji Alkaloid pada plat tetes,
ditambahkan 2 tetes pereaksi Pereaksi Lieberman-Bourchard (campuran dari
Pereaksi Lieberman-Bourchard adalah 1 mL asam asetat glasial + 1 mL asam
sulfat pekat)
2. Positif terpenoid apabila warna larutan berubah menjadi jingga atau merah
3. Positif steroid apabila berubah warna menjadi biru
VI. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
A Uji Flavonoid
1. 0,3 gram sample + 3 ml • Warna : hijau bening
etanol, dipanaskan
2. Disaring, filtrate + 5 tetes • Warna filtrate : hijau tua
HCl pekat + sedikit pita Mg
3. Dikocok, diamati positif • Warna akhir : jingga
berubah warna menjadi
merah atau jingga. (positif Flavonoid)

Gambar.

B Uji Tanin
1. 1 gram sampel + 10 ml Warna filtrat hijau
etanol didiamkan, disaring
2. 1 ml filtrat + 1 ml air + 1 ml
FeCl3
3. Diamati, positif tanin apabila Warna menjadi hijau menjadi hijau
terbentuk warna biru kehitaman
kehitaman atau hijau Positif (tanin)
kehitaman
Gambar.

C Uji Antrakuinon
1. Tabung : 1 mL ekstrak Warna : kuning kecoklatan
dengan etanol + 1 ml NH3 Warna : hijau muda
2. TABUNG II: 1 mL ekstrak ( negative antrakuinon)
dengan air + 1 mL NH3
3. Positif jika berwarna merah Gambar.

D Uji Saponin
• 0,57 gram sample + 10 mL Warnanya hijau bening terdapat buih
air, dikocok. Dipanaskan 5 ( positif saponin)
menit
( positif jika ada buih ) Gambar.
E Uji Alkaloid
1. 4 g sampel ditumbuk + Warna : hijau
kloroform sedikit demi sedikit Membentuk pasta
sampai membentuk pasta.
2. Ditambah 10 mL ammoniak Warna : hijau pekat
kloroform, digerus, disaring
Filtrat + 5 mL H2SO4 dikocok Terdapat 3 lapisan :
• Lapisan atas : bening (ammoniak
kloroform)
• Lapisan tengah : warnanya putih
susu (lapisan H2SO4)
Lapisan bawah : warnanya hijau tua

Gambar.
F Uji Steroid/ Triterpenoid
1. 3 tetes lapisan kloroform pada Warna : hijau tua
uji alkaloid diteteskan ke plat
tetes.
Warna merah setelah kering
2. Ditambahkan 2 tetes pereaksi
Lieberman-Bourchard.

(Pereaksi Lieberman-
( positif terpenoid)
Bourchard 1 mL asam asetat
glasial + 1 mL asam sulfat
(negatif steroid)
pekat)
• Positif terpenoid apabila warna
Gambar.
larutan berubah menjadi jingga
atau merah
• Positif steroid apabila berubah
warna menjadi biru

VII. PEMBAHASAN
A. Uji Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di
alam. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru,
dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.
Flavonoid mempunyai banyak fungsi seperti : sebagai pigmen warna, funsi
fisiologi dan patologi, fungsi farmakologi dan flavonoid dalam makanan, antiflamasi,
antikanker, antifertilitas, antiviral, anidiabetes, antidepresant, diuretik dll.
Pada percobaan diatas menggunakan sample daun rambutan yang sudah
digerus sebelumnya yang ditambahkan etanol lalu dipanaskan dan didapat hasilnya
yaitu larutan berwarna hijau bening. Hal ini dikarenakan, senyawa flavonoid yang
terkandung didalam daun buah rambutan memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang
pada awalnya warna daun rambutan berwarna hijau tua berubah menjadi warna hijau
bening. Pada saat penambahan etanol, akan mempengaruhi perubahan warna pada
hijau daun dimana etanol mengandung senyawa alkohol.
Pada penambahan HCl pekat dan ditambahkan pita magnesium tejadi
perubahan warna yaitu berwarna merah muda. Jika dihubungkan dengan hasil uji
fitokimia terhadap
ekstrak etanol dengan kandungan tertinggi diduga sifat senyawa golongan fenolik
antiokasidannya sebagian besar diakibatkan olehsenyawa fenolik yang terkandung di
dalamnya.hal ini dikarenakan, memberikan uji positif adanya flavonoid. Jadi pada
daun rambutan positif mengandung flavonoid dengan terlihatnya perubahan warna
merah muda tehadap daun rambutan.

B. Uji Tanin
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik.
Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi (1000-20000) yang
mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek
yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim
pencernaan. Tanin mengandung sebagian besar gugus hidroksifenolik. Proteksi dari serangan
ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, serangan dari bakteri dan insekta
diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protoase dari bakteri dan insekta yang
bersangkutan.
Sebelum melakukan uji tanin, terlebih dahulu membuat ekstrak dari daun rambutan.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan perendaman terlebih dahulu menggunakan pelarut etanol.
Dengan menimbang 1 gram sampel kemudian dilarutkan dengan 10 ml etanol dengan warna filtrat
hijau, didiamkan agar mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tapi ikut terlarut dalam sampel.

Setelah itu, 1 ml larutan filtrat ditambahkan dengan air sebanyak 1 ml dan larutan FeCl 3 1
ml,dimana penambahan larutan FeCl3 ini berfungsi untuk membentuk warna biru atau hijau
kehitaman yang menandakan terdapat senyawa tanin di dalam sampel. Sehingga pada penambahan
larutan FeCl3 pada ekstrak daun rambutan menghasilkan perubahan warna hijau bening menjadi
hijau kehitaman. Hal ini membuktikan bahwa dalam daun rambutan terkandung senyawa tanin.
Semakin pekat warna hijau yang timbul, semakin banyak kandungan tanin dalam daun rambutan
tersebut.

C. Uji Antrakuinon
Pada percobaan uji antrakuinon terlebih dahulu dilakukan maserasi dengan
pelarut etanol dan air pada wadah yang berbeda. Maserasi merupakan proses
perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan dan merupakan cara
ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk daun
rambutan menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk
ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.
1 mL ekstrak sample dari masing-masing pelarut yang telah disaring, kami
campurkan dengan 1 mL NH3. Untuk kebanyakan kuinon, hasil uji reduksi dalam
larutan yang agak basa lebih mencolok dan oksidasi ulang di udara lebih cepat. Maka
dari itu dalam percobaan ini digunakan NH3 yang berfungsi untuk membasakan
larutan.
Pengujian senyawa antrakuinon pada sampel daun rambutan. Pada ekstrak air
setelah ditambahkan amonia menghasilkan larutan hijau muda dan pada ekstrak etanol
berwarna hijau kecoklatan, ini berarti hasilnya negatif. Untuk memastikan suatu
pigmen termasuk kuinon atau bukan, dapat dilakukan dengan reaksi warna apabila
hasilnya positif akan mengahasilkan warna merah yang disebabkan bahwa amonia
berfungsi dalam menyebabkan terjadinya eliminasi struktur kimia. Dan pengocokan
berfungsi untuk membantu mempercepat proses reaksi sehingga terbentuk warna
merah.
Reaksi yang terjadi adalah:
C2H5OH + NH3 → C2H5NH2 + H2O

D. Uji Sponin
Pada percobaan uji saponin, dilakukan sangat sederhana dimana 0,57 gram
sample dimasukkan kedalam tabung reksi yang kemudian diberi pelarut air
sebanyak10 m,. larutan dipanaskan selama 5 menit. Setelah dipanaskan larutan di
biarkan sebentah untuk menurunkan suhunya, agar bisa dikocok. Setelah dilakukan
pengocokkan dan dimati bebarapa menit, terlihat adanya buih atau busa yang stabil
pada permukaan larutan.. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama
30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin.
Timbulnya busa setelan pengocokan ( metode Forth ) menunjukkan
adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis
menjadi glukosa dan senyawa lainnya .
Jadi pada percobaan ini positif adanya saponin pada daun rambutan. Hal ini
sesuai dengan uji fetokimia yang telah dilakukan sebelumnya dimana kandungan
golongan kimiaynag ada pada daun rambutan adalah plapanoid, saponin, tanin, fenol
dan steroid.

E. Alkaloid
Pada uji alkaloid ini sample digerus atau dihaluskan tujuannya untuk
menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit
sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian sample diekstraksi
dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan. Ekstraksi dengan
penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan
alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil
dengan gugus hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini
alkaloid akan bebas, sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Setelah itu
ditambahkan larutan ammoniak kloroform sambil digerus-gerus. Penambahan ini
bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi. Sedangkan pengadukan bertujuan
untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan bubur target
semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam tannin dan alkaloid
semakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi. Setelah
diekstraksi, larutan ini disaring dan larutannya ditambahkan asam sulfat dan dikocok
kuat-kuat. Penambahan asam sulfat ini berfungsi untuk mengikat kembali alkaloid
menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat
yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik yang
tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit sekundernya. Penambahan asam sulfat
mengakibatkan larutan terbentuk menjadi tiga fase karena adanya perbedaan tingkat
kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang polar
juga fase ammoniak kloroform yang paling polar dari keduanya. Lapisan atas adalah
fase ammoniak kloroform, lapisan tengah adalah fase aqueous (larutan H2SO4) dan
lapisan bawah adalah fase kloroform. Garam alkaloid akan larut pada lapisan tengah,
sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa
jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan kuat bertujuan untuk
melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara tepat dan sempurna.
Lapisan tengah (lapisan asam sulfat sulfat) diuji dengan pereaksi meyer.
Pada uji alkaloid dengan pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat)
dihasilkan positif (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi
meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no.2, dimana terlebih dahulu
K2HgI4 terlarut dalam air secara reversible dengan mensorvasi asam iodide + KI +
HgO, Hg2+ dan HgO membentuk kompleks dengan dua molekul koloid sebagai
endapan putih.
Pada uji dengan peeaksi meyer larutan menghasilkan endapan putih yang
menandakan (+) alkaloid. Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid,
dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom
N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri
yang nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan
pereaksi meyer adalah :
N +KHgI4 --------› Hg-N (Putih)
Atom N menyumbangkan pasangan electron bebas ke atom Hg sehingga
membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya. Setelah
pengujian dilakukan, ternyata terdapat endapan berwarna putih yang menandakan
terbentuknya kompleks Hg dengan N. Dengan adanya endapan berwarna putih
tersebut dapat dinyatakan bahwa pada sampel (daun rambutan) memang positif
mengandung senyawa Alkaloid.

F. Steroid / Terpenoid
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar
dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam
model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari
metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat. Steroid merupakan senyawa yang
memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem empat
cincin yang tergabung.
Pada uji fitokimia steroid dan terpenoid ini menggunakan pereaksi Lieberman-
Burchard sebagai pereaksinya. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran
antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat, tetapi karena tidak mempunyai asam
asetat anhidrat maka diganti dengan asam asetat glasial. Dimana Perekasi Lebermann-
Burchard ini dibuat dengan perbandingan asam sulfat dengan asam asetat glasial
berbanding 1 : 1, atau 1 mL : 1 mL.
Pada percobaan ini diteteskan 3 tetes lapisan kloroform pada uji alkaloid
diletakkan pada plat tetes, digunakan lapisan kloroform karena golongan senyawa ini
paling larut baik didalam pelarut kloroform dan yang paling prinsipil adalah tidak
mengandung molekul air, sesuai dengan teori bahwa terpenoid dan steroid bersifat
hidrofob yaitu tidak suka air.
Setelah ditetesi 3 tetes lapisan kloroform yang didapat pada uji alkaloid, dan
ditempatkan pada plat tetes Kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-
Burchard, digunakan pereaksi Lieberman-Burchard karena asam asetat glasial adalah
untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil
didalam kloroform (karena asam asetat anhidrat tidak ada maka diganti dengan asam
asetat glasial). Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat
akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak
akan terbentuk.
Setelah ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard dan ditunggu sampa kering
sempel tersebut berubah menjadi merah yang membuktikan bahwa didalam daun
rambutan terdapat senyawa terpenoid tetapi tidak mengandung senyawa steroid.
Penambahan Reagen Lieberman-Burchard pada sampel akan membuat sampel
tersebut berubah warna Apabila mengandung Triterpenoid, maka akan memberikan
warna merah sedangkan apabila mengandung Steroid, akan memberikan warna biru
dan hijau.
Ketika ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard maka asam asetat glasial
akan bereaksi dengan steroid/terpenoid melalui reaksi asetilasi menghasilkan
kompleks asetil steroid/terpenoid. Sedangkan H2SO4 pekat yang merupakan salah satu
campuran dari Reagen Lieberman-Burchard bertujuan untuk mendekstruksi kompleks
asetil steroid. H2SO4 pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid
dibandingkan dengan asam asetat glasial. Hal ini dikarenakan kemampuan
H2SO4 yang lebih mudah masuk mengatasi efek sterik yang besar dari molekul steroid
sehingga senyawa kompleks yang dihasilkan lebih stabil dari kompleks asetil steroid.

reaksi yang terjadi pada uji Lieberman Burchard


(sumber: http://radelyrachemistry.blogspot.com/2013/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html)
Perubahan warna dari hijau menjadi merah ini disebabkan karena adanya
gugus hidroksi (−OH) dari kolesterol bereaksi dengan pereaksi Lieberman Burchard
dan meningkatkan konjugasi dari ikatan tak jenuh dalam cincin yang berdekatan.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada daun rambutan
terdapat senyawa flavonoid, alkaloid, taninn, saponin, dan terpenoid. Sedangkan untuk
antrakuinon dan steroid tidak terdapat dalam daun rambutan tersebut.

B. Saran
Dalam melakukan percobaan ini diharapkan praktikan lebih cermat dan teliti dalam
mengamati segala perubahan yang terjadi pada sampel yang diuji, karena hal ini sangat
mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Amar, Andi Musafir. 2011. “Laporan Fitokimia”.


http://dokterum.blogspot.com/2011/10/laporan-fitokimia.html (diakses pada 12
November 2014)

Auriga . 2012. “Alkaloid” http://cerita-dari-itb.blogspot.com/2012/07/laporan-praktikum-


kimia-organik-ki-2051_14.html (diakses tanggal 12 November 2014)

Frans, Trisna. 2013. “Makalah Terpenoid”. http://trifhkaw.blogspot.com/


2013/12/makalah-terpenoid.html. (diakses tanggal 12 November 2014)

Lusya,santa.2012.tanin.
http://www.santalusya.blogspot.com/2012/05/tanin.html diakses pada tanggal 13
November 2014

Marceilia, Cupi. 2013. “Skrining Fitokimia”


https://www.scribd.com/doc/96910594/Praktikum-dasar-Teori-Kpa# (diakses
tanggal 12 November 2014)

Nabila, Iqlima. 2012. “Senyawa-Steroid”. http://kimia-iqlima.blogspot.com/2012/10/


senyawa-steroid_6.html (diakses tanggal 12 November 2014)

Raihan, Siti. 2012. “Makalah-Steroid”. http://sitiraihan1993.blogspot.com/2012


/11/makalah-steroid.html (diakses tanggal 12 November 2014)

Saputra , Harry Hadi. 2009. “Terpenoid”.


http://nadjeeb.wordpress.com/2009/12/02/terpenoid/. (diakses tanggal 12
November 2014)
Sirait, Yuliana. 2013. “Uts Kimia Bahan Alam”. http://kimbahanalam.blogspot.com/
2013/12/uts-kimia-bahan-alam.html (diakses tanggal 12 November 2014)

Anda mungkin juga menyukai