Anda di halaman 1dari 32

UNIVERSITAS PANCASILA

“DAMPAK HUKUM NOTARIS YANG MELAKUKAN RANGKAP

JABATAN, (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

34/B/MPPN/VII/2020)”.

USULAN PROPOSAL TESIS

Oleh :

FAISHAL ADITAMA
NPM : 5621220009

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM MAGISTER UNIVERSITAS PANCASILA 2023

0
DAFTAR ISI
................................................................................................................................. 0
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 2
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 2
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................ 11
D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................................... 11
BAB II ...................................................................................................................... 13
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI .................................................................... 13
A. Kajian Pustaka ........................................................................................................ 13
B. Kerangka Konseptual............................................................................................... 13
C. Teori ....................................................................................................................... 15
BAB III ..................................................................................................................... 20
METODE PENELITIAN ............................................................................................... 20
A. Sifat atas Jenis Penelitian ........................................................................................ 20
B. Pendekatan Masalah ............................................................................................... 22
C. Tekhnik Pengumpulan Data ..................................................................................... 23
D. Teknik Penyajian Data ............................................................................................. 24
E. Teknik Analisa Data ................................................................................................. 25
BAB IV ..................................................................................................................... 26
SISTEMATIKA PENULISAN ........................................................................................ 26
Bab I .............................................................................................................................. 26
Pendahuluan .................................................................................................................. 26
Bab II ............................................................................................................................. 26
Tinjauan Pustaka Tentang Notaris Dan Kuasa Hukum Di Indonesia .................................. 26
Bab III ............................................................................................................................ 26
Hasil Penelitian .............................................................................................................. 26
Bab IV ............................................................................................................................ 27
Penutup ......................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 28

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara mengenai jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum di

Indonesia, diperlukan bukti-bukti tertulis yang bersifat otentik yang dibuat oleh pemegang

jabatan tertentu. Salah satu jabatan tersebut adalah Notarisyang menjalankan profesinya

dalam pelayanan hukum kepada masyarakat. Oleh karena itu seharusnya notaris yang

membuat akta otentik harus dapat memberikan perlindungan dan jaminan demi

tercapainya kepastian hukum kepada masyarakat.

Notariat yang telah ada sejak tahun 1860, bukanlah merupakan lembaga baru di

Indonesia. Notaris berasal dari perkataan Notaries, yang pada zaman Romawi, diberikan

kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Perkembangan zaman

membuat pengertian Notaris menjadi orang-orang yang mampu melakukan pencatatan

dengan tulisan cepat.1

Notaris adalah “seorang pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut oleh suatu

1
Diakses pada https://estyindra.weebly.com/mkn-journal/sejarah-notariat, pada
tanggal 28Agustus 2019, pukul 19.13 WIB.

2
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabat atauorang lain”.2

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.

M.01-HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan

Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan

notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Jabatan Notaris.3

Notaris di Indonesia merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta

otentik yang pembuktiannya sah dan tertinggi di pengadilan. Hal ini telah diatur dalam

ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Jabatan Notaris perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris (selanjutnya disingkat UUJN).

Apabila dikaitkan dengan profesi, notaris merupakan suatu pekerjaan yang

mewajibkan pemangkunya memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas,

serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum. Tugas inti dari

seorang notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan–hubungan hukum

antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris didukung oleh fakta empiris

untuk dapat dinyatakan benar.4

2
G.H.S Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Cetakan ke-5, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1999), hlm.31
3
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan PPAT,
Jakarta, Indonesia Legal Center Publishing, 2009, hlm.2.
4
Sunaryati Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003,
SeminarPembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2003,
hlm 227.

3
Pada literatur ilmu pemerintahan dan ilmu hukum sering ditemukan istilah

kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Istilah kekuasaan sering dipersamakan dengan

kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian

pula sebaliknya.5

Pengangkatan dan pemberhentian notaris telah dimuat dalam peraturanperundang-

undangan yaitu UUJN. Dengan adanya UUJN maka seharusnya notaris yang diangkat dan

diberhentikan oleh negara dapat memberikan kepastianhukum bagi masyarakat saat ini.

Setelah diberlakukannya UUJN maka seluruh kegiatan kenotariatan di Indonesia

berpedoman pada peraturan tersebut. Selain UUJN, notaris juga memiliki pedoman lain

yang dibuat oleh organisasinya sendiri setelah dibentuknya suatu perhimpunan yang

disebut Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yaitu Kode Etik Notaris.

Perubahan Kode Etik Notaris I.N.I yang ditetapkan di Bandung, pada tanggal 29-30

Mei 2015 merupakan perubahan yang terakhir untuk peraturan ini yang memuat

kewajiban, larangan dan pengecualian bagi notaris dalam melaksanakan jabatannya.

Notaris dapat dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas

ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Kode Etik Notaris. Penerapan sanksi atas

pelanggaran Kode Etik perlu mendapatkan kajian

5
diakses dari
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/be7a53a0177af59aa7212a2e8860a7f0.pdf,
diunduh padatanggal 23 Desember 2019, Pukul 04.20 WIB.

4
lebih lanjut mengingat sanksi tersebut dijatuhkan oleh Organisasi Profesi Notaris dan

tentu berbeda dengan sanksi yang diberikan oleh Majelis Pengawas Notaris yang telah

diatur dalam UUJN.

Perihal etika profesi dari jabatan notaris menurut E. Sumaryono ada beberapa alasan

terwujudnya suatu Kode Etik Notaris merupakan bagian penting, mengingat arti

pentingnya kode etik profesi dibuat tertulis, diantaranya sebagai berikut: 6

a. Kode-kode etik itu penting sebagai sarana kontrol sosial sosial.


b. Kode-kode etik profesi mencegah pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan
oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui beberapa agen atau pelaksananya.
c. Kode etik adalah penting untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode
etik ini dasarnya adalah sesuatu perilaku yang sudah dianggap benar serta berdasarkan
metode prosedur yang benar pula.

Jabatan notaris sebagai jabatan profesi hukum yang memberikan jasa kepada

masyarakat dalam pembuatan akta, harus mematuhi suatu norma atau standarisasi di

dalam pelaksanaan tugas, kewenangan, dan kewajibannya. Notaris dituntut untuk tetap

menjaga perilaku, martabat dan kehormatan sebagai pejabat umum mengingat pentingnya

peranan dan kedudukan notaris dalam masyarakat. Peranan notaris selain sebagai bagian

dari komponen profesi hukum, juga penegak hukum sesuai dengan kewenangan dan

kewajiban yang diberikan kepadanya dalam menjalankan profesinya.

“Dengan alasan adanya tanggung jawab notaris kepada masyarakat, maka haruslah
dijamin adanya pengawasan dan pembinaan yang terus menerus agar tugas notaris kepada
masyarakat, maka haruslah dijamin adanya

6
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 35-36.

5
pengawasan dan pembinaan yang terus menerus agar tugas notaris selalu sesuai dengan
kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan
kewenangan atau kepercayaan yang diberikan”.7

Notaris yang menjalankan tugas dan jabatannya untuk kepentingan masyarakat

umum wajib berada dalam pengawasan suatu lembaga yang netral dan mandiri atau

independen.

Pengawasan terhadap notaris dalam UUJN dilakukan oleh Menteri dan dalam

operasional menteri akan membentuk Majelis Pengawas Notaris (untuk selanjutnya

disebut MPN), berdasarkan Pasal 1 angka (6) UUJN, yang berbunyi sebagai berikut:

“Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban

untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasanterhadap notaris”.

Berdasarkan Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,

Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik

Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP No. 9 Tahun 2005), menerangkan bahwa pada

dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap

notaris adalah Menteri Hukum dan HAM yang dalam pelaksanaannya membentuk Majelis

Pengawas Notaris.

Selain Majelis Pengawas Notaris, untuk menjadikan kinerja notaris lebih baik lagi,

maka organisasi Ikatan Notaris Indonesia membentuk Dewan

7
Winanto Wiryomartani, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawasan Notaris, (Makalah,
disampaikan pada acara Kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar

6
Kehormatan Notaris yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan dan

pemeriksaan atas pelanggaran kode etik organisasi yang tidak mempunyai kaitan langsung

dengan masyarakat atau sifatnya hanya antar notaris saja. Sedangkan Majelis Pengawas

melakukan pengawasan dan pemeriksaanterhadap pelanggaran notaris yang ada kaitannya

langsung dengan masyarakat luas.

Majelis Pengawas Notaris bersama-sama dengan Dewan Kehormatan Notaris

merupakan instansi yang berwenang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan

menjatuhkan sanksi terhadap notaris. Tiap majelis dan dewan pengawas mempunyai

kewenangan masing-masing, baik Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah

dan Majelis Pengawas Pusat. Wewenang Majelis Pengawas Daerah diatur dalam UUJN,

Peraturan Menteri Hukum dan HAM dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tahun

2004.

Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris (selanjutnya disebut

MPN) berdasarkan UUJN, dapat dikatakan bersifat preventif dan represif,karena telah

memiliki aturan yang jelas, yang juga bertujuan untuk menjaga agar para notaris dalam

menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya,

tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah

jabatan, dan tidak melanggar NormaKode Etik Profesinya. Kegiatan pengawasan tidak

hanya bersifat preventif, tetapijuga bersifat represif, dengan memberikan penindakan atas

pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh notaris.

7
Berdasarkan peraturan pada Pasal 17 UUJN, terdapat hal-hal yang dilarangbagi

seorang notaris, diantaranya:8

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;


b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
c. Merangkap sebagai pegawai negeri;
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat;
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha miliknegara, badan
usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau PejabatLelang Kelas
II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. Menjadi Notaris Pengganti;
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau
kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Di kalangan notaris berkembang wacana tentang adanya notaris yang “bekerja

sambilan” sebagai Advokat (Pengacara). Padahal sudah jelas dalam Pasal 17 huruf (e)

UUJN melarang notaris merangkap jabatan sebagai advokat. Larangan dalam ketentuan

ini sudah dijelaskan dalam Pasal 3 huruf (g) UUJN, yang mengatur syarat untuk dapat

diangkat sebagai notaris tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,

atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk di

rangkap dengan jabatan notaris. Pada praktiknya di lapangan masih banyak pelanggaran

notaris yang melakukan rangkap jabatan dan pelanggaran kode etik profesi, seperti pada

contoh kasus yang yang menjerat Irsan Haenudi Akif, S.H., M.Kn. Sebagai Notaris

8
Indonesia (a), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UUJN No. 2/2014, Pasal
17.

8
Berkedudukan di Sulawesi Tenggara, Irsan Haenudin merupakan notaris aktif yang

berkedudukan di kabupaten kolaka timur, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No. AHU-00244.AH.02.01 Tahun 2016 Tanggal 29

Maret 2016.

Bermula dari Majelis pengawas Daerah Notaris Kabupaten Kolaka yang

memanggil dan memeriksa Irsan Haerudin, pada tanggal 04 September 2019 yang

dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Nomor 01/BAP/MPDN Kabupaten Kolaka

Timur. 09.19 Tahun 2019, dan ditemukan fakta -fakta hukum sebagai berikut:

a. Bahwa Pada hari Rabu, tanggal 24 Juli 2019, notaris atas nama irsan Haerudin

Akif, S.H., M.Kn., telah disumpah dan dilantik oleh ketua pengadilan tinggi

Sulawesi tenggara sebagai advokat

b. Bahwa pada tanggal 24 juli 2019 Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., (pada

tanggal yang sama dengan tanggal pelantikannya sebagai advokat) Notaris Irsan

Haerudin Akif, S.H., M.Kn., mengajukan cuti kepada peradin untuk jangka waktu

35 tahun

c. Bahwa menurut Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., yang dimaksud

rangkap jabatan Notaris dan advokat ialah ketika menjalankan kedua profesi

tersebut secara nyata atau berpraktek langsung sebagai advokat.

d. Bahwa Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., belum menikah

e. Bahwa Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., telah menjabat sebagai notaris

lebih kurang 3 (tiga) tahun, terhitung sejak tanggal 29 April 2016;

f. Bahwa pada saat pengajuan berkas di Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk

9
dilantik dan disumpah, Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., Mencantumkan

data pekerjaan sebagai Wiraswasta

g. Bahwa Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., menyesal dan minta maaf atas

kekhilafannya dan bersurat kepada Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Kolaka

Nomor 18/Not-IHA/VII/2009 tanggal 29 Juli 2019 tentang klarifikasi dan

Permintaan Maaf kepada Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Kolaka

h. Bahwa, Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., mengakui telah disumpahj dan

dilantik sebagai Advokat pada tanggal 24 Juli 2019 di Kendari oleh ketua

Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara;

Kemudian Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., tersebut direkomendasikan

untuk di di Pemberhentian dengan hormat, dalam putusan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris dan dituangkan dalam putusan Nomor : 07/Pts/Mj.PWN PRIV

SULTRA/XI/2019, dan selanjut nya Majelis Pengawas Pusat Notaris

menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama 3(tiga) bulan.

Berdasarkan uraian kasus Notaris Irsan Haerudin Akif, S.H., M.Kn., di atas,

peneliti tertarik untung mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkannya dalam

penelitian hukum dengan judul “DAMPAK HUKUM NOTARIS YANG

MELAKUKAN RANGKAP JABATAN, (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

34/B/MPPN/VII/2020)”.

10
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, peneliti menentukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak hukum bagi notaris yang melakukan rangkap jabatan

dalam putusan Nomor 34/B/MPPN/VII/2020?

2. Bagaimana mekanisme ketika notaris melakukan pelanggaran kode etik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di a tas, maka dapat ditarik tujuan

penulisan penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penjatuhan sanksi yang dilakukan oleh Majelis pengawas

Wilayah dan Majelis Pengawas Wilayah Pusat Notaris yang rangkap jabatan

dalam Putusan Nomor 34/B/MPPN/VII/2020 sudah sesuai dengan hukum yang

berlaku.

2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme ketika notaris melakukan

pelanggaran kode etik.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat

mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan serta bagi penulis

sendiri, tentang pengawasan notaris yang melakukan rangkap jabatan. Sebagai

bahan kepustakaan bagi penelitian yang berkaitan dengan judul dan permasalahan

yang akan dibahas dalam tesis ini. Disamping itu diharapakan pula dalam

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya dalam bidang hukum

11
dan kenotariatan.

2. Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran secara umum dan berguna sebagai bahan masukkan bagi notaris dan para

calon notaris. Tentang pengawasan terhadap notaris yang melakukan rangkap

jabatan. Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal17 dan Pasal 73 ayat 1 huruf a, b,

e dan huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

12
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

A. Kajian Pustaka

Kajian-kajian mengenai suatu rangkap jabatan yang di lakukan oleh notarisbanyak

dilakukan oleh para peneliti hukum. Dalam sub bab ini, peneliti ingin menunjukkan

beberapa diantara kajian relevan. Tujuannya adalah untuk membantu peneliti menemukan

apa kontribusi penelitian ini terhadap pembahasan tema majelis pengawas wilayah notaris

dalam menjatuhkan sanksi terhadap rangkap jabatan.

B. Kerangka Konseptual

Pada penulisan Tesis ini ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan secara lebih terperinci,

berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun pendapat para ahli serta istilah

lainnya. Penjelasan ini dimaksudkan agar pembaca memiliki pemahaman yang sama

mengenai istilah-istilah penting yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, istilah-

istilah tersebut, antara lain :

1. Pengertian Notaris adalah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, notaris

mempunyai arti yangmendapat kuasa dari pemerintah berdasarkan penunjukan (dalam

hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) untuk mengesahkan dan

13
menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta, dan sebagainya.9

“Gandasubrata menyatakan notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh

pemerintah termasuk unsur penegak hukum yang memberikan pelayanan kepada

masyarakat”. Pasal 1 angka 1 UUJN merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 1868

KUHPerdata mendefinisikan notaris sebagai berikut :

Notaris adalah pejabat umum khusus (satu-satunya) berwenang untuk membuat


akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau boleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya.24

2. Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan

Ikatan Notaris Indonesia (INI), berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau

yang ditentukan oleh dandiatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota

perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris,

termasuk di dalamnya para pejabat sementara notaris, notaris pengganti pada saat

menjalankan jabatan.

3. Akta Otentik adalah tulisan atau akta yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan

oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat yang diberi wewenang dan di

tempat dimana akta itu dibuat.10

9
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Cet ke-3, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka,1990), hlm. 618.

10
R. Soebekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2010), hlm. 26.

14
4. Majelis Pengawas Notaris adalah menurut Pasal 1 angka 6 UUJN menetapkan

bahwa MajelisPengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan

dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris.

“Kata pembinaan diletakkan di depan dimaksudkan agar mempunyai fungsi sebagai

lembaga pengawasan

5. Advokat adalah profesi menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat (selanjutnya disebut UUA) pasal 1 Butir (1), menyatakan bahwa advokatialah

orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan

yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Disamping itu,

advokat berkewajiban menegakan hukum dan keadilan. Undang- Undang advokat telah

memberi otoritas profesional bagi advokat dalammemberikan pelayanan publik sesuai

dengan ilmu yang dimilikiya

6. Tanggung Jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apayang

telah diwajibkan kepadanya.11

C. Teori

1. Teori Kewenangan

Menurut Ateng Syafrudin Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik,

lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan

11
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Ghalia Indonesia, 2005).

15
tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan. Unsur -unsur yang tercantum dalam

kewenangan, meliputi 12:

a. Adanya kekuasaan formal

b. Kekuasaan diberikan Undang – Undang

Wewenang secara umum diartikan sebagai kekuasaan untuk melakukan semua tindakan

hukum publik. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan

mandat13:

a. Kewenangan atribusi, Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian

wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-
131
undangan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Ini berarti

Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung

bersumber dari undang – undang dalam arti materil. Sehingga tampak jelas bahwa

kewenangan yang didapat melalui atribusi oleh organ pemerintah adalah kewenangan

asli, karena kewenangan itu langsung dari Perundang – Undangan (UUD 1945).

Dengan kata lain, atribusi berarti timbulnya kewenangan baru yang sebelumnya

kewenangan itu tidak dimiliki oleh organ pemerintah yang bersangkutan.

12
Ateng Syarifudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung: Universitas Parahyangan), hlm. 22.

13
Phillipus M. Hadjon, Makalah Tentang Wewenang, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1986), hlm. 20.

16
b. Kewenangan delegasi, pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah

ada oleh pejabat umum, badan atau jabatan tata usaha Negara yang telah yang

memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada pejabat umum, badan

atau jabatan tata usaha Negara lainnya.132Dengan kata pelimpahan, ini berarti adanya

perpindahan tanggungjawab dari yang memberi deligasi (delegans) kepada yang

menerima delegasi (delegetaris). Suatu delegasi harus memenuhi syarat – syarat

tertentu, antara lain :14

1. Delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang telah

dilimpahkan itu.

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan Undang – Undang

3. Delegasi tidak kepada bawahan.

4. Kewajiban memberikan keterangan, artinya delegasi berwenang untuk

meminta penjelasan tentang pelaksanaan delegasi tersebut.

5. Delegasi memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut.

c. Mandat, pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk

mengambil keputusan atas namanya. Yang berarti suatu pelimpahan wewenang

kepada bawahan. Pelimpahan ini bermaksud memberi wewenang kepada bawahan

untuk membuat keputusan atas nama pejabat tata usaha negara yang memberi

mandat. Tanggungjawab tidak berpindah ke mandataris, melainkan tanggungjawab

tetap berada ditangan pemberi mandat, hal ini dapat dilihat dari kata atas nama.

14
Phillipus M. Hadjon, Op.,Cit., hlm. 21.

17
Dengan demikian, semua akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya keputusan

yang dikeluarkan oleh mandataris adalah tanggung jawab si pemberi mandat.15

2. Teori Kepastian Hukum.

Menurut pendapat Gustav Radbruch sebagaimana dikutip oleh Salim H.S menentukan ada

4 (empat) hal mendasar yang erat kaitannya dengan kepastian hukum, yaitu:

a. Hukum itu bersifat positif yakni artinya hukum itu dibuat dalam bentuk undang-undang

tertulis.

b. Hukum itu harus berdasarkan pada apa yang benar-benar terjadi di lapangan atau di

masyarakat.

c. Hukum harus diungkapkan secara jelas dan gamblang sehingga menghindari adanya

multi tafsir dan memberikan kemudahan dalam melaksanakannya.

d. Hukum bersifat tidak gampang dirubah.16

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian

hukum adalah “kepastian tentang hukum itu sendiri”. Kepastian hukum merupakan

“produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan”. Berdasarkan

pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, “hukumpositif yang mengatur

kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun

15
DR.H. SALIM HS, SH, M.S dan ERLIES SEPTIANA NURBANI, SH, LLM.,
Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), hlm 196.

16
H. Salim Hs, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 306.

18
hukum positif itu kurang adil”.17

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu

sebagai berikut: 18

1) Asas kepastian hukum (rechtmatigheid). Asas ini meninjau dari sudut yuridis.
2) Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana
keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.
3) Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau utility

17
Ibid.
18
Ibid

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sifat atas Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian normatif dan sifat dari penelitian ini deskriptif analitik

atau metode yang tujuannya untuk menggambarkan mengenai objek yang diteliti melalui

data atau sampel yang telah terkumpul. Menurut Soerjono Soekanto mendefinisikan

penelitian hukum normatif, adalah penelitian hukum yang dilakukandengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder belaka. Ada tiga bahan hukum yang digunakan pada

sumber data sekunder, yaitu bahan hukum primer, sekunder, tersier.19

Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum primer terdiri atas perundang- undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan

putusan hakim.20 Dalam menjawab rumusan masalah dan memenuhi tujuan penelitian.

Penulis menggunakan berbagai bahan utama seperti putusan- putusan dan buku-buku.

Putusan pengadilan dan buku-buku yang penulis gunakan sebagai bahan utama yaitu :21

1. Undang-Undang

Adapun undang-undang yang digunakan dalam tesis ini, antara lain :

19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 2010), hlm. 11.
20
Ibid
21
ibid

20
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Weboek), Diterjemahkan oleh R.

Subekti dan R Tjitrosudibio. Cet. 41. Jakarta: Balai Pustaka.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

2. Peraturan Pemerintah

Adapun peraturan pemerintah yang digunakan dalam tesis ini, antara lain :

a. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,

Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

b. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:

M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,

Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan

Majelis Pengawas Notaris.

c. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.39-PW.07.10 Tahun 2004, tentang pedoman pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas

Notaris

21
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum ini bersifat sebagai pendukung, dalam arti

dirumuskan untuk menunjang validitas dan reliabilitas data primer. Adapun data sekunder

tersebut dalam tesis ini yaitu :22

a. Buku-buku

Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus-kamus

hukum, jurnal, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.

b. Jurnal

B. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan

pendekatan kasus (case approach). Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum

normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupunakademis. Bagi penelitian untuk

kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti

untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang

dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan undang-undang dasar

atau regulasi dengan undang-undang. Hasil dari telah tersebut merupakan suatu argumen

22
Sunaryanti Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhr ke-20, (Bandung: Alumni, 1994),
hlm. 101.

22
untuk memecahkan isu yang dihadapi.23 Pendekatan Perundang-undangan (statue

approach) digunakan Untuk

mengetahui mekanisme jika notaris tersebut melanggar kode etik, dan undang -undang

Jabatan Notaris terlebih di pasal 17.

C. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam penulisan tesis ini sebagai penelitian ilmiah diperlukan sekumpulan data informasi

yang diharapkan lengkap dan menunjang, sehingga menjadi dasar dalam pembahasan

permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam hal ini penulis melakukanpengambilan data

melalui:

a. Studi Peraturan Perundang-undangan

Studi peraturan perundang-undangan merupakan suatu upaya untuk menelaah dan

memahami peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pokok

permasalahan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menelaah tesis ini

adalah:

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris,

2. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,

Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

3. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

23
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Depok: Rajawali
Pers, 2018),hlm. 164.

23
Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan

Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan

Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris,

4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004, tentang pedoman pelaksanaan Tugas

Majelis Pengawas Notaris.

b. Penelitian Kepustakaan

Suatu teknik pengambilan dan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan adalah meneliti untuk mendapatkan landasan teoritis dari hukum positif di

Indonesia berupa teori-teori dan pendapat para ahli atau pakar sebagai informasi yang

dapat dipertanggungjawabkan dan untuk membandingkan dengan permasalah yang akan

dibahas dalam tesis ini.

D. Teknik Penyajian Data

Menyajikan sekumpulan data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk uraian

yang disusun secara sistematis dan logis yang memungkinkan adanya penarikan

kesimpulan. Sistematis adalah keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu

dengan yang lainnya, kemudian disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti

sehingga merupakan kesatuan yang utuh. Terkait dengan tesis ini adalah menyajikan data

tentang prosedur mekanisme jika notaris tersebut melanggar Undang-undang Jabatan

Notaris dan akan menghubungkan dengan pokok permasalahan yang dirumuskan.

24
E. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa data kualitatif tersebut, penulis menggunakan empat tahapan, yaitu :

a. Collection, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari bahan yang terkumpul terkait

Undang-undang Jabatan Notaris maupun buku yang berkaitan dengan Profesi Notaris,

karya ilmiah seperti jurnal yang membahas tentang Profesi Notaris, Kode Etik Notaris,

dan literatur lainnya.

b. Reduksi, yaitu memilik data pokok tentang Notaris yang melakukan rangkap jabatan, yang

diperlukan dalam penyusunan penelitian, sehingga jelas arah pembahasan dan alurnya.

c. Display, yaitu memasukkan hasil reduksi data yang dilakukan dalam bentukuraian singkat

yang selanjutnya dirumuskan pada akhir penelitian.

d. Conclusion, yaitu penarikan kesimpulan terhadap penelitian tentang mekanisme Notaris

yang melakukan rangkap jabatan dalam putusan Nomor 34/B/MPPN/VII/2020, dan

mekanisme notaris yang melakukan pelanggaran kode etik.

25
BAB IV

SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan karya ilmiah ini, maka sistematika penulisan mengenai pokok bab dan

sub-sub nya dan diuraikan secara sistematis dan menuliskan materi-materi

pembahasannya dalam 4 (empat) bab, dan dapat diuraikan sebagai berikut:

Bab I
Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan ini yang di dalamnya berisikan tentang pemaparan mengenai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka

konseptual, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II
Tinjauan Pustaka Tentang Notaris Dan Kuasa Hukum Di Indonesia

Dalam bab tinjauan pustaka ini berisikan tentang kajian bahan pustaka dan konsep yang

terkait dengan penulisan karya ilmiah ini, serta penjelasan mengenai rumusan suatu

definisi atau peristilahan yang dapat dimasukkan kerangka operasional yang dapat

dijadikan pedoman masalah sebagai obyek penelitian. Dengan menambahkan materi

tentang Profesi Notaris, Kewajiban dan Larangan Notaris, Majelis Pengawas Notaris,

Sanksi Notaris, Kuasa Hukum Sebagai Profesi Hukum, Mekanisme notaris yang

melakukan pelanggaran kode etik

Bab III
Hasil Penelitian

Di dalam bab ini membahas perihal hasil penelitian masalah dan pembahasan mengenai

26
Analisis hasil penelitian terhadap putusan Majelis Pengawas Wilayah dan Majleis

Pengawas Pusat Notaris yang Menjatuhkan Sanksi terhadap Notaris yang melakukan

Rangkap Jabatan.

Bab IV
Penutup

Dalam bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang peneliti

lakukan selama pembuatan Tesis.

27
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris.

_______, Peraturan Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

25 Tahun 2014 Tentang Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan

Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

_______, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,

Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris,

______, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.39-PW.07.10 Tahun 2004, tentang pedoman pelaksanaan Tugas Majelis

Pengawas Notaris.

Buku-Buku

G.H.S Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Cetakan ke-5, (Jakarta:


Penerbit Erlangga, 1999)

Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan


PPAT, Jakarta, Indonesia Legal Center Publishing, 2009,

28
Sunaryati Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun
2003, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN Departemen
Kehakiman dan Ham RI, 2003

Sumaryono, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),

Winanto Wiryomartani, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawasan Notaris,


(Makalah, disampaikan pada acara Kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada
tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, Cet ke-3, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka,1990)

R. Soebekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2010),

Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Ghalia Indonesia, 2005).

Ateng Syarifudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih


dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung: Universitas
Parahyangan),

Phillipus M. Hadjon, Makalah Tentang Wewenang, (Surabaya: Universitas


Airlangga, 1986),

DR.H. SALIM HS, SH, M.S dan ERLIES SEPTIANA NURBANI, SH, LLM.,
Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014),

H. Salim Hs, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan
Disertasi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013),

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 2010),

Sunaryanti Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhr ke-20, (Bandung:


Alumni, 1994),

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Depok: Rajawali
Pers, 2018).

29
Sujamto. Aspek Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
1993.
Sinaga, V. Harlen Sinaga. Dasar-Dasar Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga, 2011.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. cet. 31. Jakarta: Intermasa. 2003.

Setiawan R. Hak Ingkar dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHP (suatu
kajian uraian yang disajikan dalam Kongres INI di Jakarta). Jakarta: Balai
Pustaka. 1995.

Rato, Dominikus. Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum.


Yogyakarta: Laksbang Pressindo. 2010.

30
LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai