Anda di halaman 1dari 15

FIBRILASI ATRIUM

I. KONSEP MEDIK

A. Pengertian Fibrilasi Atrium


1. Fibrilasi atrium adalah distritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan
kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel menjadi ireguler dan mungkin
dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total
bergantung pada kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan
misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009)
2. Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan
depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekwensi tinggi. Sentakan fokus ektopik pada
struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab
tertinggi (Surya Dharma, 2012)
3. Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik jantung
yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus menghantarkan
implus ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat
akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett,
2012).

B. Epidemiologi
Fibrilasi atrium (AF) merupakan gangguan irama jantung yang paling sering dijumpai dan
terjadi secara persisten, dengan prevalensi
1. AF dapat terjadi pada jantung normal, namun umumnya lebih sering terjadi pada penyakit
jantung (Shay, 2010).
2. Prevalensi AF pada populasi dewasa adalah 0,5% dengan kenaikan prevalensi mencapai 10%
pada individu berusia lebih dari 75 tahun;
3. Pada pasien yang juga menderita stenosis mitral, reumatik, akan meningkatkan risiko stroke
yang dihadapinya 17 kali lebih tinggi. (Chang, 2009)
4. Fibrilasi atrial terjadi pada 1-2% dari polpulasi, dan tampaknya akan terjadi peningkatan
dalam 50 tahun ke depan.
5. Prevalensi AF meningkat berdasarkan usia, mulai dari 0,5% pada usia 40-50 tahun, dan
mendekati 5-15% pada usia 80 tahun.
6. Laki-laki >perempuan, (Setiati, 2014)
7. Di AS, > 850,000 orang dirawat karena aritmia setiap tahunnya. AF mengenai kurang lebih
2,3 juta orang di amerika utara dan 4,5 juta orang di eropa, terutama yang berusia lanjut. Di
AS, kira-kira 75 % orangberusia 65 tahun atau bahkan lebih tua. AF merupakan aritmia yang
paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada golongan usia <65 tahun dan meningkat
10 % pada kelompok usia > 75 tahun. Di Amerika Utara, prevalensi AF diperkirakan
meningkat 2-3x pada tahun 2050 (Department Health and Human Services USA, 2010).

C. Anatomi fisiologi
1. Elektrofisiologi jantung
Ada 3 jenis kumpulan sel-sel jantung yang dapat membangkitkan arus listrik, yakni;
a. Sel-sel pacemaker (nodus SA, nodus AV),
b. Jaringan konduksi khusus (serat-serat purkinje), dan
c. Sel-sel otot ventrikel dan atrium.
Stimulasi listrik atau potensial aksi yang terjadi pada ketiga sel-sel khusus ini dihasilkan oleh
interaksi ionik transmembran, yaitu berupa transport berbagai ion utama melalui kanal-kanal
khusus yang melewati membran sarcolema (suatu membran bilayer fosfolipid). Transportasi
ionik ini mempertahankan gradien konsentrasi dan tegangan antara intra dan ekstra sel.
Dalam keadaan normal, konsentrasi Na+ dan Ca++ lebih tinggi diluar sel, sedangkan
konsentrasi K+ lebih tinggi didalam sel.
Pembentukan Potensial aksi
Intrasel bermuatan negatif dibandingkan sisi ekstranya, sehingga menghasilkan perbedaan
tegangan dikedua sisi membran yang disebut sebagai potensial transmembran.Potensial
transmembran saat istirahat (–80 s/d –90 mV pada otot jantung dan –60 pada sel pacemaker)
terjadi akibat adanya akumulasi molekul-molekul bermuatan negatif (ion-ion) didalam sel.
Potensial aksi pada sel jantung memberikan pola yang khas, dan mencerminkan aktifitas
listrik dari satu sel jantung.Secara klasik aksi potensial dibagi 5 fase, namun untuk
memudahkan pemahaman terhadap potensial aksi dapat disederhanakan menjadi 3 fase
umum, yaitu :

a. Fase Depolarisasi
Fase depolarisasi (fase 0) adalah fase awal dari potensial aksi yang timbul pada saat kanal
Na+ membran sel terstimulasi untuk membuka. Bila hal ini terjadi, maka ion Na+ yang
bermuatan positif akan serentak masuk ke dalam sel, sehingga menyebabkan potensial
transmembran beranjak positif secara cepat. Perubahan resultan tegangan ini disebut
depolarisasi. Depolarisasi satu sel jantung akan cenderung menyebabkan sel-sel yang
berdekatan ikut berdepolarisasi dan membuka kanal Na+ sel sebelahnya. Sekali sel
berdepolarisasi, gelombang depolarisasi akan di hantarkan dari sel ke sel ke seluruh sel
jantung. Kecepatan depolarisasi suatu sel menentukan cepatnya impuls listrik dihantarkan ke
seluruh sel miokard.
b. Fase Repolarisasi
Sekali suatu sel berdepolarisasi maka tidak akan berdepolarisasi kembali hingga aliran ionik
kembali pulih selama depolarisasi. Proses mulai kembalinya ion- ion ketempatnya semula
seperti saat sebelum depolarisasi disebut repolarisasi.Karena depolarisasi berikutnya tidak
dapat terjadi hingga repolarisasi, rentang waktu sejak akhir fase 0 hingga akhir fase 3 disebut
sebagai periode refrakter (refractory periode).Fase 2 (fase plateau) dimediasi oleh
terbukanya kanal lambat kalsium, yang akan menyebabkan ion kalsium yang bermuatan
positif masuk kedalam sel.
c. Fase Istrahat
Pada hampir semua sel jantung, fase istirahat (rentang waktu antara 2 potensial aksi sebagai
fase 4) merupakan fase di mana tak ada perpindahan ion di membran sel. Namun pada sel-sel
pacemaker tetap terjadi perpindahan ion melewati membran sel pada fase 4 ini dan secara
bertahap mencapai ambang potensial, kemudian kembali berdepolarisasi membangkitkan
impuls listrik yang dihantarkan ke seluruh jantung. Aktifitas fase 4 yang kemudian
berdepolarisasi spontan disebut automatisitas.
Perbedaan lokal pola potensial aksi
Pola potensial aksi tidaklah sama pada setiap sel-sel yang menyusun sistem listrik jantung.
Pola potensial aksi sel- sel Purkinje sangat berbeda dengan sel-sel nodus SA dan nodus AV.
Perbedaan ini terjadi pada fase 0 yaitu depolarisasi lambat sel nodus SA dan AV, dikarenakan
tidak adanya kanal cepat Na+ yang bertanggung jawab pada fase depolarisasi cepat sel otot
jantung yang lain (fase 0).

Perbedaan lokal persarafan otonom


Secara umum, peningkatan tonus simpatik akan meningkatkan automatisitas (sel-sel
pacemaker akan terpacu lebih cepat), meningkatkan kecepatan konduksi (impuls listrik akan
dihantarkan lebih cepat), dan berkurangnya masa potensial aksi / memendeknya masa
refrakter (sel akan siap secara cepat untuk berdepolarisasi kembali). Sebaliknya dengan
bertambahnya tonus parasimpatik, automatisitas ditekan, kecepatan konduksi berkurang, dan
masa refrakter meningkat. Serabut-serabut simpatik dan parasimpatik banyak mempersarafi
nodus SA maupun AV. Selain itu, sel-sel pacemaker persarafan simpatiknya lebih dominan
dibandingkan persarafan parasimpatik, itulah sebabnya mengapa perubahan pada tonus
parasimpatis relatif lebih besar pengaruhnya terhadap nodus SA dan AV dibandingkan
jaringan jantung lainnya.

2. Eletrofisiologi gangguan takiaritmia


Abnormalitas sistem listrik jantung menghasilkan 2 jenis keadaan umum aritmia, yaitu irama
jantung yang terlalu lambat (bradiaritmia) dan irama jantung yang terlalu cepat (takiaritmia).
AF merupakan suatu bentuk takiaritmia, secara umum ada 3 mekanisme yang mendasari
gangguan irama ini, yaitu:
a. Abnormal Automaticity
b. Reentry
c. Trigered activity
a. AutomatisitasAutomatisitas merupakan kemampuan suatu sel untuk berdepolarisasi spontan
untuk mencapai tegangan ambang (treshold potensial) secara ritmis (berirama). Sel-sel
khusus sistem konduksi nodus SA (native pacemaker) dan nodus AV (latent pacemaker) yang
telah disebutkan diatas memiliki kemampuan automatisitas secara alamiah. Meskipun sel-sel
otot ventrikel dan atrium tidak memiliki kemampuan automatisitas, tetapi mampu
berdepolarisasi secara spontan dalam keadaan patologis seperti iskemia. Sel- sel di nodus SA
secara normal mempunyai aktifitas fase 4 paling cepat dibanding bagian sel jantung lainnya,
sehingga potensial aksi spontannya dihantarkan lebih dulu, memberikan gambaran irama
sinus. Bila karena suatu sebab terjadi kegagalan automatisitas di nodus SA, maka sel-sel
latent pacemaker (nodus AV) akan mengambil alih fungsi pacemaker jantung, akan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat. Gambaran potensial aksi menentukan kecepatan
konduksi, masa refrakter, dan automatisitas sel-sel jantung’ ketiga komponen tersebut sangat
berpengaruh terhadap mekanisme terjadinya kelainan irama jantung.

b. ReentryReentry merupakan mekanisme umum yang terjadi pada hampir semua jenis
takiaritmia. Untuk terjadinya Reentry harus terdapat beberapa syarat: Terdapat dua jaras
paralelyang saling berhubungan, pada bagian distal dan proksimal, membentuk sirkuit
potensial listrik; Salah satu jaras harus memiliki masa refrakter yang berbeda dengan jaras
yang lain. Bila suatu saat terjadi impuls prematur, impuls ini harus melewati sirkuit B (masa
refrakter panjang) dan sirkuit A (masa refrakter pendek) (gambar 7). Impuls akan melewati
sirkuit A karena lebih cepat pulih dan siap kembali menerima impuls listrik, sedangkan
sirkuit B tidak dapat dilewati karena belum siap menerima impuls (masa refrakternya
panjang). Pada saat sirkuit A menjalarkan impuls secara lambat, sirkuit B sudah pulih dari
masa refrakter dan siap menerima impuls, yang ternyata dimulai dari arah berlawanan,
berasal dari impuls prematur sirkuit A (konduksi retrograde). Bila impuls retrograd ini
kembali melewati sirkuit A secara antegrade maka lingkaran impuls yang kontinu akan
terbentuk, dan terjadilah lingkar reentry (loop reentry).

c. Trigered activityTrigered activity memiliki gambaran yang sama seperti automatisitas dan
reentry. Seperti pada automatisitas, trigered activity mencakup kebocoran ion positif kedalam
sel jantung yang menyebabkan cetusan potensial aksi pada fase 3 atau awal fase 4. Cetusan
ini disebut after-depolarization. Bila afterdepolarization ini cukup besar untuk membuka
kanal natrium, potensial aksi yang kedua akan dibangkitkan.

D. Etiologi:
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
 Tiroksikosis
 Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
 Emboli paru
 Pneumonia
 PPOM
 Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : hipokalemia, magnesium, dan calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

E. Faktor Resiko
1. Faktor risiko yang menyebabkan AF terutama faktor usia (National Collaborating Center for
Chronic Condition, 2006).
2. Faktor risiko yang berasal dari non-cardiac adalah penyakit DM, kekurangan elektrolit,
hipertiroid, dan emboli pulmonal.
3. Faktor risiko dari cardiac adalah ASD, post operasi jantung, kardiomiopati, gagal jantung,
hipertensi, iskemik, dll (Berry and Padgett, 2012).

F. Patofisiologi
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium di antara
vena pulmonalis atau vena caval junctions merupakan pencetus AF.Daerah ini dalam keadaan
normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas impuls
yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas
triggered.Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi
lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple.
Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran
mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan
amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium
(macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular dari vena
pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang
multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya
reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya
reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF
berlangsung lama.
Atrium tidak adequat memompa darah selama AF berlangsung.walaupun demikian, darah
akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel
akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang
mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh
daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih
cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi
sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya stroke
emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi
mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut
adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen
protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi
oleh lamanya AF.

G. Manifestasi Klinis
Pasien umumnya memiliki keluhan :
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam dada)
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada),
3. Sesak napas/dispnea,
4. Pusing, atau
5. Sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju ventrikel atau tidak
adanya pengisian sistolik ventrikel.
6. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas
Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating Center
for Chronic Condition, 2006).
Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya
kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi
salah satu penyebab terjadinya serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H. Klasifikasi :
1. Klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi
dikelompokkan menjadi;
Klasifikasi AF Keterangan
AF paroksimal AF ini dapat hilang dan timbul secara spontan, tidak lebih dari
beberapa hari tanpa intervensi.

AF persisten AF ini tak dapat terkonversi secara spontan menjadi irama sinus,
sehingga diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus,
baik konversi farmakologik ataupun non farmakologik.

AF permanen AF ini tak dapat dikonversi menjadi irama sinus.

2. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan menjadi :


a. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya,
b. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti gangguan tiroid.

3. Berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas :


a. AFCoarse(kasar) jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih bias dikenali.
b. AFFine(halus) jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis lurus
Sumber : (Levy, Camm, Saksena, 2003. Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto,
Hananto et al, 2009).

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah, dan
pernapasan meningkat
b. Tekanan vena jugularis
c. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Hmt, Trombo.
b. TSH ( penyakit gondok ),
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg
e. PT/APTT
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostic AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa normal/lambat/cepat).
Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR),
60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga
bentuknya tidak dapat didefinisikan
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,
hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

J. Penatalaksanaan
AF paroksismal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada kontrol
aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang persisten, terkadang kita
dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control)
atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control) saja.
Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli,
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal, dan
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan Kita
Edisi III 2009, yaitu:
1. Farmakologi
a. Rhythm control,
Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama jantung yang normal.
 Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan propafenon).
 Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock
b. Rate control
Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi denyut jatung dapat
diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti :
digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga
dapat dipakai untuk rate control
c. Profilaksis tromboemboli
Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan
anti- koagulan untuk mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi
Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap AF paroksismal dan AF
persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih
dahulu. Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan antikoagulan selama 4
minggu sebelum kardioversi dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah
terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker)
Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu
jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan
pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter
Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan transkateter.Ablasi
transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi
nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung
permanen

K. Komplikasi
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Dimensia

L. Pronosis
Penanganan AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian
tromboemboli terutama stroke dan komplikasi yang lain
II. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan fisik berupa
disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner ( 90 -95 % mengalami disritmia ),
penyakit katub jantung , hipertensi , kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker.
Nadi cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi
selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut berkurang.Auskultasi jantung ditemukan
adanya irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distnsi vena jugularis,penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik : status mental
disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola bicara,stupor dan koma.Letargi
( mengantuk ), gelisah, halusinasi; reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang
menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa ( ventrikuler tachicardi atau bradikardia
berat ).
d. Kenyamanan
Keluhan neri dada sedang dan berat ( infark miokard ) tidak hilang dengan pemberian obat
anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas , batuk, ( dengan atau tanpa sputum ) , riwayat penyakit paru, , riwayat
merokok,.Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode disritmia. Suara nafas krekels
mengindikasikan oedem paru atau fenomena thromboemboli paru.
f. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, mumtah.Temuan fisik berupa tidak
nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
Apakah ada riwayat pengguna alkohol
g. Keamanan
Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
h. Psikologis
Merasa cemas , takut, menarik diri, marah, menangis, dan mudah tersinggung.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko penurunan curah jantung b.d. perubahan konduksi elektrik miokard, penurunan
kontraktilitas miokard

Tujuan
Mempertahankan curah jantung tetap adekuat, tidak berlanjut kepada munculnya tanda/
gejala dekompensasi.

Kriteria hasil
 Frekuensi serangan disritmia berkurang
 Klien mampu bertoleransi terhadap aktivitas
 Klien tidak mengalami keluhan gagal jantung

Intervensi

 Palpasi nadi, femoral, dorsum pedis ), catat frekuensi per menit, keteraturan, dan ampnya
litudo.Dokumentasi adanya pulsus alterans, denyut bigemini, atau defisit nadi.
 Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, permenit, irama.Catat adanya ekstrasistole,
hilangnya denyut.
 Monitor tanda vital, dan observasi keadekuatan perfusi jaringan. Laporkan jika terjadi
perubhan tekanan darah, denyut nadi, respirasi yang bermakna, nilai dan catat MAP, tekanan
nadi, perubahan warna atau suhu kulit, tingkat kesadaran, dan produksi rine selama periode
disritmia.
 Tentukan jenis disritmia dan dokumentasikan melalui rhytim strip: tachicardi, bradikardia,
atrial disritmia, ventrikuler disritmia, heart blok.
Rasional :
Disritmia menyebabkan penurunan tekanan darah, serta perubahan frekuensi dan amplitudo
nadi yang berakibat menurunnya curah jantung dan perfusi organ/ jaringan. Kondisi ini akan
meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.Jelaskan pembatasan aktifitas selama faseakut
 Ajarkan dan anjurkan melakukan teknik managemen stres ( relaksasi, napas dalam, dan
imaginasi secara terbimbing ).
 Kaji lebih lanjut keluhan nyeri dada. Dokumentasikan nyerinya, lokasinya, durasi, intensitas,
serta faktor yang da[at mengurangi atau memperparah keluhan.Catat respon nonverbal nyeri :
grimace wajah, menangis, perubahan tekanan darah, dan frekuensi denyut nadi.
 Persiapkan peralatan dan obat-obatan resusitsi kardiopulmonal ( sesuai indikasi ).

Rasional :
Mengrangi kecemmasan yang memicu peningkatan konsumsi oksigen miokard dan disritmia.
Nyeri dada mengindikasikan iskemia miokard.
 Kolaborasi
 Monitor hasil studi laboratorium ( elektrolit,level pemakaian obat/ kadar serum digitalis )
 Pemberian oksigen
 Pemberian suplemen kaliun sesuai indikasi dan hasil elektrolit serum
 Pemberian obat anti disritmia
 Persiapan atau bantu cardioversion; digunakan untuk atrial vibrilasi,atau disritmia tertentu
yang tidak stabil
 Bantu mempertahankan fungsi atau insersi pacemaker
 Pasang dan pertahankan iv line
 Persiapkan prosedur diagnostik atau pembedahan sesuai indikasi

Rasional:
 Ketidakseimbangan elektrolit dan kadar digitalis darah memicu disritmia yang membahayakan
 Meningkatkan suplai oksigen jaringan
 Hipokalemia menurunkan kontraktilitas miokard
 Terapi disritmia sesuai jenis disritmia dan indikasi akan memperbaiki kontraktilitas jantung,
serta meningkatkan curah jantung danperfusi jaringan.
 Disritmia membahayakan harus dihentikan segera dengan sinkronisasi impuls listrik
miokard.Kardioversi akanmengembalikan denyut jantung normal atau mengurangi gejala
gagal jantung
 Pacemaker membantu mengembalikan denyut jantung dalam batas normal
 Akses intravena untuk kondisi darurat
 Prosedur diagnostik membantu menengakkan diagnostik

Diagnosa keperawatan 2
Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan aturan teraupetik b.d ketidak cukupan
pengetahuan tentang program terapi,program aktivitas, serta tanda dan gejala komplikasi.
Tujuan
Klien memahami tentang penyakit dan penatalaksanaan
Kriteria hasil
1. Klien dapat menjelaskan pengertian, penyebab, dan faktor pencetus disritmia
2. Klien dapat menjelaskan manfaat pengobatan, efek therapi yang diharapkan,dan efek
samping pengobatan
3. Klien dapt menjelaskan kembali ujuan dan alasan dilakukanprosedur pemasangan
pacemaker, dan mengkomunikasikan tanda kegagalan pacemaker ( jika terpasang
pacemaker ).

Intervensi
 Review fungsi normal jantung dan konduksi elejtrik jantung dengan bahasa yang
mudah dipahami
 Beri penjelasan tentang gangguanirama jantung tertentu, dan penentuan therapi
kepada klien dan keluarganya
 Identifikasi efek lanjut atau komplikasi dari disritmia tertentu seperti fatique, edema,
vertigo, dan perubahan status mental
 Berikan dan dokumentasikan pembelajran pengobatan klien mengenai mengapa bat
diberikan, bagaiman dan kapan obat diberikan, apa yang harus dilakukan jika lupa
terhadap dosis obat, efek samping atau kemungkinan reaksi lanjut/ interaksi
dengan obat lain, alkohol atau tembakau, dan apabila harus melaporkannya ke
dokter
 Anjurkan melakukan latihan secara teratur dan hindari aktifitas berlebihan
 Identifikasi gejala dan tand ayng timbul akibat aktivitas yang berlebihan seperti
pening,palpitasi, dypsnea,berkunang-kunang dan nyeri dada
 Tinjau kembali diet individual mengenai pembatasan kalium dan kafein
 Berikan informasi tertulis agar dibawa pulang dan digunakan bila kondisi klien
berubah
 Ajarkan dan demonstrasikan teknik mengukur nadi sendiri.Ajarkan kepada klien /
keluarga untuk melakukan dan mencatat nadi sebelum minum obat atau latihan
dan mengenali tanda dan gejala yang memerlukan tindkan medis segera.
 Review tindakan pencegahan yang aman, teknik untuk mengevaluasi tau
mempertahankan fungsi pacemaker serta tanda dan gejala yang membutuhkan
intervensi medis.

Rasional
Pengajaran tentang fungsi jantung, danprogram terapi dapat membantu klien beradaptasi
dengan pola aktivitas, diet, gaya hidup, dan meningkatkan kualitas hidup klien.

KEPUSTAKAAN

1. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
2. Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
4. Dharma, Surya. 2012, Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai