Anda di halaman 1dari 15

Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No.

1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)


Terakreditasi Peringkat 3 (S3)
DOI: 10.26418/lantang.v10i1.54358
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

PENGARUH KEBERADAAN PEDAGANG KAKI


LIMA TERHADAP KUALITAS KORIDOR JALAN
STUDI KASUS: KORIDOR JALAN HAYAM WURUK
DAN JALAN KERTANEGARA, KOTA SEMARANG
Suzanna Ratih Sari1, Nindita Kresna Murti2, Muhammad Fariz Hilmy3
1,2,3
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Penulis korespondensi: Suzanna Ratih Sari, ratihsaris@yahoo.com

Naskah diajukan pada: 25 April 2022 Naskah revisi akhir diterima pada: 24 Maret 2023

Abstrak
Fenomena keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang semakin bertumbuh pesat, terutama di
sepanjang koridor-koridor jalan perkotaan, memberikan dampak yang cukup signifikan pada perilaku
pengguna jalan hingga kualitas koridor jalannya itu sendiri, baik dampak positif maupun negatif.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menjelaskan secara detail pengaruh dari dampak yang
ditimbulkan dari keberadaan PKL di koridor jalan terhadap kualitas ruang koridor jalannya itu
sendiri. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan dan mengeksplorasi secara detail fenomena
dan masalah yang terjadi di lokasi studi. Data yang didapat melalui observasi dan wawancara akan
dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu metode analisis yang didukung dengan
diagram dan gambar yang relevan. Luaran dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang positif maupun negatif dari keberadaan PKL terhadap kualitas koridor jalan, dilihat dari aspek
kenyamanan pengguna jalan (sirkulasi, iklim, bentuk furniture, kebersihan, kebisingan, keamanan,
hingga keindahan).

Kata-kata kunci: Pedagang Kaki Lima, Pengguna Jalan, Kualitas Ruang, Koridor Jalan

THE EFFECT OF THE PRESENCE OF STREET VENDORS ON THE


QUALITY OF STREET CORRIDORS.
CASE STUDY: HAYAM WURUK AND KERTANEGARA STREET
CORRIDORS, SEMARANG CITY

Abstract
The phenomenon of street vendors overgrowing, especially along urban street corridors, has a
significant impact on the behavior of street users to the quality of the street corridor itself, with both
positive and negative effects. This research was conducted to explain in detail the impact arising
from the presence of street vendors in the street corridor, as well as the implications for street users
and the quality of the street corridor itself. Qualitative methods are used to explain and explore in
detail the phenomena and problems that occur at the study site. Data obtained through observation
and interviews will be analyzed using descriptive analysis methods, namely analytical methods
supported by relevant diagrams and pictures. The output of this study shows that there are positive
and negative influences from the presence of street vendors on the quality of street corridors, seen
1
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

from the aspects of street user comfort (circulation, climate, furniture, cleanliness, noise, safety, to
beauty).

Keywords: Street Vendors, Street User, Street Corridor Quality

1. Pendahuluan
Pertumbuhan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Semarang dua tahun terakhir semakin marak
dan menjamur dari pada lima atau sepuluh tahun ke belakang. Hal ini ditengarahi karena terbatasnya
lapangan pekerjaan di sektor formal (Yanuasri & Sunaryo, 2015), sehingga membuat masyarakat
berupaya untuk menciptakan lapangan kerja sendiri dengan berdagang kaki lima. PKL dapat
dijumpai di berbagai sudut koridor jalan di Kota Semarang baik di jalan utama, maupun di jalan
alternatif. Keberadaan PKL tersebut bersifat temporer, simple dan flexible (Sustiana & Widihardjo,
2012), karena PKL dapat dengan mudah membuka dan menutup lapak dagangannya dan berpindah
dari tempat satu ke tempat yang lain. Tempat-tempat yang biasa dihinggapi para PKL antara lain
ruang-ruang yang tidak terdesain khusus untuk mereka seperti pedestrian, bahu jalan, bahkan badan
jalan (Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2018),
sehingga menyebabkan ruang-ruang tersebut beralih fungsi menjadi aktivitas pedagang kaki lima dan
menghalangi fungsi asli dari ruang tersebut yaitu untuk pejalan kaki dan pengguna kendaraan.
Terlihat bahwa keberadaan PKL seringkali terabaikan dalam penataan ruang di suatu wilayah
(Yanuasri & Sunaryo, 2015) dan fenomena ini menjadi seakan lumrah dijumpai, padahal perlu
adanya penanganan serius dari pihak-pihak terkait untuk dapat menertibkan para PKL tersebut
supaya dapat berdagang di tempat yang seharusnya.
Fenomena keberadaan PKL telah dijelaskan di banyaknya penelitian dan masalah-masalah
yang timbul dari keberadaan PKL di berbagai lokasi studi dengan pembahasan dari berbagai disiplin
ilmu, seperti dari segi sosial, ekonomi, kesehatan, pariwisata, hingga perencanan ruang dan kota.
Pedestrian yang merupakan elemen penting dalam perancangan kota (Sirvani, 1985) kerap menjadi
objek penelitian karena fungsinya yang seharusnya sebagai pemisah antara jalur kendaraan dan
pejalan kaki (Danisworo, 1991) menjadi ruang baru untuk pedagang kaki lima hingga kantong parkir
liar (Wahyudi & Abidin, 2017). Pedestrian yang disalahfungsikan mengakibatkan lebar jalan
semakin sempit dan menambah kemacetan di sepanjang koridor jalan. Selain itu, keselamatan
pengguna jalan menjadi terancam karena mereka yang seharusnya berjalan di jalur pedestrian
menjadi tersingkirkan dan menggunakan jalur kendaraan untuk berjalan. Hal ini membuat pejalan
kaki dan kendaraan berjarak sangat dekat dan memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini
menimbulkan kenyamanan pejalan kaki dan pengguna kendaraan menjadi terganggu (Mberu &
Purbadi, 2018) karena hak mereka dalam menggunakan jalan direnggut oleh fungsi lain.
Dampak lain yang terjadi dari keberadaan PKL adalah limbah yang tidak terkontrol sehingga
berakibat pada berkurangnya jaminan kebersihan dan Kesehatan bagi pengguna jalan (Sustiana &
Widihardjo, 2012). Kenyamanan visual juga terganggu karena kondisi fisik ruang yang tidak terawat
dan tidak tertata. Meskipun dari segi non fisik, keberadaan PKL memiliki peran yang besar dalam
meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat (Yanuasri & Sunaryo, 2015).
Selain itu ruang-ruang yang terbentuk menjadi produktif dan aktif dikunjungi masyarakat, sehingga
membuat lokasi yang ditinggali PKL dikenal masyarakat yang lebih luas. Hal ini membuat lokasi
tersebut menjadi strategis dan berpotensi untuk PKL yang berjualan akan semakin banyak, seperti
yang terlihat pada penggal koridor Jalan Kertanegara dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Semarang.
Berada di pusat Kota Semarang dan memiliki lokasi yang strategis (dekat dengan fasilitas umum,
perkantoran, universitas, dsb), koridor jalan ini dimanfaatkan oleh banyaknya PKL untuk berjualan
barang dagangannya. Hingga saat ini, koridor jalan tersebut tidak pernah sepi dan selalu ada

2
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

pengunjung yang datang. Meskipun kondisi non fisik berdampak positif namun dampak negatif dari
kondisi fisik masih tetap mempengaruhi kualitas ruang dari kedua koridor jalan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan
pengaruh dari dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PKL di koridor jalan terhadap kualitas
ruang koridor jalannya itu sendiri. Kualitas ruang di dalam sebuah ruang perkotaan adalah factor
yang sangat penting, karena di dalamnya terdapat elemen karakter, fungsi interaksi social, fungsi
ekonomi, tempat berkreasi dan apresiasi (Darmawan, 20015). Elemen-elemen tersebut bila dikemas
dengan penataan ruang yang baik maka kualitas ruangnya pun akan baik. Berbanding terbalik apabila
dikemas dengan penataan ruang yang buruk atau justru sama sekali tidak tertata, maka kualitas ruang
yang dihasilkan juga akan buruk. Untuk dapat mengetahui kualitas ruang di koridor Jalan Hayam
Wuruk dan Jalan Kartanegara Kota Semarang, perlu dilakukan identifikasi kondisi fisik berdasarkan
kriteria kualitas visual. Kemudian dikorelasikan dengan hasil identifikasi kenyamanan pengguna
jalan. Dengan demikian akan didapat pengaruh apa saja yang menyebabkan terbentuknya kondisi
fisik/visual yang terjadi sedemikian rupa di kedua koridor jalan tersebut.

2. Metode
Metode kualitatif dilakukan pada penelitian ini untuk mengeksplorasi fenomena dan masalaha
yang terjadi di lokasi studi untuk didapatkan penyebab dari masalah yang timbul. Penelitian
dilakukan di koridor Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara. Kedua koridor jalan ini dipilih
karena keduanya berada di pusat Kota Semarang yang lokasinya sangat strategis untuk
diberlangsungkannya kegiatan perdagangan. Tidak sedikit PKL yang menganggap lokasi ini
potensial untuk mereka berjualan, karena lokasinya yang berada di dekat universitas, perkantoran,
sekolah, permukiman warga, hingga terkoneksi dengan fasilitas umum dan penunjang lainnya.
Dengan demikian PKL semakin hari semakin memadati kawasan ini untuk melangsungkan kegiatan
perdagangan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa objek penelitian ini adalah kualitas visual, serta
kenyamanan pengguna jalan, sedangkan subjek penelitiannya adalah PKL serta pengguna jalan itu
sendiri, baik pejalan kaki dan pengguna kendaraan.
Data yang dikumpulkan antara lain data primer dan sekuder. Data primer diperoleh dengan
langsung datang ke lokasi studi dengan melakukan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan
untuk melihat secara langsung aktivitas kegiatan keseharian yang dilakukan oleh objek
amatan/fenomena (Kriyantono, 2008). Wawancara dengan pedagang, pembeli, pejalan kaki, serta
pengendara kendaraan juga dilakukan untuk melengkapi data observasi yang telah dilakukan. Dari
sisi pedagang, peneliti ingin menggali alasan mengapa mereka menggelar dagangan di koridor Jalan
Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara. Dari sisi pembeli, peneliti ingin menggali alasan mengapa
mereka suka membeli barang dagangan di kawasan ini. Dari sisi pejalan kaki, peneliti ingin
mengetahui apakan keberadaan PKL mengganggu aktivitas berjalan kaki mereka atau tidak. Dari sisi
pengguna kendaraan yang melintas, peneliti juga ingin mengetahui apakah keberadaan PKL yang
mengakibatkan banyak kendaraan yang parkir hingga memakan badan jalan mengganggu aktivitas
menyetir mereka atau tidak.
Waktu pelaksanaan observasi dan wawancara dilaksanakan kurang lebih selama 1 (satu) bulan,
dimulai dari pukul 6.00 dimana PKL baru menggelar lapak sampai 22.00 waktu dimana PKL
menutup lapak. Selain data primer, data sekunder berupa studi literatur yang membahas mengenai
keberadaan PKL dan kualitas ruang kota juga diperlukan untuk menguatkan temuan yang ada di
lokasi studi. Data didapat dengan Batasan yang ditentukan peneliti yaitu menggunakan delapan
faktor yang mempengaruhi kenyamanan menurut Hakim dan Utomo (2003) antara lain sirkulasi,
iklim, kebisingan, aroma atau kebersihan, bentuk bentuk elemen furniture, keamanan, dan
keindahan. Data yang telah didapatkan akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu
metode analisis yang didukung dengan diagram dan gambar yang relevan. Analisis yang akan
3
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

didapat antara lain berupa korelasi antara kondisi fisik dengan kenyamanan pengguna jalan. Dengan
demikian akan didapatkan pengaruh keberadaan PKL di sepanjang koridor jalan terhadap kualitas
ruang koridor jalan itu sendiri. Secara detail, alur penelitian ini dapat terlihat pada diagram berikut
ini.

Gambar 1. Alur Penelitian


Sumber: Penulis, 2022

4
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

3. Hasil dan Pembahasan


Keberadaan PKL pada Ruang Publik
Menurut keputusan Memperindag Nomor 23/MPP/kep/1/1998 tentang lembaga-lembaga usaha
perdagangan, menyatakan pedagang kaki lima adalah usaha perorangan yang melakukan penjualan
barang-barang dengan menggunakan bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat umum serta tempat lain
yang bukan miliknya. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) menurut Manning (1996) berasal dari
zaman Raffles dengan sebutan “5 (five) feets” yang memiliki pengertian yaitu jalur pejalan kaki yang
berada dipinggir jalan selebar lima kaki. Lebih lanjut disebutkan di dalam Pasal 1 Peraturan Daerah
1986: PKL adalah mereka yang dalam membuka usaha menggunakan sarana dan atau perlengkapan
yang mudah dibongkar atau dipindahkan dan juga menggunakan bagian jalan/trotoar/pedestrian,
yang merupakan tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukan bagi tempat menbuka
usaha atau tempat lain yang bukan miliknya.
Pertumbuhan PKL di Indonesia seringkali dijumpai di ruang-ruang terbuka seperti di koridor-
koridor jalan dan karena mereka muncul tanpa adanya perencanaan dan tidak tertata dengan baik
maka keberadaan PKL ini juga menimbulkan permasalahan-permasalahan terutama bagi pengguna
jalan dan kualitas fisik koridor, Hal ini terjadi juga PKL yang berada di koridor jalan Hayam Wuruk
dan Kertanegara. Keberadaan PKL menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya berubhanya
fungsi pedestrian menjadi area perekonomian, kualitas koridor jalan yang menurun, dan menurunnya
kualitas visual koridor jalan. Koridor jalan sendiri merupakan fasilitas yang digunakan tidak hanya
pengguna jalan tetapi juga bagi pejalan kaki. Koridor jalan Hayam Wuruk dan Kertanegara fasilitas
pedestrian dan badan jalan, dengan seiring berjalannya waktu, kondisi di lapangan menunjukan
bahwa kondisi dan fungsi koridor jalan banyak yang tidak sesuai lagi dengan peruntukan awalnya.
Koridor jalan tidak hanya milik pengguna jalan dan pejalan kaki tetapi banyak pihak yang
memanfaatkan baik tukang parkir hingga PKL. Permasalahan-permasalahan kemudian yang muncul
salah satunya kemacetan diakibatkan menyempitnya lebar jalan dan terganggunya mobilitas
kendaraan dengan aktivitas yang tidak seharusnya terjadi.
PKL dapat dikategorikan sebagai activity support atau aktivitas pendukung di dalam sebuah
ruang perkotaan. Shirvani (1985) menyatakan bahwa activity support meliputi fungsi dan kegiatan
yang dapat memperkuat ruang-ruang publik kota. Activity Support menggerakkan fungsi kegiatan
utama kota menjadi lebih hidup dan berkelanjutan. Menurut Danisworo dalam Carolina (2007)
menyatakan bahwa keberadaan aktivitas pendukung muncul tidak terlepas dari berkembangnya
fungsi kegiatan public yang mendominasi penggunaan ruang publik, sehingga jika sebuah kawasan
semakin dekat dengan pusat kota, maka semakin tinggi intensitas dan ragam kegiatan yang ada.
Keberadaan elemen aktivitas penunjang diharapkan menjadi penghubung antar kegiatan. Kenyataan
menunjukkan ruang publik banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, hal ini menunjukkan tanda sebuah
kota yang sehat, hidup, dan berkembang. Activity Support memiliki posisi sebagai elemen yang
mendukung suatu kegiatan. Activity Support berperan sebagai sarana penghubung untuk tercapainnya
kualitas ruang kota antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, yang menghasilkan citra visual yang
spesifik pada Kawasan Kota tersebut (Sasmito, 2011).
PKL di Jalan Hayam Wuruk dan Kertanegara mulai berkembang dengan jenis barang
dagangan dan jenis lapak dagangan yang sangat bervaiasi, serta memiliki karakteristik, yaitu tidak
terorganisir/tertata, tidak memiliki ijin, tidak memiliki lokasi usaha yang permanen (berpindah-
pindah), dan lapak dagangan mudah dibongkar dan dipindahkan (Manning & Effendi, 1996;
Alisjahbana, 2006). Lebih lanjut menurut Wijaya (2007) dalam Tri Wahyu Indah dan Danto
Sukmajati (2017) membagi pedagang kaki lima (PKL) menjadi 2 kategori yaitu PKL tertata yang
melakukan usaha dengan mendapatkan izin pemerintah dan PKL binaan, yaitu PKL yang melakukan
usaha pada tempat yang dilarang dan tidak memiliki izin dari pemerintah. Di kedua Koridor jalan
PKL Sebagian memiliki ijin dan berjualan di area yang fungsikan untuk PKL, dan PKL liar yang
membuka usaha di pedestrian ways dan di badan jalan. PKL yang tumbuh banyak di koridor jalan
5
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Hayam wuruk dan Kertanegara berupa pedagang makanan berat dan ringan, aneka jenis minuman,
mainan, buah-buahan, dan lain sebagainya. PKL menggelar dagangan menggunakan gerobak, tenda,
dan mobil bak terbuka. Walaupun sudah ada lokasi yang dikhususkan untuk PKL berjualan, namun
luas area tidak mampu menumpang semua PKL yang berjualan, sehingga PKL menempati jalur
pedestrian dan sisi pinggir badan jalan.

Keberadaan PKL pada Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kartanegara


Koridor Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara yang berada di kota Semarang merupakan
jalan yang berada di kawasan kampus lama Universitas Diponegoro (Undip). Meskipun sebagian
besar fakultas di kampus lama telah pindah lokasi ke kampus baru (saat ini) di kawasan Tembalang,
koridor jalan ini masih ramai dan bahkan bertambah ramai dengan aktivitas PKL dan aktivitas
pendukung yang lain. Selama masa pandemik Covid-19 kawasan ini bukannya menjadi sepi tetapi
pertumbuhan PKL justru semakin meningkat dan bervariasi, hal ini dikarenakan banyak masyarakat
yang beralih fungsi menjadi pedagang kaki lima (Modjo, 2020). Kondisi demikian menyebabkan
area di sepanjang koridor Hayam Wuruk dan Kertanegara di kedua sisi jalan penuh dan
menyebabkan tidak ada lagi ruang yang tersisa karena semuanya dipenuhi oleh PKL.
Gambar 2 menunjukan sekuen keberadaan PKL di Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara.
Terdapat tiga penggal jalan yang dipadati PKL dan pelanggan masing-masing PKL juga terhitung
tidak sedikit. Seiring dengan berjalannya waktu, pertumbuhan PKL yang semakin signifikan mulai
memunculkan berbagai dampak baik positif atau negatif pada Kawasan kampus lama Undip dan
lingkungan sekitarnya. Dampak keberadaan pedagang kaki lima tidak hanya mempengaruhi
pengguna jalan yang terdiri dari warga sekitar dan pendatang yang hanya melewati atau singgah
untuk makan atau beraktivitas lainnya namun PKL juga mempengaruhi kondisi fisik dan kualitas
visual koridor. Keberadaan PKL yang menempati jalur pedestrian bahkan sebagian badan jalan mulai
mengganggu kenyamanan dan keamanan pengguna jalan, baik pejalan kaki dan pengguna kendaraan
bermotor. Apabila kejadian ini terus berlanjut maka akan muncul permasalahan-permasalahan lain
yang berdampak terhadap menurunnya kualitas koridor jalan sehingga citra yang terbentuk dari
kedua koridor jalan ini pun menjadi lebih buruk atau menurun.

6
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

1.

2.

3.

Gambar 2. PKL Di Sepanjang Koridor Jalan Hayam Wuruk Dan Kertanegara


Sumber: Googlemaps dan Dokumentasi Penulis, 2022

Kenyamanan Pengguna Koridor Jalan Hayam Wuruk


Jalan Hayam Wuruk merupakan jalan utama di kawasan kampus Undip Pleburan. Kawasan ini
dulunya merupakan kawasan universitas dan permukiman warga. Dengan adanya kampus Undip,
masyarakat setempat melihat adanya potensi ekonomi bila mereka membuka usaha, misalnya kos-
kosan, toko fotocopy, rumah makan, makanan ringan, dsb. Banyak rumah warga yang beralih fungsi
dari hunian menjadi bangunan usaha. Ketertarikan untuk membuka usaha juga datang dari luar
kawasan, namun mereka tidak mempunyai tempat atau lahan untuk membuka toko, sehingga
masyarakat menggunakan gerobak, tenda, dan mobil bak terbuka untuk menjual barang dagangan
mereka. Karena tidak memiliki lahan untuk dagangannya, mereka justru menempati badan jalan dan
pedestrian di kawasan yang ramai dengan mahasiswa dan lalu lintas kendaraan (lihat gambar 3).

7
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Gambar 3. Keberadaan PKL Dan Sirkulasi Di Koridor Jalan Hayam Wuruk


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2022

PKL di Jalan Hayam Wuruk terhitung cukup banyak yaitu sekitar 28 pedagang, dan
dimungkinkan akan terus bertambah. Jadwal PKL berjualan juga tidak menentu, terkadang hari ini
buka, keesokan harinya tidak buka. Selain itu ada PKL baru yang hari ini berjualan, keesokan
harinya berpindah ke lokasi yang lain, sehingga angka tersebut cukup tinggi untuk sebuah ruas jalan
yang aktif dilalui kendaraan dan pejalan kaki. Pejalan kaki dan pengguna kendaraan menjadi penentu
kenyamanan ruang yang ada di Jalan Hayam Wuruk, mengingat lebar jalan yang tidak terlalu besar,
serta faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi seperti kebisingan, kebersihan, keamanan,
keindahan, dsb. Berdasarkan wawancara dengan sekitar 50 responden yang melintas maupun yang
singgah di koridor jalan tersebut, didapatkan informasi yang dikorelasikan dengan kriteria
kenyamanan pengguna jalan dan disajikan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Analisa Kenyamanan Pengguna Koridor Jalan Hayam Wuruk


Kriteria
No Keterangan
kenyamanan
1. Sirkulasi Sirkulasi kendaraan bermotor di jalan Hayam wuruk berlaku dua arah
dengan lebar jalan ±12 m, namun karena badan jalan digunakan untuk
parkir kendaraan, lebar jalan untuk sirkulasi kendaraan menjadi lebih
sempit yaitu ±9 m. Kemudian sirkulasi untuk pejalan kaki yang mana
mempunyai hak untuk melintasi di jalur pedestrian tidak terwujud. Jalur
pedestrian yang memiliki lebar ± 150 cm ini di tempati oleh PKL,
sehingga pejalan kaki harus melintas di badan jalan.
2. Iklim Iklim pada siang hari cukup panas, namun masih banyak pepohonan yang
bisa menjadi peneduh. Pada malam hari cukup sejuk, namun jika hujan
8
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

turun tidak ada peneduh.


3. Kebisingan Tingkat kebisingan di sepanjang jalan Hayam wuruk ini sangat tinggi yang
disebabkan oleh intensitas kendaraan yang melintas cenderung sangat
banyak, serta aktivitas PKL yang tidak sedikit membuat suasana di koridor
jalan ini cukup berisik.
4. Aroma/bau-bauan Dengan adanya PKL yang menjamur sepanjang koridor pedestrian, PKL
dan kebersihan akan menghasilkan sampah organik dan anorganik. Sampah sisa makanan
yang bertumpuk menimbulkan bau yang kurang sedap. Selain sampah sisa
makanan, banyak juga sampah pembungkus makanan yang berserakan di
sepanjang jalan.
5. Bentuk elemen Furnitur yang tersedia di sepanjang jalan yaitu, tempat sampah, lampu
furnitur jalan, dan tempat duduk, namun kondisinya dapat dikatakan tidak terawat
dan sudah banyak yang rusak. Kondisi pedestrian sepanjang jalan juga
banyak yang rusak dan tidak rata.
6. Keamanan Beragam aktivitas di sepanjang jalan Hayam Wuruk mengundang oknum
yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan tindakan kriminal seperti
pencurian, pencopetan, dll. Hal ini dikarenakan tingkat keamanan yang
kurang memadai, seperti tidak adanya CCTV dan petugas keamanan.
Selain tindak kriminal, bahaya kecelakaan juga patut diperhatikan dengan
banyaknya pejalan kaki yang menggunakan badan jalan sehingga sering
bersinggungan dengan kendaraan bermotor dan banyak pengendara motor
yang melawan arah agar lebih cepat sampai ke tujuan yang dituju.
7. Keindahan Tingkat keindahan visual koridor jalan ini terganggu dengan keberadaan
PKL yang tidak tertata, fasilitas jalan yang tidak terawat, serta limbah PKL
yang terlihat dari ruas jalan.
Sumber: Analisa Penulis, 2022

Kenyamanan Pengguna Koridor Jalan Kertanegara


Jalan Kartanegara terletak di persimpangan Jalan Hayam Wuruk, sehingga masih berada di
Kawasan Kampus Undip Pleburan. Sama halnya dengan Jalan Hayam Wuruk, pada awalnya jalan ini
hanya berisi permukiman warga, namun karena masyarakat setempat melihat adanya potensi
ekonomi yang besar di Kawasan ini, masyarakat setempat membuka usaha toko dan membuat fungsi
Kawasan bergeser menjadi Kawasan komersil. Aktivitas komersial yang muncul di koridor jalan ini
antara lain pertokoan, pusat kuliner, kafe, restoran, hingga PKL (lihat gambar 4). Koridor ini menjadi
sangat ramai dengan aktivitas jual beli terutama pada sore hingga malam hari.

9
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Gambar 4. Keberadaan PKL Dan Sirkulasi Di Koridor Jalan Kertanegara


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2022

PKL di Jalan Kertanegaran terhitung tidak sebanyak PKL di Jalan Hayam Wuruk, yaitu kurang
lebih sekitar 16 PKL, karena rata-rata pedagang di koridor jalan ini sudah memiliki toko yang tetap,
sehingga tidak tergolong pedagang kaki lima. Selain itu koridor ini lebih didominasi restoran
komersil dan kafe yang berkelas menengah ke atas. Meskipun demikian, peminat PKL di Jalan
Kartanegara tidak kalah banyaknya dengan PKL yang ada di Jalan Hayam Wuruk. Namun bedanya
adalah lebar jalan di Jalan Kartanegara lebih lebar dari lebar jalan di Jalan Hayam Wuruk. Begitu
juga lebar pedestriannya, sehingga kemacetan di di jalan Kartanegara tidak begitu sering terjadi,
tidak seperti di Jalan Hayam Wuruk. Berdasarkan wawancara dengan sekitar 50 responden yang
melintas maupun yang singgah di koridor jalan tersebut, didapatkan informasi yang dikorelasikan
dengan kriteria kenyamanan pengguna jalan dan disajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Analisa Kenyamanan Koridor Jalan Kertanegara


No Kriteria kenyamanan Keterangan
1. Sirkulasi Sirkulasi kendaraan bermotor di Jalan Kertanegara berlaku dua
arah dengan lebar jalan ±15 m. Keberadaan PKL tidak begitu
berdampak signifikan karena koridor jalan ini didominasi restoran
komersil. Dampak dari keberadaan restoran ini lebih kepada
kemacetan yang disebabkan mobil yang hendak parkir di restoran
atau di bahu jalan. Selain itu pembeli dengan kendaraannya lebih
sering berhenti di depan lapak PKL untuk membeli dagangannya,
daripada memarkirkan kendaraannya terlebih dahulu, sehingga
menyebabkan jalan menjadi lebih sempit. Demikian pula dengan
pejalan kaki yang seharusnya berjalan di jalur pedestrian menjadi
10
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

tidak bisa berjalan di jalur yang seharusnya dan memilih turun ke


badan jalan.
2. Iklim Iklim di siang hari cukup nyaman dikarenakan juga masih banyak
pohon-pohon besar yang bisa dijadikan peneduh. Namun jika
hujan turun, tidak ada atap untuk berteduh bagi pengunjung.
3. Kebisingan Kebisingan di jalan Kertanegara relatif memiliki kebisingan tinggi,
karena keberadaan PKL, pembeli, warga sekitar serta kendaraan
yang melintas kerap menimbulkan suara yang berisik.
4. Aroma/bau-bauan dan Meskipun keberadaan PKL di Jalan Kertanegara tidak terlalu
kebersihan banyak tetapi tetap masih menghasilkan limbah PKL yang
mencemari lingkungan koridor jalan ini. Hal ini menyebabkan
aroma yang ditimbulkan menjadi kurang sedap.
5. Bentuk elemen furnitur Furniture pedestrian dapat dibilang hanya ada penerangan jalan,
tempat sampah, dan bangku yang ada hanya di beberapa titik,
kondisi jalur pedestrian yang cenderung rusak di berbagai tempat.
6. Keamanan Sama halnya dengan keamanan di Jalan Hayam Wuruk, keamanan
di Jalan Kertanegara juga tidak begitu terjaga, kecuali masing-
masing restoran komersil memiliki petugas keamanannya sendiri.
Namun untuk masing-masing area PKL tidak ada keamanan yang
terjamin. Oleh karena itu, potensi tindakan criminal dan
kecelakaan masih mungkin terjadi karena lokasi PKL yang berada
tepat di bahu jalan.
7. Keindahan Tingkat keindahan visual di koridor jalan ini juga terganggu
karena keberadaan PKL yang tidak tertata. Mengingat di
sekitarnya sudah berjejer restoran-restoran komersil yang mana
keindahan visual di koridor ini seharusnya lebih indah dan
mengasilkan citra elit.
Sumber: Analisa Penulis, 2022

Berdasarkan analisa kenyamanan pengguna kedua koridor jalan Hayam wuruk dan Jalan
Kertanegara terhadap keberadaan PKL, terlihat bahwa PKL merubah Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan fungsi pedestrian yang seharusnya berfungsi sebagai jalur pejalan kaki. PKL yang
menempati pedestrian dan badan jalan mengganggu aktivitas baik pejalan kaki dan pengendara
kendaraan. Seperti di Koridor Jalan Hayam Wuruk, lebar jalan dan pedestrian yang terbatas tidak
dapat menampung PKL yang sedemikian banyaknya. Parkir kendaraan liar di pedestrian dan badan
jalan menambah kepadatan dan penyempitan lebar jalan. Penyempitan ini menjadi area yang tidak
nyaman bagi pengendara kendaraan yang melintas, dikarenakan bisa menyebabkan area menjadi
rawan kecelakaan. Dengan demikian ruas-ruas jalan tersebut tidak nyaman dan aman bagi pengguna
jalan, dilihat dari kriteria-kriteria yang telah disebutkan pada tabel 1 dan tabel 2. Berikut adalah
gambar 5 yang menjelaskan fenomena keberadaan PKL terhadap aktivitas pengguna jalan.

11
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Gambar 5. Fenomena PKL Terhadap Aktivitas Pengguna Jalan


Sumber: Analisa Penulis, 2022

Pengaruh Keberadaan Pkl Terhadap Kualitas Koridor Jalan


Kenyamanan menunjukkan adanya harmoni atau kesesuaian dari penggunaan ruang
berdasarkan tujuan fungsi ruang, baik dengan menggunakan ruang itu sendiri maupun dengan
berbagai bentuk, warna, tekstur, simbol maupun tanda, bunyi, suara, kesan, intensitas, warna, cahaya,
bau, maupun hal lainnya (Hakim & Utomo, 2003). Ian Bentley (1988) menyatakan bahwa hampir
semua jalan dirancang untuk memiliki fungsi gabungan dari kendaraan bermotor dan pejalan kaki.
Jalan hendaknya dirancang secara terperinci sehingga kendaraan bermotor tidak akan mengalahkan
dan bersinggungan dengan pejalan kaki. Namun fenomena keberadaan PKL yang tidak tertata
membuat pengendara bermotor seringkali bersinggungan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu factor
kenyamanan bagi pengguna jalan di sebuah koridor jalan sangat penting untuk menimbulkan kesan
atau kualitas yang tentunya harapannya baik.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pengguna jalan (penduduk sekitar,
mahasiswa, pejalan kaki, dan pengendara motor) tentang pengaruh keberadaan PKL pada Koridor
Jalan Hayamwuruk dan koridor jalan Kertanegara, keberadaan PKl memberikan dampak yang
signifikan pada kedua koridor jalan tersebut (lihat gambar 6). Dampak-dampak tersebut jelas
memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap kualitas ruang atau koridor jalan itu sendiri. Untuk
Jalan Kertanegara kualitas yang diciptakan seharusnya baik dan terkesan mewah karena keberadaan
toko dan restoran komersil. Namun kualitasnya menjadi menurun karena di depan restoran-restoran
tersebut berdiri PKL merusak visual di koridor tersebut. demikian juga dengan kualitas ruang di
koridor Jalan Hayam Wuruk. Meskipun sedikit berbeda dengan Jalan Kertanegara, koridor Jalan
Hayam Wuruk tidak diisi restoran komersil, melainkan pertokoan fotocopy dan rumah warga saja,
sehingga kualitas ruang sebelum adanya PKL cenderung baik dan selayaknya ruang permukiman
pada umunya. Namun karena adanya PKL di depan pertokoan tersebut, kualitas ruang menjadi
menurun dan makin buruk karena padat aktivitas di koridor jalan tersebut.

12
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Gambar 6. Pengaruh Keberadaan PKL Pada Koridor Jalan Hayam Wuruk Dan Kertanegara
Sumber: Analisa Penulis, 2022

Permasalahan terkait PKL di Indonesia cenderung lebih berdampak negatif daripada positif.
Kualitas ruang menjadi salah satu dampak yang diakibatkan keberadaan PKL. Keberadaan PKL
menjadi baik apabila berada di ruang yang tepat atau terdesain khusus untuk PKL seperti contohnya
foodcourt atau galeri kuliner, seperti yang dilakukan IAIN Syekh Nurjati yang membangun
foodcourt di area kampus IAIN (Fanny, 2021). Hal ini dilatarbelakangi karena tidak tertatanya PKL
di sekitar Kawasan kampus IAIN yang kerap menimbulkan kemacetan dan kecelakaan. Dengan
demikian dibangun 15 ruang lapak untuk nantinya dapat dimanfaatkan para PKL. Dukungan sangat
diperlukan supaya dapat merealisasikan solusi tersebut, baik dari pemerintah maupun non
pemerintah, seperti IAIN yang bekerjasama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk
mewujudkan foodcourt tersebut. dengan terbangunnya foodcourt tersebut, tentu kualitas ruang atau
koridor jalan sebelumnya menjadi lebih baik dan rapi, karena para PKL telah ditertibkan. Demikian
juga para PKL yang sudah dipindahkan ke area foodcourt kualitas ruangnya menjadi lebih baik
karena penataan PKL sudah lebih tertata. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menata kondisi fisik
sebuah koridor perkotaan maka dapat mengubah kualitas ruang koridor itu menjadi lebih baik.
Beberapa upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ruang perkotaan antara
lain membuat peraturan perundang-undangan, misalnya melalui Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). Hal ini tentu perlu ada peran pemerintah di daerah yang kondisi fisiknya terdampak.
Semua aturan sudah sesuai undang-undangnya dan ada ruang yang mewadahi kegiatan PKL maka
PKL tidak perlu takut untuk melakukan kegiatan perdagangan di ruang yang sudah ditentukan.
Dengan demikian fungsi asli pedestrian sebagai tempat pejalan kaki dapat kembali seperti sedia kala.
Penghijauan dan peremajaan koridor jalan dapat lebih meningkatkan kualitas ruang kota. apabila
kondisi PKL disepanjang koridor jalan menarik maka akan membuat kualitas visual ruang koridor
juga menarik, namun apabila kondisi PKL rendah tidak akan berdampak banyak pada kualitas visual
ruang (Mutiarawati & Sukmajati, 2017). Selain itu perlu aturan yang lebih detail misalnya pedestrian
mana yang diizinkan untuk diberikan ruang activity support, waktu operasional yang jelas, serta
tanggungjawab ruang activity support untuk merawat ruang yang telah diberikan. Adanya peraturan
yang jelas juga harus sejalan dengan pelaksanannya di lapangan, walau peraturan sudah jelas
melarang masih banyak yang melanggar dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya sanksi yang dapat
membuat jera.

13
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

4. Kesimpulan
Koridor Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara yang terletak di kawasan kampus Undip
Pleburan Kota Semarang merupakan dua dari banyakan koridor jalan yang kualitasnya menurun
karena terdampak dari keberadaan PKL. Kualitas ruang kedua koridor jalan ini menjadi tidak baik
dan menimbulkan citra yang juga tidak baik karena keberadaan PKL yang menjamur di sepanjang
koridor jalan. Koridor jalan yang seharusnya memiliki kualitas yang baik dan terkesan mewah,
menjadi menurun karena berbagai factor yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan, baik
pejalan kaki maupun pengendara bermotor. Pejalan kaki akan dirugikan baik dari segi keamanan
maupun kenyamanan pada saat melintasi koridor jalan. Untuk menghindari kerugian di berbagai
pihak, perlu adanya pergerakan untuk menertibkan PKL tersebut. Tentu perlu adanya upaya dan
dukungan baik dari pemerintah maupun non pemerintah untuk dapat merealisasikan penertiban ruang
PKL tersebut. Dengan menata kondisi fisik ruang PKL di sebuah kawasan maka kualitas ruang yang
tercipta akan lebih baik dari sebelumnya.
Penelitian ini memberikan kontribusi pada bidang ilmu perancangan kota, arsitektur, serta
multidisplin lain yang terkait. Penting bagi sebuah kawasan khususnya sebuah koridor jalan untuk
memperhatikan kualitas ruang koridor jalannya. Untuk dapat mengetahui kualitas ruang sebuah
koridor jalan maka dapat dilakukan studi kenyamanan ruang dari pengguna jalannya itu sendiri.
Dengan demikian akan didapat pemaknaan yang berkorelasi pada kualitas ruang koridor jalan yang
diamati. Namun penelitian ini hanya mengamati pengaruh keberadaan PKL terhadap kualitas koridor
jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara. Hasil penelitian belum tentu dapat digeneralisasikan
pada keberadaan PKL di tempat lain. Oleh karena itu, penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk lebih
memperkaya penelitian ini sehingga dapat menjadi solusi yang optimal dalam meningkatkan kualitas
ruang di sebuah koridor jalan.

5. Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada para Pedangang Kaki Lima (PKL) di koridor
Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Kertanegara. Selain itu, kepada pengguna jalan baik pelanggan PKL,
pengendara motor, serta pejalan kaki yang bersedia menjadi responden. Tanpa kesediaan dan
dukungan berbagai pihak penulisan artikel ini tidak mungkin selesai. Terima kasih atas semua
bantuan yang telah diberikan.

6. Daftar Acuan
Alisjahbana. (2006). Marginalisasi Sektor Informal https://www.google.com/maps/@-
Perkotaan. Surabaya: ITS Press. 6.9959397,110.4245897,456m/data=!3m1!1e3
Carolina, A. (2007). Pengaruh Keberagaman Activity Hakim, R., & Utomo, H. (2003). Komponen
Support Terhadap Terbentuknya Image Koridor Perancangan Arsitektur Lansekap. Jakarta:
(Pratesis) Studi Kasus Koridor Jalan Prof. Bumi Aksara.
Sudharto. (Thesis ed.). Semarang: Universitas Kriyantono, R. (2008). Teknik Praktis Riset
Diponegoro. Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Danisworo, M. (1991). Teori Perancangan Urban. Group.
Bandung: Program Studi Perancangan Arsitektur Manning, C., & Effendi, T. N. (1996). Urbanisasi,
Pasca Sarjana ITB. Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota.
Darmawan, E. (20015). Ruang Publik dan Kualitas Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ruang Kota. Seminar Nasional PESAT 2005 (pp. Mberu, Y. B., & Purbadi, Y. D. (2018). Makna Ruang
35-43). Jakarta: Universitas Gunadarma. Jalan di Kota Lama Kupang menurut Pengguna
Fanny. (2021, Juni 24). Tertibkan PKL Depan Kampus, Ruang Pedangan Informal dan Formal. ARTEKS
IAIN Bangun Foodcourt. Retrieved from Kabar Jurnal Teknik Arsitektur, 3(1), 79 ,
Cirebon: https://info.syekhnurjati.ac.id/wp- DOI:10.30822/artk.v3i1.161.
content/uploads/2021/10/Terbitkan-PKL-Depan- Modjo, M. I. (2020). Memetakan Jalan Penguatan
Kampus-IAIN-Bangun-Foodcourt.pdf Ekonomi Pasca Pandemi. Jurnal Perencanaan
Googlemaps. (2022). google.com/maps. Retrieved Pembangunan: The Indonesian Journal of
Maret 9, 2022, from
14
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 10, No. 1, Tahun 2023 (E-ISSN 2550-1194)

Development Planning, 4(2), 103-116, Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif,


https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.117. Kualitatif, R&D. Bandung: IKAPI.
Mutiarawati, T. W., & Sukmajati, D. (2017). Pengaruh Sustiana, N. D., & Widihardjo. (2012). Restoran
Keberadaan PKL terhadap Kualitas Visual Kuliner Jalanan di Bandung. Jurnal Tingkat
Bangunan di Sepanjang Koridor Jalan Lada Kota Sarjana bidang Senirupa dan Desain, Nomor 1,
Tua Jakarta. Vitruvian, Vol.6, No.3, 125-132. 1-8.
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Wahyudi, E., & Abidin, Z. (2017). Pengaruh Pedagang
Menengah Republik Indonesia. (2018). Kaki Lima Terhadap Penanggulangan Bahaya
Pelaksanaan Penataan Kawasan Pedangan Kaki Kebakaran Pada Jl.Hayam Wuruk Kota
Lima melalui Dana Tugas Pembantu TAhun Semarang. PROKONS: Jurnal Teknik Sipil ,
Anggaran 2019. Jakarta: Menteri Koperasi dan 11(2), 64-68, DOI:
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. http://dx.doi.org/10.33795/prokons.v11i2.134.
Sasmito, A. (2011). Pendukung Kegiatan (Activity Yanuasri, A., & Sunaryo, B. (2015). Karakteristik
Support). Jurnal Dinamika Sains, 9(20), 1-7. Pedagang Kaki Lima “Pasar Tiban” Pada
Singarimbun, M. (2012). Metode dan Proses Penelitian. Koridor Pulutan, Jalan Lingkar Salatiga. Jurnal
Jakarta: LP3ES. Pembangunan Wilayah dan Kota, Volume 11,
Sirvani, H. (1985). The Urban Design Process. New Nomor 2, 142-153.
York: Van Nostrand Reinhold Company. doi:doi.org/10.14710/pwk.v11i2.10844

15

Anda mungkin juga menyukai