Kelompok 9 - Mini Riset
Kelompok 9 - Mini Riset
1a
Namira Khairani Azzahra (13122013), 1bLuthfi Muhammad Zulfikar (13122020), 2cKevin M.
Shandy (13321025), 2dAbednego Tambun (13422023), 3eLa Ode Muhammad Abin Akbar
(12821037)
1
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, 2Fakultas Teknik Industri, 3Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132
a)
13122013@mahasiswa.itb.ac.id, b)13122020@mahasiswa.itb.ac.id,
c)
13321025@mahasiswa.itb.ac.id, d)13422023@mahasiswa.itb.ac.id,
e)
12821037@mahasiswa.itb.ac.id
Abstrak
DKI Jakarta, sebagai pusat pertumbuhan di berbagai sektor, mengalami penurunan kualitas udara
terutama terkait Partikulat PM2.5. Selama pandemi COVID-19, pembatasan aktivitas ekonomi
dan sosial mengakibatkan penurunan signifikan dalam emisi polutan udara, menciptakan
fenomena "Langit Jakarta" yang cerah. Namun, setelah pembatasan dicabut, apalagi setelah
pandemi selesai, kualitas udara kembali memburuk, terutama pada jam sibuk. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dan studi literatur, menganalisis indeks kualitas udara selama enam
tahun (2018-2023) dari AirNow dan BMKG. Analisis menunjukkan persentase udara "tidak
sehat" meningkat seiring dengan aktivitas manusia dan industri. Kesimpulannya, pembatasan
aktivitas manusia, khususnya kebijakan "work from home" selama pandemi, mempengaruhi
peningkatan kualitas udara Jakarta, serta menunjukkan potensi perbaikan dengan mengurangi
mobilisasi. Studi ini menyarankan kesadaran lingkungan dan langkah-langkah berkelanjutan
untuk mengurangi dampak polusi udara di Jakarta, serta kebijakan mendukung pengurangan
emisi dan perlindungan lingkungan di masa depan.
Kata Kunci: kualitas udara Jakarta, Partikulat PM2.5, COVID-19, emisi polutan udara,
kesadaran lingkungan.
Abstract
DKI Jakarta, a center for growth in various sectors, has seen a decline in air quality, notably
linked to Particulate PM2.5 concentration. The COVID-19 pandemic restrictions resulted in a
substantial reduction in air pollutant emissions, creating a clear "Sky of Jakarta." However,
post-restrictions and post-pandemic, air quality worsened, especially during peak hours. This
study, utilizing secondary data and literature review methods, analyzed six years' worth of air
quality index data (2018-2023) from AirNow and BMKG. The analysis showed an increase in the
percentage of "unhealthy" air with growing human and industrial activities. In summary,
limitations on human activities, particularly through the "work from home" policies, influenced
the improvement of Jakarta's air quality, highlighting the potential for enhancement through
reduced mobilization. The study underscores the importance of environmental awareness and
sustainable measures to address air pollution impacts in Jakarta, stressing the need for policies
supporting emission reduction and environmental protection in the future.
Keywords: Jakarta air quality, Particulate PM2.5, COVID-19, air pollutant emissions,
environmental awareness.
PENDAHULUAN
Udara adalah campuran berbagai gas yang esensial bagi kehidupan di Bumi. Meskipun
begitu, perkembangan teknologi dan pertumbuhan infrastruktur, terutama di daerah metropolitan
seperti Jakarta, telah memberikan dampak negatif pada kualitas udara. Permasalahan ini menjadi
topik hangat yang banyak diperbincangkan melalui berbagai media.
Kualitas udara di Jakarta, yang saat ini tercatat sebagai kota dengan polusi tertinggi
kesembilan di dunia. Data AQI menunjukkan indeks kualitas udara mencapai 125, dengan
konsentrasi Partikulat PM2.5 yang jauh melebihi nilai panduan WHO. Penurunan kualitas udara
ini disebabkan oleh kombinasi emisi dari berbagai sumber, termasuk transportasi, residensial,
dan industri, serta faktor meteorologi seperti pola angin dan kelembaban udara.
Metode yang digunakan pada studi untuk artikel ini adalah studi pustaka dan
pengambilan data sekunder. Studi pustaka (library research) adalah pendekatan atau prosedur
yang digunakan untuk melakukan penelitian literatur atau studi pustaka. Peneliti
mengidentifikasi, mengumpulkan, mengevaluasi, dan mensintesis berbagai sumber literatur yang
relevan dengan topik polusi udara di DKI Jakarta. Selain itu, peneliti juga mengambil data indeks
kualitas udara selama tujuh tahun (2016-2023) dari website AirNow1 dan BMKG2 terkait kualitas
udara untuk kemudian dianalisis.
BMKG berstatus sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dipimpin oleh
seorang Kepala Badan, yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi,
Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku (BMKG, 2023).
1
Website AirNow https://www.airnow.gov/
2
Website BMKG https://www.bmkg.go.id/
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Udara adalah campuran berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau (seperti
oksigen dan nitrogen) yang memenuhi ruang di atas bumi seperti yang kita hirup apabila kita
bernapas; hawa (KBBI, 2016). Udara merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam
menjaga kelangsungan hidup makhluk di planet Bumi. Namun, dalam beberapa dekade terakhir,
perkembangan teknologi yang pesat dan pertumbuhan infrastruktur yang tak terelakkan telah
memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara di berbagai wilayah, khususnya di daerah
metropolitan seperti Jakarta. Permasalahan mengenai kualitas udara telah menjadi topik yang
sangat diperbincangkan dan diberitakan secara luas, baik melalui berbagai sumber daring
maupun media massa.
Jakarta, sebagai pusat dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, politik, sosial, dan
budaya, memiliki dampak yang berpengaruh terhadap penduduknya. Sebagai daerah yang
dikenal sebagai "growth pole" atau pusat pertumbuhan, Jakarta memiliki tujuan untuk
mendorong pertumbuhan yang berkualitas dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Sayangnya, saat ini kondisi sebenarnya justru bertentangan dengan tujuan tersebut.
Mengacu pada data website pemantau kualitas udara, IQAir, Jumat (18/8/2023) pukul
07.00, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai 125. Jakarta juga menjadi kota dengan
polusi tertinggi kesembilan di dunia, di bawah Shenyang, China. Konsentrasi Partikulat PM2.5 di
Jakarta pada Jumat (18/8), 9 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan Badan Kesehatan
Dunia (WHO). Mengutip laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),
PM2.5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 mikrometer.
Partikel PM2.5 yang termasuk debu, jelaga, kotoran, asap, dan tetesan cair hanya dapat dilihat
dengan mikroskop elektron.
Sebelumnya, pada 10 Agustus 2023, kualitas udara Jakarta menduduki posisi pertama
sebagai kota dengan udara terkotor di dunia. Menurut data IQAir, pada tanggal tersebut, Jakarta
masuk ke kategori tidak sehat dengan indeks AQI 156, di atas Dubai, Uni Emirat Arab (140) dan
Lahore, Pakistan (134). Pada 10 Agustus 2023, IQAir menyatakan bahwa PM2.5 masih menjadi
polutan utama Jakarta dengan konsentrasi sebanyak 58 mikrogram per normal meter kubik.
Angka tersebut 11.6 kali lebih banyak daripada nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) (CNBC Indonesia, 2023)).
Berdasarkan Siaran Pers BMKG tanggal 17 Juni 2022, beberapa faktor yang
mempengaruhi konsentrasi PM2.5 pada penurunan kualitas udara di wilayah Jakarta dan
sekitarnya, antara lain:
Konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi baik yang berasal
dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari
kawasan industri dekat dengan Jakarta. Emisi ini dalam kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh
parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi
yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5.
Proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh pola angin yang
bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi
dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan
konsentrasi PM2.5. Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari
arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi
konsentrasi PM2.5 di wilayah ini.
Peningkatan konsentrasi PM2.5 memiliki korelasi positif atau hubungan yang berbanding
lurus dengan kadar uap air di udara yang dinyatakan oleh parameter kelembaban udara relatif.
Pada beberapa hari terakhir, tingginya kelembaban udara relatif menyebabkan peningkatan
proses adsorpsi yang dalam istilah teknisnya merujuk pada perubahan wujud dari gas menjadi
partikel. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh
kadar air di udara.
Selain itu, kelembaban udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan
inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai
dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan. Dampak
dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan,
tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang
terukur di alat monitoring.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab lain yang menyebabkan
penurunan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya adalah kurangnya pergerakan udara, yang
menyebabkan akumulasi polutan udara di daerah ini dan dampaknya berlangsung dalam waktu
yang lama. Stagnasi udara dicirikan oleh kecepatan angin yang rendah, yang tidak hanya
menyebabkan penumpukan PM2.5, tetapi juga dapat memicu pembentukan polutan udara lain
seperti ozon permukaan (O3), yang bisa diamati dari jarak pandang yang menurun.
Pembahasan mengenai kualitas udara DKI Jakarta sejak tahun 2018 hingga 2023
dipaparkan selanjutnya.
Parameter yang digunakan untuk penilaian kualitas udara di bawah adalah indeks AQI.
AQI adalah alat ukur yang berkisar dari 0 hingga 500. Semakin tinggi nilai AQI, semakin tinggi
tingkat polusi udara dan semakin besar kekhawatiran kesehatan. Nilai AQI pada atau di bawah
100 umumnya dianggap memuaskan. Ketika nilai AQI berada di atas 100, kualitas udara tidak
sehat: pertama-tama bagi kelompok orang yang sensitif, kemudian bagi semua orang seiring
dengan peningkatan nilai AQI. Sebagai contoh, nilai AQI sebesar 50 atau kurang mewakili
kualitas udara baik, sedangkan nilai AQI di atas 300 mewakili kualitas udara berbahaya.
AQI dibagi menjadi enam kategori. Setiap kategori sesuai dengan tingkat kekhawatiran
kesehatan yang berbeda. Setiap kategori juga memiliki warna tertentu. Warna tersebut
memudahkan orang untuk dengan cepat menentukan apakah kualitas udara mencapai tingkat
yang tidak sehat di komunitas mereka.
Gambar 1. Deskripsi warna dan nilai AQI untuk masing-masing kategori.
Sumber: Website AirNow.3
3
Website AirNow tentang AQI https://www.airnow.gov/aqi/aqi-basics/
Gambar 2. Diagram lingkaran yang menunjukkan persentase masing-masing kategori kualitas
udara menurut parameter AQI pada tahun 2018, sejak Januari hingga Desember.
Sumber: Website AirNow. Data diolah sendiri melalui Microsoft Excel.
Berdasarkan data dari website AirNow, melalui pantauan mereka sejak 1 Januari 2018
pukul 01.00 dini hari hingga 31 Desember 2018 pukul 24.00, persentase udara “unhealthy”
mencapai 20% dan “unhealthy for sensitive groups” mencapai 28%.
Statistika pada tahun 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa untuk sebagian besar waktu,
udara di Jakarta berada dalam kategori yang dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama
bagi kelompok yang rentan.
Jika dilihat dari data sebelum pandemi COVID-19, Jakarta sudah menghadapi tantangan
dalam menjaga kualitas udara. Kemungkinan penyebabnya melibatkan tingginya aktivitas
industri, transportasi, dan pola hidup yang berkontribusi pada emisi polutan udara. Kondisi ini
bisa menjadi latar belakang untuk mencari solusi dalam upaya meningkatkan kualitas udara,
termasuk langkah-langkah untuk mengurangi emisi dari sumber-sumber tertentu.
Data tersebut memberikan gambaran situasi kualitas udara sebelum pandemi dan sebelum
adanya potensi perubahan yang signifikan dalam pola aktivitas masyarakat dan industri.
Munculnya pandemi COVID-19 kemudian memberikan kesempatan untuk mengamati dampak
pembatasan aktivitas terhadap kualitas udara di Jakarta.
Pembatasan mobilitas manusia dan aktivitas industri secara signifikan mengurangi emisi
polutan udara. Ini berarti adanya pergerakan udara yang lebih baik dan penurunan drastis dalam
akumulasi polutan udara di wilayah tersebut. Stagnasi udara yang menjadi masalah utama dalam
penurunan kualitas udara di Jakarta menjadi kurang signifikan selama pandemi karena
kurangnya aktivitas manusia dan industri yang berkontribusi pada polusi udara. Hal ini
membantu memperbaiki sementara kualitas udara di Jakarta, sehingga menciptakan situasi
sementara di mana udara menjadi lebih bersih dan lebih baik bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan data dari website AirNow, melalui pantauan mereka sejak 1 Januari 2019
pukul 01.00 dini hari hingga 31 Desember 2019 pukul 24.00, persentase udara “unhealthy”
mencapai 21% dan “unhealthy for sensitive groups” mencapai 33%. Persentase ini jauh lebih
tinggi daripada tahun 2020. Salah satu penyebabnya adalah belum masuknya virus Covid-19 ke
Jakarta, atau ke Indonesia sehingga belum ada kebijakan yang mengupayakan pengurangan
mobilisasi untuk mencegah penularan virus tersebut. Bahkan, ada 1 data “very unhealthy”.
Selama bulan Januari-Mei, kategori “unhealthy” dan “unhealthy for sensitive groups”
cenderung terjadi pada dini hari. Hal ini disebabkan karena virus corona masuk ke Indonesia
pada awal tahun. Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa virus
Covid-19 menjangkiti dua warga Indonesia di Kota Depok, Jawa Barat. Kemudian, pada Senin,
16 Maret 2020, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo
Kumolo, mengeluarkan Surat Edaran Menpan RB Nomor 19 Tahun 2020 tanggal 16 Maret 2020
tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah (Permen PAN & RB No. 19 Tahun 2020).
Penundaan atau pembatalan penyelenggaraan kegiatan tatap muka dan perjalanan dinas
dapat berdampak pada intensitas kendaraan bermotor pada pagi-sore hari dan pada akhirnya
berdampak pada kualitas udara. Dengan penundaan atau pembatalan kegiatan dan perjalanan
dinas, jumlah kendaraan yang bergerak pada pagi-sore hari dapat berkurang dan dengan
berkurangnya mobilitas dan perjalanan, emisi gas buang kendaraan dapat mengalami penurunan.
Beberapa dampak tersebut tentu disebabkan oleh aktivitas kendaraan bermotor yang sangat
berkontribusi pada peningkatan kualitas udara.
Kategori “unhealthy” dan “unhealthy for sensitive groups” pada dini hari kemungkinan
terjadi karena penggunaan listrik di rumah saat dini hari, seperti penggunaan air conditioner dan
penerangan. Rumah-rumah juga bisa saja menggunakan pemanas pada malam harinya. Selain
itu, pada malam hari, sering terjadi inversi termal di mana suhu udara di permukaan lebih dingin
daripada suhu udara di atasnya. Inversi termal dapat menghambat dispersi polutan ke atmosfer,
menyebabkan penumpukan polutan di tingkat permukaan dan memburuknya kualitas udara.
Pada bulan Juni, terjadi penurunan kualitas udara yang signifikan, ditandai dengan
peningkatan jumlah kategori "unhealthy" dan "unhealthy for sensitive groups" sepanjang hari,
mulai dari pagi hingga malam. Aktivitas sudah banyak yang mulai kembali tanpa kebijakan
“work from home”. Penurunan kualitas udara dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk
peningkatan aktivitas kendaraan, operasi industri, dan aktivitas pembangunan yang mungkin
telah meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi. Selain itu, ketidaksetaraan dalam
penyebaran polusi dan kepekaan terhadap kualitas udara dapat membuat kelompok tertentu,
terutama kelompok yang sensitif, lebih rentan terhadap dampak buruk tersebut.
Gambar 6. Diagram lingkaran yang menunjukkan persentase masing-masing kategori kualitas
udara menurut parameter AQI pada tahun 2021, sejak Januari hingga Desember.
Sumber: Website AirNow. Data diolah sendiri melalui Microsoft Excel.
Berdasarkan data dari website AirNow, melalui pantauan mereka sejak 1 Januari 2021
pukul 01.00 dini hari hingga 31 Desember 2021 pukul 24.00, persentase udara “unhealthy”
mencapai 12% dan “unhealthy for sensitive groups” mencapai 29%. Statistika ini mirip dengan
tahun 2023—sedikit lebih baik bila dilihat dari kategori “unhealthy” dan “unhealthy for sensitive
groups”. Namun, terdapat kategori “very unhealthy” yang muncul sebanyak 1 kali yang terjadi
pada 23 Januari 2021 pukul 05.00. Nilai AQI-nya mencapai 201.
Perbedaan lainnya dengan tahun 2023 adalah kategori “unhealthy” dan “unhealthy for sensitive
groups” yang lebih banyak terjadi pada pukul 5-6 pagi. Alasan yang memungkinkan hal ini
terjadi adalah pola lalu lintas pagi, polusi industri pagi, serta pembakaran sampah dan pemanasan
rumah. Pada pukul 5-6 pagi, lalu lintas di Jakarta selalu meningkat seiring dengan mulainya
perjalanan kerja. Kendaraan bermotor dapat menjadi sumber utama emisi gas buang, yang dapat
mempengaruhi kualitas udara, apalagi didukung dengan Jakarta termasuk kandidat daerah
termacet dan ditambah dengan kurangnya tumbuhan penyeimbang gas karbon seperti Pohon
Pelindung dan tanaman pakis. Beberapa industri, dan aktivitas konstruksi atau pembangunan
memulai operasinya pada pagi hari, melepaskan polutan, seperti debu dan bahan kimia, ke udara.
Jika pengendalian emisi tidak efektif, maka akan mempengaruhi kualitas udara di wilayah
sekitarnya.
Gambar 8. Diagram lingkaran yang menunjukkan persentase masing-masing kategori kualitas
udara menurut parameter AQI pada tahun 2022, sejak Januari hingga Desember.
Sumber: Website AirNow. Data diolah sendiri melalui Microsoft Excel.
Hal ini mungkin terjadi karena pada tahun 2022, Gubernur DKI Jakarta, Anies
Baswedan, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang), menetapkan 10 poin
sasaran pembangunan untuk tahun 2023 sehingga pencemaran udara pada tahun 2023 lebih
tinggi daripada tahun 2022. Sepuluh poin tersebut antara lain, Pengurangan Ketimpangan
melalui Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Jaminan Perlindungan Sosial; Peningkatan Kualitas,
Aksesibilitas dan Kemudahan Layanan Masyarakat; Penurunan Kesenjangan Melalui
Pembangunan Responsif Gender; Pemerataan Kesempatan Pendidikan Untuk Semua dan
Edukasi Terkait Pembelajaran Sepanjang Hayat; Peningkatan Kualitas dan Harapan Hidup
Melalui Perbaikan Kesehatan Perkotaan; Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Usaha Berbasis
Pengalaman dan Nilai Tambah; Akselerasi Transformasi Digital dan Pengembangan Manajemen
Kota Cerdas; Peningkatan Kesempatan, Pemberdayaan, dan Adaptabilitas Tenaga Kerja;
Pemulihan Ekosistem Kota dan Implementasi Pembangunan Rendah Karbon; Pembangunan
Infrastruktur dan Layanan Dasar Perkotaan yang Berkualitas.
Bila melihat poin kedua, keenam, dan kesepuluh, sasaran pembangunan menempatkan
prioritas pada sektor-sektor yang berpotensi meningkatkan emisi polutan udara sehingga kualitas
udara dapat terpengaruh negatif. Jika pembangunan tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi
dan pelestarian lingkungan, dapat terjadi peningkatan tekanan pada sumber daya alam dan
peningkatan emisi polutan. Jakarta terkenal dengan macetnya. Volume kendaraan yang selalu
meledak setiap harinya, apalagi selama “rush hour”. Jika tidak ada langkah-langkah kesadaran
lingkungan untuk mendorong perilaku berkelanjutan, seperti beralih untuk menggunakan
transportasi umum, maka jejak karbon dan polusi udara malah justru meningkat untuk mengikuti
pembangunan yang ada.
Berdasarkan data dari website AirNow, melalui pantauan mereka sejak 1 Januari 2023
pukul 01.00 dini hari hingga 30 September 2023 pukul 24.00, persentase udara “unhealthy”
mencapai 14% dan “unhealthy for sensitive groups” mencapai 34%. Artinya, banyak penduduk
yang berkemungkinan mengalami permasalahan kesehatan. Lebih parahnya, kelompok orang
yang sensitif dapat menghadapi permasalahan kesehatan yang serius. Kategori “unhealthy”
banyak terjadi pada pukul 11-2 siang.
Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan kualitas udara buruk pada rentang waktu
tersebut melibatkan kombinasi antara aktivitas manusia, sumber polusi, dan kondisi meteorologi.
Secara meteorologi, bahwa perubahan iklim di Indonesia dipengaruhi oleh adanya MONSUM &
keberadaan Siklon Tropis, khususnya adanya peristiwa curah hujan Ekstrim yang terjadi pada
periode DJF ( Desember, Januari, & Februari ) saja, dimana hal itu tidak sebanding dengan
kondisi morfologi permukaan daratan di Indonesia, misalkan di daerah Jakarta sangat rawan
terjadi Curah Hujan ekstrim namun apabila diamati dengan variabel Vegetation Surface yakni
dengan memanfaatkan data kelembaban tanah dan kondisi iklim Bulanan, kondisi kelembaban
tanah di Jakarta sangat sedikit, hal ini tentunya memberikan pengaruh terhadap Siklus hidrologi
yang ada di daratan dan di lautan seperti proses transpirasi dan evaporasi di lautan dan di daratan
yang mempengaruhi proses pembentukan kadar oksigen yang baik kaitannya dengan proses
pembentukan lingkungan yang sehat di Indonesia. Kemudian, menimbang dengan semakin
banyaknya pabrik - pabrik industri yang terus muncul dan berkembang menyesuaikan dengan
perkembangan arus global dan teknologi menyebabkan kadar polusi udara akibat gas karbon dan
CO2 semakin meningkat menyebabkan udara menjadi tercemar dan berdampak pada kesehatan
dan mobilitas manusia. Aktivitas manusia yang masih sangat minim tentang kurangnya edukasi
tentang pentingnya menjaga lingkungan yang seharusnya ditanamkan di lingkungan keluarga,
sosial, dan bermasyarakat dan juga mengakibatkan semakin malas dan acuh acuh terhadap
pentingnya menjaga lingkungan menyebabkan adanya sikap terlalu konsumtif yang terlalu
berlebihan, malas karena dipengaruhi oleh satu dan lain hal, seperti Westernisasi yang terlalu
mengakar dan sulit untuk dihilangkan. Kaitannya antara kondisi yang menjadi kualitas buruk
dan data yang tersedia menyebabkan pada jam 11-2 siang, aktivitas manusia kebanyakan
mencapai puncaknya. Jakarta merupakan pusat ekonomi dan industri, sehingga aktivitas industri
menyumbang dampak yang signifikan terhadap emisi polutan udara. Lalu, aktivitas konstruksi
dan pekerjaan tanah yang intensif dapat menghasilkan partikel debu dan bahan kimia lainnya
yang mempengaruhi kualitas udara. Kemudian, pada interval waktu tersebut, lalu lintas di
Jakarta mencapai puncaknya dengan banyaknya kendaraan bermotor yang beroperasi. Emisi
kendaraan bermotor, terutama dari kendaraan bermotor bakar fosil, dapat menjadi sumber utama
polusi udara di perkotaan.
Paparan sinar matahari pada pukul 11-2 siang di Jakarta juga dapat berkontribusi pada
pembentukan ozon troposferik. Ozon troposferik merupakan ozon yang berada di lapisan
troposfer dengan kelimpahan 10% di seluruh dunia. Khususnya, di daerah Asia bahwa polusi
ozon troposfer (O3) dapat menyebabkan terjadinya peningkatan emisi O3 meningkat terutama
menyebabkan peningkatan kadar nitrogen dioksida (NO) dan karbon organik yang mudah
menguap yang bertanggung jawab atas produksi ozon troposfer di atmosfer yang tercemar. Di
daerah perkotaan, NO dilepaskan dari berbagai sumber emisi dan menyebabkan pembentukan
ozon di permukaan tanah pada siang hari dan menurun menjelang matahari terbenam. Meskipun
ozon di stratosfer melindungi dari radiasi ultraviolet, ozon di troposfer dapat menjadi polutan
yang berbahaya. Penumpukan ozon, ditambah dengan kondisi cuaca, seperti angin lemah atau
stagnan, dapat mengakibatkan pencemaran udara yang buruk.
Selanjutnya, berdasarkan data dari website AirNow, melalui pantauan mereka sejak 1
Januari 2022 pukul 01.00 dini hari hingga 31 Desember 2022 pukul 24.00, persentase udara
“unhealthy” mencapai 5% dan “unhealthy for sensitive groups” mencapai 18%. Statistika ini
menunjukkan bahwa kualitas udara Jakarta pada tahun 2022 jauh lebih baik dari tahun 2023.
Jika melihat ke belakang, selama pandemi COVID-19, sebagian besar aktivitas ekonomi
dan sosial di Jakarta dan daerah lainnya terbatas atau bahkan dihentikan sementara. Kebijakan
"work from home" (WFH) atau bekerja dari rumah menjadi salah satu respons utama yang
diadopsi oleh banyak perusahaan dan organisasi di Jakarta. WFH memungkinkan banyak
karyawan untuk bekerja tanpa harus pergi ke kantor, mengurangi mobilitas penduduk dan
volume lalu lintas di jalan-jalan Jakarta.
Pada masa WFH, terdapat suatu fenomena ‘Langit Jakarta,’ yaitu fenomena ketika
masyarakat mengambil foto langit-langit Jakarta yang berwarna biru, cerah, dan tidak berasap.
Mengutip dari CNN Indonesia pada 8 April 2020, penurunan polusi udara ini sebelumnya
diramaikan oleh warganet di warganet yang memamerkan foto-foto langit biru Jakarta saat
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) resmi diberlakukan pada Selasa (7/4). Kepala sub
bidang produksi informasi iklim dan kualitas udara BMKG, Siswanto, saat dihubungi
CNNIndonesia.com pada Rabu 8 April 2020 mengatakan bahwa BMKG mendapati bahwa
konsentrasi polutan baik debu yang beterbangan (SPM/suspended particulate matter) maupun
debu polutan ukuran <10 mikron (PM10) pada pekan ini, selepas tanggal 26 Maret relatif
menurun dibanding pekan sebelumnya.
Siswanto mengakui udara Jakarta lebih bersih karena program physical distancing. Ia
mengatakan berkurangnya polusi udara bisa meningkatkan tingkat kecerahan atmosfer, sehingga
matahari bisa meneruskan sinar ultraviolet (UV) yang berguna untuk menekan penyebaran virus
corona. "Berkurangnya polusi udara itu juga meningkatkan tingkat kejernihan atmosfer sehingga
sinar datang matahari lebih banyak meneruskan radiasi sinar UV yang kata beberapa ahli dapat
berpengaruh pada mampu membatasi penggandaan virus corona," kata Siswanto.
Kesimpulan
Berdasarkan survei dan analisis penulis, polusi udara di Jakarta pasca pandemi
dikategorikan sebagai berbahaya dan sangat tidak sehat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk aktivitas industri, padatnya aktivitas transportasi, dan pola hidup masyarakat yang
kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Penurunan kualitas udara juga dipengaruhi
oleh faktor lain, seperti peningkatan aktivitas kendaraan, operasi industri nanoteknologi di dekat
pemukiman warga yang berakhir langsung di daerah sungai, dan peningkatan aktivitas
pembangunan seiring pemulihan ekonomi. Meskipun pandemi telah berakhir, aktivitas
masyarakat yang sibuk, terutama dengan mayoritas masyarakat yang mulai bekerja pada pagi
hari, menjadi kendala dalam menjaga kualitas udara. Setelah meredanya wabah Covid-19,
Jakarta menjadi rentan terhadap peningkatan emisi O3, yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar nitrogen dioksida (NO) dan karbon organik yang mudah menguap. Kedua unsur ini
bertanggung jawab atas produksi ozon troposfer di atmosfer yang tercemar. Dampaknya
dirasakan terutama di daerah perkotaan, di mana kondisi semakin parah dan kompleks karena
kurangnya tanaman yang dapat meminimalisir dan menampung kadar CO2. Jakarta, sebagai area
perkotaan yang masih minim akan tanaman, menjadi lebih rentan terhadap emisi karbon
dioksida, terutama karena lalu lintas kendaraan. Selain itu, adanya perumahan yang
menggunakan ornamen dari bahan kaca juga dapat memantulkan paparan sinar UV, menambah
kompleksitas masalah kualitas udara.
Saran
Melihat kondisi DKI Jakarta yang sangat rentan terhadap polusi udara dengan dampak
merambah ke semua sektor dalam masyarakat, langkah-langkah konkret perlu diambil. Pertama,
diperlukan aksi nyata berupa gerakan peduli terhadap lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan
dengan mengalokasikan anggaran yang tepat sasaran untuk pembangunan dan pemberdayaan
taman penangkal sinar UV serta mengurangi emisi CO2. Kedua, melibatkan pemuda dalam aksi
peduli lingkungan, dengan menggencarkan kampanye melalui media sosial sebagai langkah awal
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya radiasi dan polusi udara. Ketiga, setiap
elemen pemerintahan yang memiliki tanggung jawab tertinggi di Jakarta seharusnya memiliki
program kerja berbasis lingkungan, sehingga dapat menjadikan Jakarta sebagai kota yang bersih
dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA