Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN STUDI LAPANG

EKOLOGI
“ANALISIS VEGETASI POHON DAN FAKTOR BIOTIK SERTA
ABIOTIK PADA 6 TIPE EKOSISTEM HUTAN DI TAMAN
NASIONAL BALURAN”

Oleh Kelompok 2:
Shinta Nur Aisyah (210210103064)
Avira Ayu Salsabila (210210103108)
Anisah Nur Rohmah (210210103121)
Imelda Prita Agustin (210210103125)
Alif Habiburrozi A.H (210210103128)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 6
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 6
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 6
3.3 Desain Percobaan................................................................................... 7
3.4 Skema Alur Percobaan.......................................................................... 8
BAB IV. HASIL PENGAMATAN .................................................................... 10
4.1 Pengukuran Faktor Abiotik................................................................ 10
4.2 Analisis Vegetasi Pohon dan Tiang .................................................... 12
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 15
BAB VI. PENUTUP ............................................................................................ 25
6.1 Kesimpulan........................................................................................... 25
6.2 Saran ..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32
LAMPIRAN ......................................................................................................... 29
Lampiran 1. Gambar (Foto Pelaksanaan Praktikum) ........................... 29
Lampiran 2. ACC Data Hasil Pengamatan Pertama ............................. 30
Lampiran 3. Cover Buku dan Abstrak Jurnal ....................................... 37
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional Baluran, yang terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa
Timur, menjadi satu-satunya tempat di Indonesia yang menggabungkan
keanekaragaman ekosistem hutan yang mencakup beragam tipe vegetasi.
Komposisi yang kaya ini menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik yang perlu
dilindungi. Pengelolaan dan pelestarian lingkungan memerlukan pemahaman
mendalam terhadap struktur dan komposisi vegetasi di dalamnya. Meski telah ada
perhatian dari peneliti dan pengelola konservasi terhadap studi vegetasi di Taman
Nasional Baluran, namun fokusnya masih terbagi pada beberapa tipe ekosistem
hutan secara terpisah. Kekurangan ini mendorong perlunya sebuah studi
komprehensif yang membandingkan komposisi dan struktur vegetasi pohon dan
tiang di berbagai tipe ekosistem hutan yang ada di sana.
Project study ini akan mengobservasi serta merangkum keunikan beberapa
jenis hutan yang berada dikawasan Taman Nasional seperti hutan mangrove,
hutan rawa, hutan pantai, hutan dataran rendah, dan hutan pegunungan, yang akan
memungkinkan pengukuran langsung terhadap komposisi dan struktur vegetasi
pohon. Penghitungan keanekaragaman jenis, kerapatan, dan distribusi ukuran
pohon akan menjadi bagian dari analisis ini. Selain itu, kajian terhadap komposisi
dan struktur vegetasi tiang, yaitu tumbuhan dengan diameter kurang dari 10 cm,
juga akan dilakukan. Tujuannya adalah memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang vegetasi di berbagai tipe ekosistem hutan yang ada di Taman
Nasional Baluran.
Sebelumnya, sejumlah penelitian telah dilakukan di Taman Nasional
Baluran, seperti studi faktor pendorong dan kerusakan ekosistem savana bekol
serta hutan mangrove resort bama, penelitian mengenai pola pemanfaatan hasil
hutan oleh masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional Baluran, serta tugas mata
kuliah analisis vegetasi yang membahas pola distribusi vegetasi menggunakan
metode pola kuadrat di hutan evergreen. Bahkan, laporan penelitian mengenai

1
struktur dan komposisi vegetasi tegakan pohon, tiang, dan pancang di hutan hijau
sepanjang tahun juga telah diterbitkan oleh Universitas Jember. Namun, laporan
studi lapangan mata kuliah ekologi yang membahas "Analisis Vegetasi Pohon dan
Tiang pada 5 Tipe Ekosistem Hutan di Taman Nasional Baluran" diharapkan
dapat memberikan informasi lebih komprehensif dan terperinci mengenai struktur
serta komposisi vegetasi di kawasan ini.
Analisis vegetasi pohon merupakan cara untuk mempelajari suatu susunan
(komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-
tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi
erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak
contoh untuk mewakili habitat tersebut. Analisis vegetasi juga merupakan suatu
cara yang dilakukan untuk memperoleh data tentang komposisi flora dan dan data
kuantitatif mengenai penyebaran, jumlah dan dominansi masing-masing jenis
(Nuraida et al., 2022).
Tipe ekosistem yang berada di Taman Nasional Baluran meliputi hutan
pantai, hutan bakau/mangrove, hutan savana (padang rumput alami), hutan selalu
hijau (evergreen), hutan musim dataran rendah, dan hutan musim pegunungan.
Kawasan Taman Nasional Baluran termasuk sebagai bagian di dalam Kawasan
Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 230.126 Ha (4,8 %)
untuk wilayah daratan dan 3.506 Ha (0,07 %) wilayah perairan. Kebakaran hutan
terjadi di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo. Sejumlah titik ikut
terbakar, di antaranya kawasan Batangan serta beberapa kawasan lainnya yang
ada di wilayah Taman Nasional (Alfarisi dan Musyarrafah, 2023).
Karakteristik 5 hutan ekosistem di Taman Nasional Baluran yaitu yang
pertama pada hutan evergreen ditandai dengan keberadaan pohon-pohon yang
hijau sepanjang tahun, karakteristiknya termasuk keanekaragaman hayati yang
tinggi, tingginya curah hujan, dan tanah yang subur. Hutan musim mengalami
perubahan musiman yang signifikan dalam hal curah hujan dan suhu. Daun-daun
pohon di hutan musim biasanya gugur selama musim kering. Hutan musim juga
dapat memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan savana ditandai dengan
padang rumput yang luas dan tersebar dengan pohon-pohon yang jarang. Hutan

2
savana biasanya ditemukan di daerah dengan curah hujan yang lebih rendah dan
musim kering yang panjang. Ekoton adalah daerah transisi antara dua ekosistem
yang berbeda. Di Taman Nasional Baluran, ekoton mungkin terjadi antara hutan
musim dan hutan savana, atau antara hutan savana dan hutan pantai. Ekoton sering
kali memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi karena adanya percampuran
spesies dari kedua ekosistem. Hutan pantai terletak di dekat garis pantai dan
terpengaruh oleh kondisi lingkungan pesisir. Karakteristiknya termasuk
keberadaan pohon-pohon yang tahan terhadap garam, pasokan air yang terbatas,
dan peran penting dalam menjaga kestabilan pantai (Ubaydillah et al., 2023).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa sajakah karakter khusus yang dimiliki oleh 5 ekosistem hutan (hutan
evergreen, hutan musim, hutan savana, ekoton, dan hutan pantai) di TN
Baluran?
1.2.2 Bagaimana hasil analisis vegetasi pada 5 ekosistem hutan di Taman
Nasional Baluran ?
1.2.3 Kejadian apa yang sering terjadi di hutan Taman Nasional Baluran ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui karakter khusus 5 ekosistem hutan (Hutan Evergreen, Hutan
Musim, Hutan Savana, Ekoton, dan Hutan Pantai) di TN Baluran.
1.3.2 Mengetahui hasil analisis vegetasi pada 5 Ekosistem Hutan di Taman
Nasional Baluran.
1.3.3 Mengetahui kejadian yang sering terjadi di dalam hutan Taman Nasional
Baluran

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kekayaan alam yang berlokasi
di Indonesia, tepatnya di ujung timur pulau Jawa. Pada bagian utara dibatasi oleh
selat Madura, dan bagian Utara berupa selat Bali, selatan ke barat dibatasi oleh
Dusun Pandean, Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokeren, Sungai
Karang Tekok dan desa Sumberwaru di Situbondo, Jawa Timur. Secara geografis
Taman Nasional Baluran berada di posisi antara 70 29’10’’ sampai dengan 7
055’55’’ LS dan 1140 29’20’’ sampai 1140 39’10’’ bujur timur. Taman Nasional
ini memiliki peluang yang besar sebagai tempat dari keberadaan keanekaragaman
hayati yang tinggi, baik dari jenis flora maupun faunanya. Selain itu tidak jarang
jika taman ini juga dijuluki sebagai ekosistem hutan, seperti yang diketahui taman
baluran ini memiliki jenis ini hutan, diantaranya bertipe hutan evergreen, hutan
musim, hutan pantai, hutan mangrove, vegetasi Savana dan lainnya (Wulandari &
Rohmah. 2023). Sehingga keberadaan Taman Nasional Baluran ini perlu untuk
dikembangkan dan juga dijadikan sebagai tempat edukasi tentang pentingnya
mengenal dan melestarikan keanekaragaman hayati yang ada misalnya
mengembangkan objek dan daya tarik wisatawan dengan menerapkan kesepakatan
dan peraturan yang dapat ditaati guna meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
Taman Nasional Baluran memiliki banyak keanekaragaman sehingga
membentuk suatu wilayah yang dijadikan konservasi untuk dapat mempertahankan
kekayaan tersebut. Taman Nasional ini memiliki luas area kurang lebih 25.000 Ha
dengan terdapat jenis flora dan fauna serta ekosistem bervariasi (Isabela., et al.
2022). Taman Nasional Baluran adalah salah satu kawasan taman nasional dengan
berbagai jenis ekosistem. Terdapat sembilan ekosistem yang ada di kawasan ini
diantaranya adalah hutan cemara, evergreen, hutan pegunungan, hutan pantai, hutan
mangrove, hutan jati alami, hutan jati buatan, dan ekoton. ekosistem ini
menyebabkan tingginya keanekaragaman hayati flora dan fauna pada kawasan
tersebut. (Rahayu et al., 2020).
Pantai bilik Tanman Nasional Baluran memiliki ekosistem intertidal yang
kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Tingginya keanekaragaman biota laut
di wilayah intertidal disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengaruh pasang surut
air laut, pH, suhu air, salinitas dan tipe substrat. Tipe substrat di Pantai Bilik sangat
4
beraneka ragam, diantaranya berupa pasir, pecahan berkarang, karang mati, dan
terumbu karang. Tipe substrat seperti pasir dan pecahan karang ini dapat
dimanfaatkan oleh anggota Echinoidea sebagai tempat untuk bereproduksi, tempat
mencari makan dan juga sebagai tempat untuk berlindung dari faktor abiotik seperti
tingginya intensitas cahaya matahari (Setiawan et al., 2023). (Saputri et al., 2023).

5
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat studi lapang dilaksanakan di Taman Nasional Baluran, Situbondo,
Jawa Timur dimana analisis vegetasi pohon dilakukan pada 5 tipe hutan yang
berbeda yaitu hutan evergreen, hutan musim, ekoton dan hutan pantai. Analisis
vegetasi pada keempat ekosistem tersebut dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 11
November 2023 serta untuk analisis data dilakukan pada malam hari yang berlokasi
di halaman Bima Homestay.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a. Tali tampar
b. Tali rafia
c. Pasak
d. Parang/Golok
e. Soil tester
f. Termohigrometer
g. Anemometer
h. Lux meter
i. Kompas
j. Kamera digital
k. Kertas A4
l. Plastik ½ kg
m. Kertas label
n. Gunting
o. Selotip kecil
p. Cetok
q. Milimeter blok A3
r. Penggaris
s. Meteran

6
t. Papan dada
3.2.2 Bahan
a. Akuades
b. Kapas

3.3 Desain Percobaan


3.3.1 Hutan evergreen, hutan musim, hutan savana, ekoton, dan hutan pantai

7
3.3.2 Hutan mangrove

3.4 Skema Alur Percobaan


3.4.1 Langkah Kerja Hutan Evergreen, Hutan Musim, Ekoton, dan Hutan Pantai
menggunakan metode petak tunggal

Menyiapkan peralatan

Mengikat ujung tampar pada pasak besar

Mengulur tampar ke arah dalam hutan sejauh 10 meter dan menandainya


dengan rafia

Membuat plot besar dengan tampar dengan sisi 25 meter

Melakukan inventarisasi pohon (d > 20cm) dan tiang (d = 10-20cm) dalam plot

Mengamati dan mencatat faktor abiotik dan faktor biotik sebanyak 3x ulangan

Merapikan kembali alat-alat yang


digunakan

8
3.4.2 Langkah Langkah Kerja Hutan Mangrove

Menyiapkan kertas untuk catatan dan kamera

Mencatat jenis mangrove yang dijelaskan, seperti morfologi, ciri


khas, manfaat, dll.

9
BAB IV. HASIL PENGAMATAN

4.1 Pengukuran Faktor Abiotik


Berdasarkan hasil pengamatan serta perhitungan faktor abiotik di Taman
Nasional Baluran, didapatkan hasil sebagai berikut.
4.1.1 Hutan Evergreen
Abiotik
Tinggi Kelem Inten- Kelem Kecep-
Ulangan Serasah Suhu baban sitas pH - atan
(cm) (oC) Udara cahaya Tanah baban Angin
(%) (lux) Tanah (m/s)
(%)
1 3 38 52 429 6,9 10 0
2 2,5 38 52 1900 6,9 10 0,1
3 1,5 38 52 2540 6,9 10 0,5

4.1.2 Hutan Musim


Abiotik
Tinggi Kelem- Inten- Kelem Kecep
Ulangan Serasah Suhu baban sitas pH baban atan
(cm) (oC) Udara cahaya Tanah Tanah Angin
(%) (lux) (%) (m/s)
1 4 44 38 429 6,9 1,3 0,8
2 4,6 45 39 1900 6,9 1,3 0,8
3 3,5 44 39 2540 6,9 1,3 25,5

10
4.1.3 Hutan Pantai
Abiotik
Tinggi Kelem- Inten- Kelem- Kecep-
Ulangan Serasah Suhu baban sitas pH baban atan
(cm) (oC) Udara cahaya Tanah Tanah Angin
(%) (lux) (%) (m/s)
1 3 45 42 1855 6,8 1 0,85
2 5,6 42 42 1824 3,6 7 1,4
3 7 41 48 1799 6,8 1 1,5

4.1.4 Hutan Ekoton


Abiotik
Tinggi Kelem- Inten- Kelem- Kecep-
Ulangan Serasah Suhu baban sitas pH baban atan
(cm) (oC) Udara cahaya Tanah Tanah Angin
(%) (lux) (%) (m/s)
1 - - - - - - -
2 - - - - - - -
3 - - - - - - -

4.1.5 Savana
Abiotik
Tinggi Kelem- Inten- Kelem- Kecep-
Ulangan Serasah Suhu baban sitas pH baban atan
(cm) (oC) Udara cahaya Tanah Tanah Angin
(%) (lux) (%) (m/s)
1 0 36 54 826 6,8 1 0,43
2 0 36 54 583 6,8 1 0,43
3 0 36 54 986 6,8 1 0,52

11
4.2 Analisis Vegetasi Pohon dan Tiang
Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi pohon dan tiang di Taman
Nasional Baluran, dihasilkan data sebagai berikut.
4.2.1 Hutan Evergreen
Jenis
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi IVi
Tumbuhan
Pohon 1 0,001 0,04 0,041 0,041 5,149 0,023 0,107
Timoho 6 1666 6666 6666 26E- 8076 1410
(Kleinhovia 667 67 67 06 68 01
hospita L.)
Pohon 4 0,006 0,166 0,166 0,166 4,408 0,203 0,537
4 66666 6666 6666 05E- 8066 1399
Gebang
7 67 67 05 58 91
(Corypha
utan)
Pohon Serut 19 0,030 0,791 0,791 0,791 0,000 0,772 2,355
4 66666 6666 6666 1670 3856 7190
(Streblus
7 67 67 56 74 08
asper)
Total 24 0,038 1 1 1 0,000 1 3
4 2162
86

12
4.2.2 Hutan Musim
Jenis
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi IVi
Tumbuhan
Pohon 3 0,004 0,230 0,230 0,230 4,186 0,576 1,038
Asam 7244 7692 7692 7692 29E- 8731 4115
(Tamarindu 09 31 31 31 05 05 67
s indica)
Pohon 4 0,006 0,307 0,307 0,307 1,533 0,211 0,826
Kesambi 2992 6923 6923 6923 71E- 3469 7315
(Schleiche 13 08 08 08 05 03 19
ra oleosa)
Pohon 1 0,001 0,076 0,076 0,076 0,000 0,084 0,238
Citrus 5748 9230 9230 9230 0061 8852 7313
(Citrus 03 77 77 77 6 32 86
aurantifolia
)
Pohon 2 0,003 0,153 0,153 0,153 3,802 0,052 0,360
Gebang 1496 8461 8461 8461 86E- 4036 0959
(Corypha 06 54 54 54 06 38 46
utan)

Pohon Serut 3 0,004 0,230 0,230 0,230 5,405 0,074 0,536


(Streblus 7244 7692 7692 7692 71E- 4911 0295
asper) 09 31 31 31 06 22 83

Total 13 0,020 1 1 1 7,256 1 3


4724 86E-
41 05

13
4.2.3 Hutan Pantai
Jenis
Jumlah Di RDi Fi RFi Ci RCi IVi
Tumbuhan
Manting 4 0,006 0,666 0,666 0,666 8,908 0,937 2,270
(Syzygium 2992 66666 66666 66666 24E- 3520 6853
polyanthum) 13 7 7 7 05 11 45

Poh-pohan 2 0,003 0,333 0,333 0,333 5,953 0,062 0,729


(Pile 1496 33333 33333 33333 83E- 6479 3146
trinervia) 06 3 3 3 06 89 55

Total 6 0,009 1 1 1 9,503 1 3


4488 62E-
19 05

4.2.4 Hutan Ekoton


No. Jenis Tumbuhan
1 Pohon Gebang (Corypha utan)
2 Pohon Manting (Syzygium polyanthum)
3 Pohon Asam Jawa (Tamarindus indica)

4.2.5 Hutan Mangrove


No. Jenis Tumbuhan
1 Pohon Mangrove (Rhizopora apiculate)

14
BAB V. PEMBAHASAN

Taman Nasional Baluran, yang terletak di Banyuputih, Situbondo, Jawa


Timur, Indonesia, mempesona dengan keindahan dan keanekaragaman
ekosistemnya. Didirikan pada tahun 1980, taman nasional ini dikenal sebagai
"Afrika van Java" karena lanskapnya yang mirip savana Afrika. Salah satu daya
tarik utamanya adalah padang rumput luas yang dipenuhi oleh pohon-pohon khas
savana dan dikelilingi oleh perbukitan yang memperkaya panorama alamnya.
Taman Nasional Baluran juga mencakup hutan bakau yang menawarkan ekosistem
pesisir yang unik, serta hutan hujan yang menyimpan kekayaan flora dan fauna yang
beragam. Taman ini bukan hanya destinasi wisata yang menakjubkan, tetapi juga
memiliki peran penting dalam pelestarian alam. Sebagai kawasan konservasi,
Taman Nasional Baluran bertujuan untuk melindungi ekosistem dataran rendah
yang menjadi rumah bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Para pengunjung
dapat menikmati keindahan alam, menjelajahi beragam habitat, dan menemukan
satwa liar seperti rusa, kijang, banteng, dan berbagai jenis burung. Taman Nasional
Baluran bukan hanya menjadi tempat rekreasi yang menarik, tetapi juga menjadi
laboratorium alam bagi penelitian ilmiah dan upaya pelestarian lingkungan di Pulau
Jawa.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum atau penelitian saat ini yaitu
untuk alatnya ada tali tampar digumakan untuk membuat petak, tali rafia juga
hampir sama seperti tampar digunakan untuk membuat petak, pasak digunakan
untuk pegangan tali, parang atau golok digunakan untuk memotong dahan atau
ranting yang menghalangi jalan, soil tester untuk mengontrol kelembapan tanah,
termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan udara, anemometer untuk
mengukur kecepatan angin dan arah angin, lux meter untuk mengukur intensitas
cahaya, kompas untuk mengukur arah mata angin, kamera digital digunakan untuk
mengambil dokumentasi foto, kertas A4 untuk menulis ACC, Plastik ½ kg untuk
tempat sampel, kertas label untuk menamai label, gunting untuk memotong, selotip
kecil untuk menempelkan/merekatkan bahan, cetok untuk menggali atau meratakan
tanah, milimeter blok A3 untuk gambar lembar acc, penggaris untuk mengukur
gambar atau tinggi pohon, meteran untuk mengukur panjang atau luas tempat dan
tinggi pohon, dan papan dada digunakan sebagai penyangga saat menulis supaya

15
tidak menulis acc ditanah. Adapun bahan yang diperlukan meliputi akuades
digunakan untuk air minum supaya tidak dehidrasi dan kapas digunakan untuk jaga-
jaga ketika ada yang terluka.
Langkah kerja yang digunakan dalam prktikum atau penelitian ini yaitu pada
hutan evergreen, hutan musim, hutan savana, ekoton, dan hutan pantai
menggunakan metode petak tunggal dimulai dengan mengikat ujung tali tampar
pada pasak besar, dilanjutkan dengan mengulur tampar sejauh 10 meter ke dalam
hutan dan menandainya dengan rafia. Setelah itu, pembuatan plot besar dilakukan
dengan menggunakan tampar yang memiliki sisi sepanjang 25 meter. Selanjutnya,
dilakukan inventarisasi pohon dengan diameter lebih dari 20 cm dan tiang dengan
diameter antara 10-20 cm di dalam plot tersebut. Observasi dan pencatatan faktor
abiotik dan biotik dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah semua tahap selesai, alat-
alat yang digunakan dirapikan. Sementara itu, untuk langkah kerja di ekosistem
mangrove, persiapan dimulai dengan menyusun catatan dan mendengarkan
penjelasan tentang hutan mangrove lalu mencantumkan hasil pengamatan atau hasil
pendengaran kedalam laporan.
Taman Nasional Baluran memamerkan keberagaman enam ekosistem yang
unik. Begitu memasuki kawasan ini, pengunjung disambut oleh keindahan ekosistem
evergreen. Hutan evergreen, juga dikenal sebagai hutan hijau abadi atau hutan hujan
tropis, ditandai oleh pepohonan yang tetap hijau sepanjang tahun karena kurangnya
perubahan musim gugur yang khas. Curah hujan tinggi dan suhu yang hangat
mendukung pertumbuhan tanaman yang berlanjut, mempertahankan dedaunan hijau
yang konsisten sepanjang waktu. Tumbuhan dalam hutan ini memiliki daun lebar
yang tahan lama, serta beberapa spesies dilengkapi dengan daun berduri atau
berlendir untuk mengurangi penguapan air. Akar dangkal dan akar penyokong
merupakan adaptasi umum pohon evergreen untuk mendapatkan nutrisi dari lapisan
tanah atas yang kaya akan bahan organik.
Beranjak dari hutan evergreen, ekosistem kedua yang dapat dinikmati adalah
hutan musim. Hutan musim, yang juga dikenal sebagai hutan gugur atau hutan
deciduous, menunjukkan perubahan dedaunan seiring dengan pergantian musim.
Pada musim gugur, dedaunan pohon berubah warna menjadi kuning, oranye, dan
merah sebelum gugur di musim dingin. Di musim semi, dedaunan baru mulai
tumbuh. Tumbuhan di hutan musim telah beradaptasi dengan perubahan musim ini,
menyesuaikan warna dedaunan untuk menyerap lebih banyak cahaya matahari dan
16
mengatur siklus pertumbuhan serta dormansi. Beberapa spesies tumbuhan musim
juga memiliki duri atau bulu-bulu sebagai pertahanan terhadap pemakan dedaunan.
Savana atau padang rumput di Taman Nasional Baluran menampilkan
pemandangan yang mirip dengan savana Afrika, dengan rerumputan yang rendah dan
minim pohon. Vegetasi rerumputan yang melimpah memberikan pemandangan
terbuka dan luas. Pohon dan semak tumbuh jarang di savana Baluran, dengan
beberapa pohon besar yang tersebar di lanskap savana. Tanaman rumput memberikan
makanan dan perlindungan bagi berbagai hewan herbivora seperti banteng dan rusa,
serta menjadi habitat bagi beragam serangga, burung pemangsa, dan predator lainnya
Perjalanan di Taman Nasional Baluran ditutup dengan panorama pantai Bama
yang memperlihatkan tiga ekosistem utama, yakni hutan pantai, hutan mangrove, dan
ekoton. Hutan pantai, berlokasi di sepanjang garis pantai, terpapar langsung dengan
pengaruh ombak laut. Tanahnya berpasir dan terpengaruh oleh perubahan pasang
surut, membuatnya menjadi habitat tumbuhan yang mampu bertahan di daerah
pasang surut dengan akar yang kuat dan adaptasi khusus terhadap kelembaban, angin,
dan pasir yang terbawa ombak.
Hutan mangrove, tumbuh di wilayah pasang surut, memiliki lingkungan
berlumpur yang kaya bahan organik. Ini menciptakan kondisi yang mendukung
beragam organisme, termasuk ikan, kepiting, burung, dan lainnya. Tumbuhan
mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di daerah air asin dan berlumpur,
seperti akar udara atau akar sokong yang tumbuh di atas permukaan tanah atau
lumpur.
Ekoton di Taman Nasional Baluran merujuk pada daerah peralihan antara
savana, hutan mangrove, dan ekosistem pesisir. Ini merupakan titik pertemuan
berbagai jenis ekosistem yang menghasilkan keanekaragaman hayati yang tinggi,
menciptakan habitat unik yang mendukung beragam flora dan fauna.
Pengukuran faktor abiotik selanjutnya adalah hutan Savana. Saat di hutan
Savana tidak dilakukan pengukuran biotik (serasah) karena daerah ini merupakan
hutan padang rumput yang ditumbuhi tumbuhan semak belukar, tanaman berduri dan
beberapa pohon sehingga tidak dihasilkan biotik (serasah) Kemudian faktor abiotik
suhu dari ketiga ulangan hasilnya sama yaitu 36°C. Hasil pengukuran kelembaban
udara dengan menggunakan alat termohigrometer menunjukan nilai dari tiga
pengulangan dengan hasil yang sama yaitu 54%. Selanjutnya pengukuran intensitas
cahaya. Hasil pengukuran menunjukan nilai intensitas cahaya sebesar 826 lux, 583
17
lux, dan 986 lux. Lalu hasil pengukuran dari pH tanah yang diukur mulai dari
pengulangan pertama sampai ketiga memiliki hasil yang sama yaitu 6,8. Begitu juga
dengan kelembaban tanah dimana dari ketiga pengulangan didapatkan hasil 1%.
Pengukuran terakhir yaitu kecepatan angin dengan hasil 0,43 m/s pada pengulangan
1 dan 2, sedangkan pengulangan 3 kecepatan anginnya sebesar 0,52 m/s.
Pada ekosistem Hutan Mangrove, faktor-faktor non-hidup diukur untuk
memahami lingkungan tersebut. Serasah yang dihasilkan oleh berbagai pohon
memiliki nilai berbeda dari tiga pengukuran: 3 cm, 5,6 cm, dan 7 cm. Serasah ini
menjadi bagian penting dari kehidupan biotik di hutan Mangrove. Pengukuran
faktor abiotik mencatat suhu yang tinggi, mencapai 45°C, 42°C, dan 41°C karena
lokasinya dekat dengan pantai. Kelembaban udara yang cukup tinggi, mencapai
42%, 42%, dan 48%, juga tercatat. Cahaya matahari cukup menembus permukaan
hutan karena vegetasi dan kanopinya tidak terlalu rapat, dengan intensitas cahaya
mencapai 1.855 lux, 1.824 lux, dan 1.799 lux. Hasil pengukuran pH tanah
menunjukkan variasi nilai antara 6,8, 3,6, dan 6,8, sementara kelembaban tanah
bervariasi antara 1%, 7%, dan 1%, yang mungkin disebabkan oleh keberadaan dekat
pantai yang membuat lingkungan cenderung lembab. Kecepatan angin diukur
sebesar 0,85 m/s, 1,4 m/s, dan 1,5 m/s, yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu
daratan dan permukaan laut di sekitarnya.
Pengamatan selanjutnya dilakukan di Hutan Mangrove, di mana jenis utama
tumbuhan yang hidup adalah Pohon Mangrove (Rhizopora apiculate). Pohon
Mangrove hidup di lingkungan air payau dengan kemampuan bertahan pada
salinitas tinggi. Sistem perakarannya menggunakan akar tunjang dan cara
perkembangbiakannya melibatkan buah yang melepaskan diri dari pohon induk
sebelum tumbuh menjadi pohon baru. Pada saat buah jatuh ke tanah, tumbuh akar
baru. Proses pelepasan buah dilakukan dengan produksi zat gabus yang kedap air
sehingga terjadi pematangan buah. Pohon Mangrove memiliki bunga dengan putik
dan benang sari, yang memungkinkan identifikasi jenisnya berdasarkan perbedaan
dalam bentuk pohon, daun, bunga, dan buahnya. Peran utama Pohon Mangrove
adalah sebagai penahan abrasi dari air laut. Struktur dan batangnya yang kokoh
membantu menahan dan memecah ombak besar, melindungi daratan. Hutan
Mangrove juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi berbagai satwa laut,
memberikan tempat bagi mereka untuk berpijak dan bersembunyi dari predator.
Pada pengamatan di hutan Savana, ditemukan dua jenis pohon: Pohon Mimba
18
(Azadirachta indica) dan Pohon Bidara (Ziziphus mauritiana). Pohon Mimba
berjumlah 5 pohon dan memiliki nilai-nilai berikut dari perhitungan kepadatan,
frekuensi, luas penutupan, dan nilai pentingnya. Nilai kepadatan, frekuensi, luas
penutupan, dan nilai penting Pohon Mimba masing-masing adalah 0,008, 0,714,
0,086, dan 2,046. Sedangkan Pohon Bidara berjumlah 2 pohon dengan nilai-nilai
kepadatan, frekuensi, luas penutupan, dan nilai pentingnya adalah 0,003, 0,286,
0,053, dan 0,954.
Berdasarkan pengamatan dan analisis perhitungan, Pohon Mimba
(Azadirachta indica) memiliki nilai penting (IVi) tertinggi sebesar 2,046,
sedangkan Pohon Bidara (Ziziphus mauritiana) memiliki nilai terendah sebesar
0,954. Perbedaan ini terlihat dari beberapa faktor seperti kepadatan, frekuensi, dan
luas penutupan yang lebih besar pada Pohon Mimba dibandingkan dengan Pohon
Bidara. Sehingga, kesimpulannya adalah Pohon Mimba merupakan vegetasi pohon
yang dominan dalam ekosistem hutan Musim di wilayah yang diamati.
Ekosistem pada Taman Nasional Baluran yang dijelajahi adalah evergreen,
yang memiliki vegetasi pepohonan pohon serut (Streblus asper) berjumlah 19,
pohon timoho (Kleinhovia hospita L.) ditemukan berjumlah 1, pohon gebang
(Corypha utan) berjumlah 4 pohon. Dari penemuan vegetasi pohon tersebut maka
vegetasi tumbuhan pohon yang ditemukan berjumlah 24 individu. Ekosistem hutan
musim yaitu diketahui pohon asam (Tamarindus indica) berjumlah 3, pohon
kesambi (Schleichera oleosa) berjumlah 4, pohon citrus (Citrus aurantifolia)
berjumlah 1, pohon gebang (Corypha utan) berjumlah 2, dan pohon serut (Streblus
asper) berjumlah 3. Maka dapat dijumlahkan total vegetasi ekosistem hutan musim
berjumlah 13. Pada ekosistem hutan pantai diketahui pohon manting (Syzygium
polyanthum) berjumlah 4, pohon poh-pohan (Pile trinervia) ditemukan 2 dengan
total semua individu vegetasi pohon hutan pantai 6. Pada Taman Nasional Baluran
vegetasi didominasi oleh pepohonan yang mana setiap ekosistem dominasi
pohonnya berbeda-beda, seperti ekosistem evergreen yang dominasi vegetasinya
adalah pohon serut (Streblus asper), ekosistem hutan musim dominasi vegetasinya
yaitu pohon asam (Tamarindus indica, dan ekosistem hutan pantai didominasi oleh
pohon manting (Syzygium polyanthum). Taman Nasional Baluran merupakan
ekosistem hutan kering yang ada di pulau Jawa yang memiliki beberapa komponen
ekosistem hutan yang terdiri dari beberapa tipe vegetasi seperti evergreen, savana,
hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim, dan ekoton. Diantara banyaknya tipe
19
vegetasi yang ada di Kawasan Baluran, tipe savana yang paling mendominasi.
Di hutan evergreen, pengamatan mengungkap keberadaan tiga jenis pohon,
yaitu Pohon Timoho (Kleinhovia hospita L.), Pohon Serut (Streblusasper) dan
Pohon Gebang (Coryphautan). Pada jenis pertama, Pohon Timoho terdapat satu
pohon dengan nilai Kepadatan (Di) sebesar 0,006 dan Kepadatan Relatif 0,6667.
Frekuensi (Fi) Pohon Timoho mencapai 0,416667 dengan Frekuensi Relatif (Rfi)
yang sama. Luas Penutupan (Ci) Pohon Timoho adalah 5,14926E-06 dengan Relatif
Luas Penutupan (RCi) sebesar 0,023807668. Nilai penting (IVi) Pohon Timoho
mencapai 0,107141001 Sedangkan pada jenis kedua, Pohon Gebang, terdapat 4
pohon dengan Kepadatan (Di 0,0064 dan Kepadatan Relatif 0,166666667.
Frekuensi (Fi) Pohon Gebang adalah 0,166666667 dengan Rfi sebesar
0,166666667. Luas Penutupan (Ci) Pohon Gebang mencapai 4,40805E-05 dengan
RCi sebesar 0,203806658. Nilai penting (IVi) Pohon Gebang 0,537139991.
Terakhir pada jenis ketiga, Pohon Serut terdapat 19 pohon dengan Kepadatan (Di)
0,0304 dan Kepadatan Relatif 0,791666667. Frekuensi (Fi) Pohon Serut adalah
0,791666667 dengan Rfi sebesar 0,791666667. Luas Penutupan (Ci) Pohon Serut
mencapai 0,000167056 dengan RCi sebesar 0,772385674. Nilai penting (IVi)
Pohon Serut 2,35571900.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap faktor abiotik yang ada di Taman
Nasional Baluran diperoleh hasil sebagai berikut. Pengukuran pertama dilakukan di
hutan Evergreen. Terdapat 3 kali ulangan pengukuran untuk memperoleh hasil yang
akurat. Biotik (serasah) yang dihasilkan hutan Evergreen berurutan dari
pengulangan pertama, kedua dan ketiga adalah 3 cm, 2,5 cm, dan 1, 5 cm. Nilai
biotik (serasah) yang diukur menunjukan bahwa jumlahnya tidak terlalu banyak
dikarenakan mengambil pada pinggiran tepi hutan. Namun banyak sedikitbya
serasah yang terukur ini terjadi karena di hutan Evergreen kerapatan pohon sangat
tinggi yang menyebabkan banyaknya produksi serasah yang dihasilkan. Kemudian
faktor abiotik suhu pada ketiga pengulangan menunjukan nilai yang sama yaitu
38ᵒC. Suhu ini menunjukkan ukuran yang relative panas. Hasil pengukuran
kelembapan udara menggunakan alat termohigrometer menunjukan nilai dari tiga
pengulangan adalah 52%,52%, dan 52%. Kelembapan udara di hutan Evergreen
termasuk tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kondisi hutan yang lebat dengan
ukuran pohon yang besar dan tinggi serta jarak yang cukup rapat. Hasil pengukuran
intensitas cahaya sebesar 429 lux, 1900 lux dan 2540 lux. Hal ini menunjukan
20
bahwa intensitas cahaya di hutan Evergreen rendah karena vegetasi yang rapat dan
pohon- pohon yang tumbuh di hutan Evergreen memiliki kanopi yang besar
sehingga membuat cahaya matahari tidak mampu menembus lantai permukaan
tanah. Nilai pH tanah yang diukur mulai dari pengulangan pertama sampai ketiga
adalah 6,9 , 6,9 , dan 6,9. Hasil pengukuran kelembapan tanah di hutan Evergreen
sebesar 10%, 10%, dan 10%. Hasil pengukuran terakhir berupa kecepatan angin di
hutan Evergreen sebesar 0 m/s , 1,1 m/s, dan 0,5 m/s. Nilai tersebut menunjukan
angin yang berhembus tidak terlalu kencang yang mungkin terjadi karena vegetasi
yang rapat menyebabkan angin yang melewati hutan terpecah sehingga mengurangi
tekanan udara yang membuat angin bergerak lambat.
Hutan Pantai menjadi ekosistem selanjutnya yang dilakukan pengukuran
faktor abiotik. Di hutan Pantai biotik (serasah) yang dihasilkan cukup banyak
dengan nilai dari tiga pengulangan yaitu 3 cm, 5,6 cm, dan 7 cm. Serasah yang
ditemukan di hutan Pantai dihasilkan dari berbagai pohon yang tumbuh di daerah
tersebut. Pengukuran faktor abiotik yaitu suhu di hutan Pantai mencapai 45oC,
42oC, dan 41oC. Suhu yang diukur tinggi karena letaknya yang berdekatan dengan
pantai. Hasil pengukuran kelembapan udara di hutan Pantai adalah 42%, 42%, dan
48% yang tergolong cukup tinggi. Intensitas cahaya di hutan Pantai cukup tinggi
dengan nilai sebesar 1.855 lux, 1.824 lux, dan 1.799 lux karena vegetasi pohon yang
tidak terlalu rapat dan kanopi yang tidak terlalu besar membuat cahaya matahari
dapat menembus permukaan hutan. Hasil pengukuran pH tanah di hutan Pantai
menunjukan nilai sebesar 6,8, 3,6, dan 6,8. Hasil pengukuran kelembapan tanah
sebesar 1%, 7%, dan 1%. Kelembapan tanah dapat disebabkan karena letak hutan
yang berdekatan dengan pantai sehingga cenderung sangat lembab. Hasil
pengukuran kecepatan angin di hutan Pantai adalah 0,85 m/s, 1,4 m/s, dan 1,5 m/s
. Kecepatan angin ini disebabkan oleh perbedaan suhu daratan dengan suhu
permukaan laut.
Hasil pengamatan yang dilakukan di Hutan Pantai menemukan 2 jenis pohon
diantaranya Pohon Manting (Syzygium polyanthum), dan Pohon Poh-pohan (Pile
trinervia). Pada pohon ke-1 yaitu Pohon Manting (Syzygium polyanthum) ada 4
pohon. Dari hasil perhitungan 4 Pohon Manting (Syzygium polyanthum) memiliki
nilai Kepadatan (Di) sebesar 0,0064 dan nilai Kepadatan Relatif sebesar 0,6667.
Hasil perhitungan nilai Frekuensi (Fi) Pohon Manting (Syzygium polyanthum)
sebesar 0,6667 dengan Frekuensi Relatif (Rfi) sebesar 0,6667. Hasil perhitungan
21
Luas Penutupan (Ci) Pohon Manting (Syzygium polyanthum) diperoleh sebesar
0,8896 dan Relatif Luas Penutupan (RCi) sebesar 0,9375. Perhitungan nilai penting
(IVi) Pohon Manting (Syzygium polyanthum) sebesar 2,2709. Pada pohon ke-2
yaitu Pohon Poh-pohan (Pile trinervia) yang ditemukan berjumlah 2 pohon. Hasil
perhitungan dari Pohon Poh-pohan (Pile trinervia) memiliki memiliki nilai
Kepadatan (Di) sebesar 0,0032 dan nilai Kepadatan Relatif sebesar 0,3334. Hasil
perhitungan nilai Frekuensi (Fi) Pohon Pohpohan (Pile trinervia) sebesar 0,3334
dengan Frekuensi Relatif (Rfi) sebesar 0,3334. Selanjutnya hasil perhitungan Luas
Penutupan (Ci) Pohon Poh-pohan (Pile trinervia) sebesar 0,0593 dan Luas
Penutupan Relatif (RCi) sebesar 0,0624. Perhitungan nilai penting (IVi) Pohon Poh-
pohan (Pile trinervia) sebesar 0,7292.
Pengukuran selanjutnya dilakukan di hutan Musim. Pada pengukuran biotik
(serasah) di hutan Musim dari ketiga pengulangan yaitu 4 cm, 4,6 cm dan 3,5 cm.
Nilai abiotik (serasah) yang dihasilkan oleh hutan musim tergolong kecil. Pohon-
pohon yang tumbuh di hutan Musim tidak serapat dan rimbun seperti hutan
Evergreen sehingga serasah yang dihasilkan lebih sedikit. Hasil pengukuran suhu
menunjukan nilai sebesar 44 °c. Suhu yang tinggi di hutan Musim disebabkan
karena curah hujan yang rendah. Hasil pengukuran kelembapan udara menunjukan
nilai dari ketiga pengulangan adalah 38% dan 39%. Kelembapan udara termasuk
sedang dikarenakan kondisi hutan yang tidak terlalu rapat dan vegetasi yang kecil.
Hasil pengukuran intensitas cahaya di hutam Musim adalah 429 lux, 1900 lux dan
2540 lux. Hutan musim memiliki intensitas cahaya yang tinggi yang terjadi karena
vegetasi yang sedikit dan jarak antar pohon yang tidak terlalu rapat sehingga
membuat cahaya matahari bisa mengenai seluruh hutan. Hasil pengukuran pH tanah
menunjukan nilai 6,9. Hasil pengukuran kelembapan tanah di hutan Musim dalah
1,3%. Selanjutnya hasil pengukuran kecepatan angin di hutan musim dari ketiga
pengulangan adalah 0,8 m/s, 0,8 m/s dan 25,5 m/s.
Hasil pengamatan hutan Musim diperoleh 5 jenis tumbuhan yaitu Pohon
Asam (Tamarindus indica), Pohon Kesambi (Scheleichera oleosa), Pohon Citrus
(Citrus aurantifolia), Pohon Gebang (Coryphautan), Pohon Serut (Strepblusasper).
Pada pohon ke-1 yaitu Pohon Asam (Tamarindus indica) ditemukan 3 pohon. Dari
hasil perhitungan Pohon Asam (Tamarindus indica) memiliki nilai Kepadatan (Di)
sebesar 0,0047 dan nilai Kepadatan Relatif sebesar 0,23. Hasil perhitungan nilai
Frekuensi (Fi) sebesar 0,23 dengan Frekuensi Relatif (Rfi) sebesar 0,23. Hasil
22
perhitungan Luas Penutupan (Ci) sebesar 4,186 dan Relatif Luas Penutupan (Rci)
sebesar 0,576. Perhitungan nilai penting (IVi) sebesar 1,038. Pada pohon ke-2 yaitu
Pohon Kesambi (Scheleichera oleosa) yang ditemukan berjumlah 4 pohon. Hasil
perhitungan dari Pohon Kesambi (Scheleichera oleosa) memiliki memiliki nilai
Kepadatan (Di) sebesar 0,006 dan nilai Kepadatan Relatif sebesar 0,307. Hasil
perhitungan nilai Frekuensi (Fi) sebesar 0,307 dengan Frekuensi Relatif (RFi)
sebesar 0,307. Selanjutnya hasil perhitungan Luas Penutupan (Ci) sebesar 1,533
dan Luas Penutupan Relatif (RCi) sebesar 0,211. Perhitungan nilai penting (IVi)
sebesar 0,826. Pada pohon ke-3 yaitu Pohon Citrus (Citrus aurantifolia) berjumlah
1 pohon. Hasil perhitungan dari Pohon Citrus (Citrus aurantifolia) memiliki nilai
Kepadatan (Di) sebesar 0,001 dan nilai Kepadatan Relatif sebesar 0,076. Hasil
perhitungan nilai Frekuensi (Fi) Pohon Asam Jawa (Tamarindus indica) sebesar
0,076 dengan Frekuensi Relatif (Rfi) sebesar 0,076. Selanjutnya hasil perhitungan
Luas Penutupan (Ci) diperoleh sebesar 0,0000061 dan Relatif Luas Penutupan (Rci)
sebesar 0,084. Perhitungan nilai penting (IVi) sebesar 0,238. Pohon ke-4 yaitu
Pohon Gebang (Coryphautan) yang berjumlah 2 pohon. Hasil perhitungan dari
Pohon Gebang (Coryphautan) memiliki memiliki nilai Kepadatan (Di) sebesar
0,003 dan nilai Kepadatan Relatif (RDi) sebesar 0,153. Hasil perhitungan nilai
Frekuensi (Fi) sebesar 0,153 dengan Frekuensi Relatif (RFi) sebesar 0,153.
Selanjutnya hasil perhitungan Luas Penutupan (Ci) diperoleh sebesar 3,802 dan
Luas Penutupan Relatif (RCi) sebesar 0,052 Perhitungan nilai penting (IVi) sebesar
0,360. Hasil perhitungan dari Pohon Serut (Strepblusasper) memiliki memiliki nilai
Kepadatan (Di) sebesar 0,004 dan nilai Kepadatan Relatif (RDi) sebesar 0,230.
Hasil perhitungan nilai Frekuensi (Fi) sebesar 0,230 dengan Frekuensi Relatif (RFi)
sebesar 0,230. Selanjutnya hasil perhitungan Luas Penutupan (Ci) diperoleh sebesar
5,405 dan Luas Penutupan Relatif (RCi) sebesar 0,074 Perhitungan nilai penting
(IVi) sebesar 0,536.
Pengamatan di hutan Ekoton tidak melibatkan pengukuran atau perhitungan,
namun lebih pada identifikasi jenis tumbuhan yang ada di sana. Hasilnya mencatat
tiga jenis utama: Pohon Gebang, Pohon Asam Jawa, dan Pohon Manting. Pohon
Gebang memiliki ciri-ciri batang lurus, bunga di ujung, buah bola hijau pendek, dan
bisa mencapai 10-20 meter tingginya. Pohon Asam Jawa punya daun bersirip,
batang sulit dibedakan dari cabangnya, dan bisa tumbuh hingga 30 meter. Pohon
Manting dikenal sebagai Pohon Salam, memiliki batang halus, daun lonjong hingga
23
oval, buahnya berukuran 8-9 mm dan berwarna hijau ketika muda dan coklat saat
masak.

24
BAB VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Karakteristik 6 hutan ekosistem di Taman Nasional Baluran yaitu yang
pertama pada hutan evergreen ditandai dengan keberadaan pohon-pohon
yang hijau sepanjang tahun, karakteristiknya termasuk keanekaragaman
hayati yang tinggi, tingginya curah hujan, dan tanah yang subur. Hutan
musim mengalami perubahan musiman yang signifikan dalam hal curah
hujan dan suhu. Daun-daun pohon di hutan musim biasanya gugur selama
musim kering. Hutan musim juga dapat memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi. Hutan savana ditandai dengan padang rumput yang luas dan
tersebar dengan pohon-pohon yang jarang. Hutan savana biasanya
ditemukan di daerah dengan curah hujan yang lebih rendah dan musim
kering yang panjang. Ekoton adalah daerah transisi antara dua ekosistem
yang berbeda. Di Taman Nasional Baluran, ekoton mungkin terjadi antara
hutan musim dan hutan savana, atau antara hutan savana dan hutan pantai.
Ekoton sering kali memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi karena
adanya percampuran spesies dari kedua ekosistem. Hutan pantai terletak di
dekat garis pantai dan terpengaruh oleh kondisi lingkungan pesisir.
Karakteristiknya termasuk keberadaan pohon-pohon yang tahan terhadap
garam, pasokan air yang terbatas, dan peran penting dalam menjaga
kestabilan pantai.
6.1.2 Analisis vegetasi pada ekosistem hutan melibatkan pengamatan dan
penelitian terhadap komposisi tumbuhan, keanekaragaman spesies,
struktur hutan, dan distribusi vegetasi di area yang diteliti. Hasil analisis
vegetasi dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
ekosistem hutan, termasuk identifikasi spesies tumbuhan yang dominan,
tingkat keanekaragaman hayati, dan kondisi kesehatan ekosistem.
6.1.3 Kebakaran hutan terjadi di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo.
Sejumlah titik ikut terbakar, di antaranya kawasan Batangan serta
beberapa kawasan lainnya yang ada di wilayah Taman Nasional Baluran.

25
6.2 Saran
6.1.1 Saran Untuk Praktikan
Praktikan di sarankan untuk lebih hati-hati saat melakukan praktikum di
Taman Nasional Baluran, dan disarankan untuk memakai atribut yang aman
seperti sepatu boot, hal ini digunakan untuk melindungi diri dari serangan
hewan buas seperti ular dan terhidar dari tertusuk ranting, saat melakukan
praktikum juga para praktikan disarankan untuk meminum pil kina halini
digunakan supaya kebal terhadap serangan atau gigitan nyamuk serta
tambahannya bisa mengoleskan autan diseluruh badan supaya setelah
praktikum tidak terkena penyakit malaria.
6.1.2 Saran Untuk Asisten
Asisten disarankan untuk mengawasi para praktikan agar praktikan patuh
seperti halnya selalu mengenakan atribut yang aman seperti tetap memakai
spatu boot saat melakukan penelitian dan juga memastika para praktikan sudah
meminum pil kina dan mengolesi autan diseluruh badan supaya tidak terjadi hal
yang tak terduga, dan asisten disarankan untuk memberi tahu praktikan saat
mengumpulkan laporan tidak boleh telat dan harus tepat waktu.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi, B. L., & Musyarrafah, A. N. (2023). Studi Perilaku Harian Rusa Timor
(Cervus timorensis) di Kawasan Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo. Journal Of Matematic And Sciences, 7(1), 24-31.

Andrianto, M. S. (2020). Pengaruh bauran promosi dan destinasi wisata terhadap


keputusan berkunjung pada wisata Taman Nasional Baluran. Jurnal
Management dan Organisasi. 11(2), 71 - 82

Hariyanto, S., Fahmi, A.K., Soedarti, T., Suwarni, E.E. (2019). Vegetation and
community structure of mangrove in BAMA resort Baluran National Park
Situbondo East Java. Journal ISSN. 11(1), 132-139.

Isabela, K., Nurchayati, N. & Ardiansyah, F. (2022). Studi Analisis Arsitektur


Percabangan Pohon di Kawasan Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Kabupaten Situbondo. E.ISSN. 2(1).

Mafruhah, I., D. Suhardjanto, N. S. Mulyani, Supriyono, N. Istiqomah. E.


Gravitiani, D. Ismoyowati, dan Suryanto. (2021). Strategi Pengembangan
Pariwisata Berbasis Ekologi dan Edukasi Di Kawasan Waduk Kedung Ombo
Sragen. Yogyakarta: Jejak Pustaka.

Nuraida, D., Rosyida, S. Z. A., Widyawati, N. A., Sari, K. W., & Fanani, M. R. I.
(2022). Analisis Vegetasi Tumbuhan Herba Di Kawasan Hutan Krawak.
Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 9(2), 96-104.

Nurbaya, S. (2022). The National Parks of Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka


Obor Indonesia

Rahayu,S., A. W. A. Utami, C. Nugroho, E. Y. P. Sari, K. W. L. P. Sari, M. I. Aulia,


dan N. A. Ilsan. (2020). Footprint of macrofungi in the coastal forest in Bama,
Baluran National Park, East Java. Biota. 13(1), 30-40.

Sasea, L. I., S. Sueb, dan I. Ibrohim. (2022). Mangrove vegetation analysis in Bama
beach Baluran National Park. Biology Education Journal. 2(1), 1-10..

Saputri, R., Ratnadewi, Y. D., Tjitrosoedirdjo, S., & Setyawati, T. (2023). Analisis
Residu Herbisida dalam Pengendalian Gulma Berdaun Lebar Di Savana
Bekol Taman Nasional Baluran. EKOTONIA: Jurnal Penelitian Biologi,
Botani, Zoologi dan Mikrobiologi, 8(1), 17-21.

Setiawan, R., Siddiq, A. M., Pratiwi, A., & Susanto, M. A. D. (2023). Pola
Distribusi Dan Kepadatan Populasi Bulu Babi (Tripneustes gratilla Linnaeus,
1758) di Ekosistem Intertidal Pantai Bilik Taman Nasional Baluran. Journal
of Marine Research, 12(4), 630-638.

Supriatna. J., dan R. Lenz. (2022). Sustainable Environmental Management:


Lesson from Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
27
Sutomo, H. Kurniawan, E. Pujiono, D. Yuniati, M. H. Saputra, H. I. Januar, R.
Kuswandi, Y. Hadiyan, E. E. W. Hadi, I. Hidayah, N. Humaida, dan J. G.
Sukmawati. (2023). Karbon Hijau Savana Nusa Tenggara Timur. Bandung:
Media Sains Indonesia.

Ubaydillah, Y. Z., Yona, D., & Kasitowati, R. D. (2023). Analisis Kesesuaian


Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmocheyls imbricata) di Pantai Batu Hitam
dan Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Situbondo. Jurnal Kelautan
Tropis, 26(2), 203-214.

Wang, Y. (2020). Terrestrial Ecosystem and Biodiversity: Second Edition The


Handbook of Natural Resources Volume 1. Florida: CRC Press

Wulandari, S.A & Rohmah, A.N. (2023). Pengembangan Ecotourism Taman


Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo Melalui Edukasi Masyarakat
Lokal. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.3(1), 49-58.

28
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar (Foto Pelaksanaan Praktikum)


Dokumentasi Kelompok
Hutan evergreen

29
Lampiran 2. ACC Data Hasil Pengamatan Pertama

30
31
32
33
34
35
SS
36
JURNAL DAN BUKU

37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai