Anda di halaman 1dari 20

PENGAWASAN DAN KERANGKA AUDIT SYARIAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing Bank Syariah

Dosen Pengampu : Fikri Rizki Utama, SE.,M.S.Ak.,Akt.

Disusun oleh:

1. Bayu Akbar Saputra (2203022002)


2. Cahyani Wulandari (2203020005)
3. Dian Febriana (2203020009)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Lembaga keuangan syariah seperti halnya bank, memiliki karakteristik


berbeda dengan entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi
bentuk dan standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk
pelaksanaan auditnya. Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas Bank
Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga
kepatuhan terhadap prinsip prinsip dan aturan syariah dalam operasional
kegiatannya dan pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai
prinsip akuntansi bertema umum. Bank Syariah menjadi salah satu bagian dari
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang memiliki karakteristik berbeda dengan
entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi bentuk dan
standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk pelaksanaan
auditnya.

Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas Bank Indonesia (BI)
dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip dan aturan syariah dalam operasional kegiatannya dan
pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai prinsip akuntansi
bertema umum. Dalam hal ini. Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran
yang utama dalam pengendalian dalam aspek syariah dan auditor memiliki peran
utama dalam menguji (examination) penyajian laporan keuangan yang fair.

B. Rumusan Masalah

iv
C. Tujuan Makalah

v
BAB II

PEMBAHASAN
A. Landasan Audit Dan Pengawasan Bank Syariah

Pengawasan terhadap praktik di lembaga keuangan syariah (LKS),


terutama pada bank syariah. Secara syariah aspek pengen- dalian dan
pengawasan dinyatakan dalam QS. al-Ashr [103]: 1-3 yang terjemahannya
adalah:

Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam ke- rugian.


Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasehati
supaya menetapi kesabaran.

Dalam ayat ini, menunjukkan bahwa manusia pada umumnya akan


mengalami kerugian kecuali jika mampu saling memberi nasihat. Saling
memberi nasihat di sini dalam praktik lembaga keuangan syariah (LKS),
dapat diartikan bahwa adanya satu bagian khusus yang bertugas untuk
"melihat" kekurangan atau melakukan pengujian atas produk-produk bank
syariah. Bagian yang khusus bertugas di sini adalah Dewan Pengawasan
Syariah (DPS) yang akan memegang kendali "kesyariahan" produk.

Selanjutnya pada penafsiran atas QS. al-Hujurat [49]: 6 yang


terjemahan artinya adalah sebagai berikut:

‫يَأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِإْن َج اَء ُك ْم َفاِس ٌق ِبَنَبٍة َفَتَبَّيُنوا َأْن ُتِص يُبوا َقْو ًم ا ِبَجَهاَلٍة‬

‫َفُتْص ِبُحوا َع َلى َم ا َفَع ْلُتْم َنِدِم يَن‬

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

vi
Jika kita maknai ayat ini, menunjukkan pentingnya pemeriksaan
secara teliti atas sebuah informasi karena bisa menjadi penyebab terjadinya
musibah atau bencana.1 Dalam konteks audit syariah, pemeriksaan laporan
keuangan dan informasi keuangan lainnya juga menjadi sangat penting,
mengingat keduanya dapat menjadi sumber malapetaka ekonomi berupa
krisis dan sebagainya jika tidak dikelola secara maksimal.

Pengawasan lembaga keuangan syariah secara hukum positif adalah


Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga yang diberi otoritas oleh
pemerintah dalam pengawasan perbankan di Indonesia, termasuk
perbankan syariah.

Menurut Muhammad Firdaus NH, pengawasan bank syariah


(termasuk pula pengaturannya) pada dasarnya memiliki dua sisi, yaitu
pengawasan dari aspek:

1. kondisi keuangan, kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum


dan prinsip kehati-hatian bank
2. pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. 2
Berkaitan dengan hal itu maka struktur pengawasan perbankan syariah
lebih bersifat multilayer yang secara ideal akan terdiri dari:
a. Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki unsur-unsur; RUPS,
Dewan Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan, SKAI-
Internal Syariah Reviewer. Sistem pengawasan internal lebih
bersifat mengatur ke dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan
sistem kontrol untuk kepentingan manajemen.
b. Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur BI, Akuntan
Publik termasuk external syariah auditor, DSN dan
Stakeholder/Masyarakat Pengguna Jasa. Sistem pengawasan
eksternal pada dasarnya untuk memenuhi kepentingan nasabah dan
1
Abdul Nasser Hasibuan, Rahmad Annam, dan Nofinawati, AUDIT BANK SYARIAH, 1 ed.
(Jakarta: KENCAMA, 2022), hal. 43–44.
2
Marina, “KONSEP AUDIT DAN PENGAWASAN DI BANK SYARIAH,” Borneo: Journal
Islamic Studies 3 (Januari 2023).

vii
kepentingna publik secara umum yang dalam hal ini dilakukan oleh
BI dan DSN. Secara umum peran dan tanggung jawab BI lebih
kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan jaminan
pemenuhan prinsip syariah adalah tanggung jawab dan
kewenangan DSN dengan DPS sebagai perpanjangan tangannya.

Hal ini dijelaskan dalam Pasal 29 (1) (UU No. 7/1992 seba- gaimana
diubah dengan) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang berbunyi
pembinaan dan pengawasan bank dilakukan. oleh Bank Indonesia. Pasal 8
UU No. 3/2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia dinyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tiga tugas,
yaitu:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;


2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
3. Mengatur dan mengawasi bank. Pengaturan dan pengawasan LKS
yang dilakukan oleh Bi meliputi aspek produk dan transaksi.3

Banyaknya kegiatan bank syariah ditambah dengan kewajiban


menaati aturan syariah, perlu adanya pengawasan lembaga independen.
Tugas pengawasan aspek syariah atas kegiatan bank syariah ini menjadi
kewenangan Dewan Syariah Nasional (DSN).

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf m, dibentuknya


Dewan Pengawasan Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi LKS lebih
dekat wajib mengikuti fatwa DSN pedoman pengawasan maupun tata cara
penyampaian laporan hasil pengawasan telah diatur dalam Surat Edaran
No. 8/19/DPBS tanggal 24 Agustus 2006 Perihal Pedoman Pengawasan
Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi DPS. Laporan
hasil pengawasan syariah beserta kertas kerja pengawasan yang telah
disusun oleh DPS, sesuai dengan peraturan ini, disampaikan kepada.

3
Hasibuan, Annam, dan Nofinawati, AUDIT BANK SYARIAH, hal. 44–45.

viii
Direksi, Komisaris, DSN, dan juga BI. Laporan hasil pengawasan syariah,
setidaknya harus memuat:

1. Hasil pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap


fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI;
2. Opini syariah atas pedoman operasional dan produk yang di- keluarkan
oleh bank;
3. Hasil kajian atas produk dan jasa haru yang belum ada fatwa untuk
dimintakan fatwa kepada DSN MUI; dan
4. Opini syariah atas pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan
dalam laporan publikasi bank.

Laporan-laporan di atas, secara otomatis akan menjadi satu kesatuan


yang tidak dapat dipisahkan dengan laporan keuangan lembaga keuangan
syariah (LKS). Bagi lembaga keuangan syariah (LKS) yang berbentuk
BPRS atau bank, laporan keuangan mereka juga harus diaudit oleh kantor
akuntan publik (KAP).4

B. MEKANISME PENGAWASAN BANK SYARIAH

Di Indonesia, Bank Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam


Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mengatur secara
komprehensif mekanisme pengawas an di bank syariah meliputi
komposisi, karakteristik, struktur, dan mekanisme dasar yang harus
dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Selain itu, diatur juga tugas
dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS). Berikut dijelaskan
tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, dan dewan pengawas
syariah.

1. Dewan Komisaris

4
Hasibuan, Annam, dan Nofinawati, hal. 46–48.

ix
Peraturan perundang-undangan memberikan tanggung jawab. yang
jelas dan tegas terhadap tanggung jawab dewan komisaris. Mengingat
kedudukan dewan komisaris sebagai organ perseroan , tanggung jawab ini
bertujuan untuk menjamin agar dewan komisaris melakukan fungsi
pengawasan dengan iktikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab.
Kesalahan maupun kelalaian Dewan Komisaris yang menyebabkan
kerugian bagi perseroan harus dipertanggungjawabkan oleh dewan
komisaris.

PBI-2009 mengatur tugas dan tanggung jawab dewan komisaris


Jumlah anggota dewan komisaris paling kurang tiga orang dan paling
banyak sama dengan jumlah anggota direksi, terdiri dari komisaris dan
komisaris independen. Jumlah komisaris independen paling kurang 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris. Semua
anggota dewan komisaris harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia tentang penilaian kemampuan dan kepatutan (fit
and proper test). Selain itu, anggota dewan komisaris hanya dapat
merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat
eksekutif pada 1 (satu) lembaga/perusahaan bukan lembaga ke- uangan
dan tidak memiliki hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris
dan/atau anggota direksi.

2. Dewan direksi

Memiliki fungsi utama dalam manajemen, yakni menetapkan tujuan


strategik dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan sebagai acuan lembaga
keuangan islam. Kewajiban dan tanggung jawab otoritas pengambilan
keputusan untuk masing- masing level manajemen harus ditentukan
berdasarkan wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota
dewan direksi.

Dewan direksi juga memiliki kewajiban untuk menjaga trans- paransi


dalam menjalankan operasional perusahaan yang meng- acu pada standar

x
operasional lembaga keuangan syariah yang di- tentukan oleh Basel
Committee on Banking Supervision (BCBS), Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Ins- titutions (AAOIFI), Islamic
Financial Service Board (IFSB), atau- pun atas otoritas pengawas.

Dewan direksi tidak akan mampu menjalankan tanggung jawabnya


secara efektif tanpa didukung oleh sistem kontrol inter- nal yang bagus,
dewan direksi tidak mungkin akan bisa melakukan semua tugas tersebut
secara efektif, jika mereka hanya mengedepankan self interest dan
mengabaikan kepentingan para stakeholder yang meliputi para pemegang
saham, depositor, pegawai ataupun pihak lain yang berkepentingan.

Selain itu, dewan direksi harus memiliki profesionalitas, kom- petensi,


dan integritas moral yang sangat diperlukan untuk me- ngelola bank
syariah. Dewan direksi tidak boleh menerima keuntungan terselubung
untuk kepentingan pribadi mereka. Mereka tidak diperkenankan
memanipulasi harga saham, atau mendapatkan keuntungan lain- nya
terkait dengan pengetahuan mereka atas usaha bank. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan secara jujur dan sehat untuk mencegah terjadinya moral
hazard dalam manajemen bank.

3. Dewan pengawas syariah

Dewan pengawas syariah merupakan badan independen yang bertugas


melakukan pengarahan (directing), pemberian konsulta- si (consulting),
melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan (supervising) terhadap
kegiatan bank syariah dalam rangka me- mastikan bahwa kegiatan usaha
bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip syariah
sebagaimana telah ditentu- kan oleh fatwa dan syariah islam. Tugas utama
DPS adalah mengawasi pelaksanaan operasional bank dan produk-
produknya supaya tidak menyimpang dari aturan syariah.

Menurut standar AAOIFI, dewan syariah setidaknya harus terdiri atas


tiga anggota cendekiawan syariah yang diangkat ber- dasarkan rapat

xi
umum pemegang saham (RUPS) dan dalam ke- adaan tidak merangkap
jabatan sebagai konsultan di seluruh bank umum syariah dan/atau unit
usaha syariah. Hal ini perlu dilakukan karena DPS sebagai badan
independen dapat terlepas dari konflik kepentingan. Dalam pelaksanaan
tugasnya, diatur dalam Pasal 46 Peraturan Bank Indonesia (PBI)-2009.5

C. KERANGKA AUDIT SYARIAH

Dalam melaksanakan kegiatan audit di bank syariah, sebagaimana


yang diungkapkan oleh Nawal Binti Kasim bahwa kegiatan audit di bank
syariah terdiri atas tiga komponen, yaitu:

1. Audit internal yang dilakukan oleh auditor internal bank syariah yang
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah saji
yang bersifat materiel.
2. Audit eksternal yang dilakukan oleh auditor dari pihak luar bank
syariah seperti Bank Indonesia (BI) atau akuntan publik yang tugasnya
menguji kembali keakuratannya dari hasil au- dit internal.
3. Audit syariah dilakukan oleh auditor syariah bersertifikasi sertifikat
akuntansi syariah (SAS) yang bertugas untuk memas- tikan bahwa
produk dan transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.

Dalam melaksanakan audit syariah, maka seorang auditor ha- rus


menggunakan beberapa hal yang dilakukan pada audit bank syariah
meliputi:

1. Pengungkapan kewajaran penyajian laporan keuangan dan unsur


kepatuhan syariah,
2. Memeriksa akunting dalam aspek produk, baik sumber dana ataupun
pembiayaan,
3. Pemeriksaan distribusi profit,
4. Pengakuan pendapatan cash basis secara riil,
5
Hasibuan, Annam, dan Nofinawati, hal. 48–54.

xii
5. Pengakuan beban secara accrual basis,
6. Dalam hubungan dengan bank koresponden depositori, peng- akuan
pendapatan dengan bagi hasil,
7. Pemeriksaan atas sumber dan penggunaan zakat,
8. Ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-unsur yang tidak
sesuai dengan syariah.

Hal-hal di atas adalah unsur-unsur yang harus ada dalam au- dit
syariah, meskipun demikian prosedur audit yang telah ada te- tap memiliki
peran dalam audit pada perbankan syariah. Prosedur audit secara umum,
antara lain:

1. Prosedur analitis/mempelajari dan membandingkan data yang memiliki


hubungan,
2. Menginspeksi/pemeriksaan dokumen, catatan dan pemerik- saan fisik
atas sumber-sumber berwujud,
3. Mengkonfirmasi/pengajuan pertanyaan pada pihak intern atau ekstern
untuk mendapat informasi,
4. Menghitung dan menelusur dokumen,
5. Mencocokkan ke dokumen.6

Standar Auditing Accounting and Auditing Organization for Islamic


Financial Institutions (AAOIFI) mengeluarkan dan mengesahkan standar
audit yang berlaku di lembaga keuangan syari'ah, termasuk bank yang
banyak diacu di berbagai negara. Standar Auditing AAOIFI untuk audit
pada lembaga keuangan syari'ah mencakup lima standar, yaitu:

1. Tujuan dan prinsip (objective and principles of auditing )

Tujuan audit laporan keuangan, yaitu memungkinkan auditor


menyampaikan opini atas laporan keuangan tertentu dalam semua hal yang
material dan sesuai dengan aturan dan prinsip Islam, AAOIFI, standar

6
Hasibuan, Annam, dan Nofinawati, hal. 56–57.

xiii
akuntansi nasional yang relevan, serta praktik di negeri yang
mengoperasikan lembaga keuangan.

Adapun prinsip etika profesi, meliputi kebenaran, integritas, dapat


dipercaya, keadilan dan kewajaran, kejujuran, independen, objektivitas,
kemampuan profesional, bekerja hati-hati, menjaga kerahasiaan, perilaku
profesional dan menguasai standar teknis,

2. Laporan Auditor (auditor's report )

Elemen dasar dari laporan auditor mencakup judul, alamat, paragraf


pembukaan atau pengenalan, cakupan paragraf (gambaran dari audit),
acuan ASIFI dan standar nasional yang relevan atau praktik, uraian
pekerjaan yang dilakukan auditor. Paragraf opini berisi laporan keuangan,
tanggal laporan, alamat auditor, dan tanda tangan auditor.

Terkait ruang lingkup paragraf, laporan auditor harus menggambarkan


cakupan audit dengan menyatakan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai
ASIFI dan standar nasional yang relevan atau praktik telah sesuai dan
tidak melanggar aturan dan prinsip syari'ah. Laporan itu termasuk
pernyataan bahwa audit telah direncanakan dan dilaksanakan untuk
memperoleh jaminan layak mengenai laporan keuangan bebas dari
pernyataan salah yang material.

Laporan auditor harus menggambarkan:

a. pengujian, pada sebuah uji dasar, bukti yang mendukung sejumlah


laporan keuangan dan pengungkapan;
b. penilaian/penaksiran prinsip akuntansi yang digunakan dalam
persiapan laporan keuangan:
c. penilaian perkiraan signifikan yang dibuat oleh manajemen dalam
persiapan laporan keuangan;
d. pengevaluasian presentasi laporan keuangan secara keseluruhan.
3. keterlibatan audit (terms of audit engagement)

xiv
Auditor dan klien harus menyetujui ketentuan perjanjian. Istilah setuju
perlu disampaikan dalam surat penugasan audit sesuai kontrak. Isi dasar
surat perjanjian adalah dokumen surat penunjukan dan penegasan
tanggung jawab auditor untuk klien dan bentuk setiap laporan yang akan
diberikan oleh auditor.

4. Lembaga Pengawas Syariah (Shari'a Supervisory Board )

Shari'ah supervisory board berisi penunjukan, komposisi, dan laporan


Dewan Pengawas Syari'ah.

5. Tinjauan Syariah (Shari'a Review )

Shari'ah review merupakan pengujian yang luas dari kepatuhan


syari'ah sebuah LKS dalam seluruh kegiatannya. Pengujian ini meliputi
penunjukan, persetujuan, kebijakan, produk, transaksi, memorandum
(surat peringatan), dan anggaran dasar dari perserikatan, laporan keuangan,
laporan (khususnya audit internal dan pengawasan bank sentral), sirkulasi,
dan lain-lain.

Tujuan shari'a review adalah memastikan bahwa seluruh aktivitas yang


diselenggarakan dalam lembaga keuangan syariah tidak bertentangan
dengan syari'ah. Dewan Pengawas Syari'ah bertanggung jawab untuk
membuat dan mengungkapkan sebuah opini dari suatu Lembaga Keuangan
Syariah terhadap kepatuhannya pada syariah.

Secara ringkas, audit syariah terdiri atas 3 (tiga) tahap, yaitu

1. Perencanaan

Perencanaan audit harus disusun dengan mempertimbangkan risiko


yang dihadapi organisasi yang akan diauditnya. Dalam hal ini, auditor
internal harus memanfaatkan output dari hasil penilaian risiko dalam
perancangan program audit. Oleh karena itu, auditor harus memahami
proses dan alat yang digunakan dalam penilaian risiko tersebut.

xv
2. Pengujian

Dalam menyusun rencana audit secara menyeluruh, auditor memiliki


lima jenis pengujian yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
laporan keuangan disajikan dengan layak. Kelima jenis pengujian ini, yaitu
sebagai berikut.

a. Prosedur Pemahaman atas Pengendalian Internal


b. Pengujian Pengendalian
c. Pengujian Substansi
d. Prosedur Analitis
e. Pengujian Terperinci atas Saldo
3. Pelaporan

Unsur pokok laporan audit bentuk baku adalah:7

a. Judul laporan yang berbunyi "Laporan Auditor Independen";


b. Pihak yang dituju;
c. Paragraf pengantar (introductory paragraph);
d. Paragraf lingkup audit (scope paragraph);
e. Paragraf pendapat (opinion paragraph);
f. Tanda tangan auditor, nama, dan nomor register negara auditor;
g. Tanggal.

Menurut Muliadi, ada 5 jenis opini dalam laporan auditor independen


dalam melaksanakan kegiatan audit dalam suatu perusahaan atau lembaga
keuangan, yaitu:

1. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan


hahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang

7
A. Rusdiana dan Aji Saptaji, AUDITING SYARI’AH, 1 ed. (Jawa Barat: CV PUSTAKA SETIA,
2018), hal. 318–326.

xvi
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Opini wajar tanpa pengecualian, laporan ini diterbitkan jika mencakup


kondisi sebagai berikut:

a. Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan


ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
b. Auditor telah mematuhi ketiga standar umum auditing dalam
melakukan pengawasan.
c. Bukti audit yang memadai dan cukup telah dikumpulkan oleh
auditor
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia.
e. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor perlu untuk
menambah paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam
laporan audit.
2. Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (Unqualified
Opinion with Explanatory Language)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas


(atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit meskipun tidak
memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan hubung
keuangan auditan.

Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Penyebab


utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata
dalam laporan audit baku adalah:

a. Tidak adanya penerapan prinsip akuntansi berterima umum


(PABU) secara konsisten.
b. Adanya keraguan yang substansial mengenai kondisi going
concern (keberlanjutan usaha) dari entitas klien.
c. Auditor setuju dengan adanya penyimpangan dari prinsip-prinsip
akuntansi berterima umum.

xvii
d. Penekanan pada suatu hal atau masalah.
e. Laporan melibatkan auditor lainnya.
3. Wajar Dengan Pengecualian

Opini wajar dengan pengecualian, laporan ini diterbitkan jika terdapat


pembatasan ruang lingkup audit dan laporan keuangan tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum. Meski terdapat ketidaksesuaian dengan
PABU, secara umum penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
masih dapat dikatakan wajar.

4. Tidak Memberikan Pendapat

Opini tidak memberikan pendapat, laporan ini diterbitkan jika terdapat


pembatasa ruang lingkup audit dan auditor tidak independen.

5. Tidak Wajar

Opini tidak wajar, laporan ini diterbitkan jika laporan keuangan secara
materiel tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima.8

8
Hasibuan, Annam, dan Nofinawati, AUDIT BANK SYARIAH, hal. 61–62.

xviii
KESIMPULAN

Pengawasan lembaga keuangan syariah secara hukum positif


adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga yang diberi
otoritas oleh pemerintah dalam pengawasan perbankan di Indonesia,
termasuk perbankan syariah. Banyaknya kegiatan bank syariah ditambah
dengan kewajiban menaati aturan syariah, perlu adanya pengawasan
lembaga independen. Tugas pengawasan aspek syariah atas kegiatan bank
syariah ini menjadi kewenangan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan
pengawas syariah merupakan badan independen yang bertugas melakukan
pengarahan (directing), pemberian konsulta- si (consulting), melakukan
evaluasi (evaluating), dan pengawasan (supervising) terhadap kegiatan
bank syariah dalam rangka me- mastikan bahwa kegiatan usaha bank
syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip syariah
sebagaimana telah ditentu- kan oleh fatwa dan syariah islam. Standar
Auditing Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI) mengeluarkan dan mengesahkan standar audit yang
berlaku di lembaga keuangan syari'ah, termasuk bank yang banyak diacu
di berbagai negara.

DAFTAR PUSTAKA

xix
Hasibuan, Abdul Nasser, Rahmad Annam, dan Nofinawati. AUDIT BANK
SYARIAH. 1 ed. Jakarta: KENCAMA, 2022.
Marina. “KONSEP AUDIT DAN PENGAWASAN DI BANK SYARIAH.”
Borneo: Journal Islamic Studies 3 (Januari 2023).
Rusdiana, A., dan Aji Saptaji. AUDITING SYARI’AH. 1 ed. Jawa Barat: CV
PUSTAKA SETIA, 2018.

xx

Anda mungkin juga menyukai