Anda di halaman 1dari 7

Nama : Enjelika Sijabat

Kelas : 8 PGSD
1. Artikel penyebab bibir sumbing
Sumber: https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-bibir-sumbing
Labioskizis, cleft lip, atau bibir sumbing adalah kondisi ketika bibir bagian atas tidak terbentuk dengan
sempurna, sehingga tampak seperti muncul celah pada bibir. Kondisi ini merupakan kelainan bawaan
yang hanya bisa diatasi dengan operasi setelah lahir..
Celah pada bibir sumbing bisa muncul di bagian kanan, kiri, mapun tengah dari bibir. Biasanya, kondisi
ini juga disertai dengan munculnya celah di langit-langit mulut, disebut juga dengan langit-langit sumbing
(cleft palate atau palatoschisis). Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya bibir sumbing? Mari simak
selengkapnya di bawah ini.
Apa itu Bibir Sumbing (Labioskizis)?
Cleft lip, bibir sumbing, atau labioskizis adalah belahan atau bukaan pada bibir bagian atas yang terjadi
ketika jaringan yang membentuk bibir tidak bergabung dan menutup sepenuhnya sebelum kelahiran. Bibir
sumbing bisa terjadi secara unilateral (pada satu sisi bibir) atau bilateral (pada dua sisi bibir). Kondisi ini
biasanya juga disertai dengan celah di langit-langit mulut (cleft palate).
Bayi dengan kondisi bibir sumbing dapat mengalami kesulitan menelan dan berbicara normal seperti bayi
pada umumnya. .
Penyebab Bibir Sumbing
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa bibir sumbing terjadi ketika jaringan yang membentuk bibir
tidak menyatu atau menutup dengan sempurna sebelum kelahiran. Normalnya, proses pembentukan bibir
bayi mulai terjadi pada usia kehamilan 4–7 minggu. Jika terjadi gangguan pada proses penyatuan jaringan
pembentuk bibir pada tahap ini, maka akan terjadi bibir sumbing.
Meski penyebab dari beberapa kasus bibir sumbing tidak diketahui, namun terdapat dugaan bahwa
kelainan bawaan ini berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
1. Masalah Genetik
Faktor genetik diyakini memiliki peranan besar pada terjadinya bibir sumbing. Risiko seorang ibu
melahirkan bayi dengan bibir sumbing akan semakin besar apabila memiliki riwayat keluarga dengan
kondisi serupa .
2. Faktor Lingkungan
Perlu diketahui bahwa lingkungan berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang bayi selama berada di
dalam kandungan. Misalnya, ibu hamil yang terpapar bahan kimia maupun terkena infeksi virus atau
bakteri memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan kondisi bibir sumbing.

Faktor Risiko Bibir Sumbing


Adapun berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi dengan bibir
sumbing adalah sebagai berikut:
 Memiliki berat badan berlebih (obesitas) saat hamil.
 Mengandung bayi berjenis kelamin laki-laki.
 Diabetes sebelum hamil
 Sering terapar asap rokok selama hamilL
 Mengonsumsi alkohol selama hamil.
 Kekurangan asam folat saat hamil.
 Mengonsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan, seperti obat-obatan antiepilepsi.

Gejala Bibir Sumbing


Adapun tanda-tanda atau gejala bibir sumbing pada bayi adalah:
 Muncul celah pada bibir bagian dengan atau tanpa celah di langit-langit mulut, bisa terjadi
pada salah satu maupun kedua sisi bibir.
 Celah tampak seperti sobekan kecil dari bibir melewati gusi atas hingga ke bagian bawah
hidung.
 Kesulitan saat makan.
 Kesulitan menelan, di mana cairan atau makanan dapat keluar dari hidung.
 Terdengar suara berbicara dari hidung.
 Menderita infeksi telinga kronis.
 Diagnosis Bibir Sumbing

Terkadang, bibir sumbing bisa terdeteksi saat pemeriksaan kehamilan atau USG kehamilan pada
minggu ke-18 sampai ke-21 kehamilan. Pada usia kehamilan tersebut, umumnya, kelainan pada area
wajah janin sudah dapat terlihat melalui USG.
Jika ditemukan adanya kelainan pada wajah dan bibir, dokter akan merekomendasikan ibu hamil
menjalani prosedur amniosentesis, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil sampel
cairan ketuban untuk memastikan adanya kelainan genetik pada bayi.
Cara Mengatasi Bibir Sumbing
Kondisi bibir sumbing sering kali menyebabkan anak kesulitan makan dan minum serta berbicara.
Sehingga, tujuan dari pengobatan bibir sumbing adalah memperbaiki kemampuan makan,minum, dan
berbicara, serta penampilan wajah anak. Bibir sumbing hanya bisa diobati melalui operasi secara
bertahap.
Persiapan Operasi
Sebelum prosedur operasi dilakukan, dokter akan memasangkan alat khusus di bibir, mulut, dan
hidung pasien untuk mengoptimalkan hasil perbaikan bibir sumbing, yang meliputi:
 Nasal elevator, untuk mencegah celah semakin melebar ke hidung dan membantu membentuk
hidung bayi.
 Nasal alveolar molding (NAM), untuk mendukung pembentukan jaringan bibir bayi sebelum
operasi.
 Lip-taping regimen, untuk menyatukan kedua celah pada bibir bayi.

Prosedur Operasi
Operasi untuk mengoreksi bibir sumbing ini umumnya baru bisa dilakukan ketika anak sudah
berusia 3–4 bulan. Untuk menutup celah di bibir, dokter bedah akan membuat sayatan di kedua
sisi celah bibir dan membuat lipatan jaringan (tissue flaps). Flap kemudian dijahit menjadi satu,
termasuk otot bibir.
Operasi bibir sumbing dapat dilakukan dalam satu atau dua tahap, tergantung dari seberapa luas
celah pada bibir. Pada beberapa kasus, dokter juga melakukan operasi lanjutan untuk
memperbaiki penampilan hidung yang terdampak. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah
operasi bibir sumbing selesai..
Adapun langkah-langkah lengkap dalam operasi bibir sumbing adalah sebagai berikut:
1. Dokter akan menandai tempat untuk membuat sayatan pada bibir.
2. Melakukan sayatan (insisi) pada kedua sisi celah bibir.
3. Mengendurkan kulit bibir bagian tengah sebelum melonggarkan otot orbicularis oris.
4. Menutup otot orbicularis oris dan membentuk philtrum ridge.
5. Penutupan celah bibir selesai.
Komplikasi Bibir Sumbing
Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka beberapa komplikasi yang bisa disebabkan oleh
bibir sumbing adalah sebagai berikut:
o Gangguan fungsi pendengaran dan infeksi telinga.
o Kesulitan berkomunikasi atau berbicara.
o Masalah pertumbuhan gigi.
o Kesulitan menyusu, makan, dan minum, sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
o Masalah sosial, emosional, dan perilaku karena penurunan rasa kepercayaan diri.

Bisakah Bibir Sumbing Dicegah?


Sebetulnya, tidak ada cara yang bisa mencegah bibir sumbing sepenuhnya. Namun, beberapa upaya yang
dapat dilakukan oleh orang tua, khususnya ibu hamil untuk mengurangi risiko anak terlahir dengan bibir
sumbing adalah:
 Menjalani skrining genetik saat merencanakan kehamilan.
 Mengonsumsi makanan sehat untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang ibu hamil.
 Menghindari kebiasaan merokok dan minuman beralkohol terutama saat sedang hamil.
 Menghindari konsumsi obat dan suplemen tanpa resep dokter.
 Menjaga berat badan ideal.
 Menjalani pemeriksaan prenatal secara rutin, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh
dokter.
 Mengonsumsi vitamin prenatal sesuai dengan anjuran dokter.

Maka dari itu, pemeriksaan secara rutin dan perawatan yang optimal sangat diperlukan untuk ibu hamil.
Untuk mendapatkannya, Anda dapat mengunjungi NEST di Siloam Hospitals TB Simatupang dan Siloam
Hospitals Sriwijaya Palembang. Bersama NEST, ibu hamil akan mendapatkan layanan dan fasilitas
kesehatan lengkap yang didukung oleh tim dokter multidisiplin, seperti dokter spesialis kandungan, anak,
anestesi, gizi klinis, konsultan laktasi, serta bidan dan tenaga medis professional.
2. Analisis penyakit warisan (Buta warna)
Sumber : https://www.mitrakeluarga.com/artikel/buta-warna

Istilah buta warna seringkali diartikan sebagai kondisi ketika mata tidak dapat melihat dan membedakan
semua warna sama sekali (buta warna total). Tetapi, orang yang tidak dapat membedakan warna tertentu
juga disebut sebagai buta warna, yang dalam kondisi ini disebut buta warna parsial. Biasanya jenis buta
warna yang paling sering ditemukan adalah penderitanya sulit melihat warna merah dan hijau

Seseorang mendapatkan penyakit buta warna sejak ia lahir dan terjadi seumur hidup. Kondisi ini lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.

Sebagian besar orang tidak menyadari bahwa ia menderita buta warna. Mungkin mereka menyadari
karena hilangnya kepekaan terhadap warna.

Nah, agar Sahabat MIKA lebih mengenali buta warna dan bisa mendapatkan penanganan lebih tepat, yuk
ketahui apa saja gejala, penyebab, jenis-jenis, dan cara mendiagnosisnya pada artikel berikut.

Ciri-ciri dan gejala buta warna

Buta warna, dalam istilah medis dikenal sebagai defisiensi penglihatan warna adalah kondisi ketika
seseorang tidak dapat melihat warna sebagaimana mestinya.

Kebanyakan orang dengan kondisi ini mengalami kesulitan untuk membedakan warna antara warna
merah, kuning dan hijau. Masalah ini cenderung umum yang mempengaruhi 1 dari 12 pria dan 1 dari 200
wanita.

Ada beberapa gejala penyakit buta warna yang dapat Sahabat MIKA kenali, yaitu:

 Sulit membedakan antara merah, oranye, kuning, coklat dan hijau.


 Warna-warna tersebut tampak lebih kusam daripada yang terlihat oleh orang yang memiliki
penglihatan normal.
 Kesulitan membedakan antara nuansa ungu.
 Bingung dengan merah dan hitam.
 Pada kasus yang jarang terjadi, beberapa orang mengalami masalah dengan warna biru, hijau, dan
kuning (buta warna biru-kuning).

Dalam kehidupan sehari-hari, orang dengan buta warna selalu salah dalam menebak warna. Ketika
memasak daging merah, Sahabat MIKA juga terkadang merasa kesulitan untuk membedakan warna saat
masih mentah dan yang matang karena warnanya terlihat sama.

Tak hanya itu, mereka juga mungkin akan merasa kesulitan untuk membedakan warna lampu lalu lintas.

Penyebab buta warna


Apabila mata normal, tentu bukan hal yang sulit untuk mengetahui dan membedakan warna. Namun,
melihat warna di seluruh spektrum cahaya adalah proses kompleks yang dimulai dengan kemampuan
mata untuk merespons panjang gelombang cahaya yang berbeda.

Indera penglihatan kita memiliki sel-sel saraf yang secara khusus dapat bereaksi terhadap warna dan
cahaya. Sel-sel inilah yang dapat mendeteksi terang, gelap, dan tiga pigmen warna (merah, hijau, dan
biru).

Seseorang dengan defisiensi penglihatan warna mengalami kerusakan pada sel yang mendeteksi pigmen
warna ini. Maka, yang terjadi warna tertentu atau bahkan seluruh warna, sulit dikenali dan dibedakan.

Adapun sejumlah pemicu yang menyebabkan hal ini dapat terjadi diantaranya:

 Turunan. Sebagian besar kasus buta warna adalah penyakit yang diturunkan dari orang tua ke
anak, dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Tingkat keparahan yang diturunkan bisa
ringan, sedang atau berat, biasanya mempengaruhi kedua mata, dan tingkat keparahannya tidak
berubah seumur hidup.
 Penyakit tertentu. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan defisit warna adalah anemia sel
sabit, diabetes, penyakit Alzheimer, multiple sclerosis, glaukoma, penyakit
Parkinson, alkoholisme kronik, dan leukemia.
 Efek samping dari obat-obatan tertentu. Mengonsumsi obat tertentu dapat memberikan efek
samping terhadap penglihatan warna. Beberapa obat yang dimaksud antara lain obat untuk
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit autoimun tertentu, infeksi, gangguan
saraf, disfungsi ereksi, hingga masalah psikologis.
 Penuaan. Kemampuan untuk melihat warna menurun secara perlahan seiring bertambahnya usia.
 Bahan kimia. Terkena paparan bahan kimia tertentu, terutama karbon disulfida dan pupuk,
memicu hilangnya penglihatan warna.

Jenis-jenis buta warna

Penyakit buta warna yang paling sering terjadi adalah jenis buta warna parsial yang menyebabkan mata
tidak dapat mendeteksi warna tertentu. Hanya sedikit orang saja yang mengalami buta warna total.

Sahabat MIKA, berikut ini informasi lebih lengkap mengenai macam-macam buta warna:

Buta Warna Merah-Hijau

Jenis yang pertama merupakan bagian dari buta warna parsial ketika seseorang tidak dapat mendeteksi
warna merah dan hijau.

Hal ini terjadi ketika fotopigmen di sel sensitif panjang gelombang (kerucut) merah atau hijau mata tidak
berfungsi dengan baik. Jenis buta warna parsial satu ini memiliki beberapa kondisi, antara lain:

 Deuteranomaly: terjadi ketika warna kuning dan hijau terlihat lebih merah, dan sulit
membedakan biru dari ungu.
 Protanomaly: terjadi ketika warna oranye, merah, dan kuning terlihat lebih hijau, dan warnanya
terlihat kurang cerah. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
 Protanopia: terjadi ketika warna merah hanya terlihat abu-abu gelap. Beberapa nuansa oranye,
kuning, dan hijau terlihat kuning.
 Deuteranopia: terjadi ketika warna merah mungkin terlihat kuning kecoklatan, dan hijau
mungkin terlihat krem.

Buta Warna Biru-Kuning

Selanjutnya juga merupakan buta warna parsial biru-kuning yang terjadi ketika fotopigmen kerucut biru
hilang atau tidak berfungsi dengan benar. Kondisi ini mempengaruhi pria dan wanita secara setara.

Ada dua kondisi buta warna biru-kuning antara lain:

Tritanomaly: kondisi ini terjadi ketika biru terlihat lebih hijau, dan sulit membedakan merah muda dari
kuning dan merah.

Tritanopia: ketika biru terlihat hijau, dan kuning terlihat abu-abu muda atau ungu.

Buta Warna Total (monokromasi)

Buta warna total atau monokromasi, terjadi ketika seseorang tidak melihat warna sama sekali.
Penglihatan juga mungkin tampak tidak begitu jelas. 10% dari penderita buta warna total, hanya dapat
melihat warna putih, hitam, dan abu-abu saja.

Terdapat dua jenis buta warna total, diantaranya:

 Monokromasi kerucut: sulit untuk membedakan satu warna dari yang lain karena 2 dari 3
fotopigmen sel kerucut (merah, hijau, atau biru) tidak berfungsi. Akibatnya, Anda juga mungkin
mengalami rabun jauh dan mengalami nistagmus atau gerakan mata yang tidak terkendali.
 Monokromasi batang (achromatopsia): bentuk buta warna yang paling parah karena tidak ada
satu pun dari sel kerucut memiliki fotopigmen yang berfungsi. Akibatnya, dunia hanya tampak
berwarna hitam, putih, dan abu-abu. Cahaya terang dapat melukai mata Anda, dan Anda mungkin
mengalami gerakan mata yang tidak terkendali (nystagmus).

Diagnosis Buta Warna

Ketika Sahabat MIKA memiliki kecurigaan mengalami buta warna, maka dapat mengunjungi optometrist
maupun Dokter Spesialis Mata. Selanjutnya, dokter pun akan melakukan tes buta warna untuk
mendiagnosis kondisi tersebut pada pasien.

Sebenarnya, terdapat beberapa jenis tes buta warna yang dapat dilakukan. Tetapi, ada dua jenis
pemeriksaan yang paling umum, yaitu:

 Tes Ishihara yaitu tes yang paling sering digunakan dan mungkin pernah Sahabat MIKA lakukan.
Tes ini dilakukan dengan menebak angka atau huruf yang tertera secara samar pada gambar
berupa titik-titik berwarna.
 Tes penyusunan warna, yaitu pasien akan diminta menyusun warna yang berbeda sesuai dengan
gradasi tingkat kepekatan warna.
Selain itu, dokter juga mungkin dapat melakukan pemeriksaan tambahan untuk mencari tahu penyebab
lain buta warna dengan sejumlah tes konfirmasi yang mungkin lebih kompleks.

Saat ini memang terdapat berbagai jenis tes online memakai teknik serupa yang dapat membantu
mendeteksi kemungkinan buta warna. Tetapi, Sahabat MIKA sebaiknya melakukan tes yang tepat di
dokter spesialis mata jika Anda memiliki kekhawatiran tentang penglihatan warna.

Bisakah buta warna disembuhkan?

Sayangnya, buta warna adalah penyakit turunan yang terjadi seumur hidup sehingga belum ditemukan
pengobatan untuk menyembuhkannya. Penderita buta warna akan diminta untuk beradaptasi agar dapat
hidup dengan normal.

Pada kondisi ringan, sebenarnya buta warna tidak mengganggu Anda untuk dapat beraktivitas
sebagaimana mestinya.

Dokter Spesialis Mata mungkin dapat membantu Anda mendapatkan alat bantu penglihatan sehingga
mampu beradaptasi dengan lebih baik. Salah satunya dengan memakai kacamata yang dilengkapi lensa
khusus untuk mengurangi tumpak tindih gelombang cahaya. Kacamata ini dapat membantu mata melihat
warna dengan lebih baik.

Sementara untuk kasus buta warna yang penyebabnya adalah penyakit atau cedera, masih bisa ditangani
dengan cara menyembuhkan penyebabnya.

Sebagai cara untuk beradaptasi, Anda dapat melakukan hal-hal seperti:

 Mengingat urutan warna pada lampu lalu lintas.


 Beri label pada pakaian warna.
 Gunakan lampu atau pencahayaan yang terang agar Sahabat MIKA dapat melihat warna lebih
jelas.
 Mintalah orang lain ketika mengalami situasi sulit yang berhubungan dengan warna.
 Gunakan lensa kontak atau kacamata khusus untuk membantu melihat warna maupun
mengurangi intensitas cahaya yang dapat mengganggu penglihatan.
 Apabila memungkinkan, gunakan teknologi pendukung seperti aplikasi khusus yang dapat
mendeteksi warna suatu objek
 Selalu rutin berkonsultasi dengan dokter.

Anda mungkin juga menyukai