Anda di halaman 1dari 7

Makna Hak dan Kewajiban serta Dasar Hukum & Sejarah HAM

KELOMPOK 1
1. Abhista Ardra Praptama (1)
2. Azalia Asha Nosra (7)
3. Devino Rizqi Pane (11)
4. Dizka Rizkita Feby (14)
5. Laudya Putri Anodya (21)
6. Ratu Rahmadani Fadhillah (27)
7. Kireina Lamia Parsa D (36)
1. Makna Hak dan Kewajiban Menurut Para Ahli

 HAK

1. Srijanti
Unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku,
melindungi kebebasan individu, serta menjamin kesempatan bagi manusia
untuk menjaga harkat dan martabatnya.

2. Prof. Dr. Notonegoro


Kuasa atau hak istimewa untuk menerima atau melakukan sesuatu
yang semestinya, dan hak tersebut tidak dapat dilakukan oleh pihak lainnya.

3. Soejono Soekanto
Hak yang melekat pada setiap individu terbagi menjadi dua yaitu
hak searah atau relatif dan hak jamak arah atau absolut. Hak searah atau
relatif merupakan hak yang ada dalam hukum perjanjian. Contohnya adalah
hak menagih yang sudah ada perjanjian atau ikatan sebelumnya untuk
ditagih. Sedangkan hak jamak arah atau absolut berwujud layaknya sebuah
hak yang terdapat dalam aturan hukum dan diatur oleh negara. Aturan ini
biasa disebut hukum tata negara.

4. Sudikno Mertokusumo
Kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan tersebut
adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi,
dan mengandung arti kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum
yang berlaku.

5. John Salmond
Menurut John Salmond, terdapat empat jenis hak, yaitu:

 Hak dalam arti sempit, yang biasanya dipahami sebagai pasangan


dari kewajiban.
 Hak dalam arti kemerdekaan, yaitu hak yang memberikan
kebebasan pada individu untuk melakukan, menerima, dan memiliki
sesuatu.
 Hak dalam arti kekuasaan, yaitu hak yang diberikan pada individu
dan digunakan melalui proses hukum.
 Hak dalam arti kekebalan, yaitu hak yang memungkinkan individu
untuk terlepas dari kekuasaan hukum individu lain.
 KEWAJIBAN

1. John Salmond
Suatu hal yang harus dikerjakan oleh seseorang. Jika kewajiban
tersebut tidak dipenuhi, maka seseorang bisa mendapatkan sanksi atau
konsekuensi.

2. Prof. Dr. Notonegoro


Beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya diberikan atau
dilakukan oleh pihak tertentu. Kewajiban ini tidak dapat digantikan oleh
pihak lain dan pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh pihak yang
berkepentingan.

3. Soejono Soekanto
Menurut Soerjono Sukanto, pengertian kewajiban dibagi menjadi lima
jenis, yaitu:

 Kewajiban mutlak yang merupakan kewajiban terhadap diri


sendiri
 Kewajiban publik yang merupakan kewajiban untuk mematuhi
peraturan atau hukum yang berhubungan dengan kepentingan
publik
 Kewajiban positif yang merupakan kewajiban untuk melakukan
sesuatu
 Kewajiban universal (umum) yang berlaku secara umum atau
berlaku untuk seluruh warga negara tanpa terkecuali
 Kewajiban primer yang merupakan kewajiban yang dilakukan
sehari-hari, berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita, dan
bukan merupakan kewajiban yang berhubungan dengan hukum.

4. Sudikno Mertokusumo
Suatu tindakan atau pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang
atau suatu kelompok dalam rangka menjalankan norma atau aturan yang
berlaku di masyarakat. Kewajiban bisa berupa kewajiban hukum yang
diatur oleh undang-undang atau peraturan, maupun kewajiban moral yang
berhubungan dengan etika atau tata krama dalam bergaul dengan sesama
manusia.
5. George Nathaniel Curzon
Tindakan yang harus dilakukan dan diselesaikan, dan terdapat beberapa
jenis kewajiban. Curzon membagi kewajiban menjadi 5 jenis, yaitu:

 Kewajiban mutlak, yang merupakan kewajiban yang harus


dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri dan tidak
berkaitan dengan hak atau kewajiban pihak lain.
 Kewajiban publik, yang berkaitan dengan hak-hak publik.
 Kewajiban positif dan negatif, yang mengacu pada kewajiban
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
 Kewajiban umum, yang ditujukan kepada semua warga negara
yang tinggal dan hidup di suatu negara secara umum.
 Kewajiban primer, yang muncul dari tindakan atau perilaku
seseorang yang tidak melawan hukum.

2. Dasar Hukum HAM

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 28I


ayat (4)
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah.”

 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal


71
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-
Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional
tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.”

 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2016 tentang


Pelayanan Komunikasi Masyarakat terhadap Permasalahan Hak Asasi
Manusia. Pasal 10 ayat (1) Huruf d
“Penyampaian Permasalahan HAM yang dikomunikasikan secara tidak
langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat menggunakan
aplikasi online.”
3. Sejarah HAM
Setiap manusia yang terlahir di dunia ini dianugerahi hak asasi manusia yang
melekat pada dirinya sejak lahir hingga meninggal dunia. Pembahasan tentang
pengertian hak asasi manusia dijelaskan dalam buku berjudul Penegakan Hukum dan
Hak Asasi Manusia di Era Otonomi Daerah yang disusun oleh Johan Jasin (2019:87).
Dijelaskan dalam buku tersebut bahwa secara umum hak asasi manusia dapat
didefinisikan sebagai hak yang dimiliki seorang manusia yang sangat asasi dan tidak
bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya. Hak ini juga tidak dapat dihilangkan oleh
siapapun baik itu oleh kelompok atau oleh lembaga manapun.

Tanggal 10 Desember 1948 adalah tonggak sejarah hak asasi manusia di dunia
dengan disahkannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Sehingga
pemenuhan, perlindungan dan penghormatan mesti dijalankan oleh bangsa yang
beradab. Termasuk Indonesia yang sudah meratifikasi beberapa konvenan tentang hak
aasi manusia (HAM) mulai dari konvensi hak sipil politik, hak ekonomi sosial dan
budaya, dan yang lain. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Indonesia yang besar dan
multikultural menjunjung tinggi hak asasi manusia. Di Indonesia, kesadaran penegakan
HAM dimulai sejak RA Kartini menyuarakan gagasannya. Dalam buku berjudul
Konsep Dasar Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia yang ditulis oleh Idik Saeful
Bahri (2021: 145) dijelaskan bahwa perjuangan HAM di Indonesia dimulai sejak Raden
Ajeng Kartini mengungkapkan pemikirannya yang kemudian dituangkan dalam tulisan
berupa surat. Seiring berkembangnya NKRI, HAM juga ikut berkembang. Berikut
adalah Perkembangan HAM di Indonesia :

1. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)


Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam sejarah
kemunculan organisasi. Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908), Sarekat
Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925), Partai
Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan yang menjunjung
berdirinya HAM seperti ini tak lepas dari pelangaran HAM yang dilakukan
oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Boedi
Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di tunjukan ke
pada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.

2. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)


Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode pasca kemrdekaan.
3. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self
Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik
mulai didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama
di Parlemen.

4. Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan,
masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tercermin dalam empat indikator
HAM: (1) Munculnya partai politik dengan berbagai ideologi, (2) Adanya
kebebasan pers, (3) Pelaksanan pemilihan umum secara aman, (4) Bebas dan
demokratris, kontrol parlemen atas eksekutif.

5. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan
dengan demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasan Presiden Seokarno,
demokrasi terpimpin (Guided Democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakan
Presiden Soekarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai merupakan
produk barat.

Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan presiden.


Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen
dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan presiden Soekarno bersifat absolut,
bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan
presiden Seokarno sekaligus sebagai awal era pemerintahan orde baru yaitu
masa pemerintahan presiden Soeharto.

6. Periode 1966-1998
Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di
Indonesia. Janji–janji Orde Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat
pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapat mandat konstitusional
dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan
Demokrasi merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik.
Bertentangan dengan prinsip lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong
dan kekeluargaan.
7. Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah perkembangan HAM di
Indonesia, setelah terbebas dari pasungan rezim Orde Baru dan merupakan
awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu dipimpin oleh
BJ.Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan
Habibie perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya TAP MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintah era
reformasi. Komitmen pemerintah juga ditunjukkan dengan pengesahan tentang
salah satunya, UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan
UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai