Anda di halaman 1dari 19

a.

Greater palatine nerve block


Nervus yang teranestesi : nervus anterior palatine. Area yang teranestesi : bagian posterior dari palatum keras dari anterior ke premolar 1. Indikasi : terapi restoratif untuk lebih dari 2 gigi. Untuk kontrol nyeri pada periodontal atau bedah mulut yang termasuk palatum lunak dan keras. Kontraindikasi : inflamasi atau infeksi. Area yang kecil. Keuntungan : meminimalisir penetrasi jarum dan volume larutan. Kerugian : tidak ada hemostasis Teknik : 1. Disarankan jarum ukuran pendek 27 gauge 2. Area insersi : jaringan lunak anterior ke foramen palatina besar 3. Area target : nervus anterior palatina 4. Jalan insersi : meninggikan suntikan dari bagian yang berlawanan di sudut yang tepat ke area target 5. Orientasi bevel : harus menuju arah palatal jaringan lunak 6. Prosedur : a. Pasien pada posisi telentang pasien diminta membuka mulut lebar, menaikkan leher, arahkan kepala ke kiri atau kanan agar mempermudah penglihatan b. Menentukan foramen palatina c. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan antiseptik topikal dan anestetik topikal d. Setelah 2 menit anestesi topikal bersihkan bagian posterior jadi secara langsung itu adalah foramen palatina anterior e. Suntik langsung kedalam mulut dari bagian berlawanan dengan jarum mendekati daerah injeksi pada sudut yang benar

f. Tempatkan bevel terhadap tempat yang pucat sebelumnya pada


tempat injeksi jaringan lunak g. Dengan bevel telusuri seluruh jaringan h. Jarum luruskan dan biarkan bevel penetrasi ke mukosa i. j. Buang cotton secepat mungkin ketika blanching terjadi Dengan pelan naikkan jarum sampai tulang palatal berkontak

k. Aspirasi l. Deposit larutan anestesi lokal tidak lebih dari 1/3 cartridge

m. pelan pelan tarik suntikan

n. tutup jarumnya o. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

b. Nasopalatine nerve block


Nervus yang teranestesi : nervus kiri dan kanan nasopalatina. Area yang teranestesi : bagian anterior dari palatum keras; jaringan keras dan lunak premolar 1 sampai premolar 1 lainnya. Indikasi : terapi restrorativ yang lebih dari 2 gigi. Untuk kontrol nyeri. Kontraindikasi : inflamasi atau infeksi. Area yang sempit. Keuntungan : meminimalisasikan penetrasi jarum dan volume larutan. Kerugian : tidak ada hemostasis dan berpotensial sebagai injeksi intraoral yang traumatik Teknik : 1. Disarankan jarum ukuran pendek 27 gauge 2. Area insersi : mukosa palatal lateral 3. Area target : foramen incisivum 4. Jalan insersi : jarum mendekati tempat injeksi di sudut 45 derajat ke arah papila incisivum 5. Orientasi bevel : harus menuju arah palatal jaringan lunak 6. Prosedur : a. Pasien pada posisi telentang pasien diminta membuka mulut lebar, menaikkan leher, arahkan kepala ke kiri atau kanan agar mempermudah penglihatan b. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan antiseptik topikal dan anestetik topikal c. Setelah 2 menit anestesi topikal bersihkan bagian posterior jadi secara langsung itu adalah papila incisivum

d. Tempatkan bevel terhadap tempat yang pucat sebelumnya pada


tempat injeksi jaringan lunak e. Dengan bevel telusuri seluruh jaringan f. Jarum luruskan dan biarkan bevel penetrasi ke mukosa

g. Buang cotton secepat mungkin ketika blanching terjadi h. Dengan pelan naikkan jarum sampai tulang palatal berkontak i. j. Aspirasi Deposit larutan anestesi lokal tidak lebih dari 1/4 cartridge

k. pelan pelan tarik suntikan

l.

tutup jarumnya

m. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

Macam-Macam Obat Anestesi Umum Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 3 golongan : 1. Obat Anestetika gas 2. Obat Anestetika yang menguap 3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena 1. Anestetik gas Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar. Contoh : 1.1 Nitrogen monoksida (N2O) Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain. 1.2 Siklopropan Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai

dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesik digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 2550% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen. 2. Anestetik yang menguap Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberikan zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu 1. Golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya

halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh. Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonikklonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun. Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah

pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial. 2. Golongan Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume. Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati. Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi

tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan. Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
Agen anestesi inhalasi yang ideal: Memiliki odor yang sewajarnya, tidak mengiritasi Dapat menginduksi secara cepat dan cepat pula pulih Stabil secara kimiawi pada kemasan penyimpanan dan tidak Tidak mudah terbakar dan eksplosif Dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dengan analgesik Cukup poten untuk adanya penggunaan inspirasi oksigen Tidak dimetabolisme oleh tubuh, tidak beracun, dan tidak Menghasilkan depresi yang minimal pada sistem saluran

pernapasan

berinteraksi dengan material anaesthetic circuit atau dengan soda

dan relaksasi otot dengan konsentrasi tinggi ketika dibutuhkan merangsang reaksi alergik kardiovaskuler dan pernapasan dan harus tidak berinteraksi dengan obat-

obat lain yang juga dipakai selama anestesi Inert, berkurang secara cepat dan menyeluruh dalam bentuk yang tidak berubah melalui paru-paru

Minimal alveolar concentration (MAC) adalah konsentrasi anestesi terendah pada alveolus pulmonalis yang dibutuhkan untuk menghasilkan imobilitas terhadap respon hingga stimulus sakit (incisi bedah) pada 50% individu. Hal ini diterima sebagai perhitungan yang valid terhadap potensi anestesi umum inhalasi karena tetap konstan pada tiap jenis bahkan pada beragam kondisi. MAC merefleksikan kapasitas anestesi untuk masuk ke dalam sistem saraf pusat dan untuk mencapai konsentrasi yang cukup pada membran neuronal.

Contoh

obat

untuk

anestesi

inhalasi:

halothane,

isoflurane,

desflurane,

sevoflurane, nitrous oxide

Halothane Agen anestesi poten, dengan nilai MAC 0,76 Non-iritan Depresan kardiak yang poten Konsentrasi inspirasi sekitar 30%, jika berlebihan akan segera menyebabkan depresi miokardia dan pernapasan yang fatal

Dapat menurunkan tonus otot bronkial, sehingga menguntungkan untuk pasien yang berisiko mengalami bronkokonstriksi Pengulangan pemakaian halothane harus berselang 12 minggu Halothane dimetabolisme di hepar Dapat menyebabkan disfungsi hepar

Isoflurane Memiliki aksi yang serupa dengan halothane Tetapi potensinya kurang sebagai depresan kardiak Tidak menyebabkan hepatotoksik

Desflurane Serupa denga isoflurane, tetapi kurang poten

Sevoflurane Lebih poten daripada desflurane dan pemulihannya lebih cepat

Nitrous oxide

Anestesi lemah, dengan nilai MAC lebih dari 100

Kurang poten untuk induksi, sehingga dipakai untuk penjagaan anestesi Untuk anestesi, digunakan campuran 70% nitrous oxide dan 30% oksigen Untuk analgesik, digunakan campuran 50% nitrous oxide dan 50% oksigen Paparan yang berulang akan menyebabkan depresi sumsum tulang Tidak dimetabolisme tubuh

3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral) Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah : Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB. Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip). Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%. Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan

anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahanlahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna. Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local. Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin. Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang

terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
Agen anestesi intravena yang ideal: Onset cepat Pemulihan cepat Analgesik pada konsentasi subanestesi Depresi minimal pada sistem kardiovaskuler dan pernapasan Tidak ada efek emetik Tidak menyebabkan fenomena exicitatory (batuk, cegukan, Tidak menyebabkan fenomena emergensi (mimpi buruk) Tidak ada interaksi dengan obat-obat neuromuscular blocking Tidak nyeri ketika diinjeksi Tidak venous sequelae Aman pada injeksi yang kurang hati-hati pada arteri Tidak menyebabkan efek toksik pada organ lain Tidak menghasilkan histamin Formulasi water soluble Long shelf-life Tidak menstimulasi porphyria

gerakan involunter) pada induksi

Contoh obat untuk anestesi intravena: thiopentone, propofol, ketamine

Thiopentone

Barbiturate yang sering digunakan Aksi cepat, menit biasanya dengan onset tidur perlahan, pasien hilang kesadaran dalam waktu 30 45 detik, kemudian pulih kembali setelah 4-7

Tidak memiliki efek analgesik Alkalin kuat, dapat menyebabkan nekrosis parah pada kecelakaan administrasi ekstravaskuler. Sebaiknya diinjeksikan melalui cateter untuk mencegah hal ini

Tidak digunakan sebagai anestesi utama pada prosedur pembedahan, karena menyebabkan zero-order elimination kinetic Dimetabolisme di hepar Efek samping: hipotensi, apnea, obstruksi jalan napas, aritmia, batuk, bersin, reaksi hipersensitif Dosis: anak dan dewasa 3-5 mg/kg diberikan perlahan selama 10-15 detik

Propofol

Induksi cepat (30 detik) dan pemulihan cepat pula (4 menit)

Digunakan untuk induksi dan maintenance Terkadang terasa sakit ketika diinjeksikan intravena, dapat dikurangi rasa sakitnya dengan lidocaine

Ketamine

Sekarang sudah jarang digunakan Memiliki efek analgesik yang baik Anestesi bertahan hingga 15 menit Tidak menyebabkan hipotensi Jarang menyebabkan bronkospasme Tidak menghasilkan relaksasi otot Meningkatkan detak jantung juga meningkatkan tekanan intrakranial dan intraokular Insidensi tinggi pada halusinasi Dosis untuk induksi intravena 1-2 mg/kg, intramuskular 6-8 mg/kg Dosis untuk maintenance, yaitu dengan dosis serial 50% dosis IV dan 25% dosis IM Dosis sebagai analgesik 0,5 mg/kg

Macam macam Teknik Anestesi Umum Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: I. Parenteral Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM. Untuk selanjutnya dibawa

darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose. Obat anestesi yang sering digunakan adalah: 1. Pentothal Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6 mg/kg BB dan selanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram. Penggunaan: 1. untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi. 2. operasi-operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi abses. Cara Pemberian: Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai penderita tidur, pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi dapat dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1 gram. Komplikasi: Lokal: Di tempat suntikan, apabila ke luar dari pembuluh darah sakit sekali merah dan bengkak. Tindakan: infiltrasi dengan anestesi lokal kompres 1. Menekan pusat pernafasan: Kecepatan menyuntik harus hati-hati jangan sampai pernafasan berhenti. 2. Menekan jantung: Tekanan darah turun sampai nadi tak teraba. 3. Larynx Spasme: diberi O2 murni kalau diberi succinyl choline IV 25-50 mg untuk melemaskan spasme sambil

dibuat pernafasan buatan. Kontra Indikasi: 1. Anak-anak di bawah 4 tahun


2. Shoch, anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah

3. Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas 4. Penyakit jantung 5. Penyakit hati

6. Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik. 2. Ketalar (Ketamine) Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc. Dosis: IV 1-3 mg/kgBB, IM 8-13 mg/kgBB 1-3 menit setelah penyuntikan operasi dapat dimulai. Komplikasi: 1. menekan pusat pernafasan , tetapi lebih kurang daripada pentothal. 2. merangsang jantung: tekanan darah naik 3. sekresi kelenjar ludah dan saluran pernafasan bertambah Penggunaan: 1. operasi-operasi yang singkat 2. untuk indikasi penderita tekanan darah rendah Kontra Indikasi: Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hypertensi. Catatan Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan pusat pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan pernafasan buatan terutama bila ada sianosis. II. Perrectal Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah: 1. rectum betul-betul kosong 2. tak ada infeksi di dalam rectum Lama narkose 20-30 menit. Obat-obat yang digunakan: Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB

III. Inhalasi

Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose. Obat-obat yang dipakai: 1. Induksi halotan. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan. 2. Induksi sevofluran Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. 3.Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran ( foran, aeran ) atau desfiuran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama. j. Status Fisik Pasien Berdasarkan ASA (American Society of Anesthesiologist) Pada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian ditambahkan Kriteria status fisik pasien sebelum operasi menurut ASA (American Society of Anesthesiologist) :

1. ASA I : Seorang pasien yang normal dan sehat. 2. ASA II : Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan. 3. ASA III : Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat. 4. ASA IV : Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan ancaman bagi kehidupan. 5. ASA V : Seorang pasien yang hampir mati tidak diharapkan untuk bertahan hidup tanpa operasi. 6. ASA VI : Seorang pasien mati otak yang menyatakan organ sedang dikeluarkan untuk tujuan donor.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abdullah Fadillah. Teknik-teknik anestesi local. 2007. 2. Rughaidah. Teknik anestesi local gow gates dan citoject. 1994 3. Purwanto, drg. Petunjuk praktis anestesi local. 1993. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC 4. Howe, Geoffrey L. Anestesi local. 1994. Jakarta : Hipokrates 5. http://en.wikipedia.org/wiki/ASA_physical_status_classification_system 6.http://secure.aahanet.org/eWeb/DynamicPage.aspx? Site=aahastore&Webcode=category&category=Medical%20Records

Anda mungkin juga menyukai