Soal Latihan Persiapan UAS Seminar Riset Pajak
Soal Latihan Persiapan UAS Seminar Riset Pajak
NIM : 2020610086
Soal UAS Topik Khusus Perpajakan Reguler Sore 2022
Soal 1
INMENDAGRI Nomor 1/2020 tentang kebijakan relaksasi pajak daerah berisi mengenai:
1) pengurangan (kebijakan pemda & permohonan WP), keringanan, dan pembebasan
(seluruhnya dan sebagian) dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak daerah dan/atau
sanksinya, sesuai pasal 95 ayat 4 huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan
2) perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Pada kebijakan ini terdapat 3 jenis pajak yang paling banyak dilakukan relaksasi yaitu pajak
hiburan 17%, pajak restoran 25%, pajak hotel 28% dengan instrument relaksasi pengurangan
13%, penghapusan sanksi keterlambatan 19% dan pembebasan 45%. Jumlah daerah yang
melaksanakan relaksasi pajak daerah ini hanya 20 propinsi dengan 71 kab/kota.
Pertanyaan :
a) Apa yang menyebabkan rendahnya daerah melaksanakan relaksasi pajak daerah ?
b) Apakah ada hubungan kasus covid-19 dengan relaksasi pajak daerah
c) Apa dampak relaksasi pajak daerah tersebut secara umum?
Jawaban :
1. Kondisi Keuangan Daerah: Jika suatu daerah memiliki kondisi keuangan yang
stabil dan tidak terlalu terdampak, mungkin mereka tidak merasa perlu untuk
memberlakukan relaksasi pajak daerah.
2. Ketergantungan pada Pajak Tertentu: Jika suatu daerah tidak terlalu bergantung
pada pajak-pajak yang dapat di-relaksasi, mereka mungkin tidak melaksanakan
kebijakan relaksasi tersebut. Misalnya, jika pendapatan daerah lebih banyak berasal
dari sektor lain seperti industri manufaktur.
3. Efektivitas Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah: Daerah yang memiliki
kebijakan pengelolaan keuangan yang efektif mungkin lebih mampu mengatasi
tekanan keuangan tanpa perlu mengandalkan relaksasi pajak.
Soal 2
Beberapa minggu terakhir masyarakat dihebohkan dengan wacana bahwa sembako dan jasa
Pendidikan akan dikenakan PPN. Hal tersebut mengacu pada Pasal 4A RUU
KUP, sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN dengan alasan
guna mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan. Sedangkan berdasarkan PMK
21/2021 pemerintah memberikan insentif terhadap PPN Properti dan diskon PPnBM pada
industry otomotif yang diperpanjang hingga Desember 2021.
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut.
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara
dari sektor perpajakan terutama saat pandemic covid-19.
Jawaban :
a) Pemberlakuan PPN pada sembako dan jasa pendidikan dapat menjadi isu sensitif
karena keduanya merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Sembako, sebagai bahan
pokok, dan pendidikan, sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia,
memiliki dampak langsung pada kesejahteraan dan pendidikan masyarakat. Pengenaan
PPN pada barang dan jasa ini dapat memberikan beban tambahan kepada masyarakat,
terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Namun, kebijakan ini mungkin diambil
dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor
perpajakan, terutama dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Perlu
diperhatikan bahwa kebijakan perpajakan harus seimbang, mempertimbangkan
dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
b) Langkah yang Sebaiknya Dilakukan Pemerintah untuk Mengoptimalkan Penerimaan
Negara dari Perpajakan saat Pandemi COVID-19:
Soal 3
“Earmaking” dalam RUU Keuangan Pusat-Daerah
Salah satu objek pengaturan yang perlu menjadi atensi dalam reformasi regulasi fiskal
daerah ini adalah perihal earmarking. Earmarking merupakan alokasi dana dari penerimaan
pajak yang disisihkan untuk pembiayaan program tertentu sebagaimana termaktub dalam UU
28/2009. Pengaturan ini tidak terlepas dari amanat desentralisasi fiskal yang mewajibkan
pemda untuk bisa membiayai pengeluaran yang menjadi urusannya. Selama ini, kepastian
penyediaan publik tercapai melalui skema earmarking pada pajak penerangan jalan, pajak
kendaraan bermotor, dan pajak rokok.
Jawaban :
1. Urgensi mereformasi regulasi fiskal daerah dengan skema earmarking dapat dijelaskan
melalui beberapa aspek yang mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Berikut adalah beberapa urgensi reformasi regulasi
fiskal daerah dengan earmarking:
4. Untuk dapat melakukan earmarking yang sejalan dengan tujuan keberlanjutan (Sustainable
Development Goals/SDGs), pemerintah daerah dapat mengambil langkah-langkah tertentu.
Berikut adalah beberapa saran dengan dukungan teoritis dan konsep keberlanjutan:
Kemitraan dan Kolaborasi dengan Pihak Swasta dan Pihak Ketiga: Pemerintah
daerah dapat membentuk kemitraan dengan pihak swasta dan pihak ketiga untuk
meningkatkan kapasitas keuangan dan teknis. Dengan melibatkan sektor swasta dan
organisasi non-pemerintah, efisiensi penggunaan dana dapat ditingkatkan.
1. Beban Pajak yang Dirasakan: Pelaku usaha mungkin merasa terbebani jika pajak
yang dialokasikan untuk earmarking dianggap terlalu tinggi. Potensi resistensi dapat
muncul jika pelaku usaha menganggap pajak tersebut memberatkan bisnis mereka.
2. Ketidaksetujuan terhadap Tujuan Program: Jika pelaku usaha tidak setuju
dengan tujuan atau program yang didanai melalui earmarking, resistensi dapat
muncul. Ini mungkin terjadi jika program yang didukung dapat mengganggu
operasional atau keuntungan bisnis mereka.
3. Ketidakpastian Ekonomi: Dalam situasi ekonomi yang sulit, pelaku usaha
mungkin bersikap resisten terhadap peningkatan beban pajak, terutama jika mereka
menghadapi tekanan finansial.
Soal 4
Dirjen Pajak: 19 Juta NIK Sudah Bisa Digunakan Sebagai NPWP
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan hingga saat
ini, 19 juta nomor induk kependudukan (NIK) sudah bisa berfungsi sebagai nomor pokok
wajib pajak atau NPWP.
2. Dampak dari sistem menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah sebagai berikut:
Sederhana dan Efisien: Masyarakat tidak perlu memiliki dua nomor
identifikasi terpisah (NIK dan NPWP), yang dapat memudahkan proses
administratif. Hal ini dapat memberikan kenyamanan kepada wajib pajak
karena menggunakan satu nomor untuk keperluan administratif terkait pajak.
Peningkatan Partisipasi: Jika proses pendaftaran dan pembaruan NPWP lebih
sederhana dengan menggunakan NIK, maka dapat meningkatkan partisipasi
wajib pajak. Wajib pajak mungkin lebih cenderung mendaftarkan diri dan
memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Pengurangan Beban Administratif: Dengan menggunakan NIK sebagai
NPWP, dapat terjadi pengurangan beban administratif baik bagi wajib pajak
maupun pihak yang terlibat dalam administrasi pajak. Proses pendaftaran dan
pelaporan pajak menjadi lebih simpel.
Kecepatan dan Akurasi Data: Penggunaan NIK sebagai NPWP dapat
meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam pengolahan data perpajakan.
Informasi yang terkait dengan wajib pajak dapat diakses dengan lebih mudah
dan cepat.
Pemantauan dan Analisis Lebih Baik: Pemantauan dan analisis terhadap data
pajak menjadi lebih baik karena konsolidasi data dapat dilakukan dengan lebih
efektif. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan kebijakan perpajakan.
Potensial untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak: Dengan memudahkan
wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sistem ini dapat
berpotensi meningkatkan penerimaan pajak karena lebih banyak orang mungkin
terdaftar dan mematuhi kewajiban perpajakan.
3. Salah satu tujuan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah untuk memudahkan proses administratif
perpajakan. Dengan memanfaatkan NIK yang sudah dimiliki oleh setiap warga negara,
Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk:
Mempermudah Pendaftaran dan Pelaporan: NIK yang berfungsi sebagai
NPWP dapat mempermudah proses pendaftaran wajib pajak baru dan pelaporan
pajak. Wajib pajak tidak perlu lagi memiliki dua nomor identifikasi terpisah,
yaitu NIK dan NPWP. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban administratif
dan mempercepat proses administrasi perpajakan.
Mengurangi Rasio Account Representative terhadap Wajib Pajak: Dengan
mempermudah proses administratif, sistem yang menggunakan NIK sebagai
NPWP dapat berkontribusi pada pengurangan rasio Account Representative
(AR) terhadap wajib pajak. AR adalah petugas pajak yang bertugas memberikan
pelayanan dan bimbingan kepada wajib pajak. Jika proses administrasi lebih
efisien, AR dapat lebih fokus pada pelayanan yang lebih kompleks atau kasus
yang memerlukan perhatian khusus.
Meningkatkan Keterlibatan Wajib Pajak: Dengan memudahkan pendaftaran
dan pelaporan, sistem ini dapat meningkatkan keterlibatan wajib pajak. Wajib
pajak mungkin lebih cenderung aktif dan patuh terhadap kewajiban
perpajakannya jika proses tersebut menjadi lebih sederhana dan mudah
dipahami.
Efisiensi dalam Pengelolaan Data: Integrasi NIK sebagai NPWP dapat
meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan data perpajakan. Informasi terkait
dengan wajib pajak dapat diakses dengan cepat dan akurat, memungkinkan
pemerintah untuk melakukan pemantauan dan analisis data dengan lebih baik.
4. Pertanyaan tentang setuju atau tidak setuju terhadap paradigma di mana Nomor Induk
Kependudukan (NIK) dapat diaktivasi secara mandiri oleh wajib pajak, serta kebebasan
administratif yang diberikan, sebenarnya melibatkan pertimbangan berbagai aspek. Di
bawah ini adalah beberapa pertimbangan yang dapat diperhitungkan:
Setuju:
Tidak Setuju:
5. Tidak Setuju, pengaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) tidak berarti bahwa seluruh wajib pajak akan dipotong pajak dari
seluruh penghasilannya secara otomatis. Pengaktifan NIK sebagai NPWP lebih terkait
dengan proses identifikasi dan pendaftaran wajib pajak dalam sistem administrasi
perpajakan.
Pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak biasanya berkaitan dengan
pemotongan pajak penghasilan (PPh) yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
(pengusaha, perusahaan, atau instansi yang membayar penghasilan). Pemotongan PPh
dilakukan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan tergantung pada
besaran penghasilan serta jenis transaksi atau pembayaran tertentu.
Jadi, meskipun wajib pajak telah memiliki NPWP yang diaktifkan melalui NIK,
pemotongan pajak dari penghasilan wajib pajak tetap bergantung pada ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku dan tidak bersifat otomatis pada setiap transaksi atau
penghasilan yang diterima oleh wajib pajak.