Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGI DENGAN SELF-EFFICACY PASIEN

TUBERCULOSIS YANG MENJALANI PENGOBATAN OAT DI POLI PARU RUMAH


SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO

Rini Setiawati1 DR. Dewi Gayatri, S.KP.,M.Kes 2 Ns. Dhea Natasha,S.Kep.,M.Sc 3

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

Email : rinisetiawati439@gmail.com

Latar belakang : Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan o leh agen infeksuis
mycobakterium tuberculosa dengan menularan yang sangat mudah melalui airborn sehingga menjadi
permasalahan dunia. Tujuan penelitian : Tujuan penelitian Mengidentifikasihubungan faktor psikologi
dengan self-efficacy pasien tuberculosis yang menjalani pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto. Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan cross sectional, dengan menggunakan desain penelitian non-eksperimen deskriptif analtik.
Populasi pada penelitian ini adalah 375orang, sampel yang digunakan yaitu pasien hiperthyroidisme yang
datang ke Poliklinik Internis, dengan sampel 108orang. Analisa data penelitian ini menggunakan uji Chi
Square test. Hasil : Hasil penelitian menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
depresidengan self efficacy pada pasien tuberculosisdengan nilai p value 0,03.adanya hubungan yang
signifikan antara ansietasdengan self efficacy pada pasien tuberculosisdengan nilai p value 0,01.adanya
hubungan yang signifikan antarastresdengan self efficacy pada pasien tuberculosisdengan nilai p value
0,00. Kesimpulan dan Saran : Mengoptimalkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada masalah
psikologi sangatdiperlukan untuk self efficacy pasien tuberculosis.

Kata Kunci : Tuberculosis, factor psikologi, self eficacy

Background: Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by an infectious agent, mycobacterium


tuberculosa, which is transmitted very easily through airborn so that it becomes a world problem. Research
objective: The aim of the study was to identify the relationship between psychological factors and self-
efficacy of tuberculosis patients undergoing OAT treatment at the Lung Clinic in Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto. Methods: This study used a cross sectional approach, using a descriptive non-
experimental research design with an analtic method. The population in this study was 375 people, the
sample used was hyperthyroidism patients who came to the Internal Polyclinic, with a sample of 108
people. Analysis of the research data using the Chi Square test. Results: The results showed that there was
a significant relationship between depression and self-efficacy in tuberculosis patients with a p value of
0.03. There was a significant relationship between anxiety and self-efficacy in tuberculosis patients with a
p value of 0.01. There was a significant relationship between stress and self-efficacy in tuberculosis
patients. tuberculosis patients with a p value of 0.00. Conclusions and Suggestions: Optimizing the
provision of nursing care for psychological problems is necessary for the self-efficacy of tuberculosis
patients.

Keywords: Tuberculosis, psychological factors, self-efficacy


PENDAHULUAN : TB_HIV positif. Dengan demikian
TBmerupakan penyakit menular yang masih
Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menjadi permasalahan di dunia kesehatan
menular yang disebabkan oleh agen hingga saat ini. Pengobatan tuberkulosis
infeksuis mycobakterium tuberculosa merupakan salah satu cara untuk
dengan menularan yang sangat mudah mengendalikan infeksi dan menurunkan
melalui airborn sehingga menjadi penularan.WHO mencanangkan TB sebagai
permasalahan dunia. kegawatan dunia (global emergency),
terutama karena epidemi Human
Suistainable Development Goals
Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno
(SDGs)mencanangkan TB akan hilang pada
Deficiencysyndrome(HIV/AIDS) dan kasus
tahun 2030, sehingga menurunkan sampai
Multi Drug Resistance(MDR)
90% angka kematian dan jumlah kesakitan
(Kemenkes,2018).
juga menurun sampai 80%. WHO
menyampaikan bahwa 1.3 juta kematian SDGs 2030 telah berupaya melibatkanserta
disebabkan oleh TB dan +28% akibat mendapatkan dukungandari berbagai
kalangan masyarakat dengan tujuan salah DOTS merupakan langkah komprehensif
satunya untuk memastikan kehidupan yang dalam upayamenanggulangi penyakit TB,
sehat dan mendukung kesejahteraan bagi tetapi strategi ini belum berjalan dengan
semua usia tanpa memandang status soasial, optimal, hal terebut bisa dilihat dari belum
umur, jenis kelamin,etnis (Hapsari dkk, tercapainya target pemerintah dalam upaya
2015). TB merupakan penyakit yang paling mengatasi persebaran kasus TB, sehingga
banyak menyerang sistem pernapasan, perlu melibatkan Active Case Findingyaitu
tetapi meskipun demikian TB dapat menjaring suspek TB Paru dengan
merugikan denga munculnya berbagai melibatkan seluruh laipsan masyarakat
komplikasi. Komlikasi dari TB yang seperti peran serta organisasi masyarakat,
mungkin muncul adalah obstruksif jalan LSM maupun masyarakat termasuk
nafas, pleritis, dan bahkan kematian. kaderuntuk meningkatkan angka cakupan
(coverage) penemuan, pemeriksaan dan
Selain itu komplikasi lain yang mungkin pengobatan TB Paru (Wahyudi, 2010).
timbul terutama disebabkan oleh ketidak
patuhan munum obat dapat menimbulkan Keberhasilan pengobatan TB berkaitan juga
Multi Drug Resistant(MDR).Kepatuhan dengan kepatuhan dan kegagalan
munum obat dapat meliputi pengobatan pengobatan yang melibatkan sistem
yang salah, gagal berobat yang dapat pelayanan kesehatan, sikap masyarakat,
menimbuklan resistensi primer terhadap perilaku tenaga kesehatan, proses perawatan
obat anti TB tersebut (WHO, 2015). Kasus dan komunikasi dengan penderita serta
TB di Indonesia masih tinggi, melihat dari perilaku (Mukhtar, 2013).
laporan Kemenkes RT tahun 2014 terdapat
6.900 penderita TB dengn 5900 (1,9%) TB- Kepatuhan dan kemandirian akan terjadi jika
MDR kasus aru dan 1000 (12%) kasus individu memiliki keterampilan,pengetahuan
dengan pengobatan berulang (Kemenkes, , self-efficacy dalam melakukan perilaku
2014). pengobatan TB serta perawatan diri di
rumah. Perilaku tersebut diantaranya yaitu
Berdasarkan data survey yang dilakukan di istrahat yang cukup, makan-makanan yang
Kota Surabaya bahwa pasien TB-MDR yang bergizi, minum obat teratur dan melakukan
karena gagal pengobatan baik kategori I perilaku pencegahan penularan (Lewis dan
maupun kategori II (23,2%), pasien gagal Newell, 2009). Sedangkan perilaku
pengobatan kategori-1 (13,2 %), dan 9.8% pencegahan yaitu berdahak di tempat yang
adalah pasien yang diobati di luar sarana terkena sinar matahari, komitmet pada etika
yang menerapkanstrategi DOTS (Dinkes batuk danbersin serta memaksimalkan
DKI Jakarta, 2014). ventilasi rumah.

Data yang didapatkan di Jakartaterdapat Peningkatan komunikasi antara


7.653 orang yang diperiksa, 1.733 orang penyediapelayanan kesehatan dan penderita,
dinyatakan positifserta TB_MDR pemberdayaan individu serta pemahaman
I01kasustiap tahun(Dinkes DKI Jakarta, penderita tentang program pengobatan dapat
2017). Tingginya angka TB tersebut perlu meningkatkan kepercayaan diri (self-
adanya strategi penanggulangan yang efficacy) (Lewis dan Newell, 2009).
mengacu pada strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) (Widoyno, Self efficacysangat penting dimiliki
2011). penderita TB karena hal tersebut menjadi
suatukeyakinan individu bahwa dirinya
mampu untuk bisa sembuhi dan
menyelesaikan suatu tugas yang mungkin berdasarkan Health Belief Model dikategori
dapat membuatnya gagal dalam pengobatan, kan menjadi dua, kategori positif sebesar
stres, dan merasa malu serta bila dikelola 34.4% dankategori negatif sebesar 65.6%,
dengan baik bisa menjadisukses(Irwansyah, sehingga self efficacy mempunyai perana
2013). penting dalam proses pengobatan pasien TB
(Nurhayati,2015).
Hal yang sama dikatakan oleh Lenz (2002)
yang menjelaskan bahwa dengan self Ada pun faktor yang dapat meningkatkan
efficacy seorang individu akan mengetahui self efficacy yaitu dari faktor internal adalah
sejauh mana kemampuannya dalam motivasi dan pengetahuan sedangkan dari
mengatur serta melaksanakan program factor eksternal adalah layanan tenaga
tindakan yang diperlukan dalam mencapai kesehatan dan dukungan keluarga atau orang
tujuan yang diharapkan sehinga perlu terdekat mapun lingkungan. Dengan
didukung dengan keyakinan yang kuat dan mendapatkan dorongan dari internal dan
kepatuhan dalam pengobatan. eksternal akan mempengaruhi klien untuk
mendapatkan support dan informasi yang
Self-efficacy atau Efikasi diri memegang baik agar suapaya klien lebih cenderung
peran yang sangat penting dalam kehidupan melakukan perilaku yang diharapkan
kita sehari-hari, seseorang atau individu (Nurhayati, 2015).
akan mampu menggunakan potensi dirinya
secara maksimal jika efikasi diri Penilitian lain memaparkan hasil bahwa
mendukungnya (Rustika Made, 2012). pasien TB paru mengalami penurunan dalam
kepercayaan terhadap dirinya karena
Konseling merupakan salah satu program dipengaruhi oleh faktor internal yaitu usia,
yang dapat diberikan oleh petugas kesehatan pendidikan dan pengelolaan diri. Selain itu
untuk meningkatkan kognitif, keyakinan dipengaruhi pula oleh faktor eksternal yaitu
serta pengetahuan penderita yang dapat dukungan keluarga, lingkungan, ststus sosial
digunakan untuk mencapai kesembuhan, ekonomi, maupun petugas kesehatan dalam
Self-efficacy pada penderita TB yang upaya memberikan pelayanan kesehatan
kurangakan mengakibatkan kegagalan kepada penderita (Prasetyo 2009 dalam
pengobatan sehingga penderita harus Tarafannur 2017).
memiliki self-efficacy yang tinggi sehingga
penderita yakin akan kesembuhannya Sehingga hal tersebut akan berdampak pada
(Hendiani, Sakti & Widiyanti, 2013). pasien TB dalam melakukan pengobatan.
Salah satu penatalaksanaan pada penderita
Berdasakan pnelitian sebelumnya telah TB yaitu diberikan obat anti TB sesuai
melaporkan bahwa hasil penelitian yang kategori, sedangkan kategori pengobatan
telah dilakukan menunjukan self-efficacy yang diberikan pada penderita TB relaps
yang dimiliki klien TB dalam proses yaitu kategori 2 dengan lama pengobatan 8
pengobatan pada kategori tinggi bulan dengan sad effects seperti anorexia,
sebesar64,5%, kategori sedang sebesar mual, nyeri persendian, burning sensations
22,6% dan kategori rendah sebesar12,9% di kaki, sakit perut, perasaan pusing,
(Tarafannur 2017). kekuningan (jaundice), gatal-gatal, purpura
bahkan sampai dengan syok dan gagal ginjal
Namun menurut penelitian yang lain
serta gangguan penglihatan (Naomi, 2016).
mengatakan self efficacy pada pasien TB
Efek samping pemberian OAT TB bisa
MDR terhadap perilaku pencegahan
bersifat ringan sampai berat semua efek
penularan TB MDR
samping ini perlu penanganan yang baik pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit
untuk keberhasilan pengobatan. Salah satu Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto.
efek samping yang perlu perhatian khusus
adalah gangguan psikologis (WHO, Rumusan Masalah : Merasa percaya
2014).Dalam hasil penelitian keluhan diriadalah konsep terukur dan dapat
psikologis yang didapatkan padakasus dimodifikasi yang didefinisikan oleh
dengan pasien tuberkulosis paru Bandura sebagai penilaian pribadi tentang
yaitudepresi, ansietas, marah-marah, "seberapa baik seseorang dapat melakukan
halusinasi, perubahan perilaku (makan, tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
minum, mandi, tidur, bicara kacau), situasi prospektif,hal itu memengaruhi
paranoid dan keinginan bunuh pilihan perilaku dan upaya serta kegigihan
diri.Sembilandari 8 kasus tidak memiliki yang dikeluarkan orang-orang dalam
riwayat gangguan psikologis sebelumnya mengikuti pilihan itu. Studi terbaru
dan riwayat gangguan psikologispada menunjukkan bahwa self-efficacy dapat
keluarga juga tidak didapatkan(Reviono secara signifikan berkontribusi pada perilaku
dkk, 2017).masalah psikologis yang sering manajemen penyakit yang tepat dan efektif
dialamipasien dengantuberkulosis paru di pada pasien seperti mengikuti rejimen obat,
antaranya cemas, stres dan depresi mencari dukungan, membatasi perilaku
Dwidiyanti mediana, 2014 (dalam Sumarsih berisiko, dan mendapatkan hasil
2019).Hal ini sejalan dengan penelitian yang kesehatanyang lebih baik melalui perilaku
dilakukan oleh Suryani pada tahun 2016 spesifik ini.Self-efficacy telah menjadi
yang menunjukkanhasil yaituterdapat faktor kunci dalam merancang intervensi
responden(64,9 %) mengalami tingkat stres, untuk meningkatkan manajemen penyakit
cemas dandepresi (yang diukur dengan pasien(Yi Cao, 2019).
DASS) tingkat ringan. Sedangkan hampir
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
setengah dari responden (35,1%) mengalami
rumusan masalah penelitian ini adalah
.tingkat stres, cemas dan depresi tingkat adakah hubungan faktor psikologi dengan
sedang.
self-efficacy pasien tuberculosis yang
Dalam penelitian Islami 2018 saat individu menjalani pengobatan OAT di Rumah Sakit
terdiagnosa TB dengan pengobatan dalam Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto?
jangka waktu lama sertaobat yangdiberikan
Tujuan Penelitian :
banyak dapat menimbulkan efekterhadap
penderita. Penderita sering mengeluh Tujuan Umum :Mengidentifikasihubungan
terhadap kondisi fisik seperti pusing, mual, faktor psikologi dengan self-efficacy pasien
perubahan selera makan, susah tidur dan tuberculosis yang menjalani pengobatan
perubahan pada emosionalnya seperti OAT di Poli Paru Rumah Sakit Bhayangkara
cemas, stress dan takut sehingga akan Tk. 1 Raden Said Sukanto.
berpengaruh terhadap self efficacy, jika
adaptasifisologisnya tinggi maka akan Tujuan Khusus
meningkatkan self efficacytapi jika tidak
mampu beraraptasi maka self efficacy juga a. Mengidentifikasi hubungan
akan menurun. Berdasarkan fenomena stresdengan self-efficacy pasien
tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk tuberculosis yang menjalani
melakukan penelitian dengan judul, pengobatan OAT di Poli Paru
Hubungan faktor psikologisdengan self- Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
efficacy pasien tuberculosis yang menjalani Raden Said Sukanto.
b. Mengidentifikasihubungan Table.1
ansietasdengan self-efficacy pasien
tuberculosis yang menjalani Distribusi frekuensi responden menurut
pengobatan OAT di Poli Paru jenis kelamin, usia, pendidikan,
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 pekerjaan, dukungan keluarga, TBSES,
Raden Said Sukanto. depresi, stress, ansietas padapasien
c. Mengidentifikasihubungan tuberculosis yang menjalani pengobatan
depresidengan self-efficacy pasien OAT di Poli Paru Rumah Sakit
tuberculosis yang menjalani Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto
pengobatan OAT di Poli Paru (n=108)
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto.
d. Mengidentifikasifactor yang paling
dominan anatara hubungan faktor
psikologidengan self-efficacy pasien
tuberculosis yang menjalani
pengobatan OAT di Poli Paru
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto.

METODE PENELITIAN :
Penelitian ini bersifat Analitik Kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional .
Pendekatanini dimaksudkan untuk melihat
hubunganantara variabel independen dengan
variabel dependen, yaitu untuk mengetahui
tentang hubungan faktor psikologiyang
paling dominan yangberhubungan dengan
self efficacy pasien Tuberkulosis yang menj Dari tabel 1 diatas menunjukkan
alani pengobatan OAT di Poli Paru Rumah rata-rata usia pasien tuberculosis
Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said adalah 55,70 tahun (95% CI : 53,74
Sukanto. – 57,67), dengan nilai median 56,00
dan standar deviasi 11,772. Usia
HASIL PENELITIAN
termuda 26 tahun dan usia tertua 74
Analisis Univariat tahun. Dari hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95%
Analisa univariat dilakukan untuk diyakini bahwa rata-rata umur pasien
menjelaskan karakteristik dari masing- adalah diantara 53,74 sampai dengan
masing variabel, yaitu variabel usia, jenis 57,67 tahun.
kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil
analisis karakteristik responden dijeleaskan Dari tabel 1 diperoleh data bahwa
dalam bentuk table. dari 108 responden jenis kelamin
pasien tuberculosis yang menjalani
pengobatan OAT di Poli Paru
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto sebagian besar
memiliki jenis kelamin laki-laki Raden Said Sukanto sebagian besar
sebanyak 59,3% memiliki stress normal sebanyak 91
(82.4%)
Dari tabel 1 diperoleh data bahwa Dari tabel 1 diperoleh data bahwa
dari 108 responden dukungan dari 108 responden dengan ansietas
keluarga pada pasien tuberculosis pasien tuberculosis yang menjalani
yang menjalani pengobatan OAT di pengobatan OAT di Poli Paru
Poli Paru Rumah Sakit Bhayangkara Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Tk. 1 Raden Said Sukanto Raden Said Sukanto sebagian besar
menunjukkan bahwa responden memiliki ansietas sebanyak 63
dukungan keluarga baik sebanyak (58.3%)
54 (50%), sedangkan responden
dukungan keluarga kurang sebanyak Dari tabel 1 diperoleh data bahwa
54 (50%). dari 108 responden dengan TBSES
Dari tabel 1 diperoleh data bahwa pasien tuberculosis yang menjalani
dari 108 responden pekerjaan pengobatan OAT di Poli Paru
pasien tuberculosis yang menjalani Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
pengobatan OAT di Poli Paru Raden Said Sukanto sebagian besar
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 memiliki TBSES baik sebanyak 61
Raden Said Sukanto sebagian besar (56.5%)
memiliki pekerjaan sebanyak 75
(69.4%)
B. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk
Dari tabel 1 diperoleh data bahwa menjelaskan antara variabel independen
dari 108 responden pendidikan dan variabel dependen yaitu variabel
pasien tuberculosis yang menjalani TBSES dengan variabel depresi, ansietas
pengobatan OAT di Poli Paru dan stress. Hasil analisis tersebut
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 dijeleaskan dalam bentuk table
Raden Said Sukanto sebagian besar
memiliki pendidikan SMA-PT
sebanyak 68 (63.3%)

Dari tabel 1 diperoleh data bahwa


dari 108 responden dengan depresi
pasien tuberculosis yang menjalani
pengobatan OAT di Poli Paru
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto sebagian besar
memiliki depresi normal sebanyak
98 (83.3%)

Dari tabel 1 diperoleh data bahwa


dari 108 responden dengan stres
pasien tuberculosis yang menjalani
pengobatan OAT di Poli Paru
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Tabel 2
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,
dukungan keluarga, depresi, stress, ansietas dengan self efikasi pada pasien
tuberculosis yang menjalani pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto (n=108)

TBSES pada pasien


tuberculosis Total
Variabel Kurang Baik P value
F % F % f %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 25 39,1 39 60,9 64 100,0 0,260
Perempuan 22 50 22 50 44 100,0
Dukungan
Keluarga
Kurang 27 50,0 27 50,0 54 100,0 0,174
Baik 30 63,0 24 37,0 54 100,0
Pekerjaan
Tidak Bekerja 15 45,0 18 55,0 33 100,0 0,049
Bekerja 32 42,6 43 57,4 75 100,0
Pendidikan
Tidak Sekolah- 18 45,0 22 55,0 40 100,0 0,812
SMP
SMA-PT 29 42,6 39 57,4 68 100,0
Depresi
Depresi 12 64,7 6 35,3 18 100,0 0,030
Normal 35 38,9 55 61,1 90 100,0
Stress
Stress 11 57,9 8 42,1 19 100,0 0,164
Normal 36 40,4 53 59,6 89 100,0
Ansietas
Ansietas 28 44,5 35 55,6 63 100,0 0,818
Normal 19 42,2 26 57,8 45 100,0
Sumber : Olah data output SPSS
uji statistik didapatkan P value 0,260
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
bahwa dari 64 responden laki-laki, antara jenis kelamin dengan self-efficacy
diantaranya yang memiliki self efikasi pasien tuberculosis yang menjalani
kurang 25 (39,1%) dan responden dari pengobatan OAT di Poli Paru Rumah
39 (60,9%) responden yang memiliki Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said
self efikasi baik, sedangkan terdapat 44 Sukanto.
responden perempuan, diantaranya yang
memiliki self efikasi kurang 22 (50%) Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
dan responden dari 22 (50%) responden bahwa dari 54 responden dukungan
yang memiliki self efikasi baik. Hasil keluarga kurang, diantaranya yang
memiliki self efikasi kurang 27 (39,1%) responden dari 39 (57,3%) responden
dan responden dari 27 (50%) responden yang memiliki self efikasi baik. Hasil
yang memiliki self efikasi baik, uji statistik didapatkan P value 0,812
sedangkan terdapat 54 responden sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
dukungan keluarga baik, diantaranya terdapat hubungan yang signifikan
yang memiliki self efikasi kurang 30 antara pendidikan dengan self-efficacy
(63,0%) dan responden dari 24 (37,0%) pasien tuberculosis yang menjalani
responden yang memiliki self efikasi pengobatan OAT di Poli Paru Rumah
baik. Hasil uji statistik didapatkan P Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said
value 0,174 sehingga dapat Sukanto.
disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
dukungan dengan self-efficacy pasien bahwa dari 18 responden yang
tuberculosis yang menjalani pengobatan mempunyai depresi, diantaranya yang
OAT di Poli Paru Rumah Sakit memiliki self efikasi kurang 12 (64,7%)
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto. dan responden dari 6 (35,3%) responden
yang memiliki self efikasi baik,
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sedangkan terdapat 90 responden
bahwa dari 33 responden yang tidak mempunyai depresi normal, diantaranya
bekerja, diantaranya yang memiliki yang memiliki self efikasi kurang 35
self efikasi kurang 15 (45,0%) dan (36,9%) dan responden dari 55 (61,1%)
responden dari 18 (55,0%) responden responden yang memiliki self efikasi
yang memiliki self efikasi baik, baik. Hasil uji statistik didapatkan P
sedangkan terdapat 75 responden value 0,030 sehingga dapat
mempunyai pekerjaan, diantaranya disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang memiliki self efikasi kurang 32 yang signifikan antara depresi dengan
(42,7%) dan responden dari 43 (57,3%) self-efficacy pasien tuberculosis yang
responden yang memiliki self efikasi menjalani pengobatan OAT di Poli Paru
baik. Hasil uji statistik didapatkan P Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden
value 0,788 sehingga dapat Said Sukanto.
disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
pekerjaan dengan self-efficacy pasien bahwa dari 19 responden yang
tuberculosis yang menjalani pengobatan mempunyai stres, diantaranya yang
OAT di Poli Paru Rumah Sakit memiliki self efikasi kurang 11 (57,9%)
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto. dan responden dari 8 (42,1%) responden
yang memiliki self efikasi baik,
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sedangkan terdapat 89 responden
bahwa dari 40 responden yang mempunyai stres normal, diantaranya
berpendidikan tidak sekolah-SMP, yang memiliki self efikasi kurang 36
diantaranya yang memiliki self efikasi (40,4%) dan responden dari 53 (59,6%)
kurang 18 (45,0%) dan responden dari responden yang memiliki self efikasi
22 (55,0%) responden yang memiliki baik. Hasil uji statistik didapatkan P
self efikasi baik, sedangkan terdapat 68 value 0,164 sehingga dapat
responden mempunyai pendidikan disimpulkan bahwa tidak terdapat
SMA-PT, diantaranya yang memiliki hubungan yang signifikan antara stress
self efikasi kurang 29 (42,7%) dan dengan self-efficacy pasien tuberculosis
yang menjalani pengobatan OAT di Poli Tabel 3
Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Hasil analisis seleksi multivariat
Raden Said Sukanto. pada pasien tuberculosis yang
menjalani pengobatan OAT
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
berdasarkan variabel independen
bahwa dari 63 responden yang
di Poli Paru Rumah Sakit
mempunyai ansietas, diantaranya yang
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said
memiliki self efikasi kurang 28 (44,5%)
Sukanto (n=108)
dan responden dari 35 (55,6%) Variabel P- Kandid
responden yang memiliki self efikasi Valu at
baik, sedangkan terdapat 45 responden e
mempunyai ansietas normal, diantaranya
Jenis √
yang memiliki self efikasi kurang 19 0.125
Kelamin
(42,2%) dan responden dari 26 (57,8%) Usia 0.519 -
responden yang memiliki self efikasi Dukunga -
baik. Hasil uji statistik didapatkan P 0.369
n
value 0,818 sehingga dapat
Keluarga
disimpulkan bahwa tidak terdapat Depresi 0.169 √
hubungan yang signifikan antara Stress 0.902 -
ansietas dengan self-efficacy pasien Ansietas 0.863 -
tuberculosis yang menjalani pengobatan Pendidika -
OAT di Poli Paru Rumah Sakit 0.934
n
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto. Pekerjaan 0.353 -
Sumber : Olah data output SPSS
A. Analisis Multivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk berdasarkan tabel 3 menunjukkan
menjelaskan variabel yang paling ada 2 variabel independen yang
dominan yaitu variabel faktor psikologi masuk dalam seleksi multivariate (
(depresi, ansietas dan stress) dengan p value <0,25) yaitu; jenis
variabel self efikasi. Hasil analisis kelamin, , depresi. Sedangkan ada
tersebut dijeleaskan dalam bentuk table 6 variabel independen yang
1. Seleksi bivariate keluar dari kandidat Multivariat (p-
Masing-masing variable value > 0,25) yaitu; usia, pendidikan,
independen dilakukan analisis pekerjaan, dukungan keluarga,
bivariate dengan variable dependen. stress,dan ansietas.
Analisis bivariate menghasilkan P-
value <0,25 maka variable tersebut Analisis selanjutnya dilakukan untuk
masuk sebagai variable kandidat mengetahui variabel yang paling
multivariate, jika analisis dominan secara bersama- sama dari
bivariate menghasilkan > 0,25 variabel-variabel yang mempu nyai
maka variable tersebut dikeluarkan, hubungan dan juga variabel yang
namun secara substansi penting, memiliki nilai p < 0,25. Analisis
maka variable tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji
dimasukkan dalam model statistik regresi logistic.
kandidat multivariat.
2. Pemodelan multivariate
Variabel – variabel yang memenuhi Depresi 0,055 2,881 0,977
syarat dilakukan ui multivariate -
dapat dilihat di table 9 dibawah ini : 8,494
1) Pemodelan Pertama Sumber : Olah data output SPSS
Tabel 4
Hasil analisis pemodelan 3. Pemodelan Multivariate Akhir
multivariat pada pasien
tuberculosis yang menjalani Tabel 6
pengobatan OAT berdasarkan Hasil analisis multivariate akhir
variabel independen di Poli Paru pada pasien tuberculosis yang
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 menjalani pengobatan OAT
Raden Said Sukanto (n=108) berdasarkan variabel independen di
Variabel P- OR 95% Poli Paru Rumah Sakit Bhayangkara
Value CI Tk. 1 Raden Said Sukanto.
Jenis 0,148 0,578 0,260 Variabel P- OR 95%
Kelamin - Value CI
1.284 Jenis 0,148 0,578 0,260
Depresi 0,046 3,049 1,020 Kelamin -
- 1.284
9,113 Depresi 0,046 3,049 1,020
Sumber : Olah data output SPSS -
9,113
Berdasarkan tabel diatas Sumber : Olah data output SPSS
didapatakan bahwa variabel
yang memiliki niali p value Berdasarkan tabel diatas diperoleh
>0,05 adalah variabel jenis hasil bahwa jenis kelamin dengan
kelamin (p value = 0,148), P value (0.08) >0.05 dan OR
variabel tersebut akan 0,578CI 95% (0,260 - 1.284) artinya
dikeluarkan secara bertahap dari tidak ada hubungan yang bermakna
model dan akan dilihat antara jenis kelamin dengan self
perubahan OR setelah variabel efikasi pada pasien tuberculosis yang
dikeluarkan dari model. menjalani pengobatan OAT di Poli
Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk.
1 Raden Said Sukanto.
2) Pemodelan kedua
Tabel 5 Depresi berhubungan dengan self
Hasil analisis pemodelan efikasi pada pasien tuberculosis yang
multivariat pada pasien menjalani pengobatan OAT di Poli
tuberculosis yang menjalani Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk.
pengobatan OAT 1 Raden Said Sukanto memiliki niali
berdasarkan variabel p value 0.04 <0.05 dan OR 3,049
independen di Poli Paru CI 95% (1,020 - 9,113) bahwa tidak
Rumah Sakit Bhayangkara depresi memiliki peluang 3,120 kali
Tk. 1 Raden Said Sukanto. untuk mempunya self efikasi yang
Variabel P- OR 95% baik dibandingkan dengan
Value CI mengalami depresi.
PEMBAHASAN : pada jenis kelamin laki-laki dikarenakan
A. Interpretasi Hasil Penelitian karena laki-laki memiliki mobilitas yang
1. Univariat (Karakteristik tinggi dari pada perempuan sehingga
Responden) kemungkinan untuk terpapar lebih besar,
Karakteristik Responden Berdasarkan selain itu kebiasaan seperti merokok dan
Jenis Kelamin mengkonsumsi alkohol dapat memudahkan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan laki-laki terinfeksi TB paru.
peneliti, diperoleh hasil bahwa diperoleh
data bahwa dari 108 pasien tuberculosis Karakteristik Responden Berdasarkan
yang menjalani pengobatan OAT di Poli Umur
Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Raden Said Sukanto sebagian besar peneliti, diperoleh data bahwa dari 108
memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak responden usia pasien tuberculosis yang
59,3%. Menurut penelitian yang dilakukan menjalani pengobatan OAT di Poli Paru
oleh Irmawati dkk (2019) di di poli dots Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden
pada salah satu Rumah Sakit Umum Daerah Said Sukanto sebagian besar memiliki
Di Garut, menyatakan berdasarkan jenis usia lansia akhir (56-65) sebanyak 36,1%.
kelamin diperoleh jumlah pasien
tuberculosis pasien laki-laki yaitu berjumlah Menurut penelitian yang dilakukan oleh
55 orang (57,3%), sedangkan pasien laki- Mar’atul (2018) menyatakan Mayorita
laki berjumlah 41 orang (42,7%). penderita penyakit tuberkulosis resisten
obat, yaitu sebanyak 9 orang (60%) berusia
Hal ini sejalan dengan penelitian yang lebih dari 35 tahun, sedangkan sebanyak 6
dilakukan oleh Mar’atul dkk tahun (2018) orang (33,3%) berusia 25 sampai 35 tahun
dengan judul “The Correlation Of Family dan < 25 tahun yaitu sebanyak 1 (6.7%)
Support With Self Efficacy Of Tuberculosis orang. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Multidrug Resistant (Tb-Mdr) Patient At Tb- yang dilakukan oleh Nurin (2018) juga
Mdr Poly Ibnu Sina Hospital Gresik” menyatakan bahwa pasien tuberculosis usia
diperoleh bahwa semua responden penderita 45-55 tahun sebanyak 43 orang (43,3%)
tuberkulosis resisten obat yang berobat di jauh lebih banyak dari pada pasien usia 17-
Poli TB-MDR RSUD Ibnu Sina Gresik 30 tahun sebanyak 19 orang (19,2%) di
Sebanyak 8 orang (53,3%) penderita Puskesmas Wilayah Kota Surabaya.
tuberkulosis resisten obat tersebut berjenis
kelamin laki-laki, sedangkan 7 orang Hal ini dapat terjadi karena terjadi
(46,7%) lainnya berjenis kelamin karenanya faktor adanya agent, penjamu dan
perempuan. Menurut penelitian yang faktor lingkungan perumahan yang tidak
dilakukan Nurin (2018) juga menyatakan sehat. Faktor penjamu meliputi daya tahan
bahwa pasien tuberculosis laki-laki tubuh. Seseorang dapat terinfeksi penyakit
sebanyak 53 orang (88,3%) jauh lebih TB Paru ini apabila adanya agent
banyak dari pada pasien perempuan (Mycobacterium tubercullosis) yang
sebanyak 46 orang (11,7%) di Puskesmas mengkontaminasi udara kemudian terhirup
Wilayah Kota Surabaya. oleh orang yang sehat dengan jumlah bakteri
yang banyak, lama pajanan yang lama dan
Berdasarkan hasil penelitian dan penelitian tentunya imunitas seseorang yang rendah
terkait maka pendapat peneliti tentang
banyaknya jumlah kejadian TB yang terjadi
Karakteristik Responden Berdasarkan mempengaruhi perbaikan status gizi maupun
Pendidikan kesehatannya sendiri
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti, diperoleh data bahwa dari 108 Karakteristik Responden Berdasarkan
responden pendidikan pasien tuberculosis Pekerjaan
yang menjalani pengobatan OAT di Poli Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 peneliti, diperoleh data bahwa dari 108
Raden Said Sukanto sebagian besar responden pekerjaan pasien tuberculosis
memiliki pendidikan SMA sebanyak 39 yang menjalani pengobatan OAT di Poli
orang (36,1%). Hal ini sejalan dengan Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
penelitian yang dilakukan oleh Verdy dkk Raden Said Sukanto sebagian besar
(2018) dan jika ditinjau berdasarkan tingkat memiliki pekerjaan ibu rumah tangga
pendidikan, responden terbanyak adalah sebanyak 30 (27,8%) orang.
tingkat pendidikan SMA yang berjumlah 99 Hal ini sejalan dengan penelitian yang
orang (75,6%). dilakukan oleh Irmawati dkk (2019) di di
poli dots pada salah satu Rumah Sakit
Hal serupa juga di dukung dengan penelitian Umum Daerah Di Garut, menyatakan
yang dilakukan Surakmi dkk (2016) berdasarkan pekerjaan diperoleh jumlah
didapatkan bahwa nilai OR diperoleh 3,94 pasien tuberculosis pekerjaan IRT yaitu
(CI 95% 1,34- 11,6). Orang dengan tingkat berjumlah 20 orang (57,3%), sedangkan
pendidikan yang rendah dapat meningkatkan pekerjaan TNI/PORLI yaitu berjumlah 1
risiko terkena TB Paru sebesar 3,94 kali orang (1,0%), sedangkan pekerjaan PNS
(394%) dibandingkan dengan orang yang yaitu berjumlah 4 orang (4,2%) sedangkan
berpendidikan tinggi. Pada populasi dengan pekerjaan Wiraswasta yaitu berjumlah 23
tingkat kepercayaan 95%, orang yang orang (24,0%), pekerjaan Swasta yaitu
berpendidikan rendah meningkatkan risiko berjumlah 13 orang (13,5%), pekerjaan
terkena TB Paru sebesar 1,34 kali hingga Petani yaitu berjumlah 16 orang (16,7%),
11,6 kali. Kesimpulannya dengan p-value sedangkan Tidak bekerja yaitu berjumlah
0,02 < α 0,05, artinya ada hubungan yang 19 orang (19,8%).
bermakna secara statistik antara tingkat
pendidikan dengan kejadian TB paru. Tingkat Pendidikan seseorang akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang
status pendidikan yang rendah akan lebih diantaranya mengenai rumah yang
banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi syarat kesehatan dan
menerima informasi yang diberikan petugas pengetahuan penyakit TB paru, pencegahan,
kesehatan. Hal ini akan mengakibatkan dan pengobatan sehingga dengan
mudahnya penyakit tuberculosis ini menular pengetahuan yang cukup maka seseorang
kepada tingkat pendidikan yang rendah. akan mencoba untuk mempunyai perilaku
Melalui proses pendidikan, seseorang akan hidup bersih dan sehat. Semakin tinggi
mempelajari berbagai ilmu yang berujung tingkat pendidikan maka semakin rendah
akan menjadi tahu tentang banyak hal. kejadian TB paru.
Masyarakat yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi, akan mudah dalam Karakteristik Responden Berdasarkan
menyerap berbagai informasi dan juga Dukungan Keluarga
mempengaruhi tingkat pendapatannya. Hal Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
ini secara tidak langsung akan peneliti, diperoleh data bahwa dari 108
responden dukungan keluarga pada pasien pengobatan OAT di Poli Paru Rumah
tuberculosis yang menjalani pengobatan Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said
OAT di Poli Paru Rumah Sakit Bhayangkara Sukanto
Tk. 1 Raden Said Sukanto sebagian besar
dukungan keluarga baik laki-laki sebanyak Berdasarkan table 2 menunjukkan bahwa
59,3%. Dukungan keluarga merupakan dari 18 responden yang mempunyai
faktor penting bagi penderita TB-MDR depresi, diantaranya yang memiliki self
karena termasuk dalam sistem pendorong efikasi kurang 12 (64,7%) dan responden
yang dapat menyebabkan ketenangan dari 6 (35,3%) responden yang memiliki self
pikiran bagi penderita bahwa memiliki efikasi baik, sedangkan terdapat 90
orang yang mendukung dan akan selalu siap responden mempunyai depresi normal,
memberikan pertolongan jika diperlukan, diantaranya yang memiliki self efikasi
Hal ini terjadi karena dalam keluarga kurang 35 (36,9%) dan responden dari 55
terdapat kedekatan emosional akibat adanya (61,1%) responden yang memiliki self
ikatan hubungan darah, perkawinan, maupun efikasi baik. Hasil uji statistik didapatkan
adopsi (Mar’atul dkk, 2018) P value 0,030 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian antara depresi dengan self-efficacy pasien
Egitha 2019 dengan hasil data pada tuberculosis yang menjalani pengobatan
penelitian telah memenuhi kriteria yaitu data OAT di Poli Paru Rumah Sakit Bhayangkara
harus normal dan linier, maka peneliti Tk. 1 Raden Said Sukanto.
tersebut menggunakan analisis Parametric
Regresi dengan menggunakan program Hubungan ansietas dengan self-efficacy
SPSS 16.0 diperoleh hasil signifikansi p= pasien tuberculosis yang menjalani
0,000 yang artinya ada hubungan yang pengobatan OAT di Poli Paru Rumah
signifikan antara dukungan keluarga dan Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said
efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan. Sukanto
Berdasarkan table 2 menunjukkan bahwa
Menurut peneliti Keluarga merupakan orang dari 63 responden yang mempunyai
terdekat dan paling mengerti penderita. ansietas, diantaranya yang memiliki self
Ketika terdapat salah satu anggota keluarga efikasi kurang 28 (44,5%) dan responden
yang sakit, maka anggota keluarga lain tentu dari 35 (55,6%) responden yang memiliki
akan memberikan dukungan yang positif self efikasi baik, sedangkan terdapat 45
bagi penderita untuk sembuh. Peneliti responden mempunyai ansietas normal,
meyakini bahwa empati yang dimiliki diantaranya yang memiliki self efikasi
keluarga terhadap sesama anggota sangat kurang 19 (42,2%) dan responden dari 26
tinggi dibanding orang lain. Hal ini (57,8%) responden yang memiliki self
menyebabkan empati tersebut mendorong efikasi baik. Hasil uji statistik didapatkan
keluarga untuk memberikan dukungan P value 0,818 sehingga dapat disimpulkan
penuh bagi penderita apalagi penyakit bahwa tidak terdapat hubungan yang
tuberkulosis resisten obat mengharuskan signifikan antara ansietas dengan self-
penderita mengkonsumsi obat dalam kurun efficacy pasien tuberculosis yang menjalani
waktu yang lama. pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto.
Analisa Bivariat
Hubungan depresi dengan self-efficacy
pasien tuberculosis yang menjalani
Menyatakan adanya hubungan antara pasien TB diwilayah kerja puskesmas
ansietas dengan self efficacy pada pasien patrang.
tuberculosis yang menjalani pengobatan.
Menurut pernyataan responden pada Pada penelitian ini berdasarkan hasil
variabel ansietas dikategorikan rata-rata penelitian dengan responden, peneliti
tingkat ansietanya normal dan menyatakan berasumsi bahwa sebagian besar responden
tidak mengalami gemetaran pada tangan, yang mengalami tuberculosis di Poli Paru
tidak sulit untuk rileksasi dan tidak merasa Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I. R Said
sedih dan murung serta merasa sabar dengan Sukanto Jakarta Timur tidak mengalami
apa yang telah saya lakukan. adanya stres. Menurut pernyataan responden
rata-rata mereka tidak mengalami mudah
Hubungan stres dengan self-efficacy tersentuh, tidak mudah panik, tidak merasa
pasien tuberculosis yang menjalani takut tanpa alasan.
pengobatan OAT di Poli Paru Rumah
Sakit Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Multivariat
Sukanto Berdasarkan hasil analisis multivariat
dengan regresi logistik maka di dapatkan
Berdasarkan table 2 menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan dan erat
dari 19 responden yang mempunyai stres, kaitannya hubungan dengan self-efficacy
diantaranya yang memiliki self efikasi pasien tuberculosis yang menjalani
kurang 11 (57,9%) dan responden dari 8 pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit
(42,1%) responden yang memiliki self Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto
efikasi baik, sedangkan terdapat 89 adalah stres, berdasarkan nilai korelasi yang
responden mempunyai stres normal, paling kuat hubungannya adalah variabel
diantaranya yang memiliki self efikasi depresi dengan self efikasi pada pasien
kurang 36 (40,4%) dan responden dari 53 tuberculosis yang menjalani pengobatan
(59,6%) responden yang memiliki self OAT di Poli Paru Rumah Sakit
efikasi baik. Hasil uji statistik didapatkan Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto
P value 0,164 sehingga dapat disimpulkan memiliki niali p value 0.04 <0.05 dan OR
bahwa tidak terdapat hubungan yang 3,049 CI 95% (1,020 - 9,113) bahwa tidak
signifikan antara stress dengan self-efficacy depresi memiliki peluang 3,120 kali untuk
pasien tuberculosis yang menjalani mempunya self efikasi yang baik
pengobatan OAT di Poli Paru Rumah Sakit dibandingkan dengan mengalami depresi.
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto.
Self efficacy yang baik diperlukan oleh
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang pasien tuberculosis yang menjalani
dilakukan oleh Windy (2018) diperoleh uji pengobatan sangat perlu untuk
normalitas yaitu p > 0,00 sehingga dikatakan dipertahankan agar pasien mampu
distribusi datanya normal karena p value < mendapatkan status kesehatan yang terbaik
0,05 sedangkan efiksai diri diperoleh p value dan dapat mempertahankan fungsi atau
> 0,05 yang berarti terdidtribusi normal. kemampuan fisiknya secara optimal. Pasien
Sedangkan uji selanjutnya dilakukan uji tuberculosis yang menjalani pengobatan
korelasi spearman dan didapatkan p value sering mengalami masalah kesehatan
0,01 sehingga disimpulkan ada hubungan terutama terkait dengan tingkat stres
antara tingkat stress dengan self efikasi pada sehingga menganggu kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
tuberculosis yang menjalani
KESIMPULAN DAN SARAN pengobatan OAT di Poli Paru
Kesimpulan Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah Raden Said Sukanto Jakarta Timur.
ditetapkan, maka dapat disimpulkan hasil
penelitian dari hubungan faktor psikologi A. Saran
dengan self-efficacy pasien tuberculosis 1. Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.
yang menjalani pengobatan OAT di Poli Said Sukanto Jakarta Timur
Paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 Berdasarkan hasil penelitian ini
Raden Said Sukanto Jakarta Timur yaitu diketahui bahwa stres dengan self-
sebagai berikut : efficacy pasien tuberculosis.
1. Pada penelitian ini responden di Poli Hendaknya hal ini dapat menjadi
paru Rumah Sakit Bhayangkara Tk. pertimbangan terhadap para petugas
I R. Said Sukanto Jakarta Timur rumah sakit untuk mengoptimalkan
mayoritas responden berusia lansia dalam pemberian asuhan
akhir, mayoritas responden berjenis keperawatan pada masalah
kelamin laki-laki dan mayoritas psikologinya.
responden berpendidikan SMA-PT
serta mayoritas responden 2. Institusi Pendidikan. Hasil
berpekerjaan dan mayoritas penelitian ini diharapkan dapat
responden mempunyai dukungan digunakan sebagai evidence base
keluarga baik. practice dan menambah wawasan
2. Pada penelitian ini adanya hubungan baru baik untuk pengajar maupun
yang signifikan antara depresi mahasiswa sehingga menjadi bahan
dengan self-efficacy pasien rujukan untuk pengembangan materi
tuberculosis yang menjalani tambahan ilmu pengetahuan dalam
pengobatan OAT di Poli Paru pengembangan keperawatan
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 khususnya dikeperawatan medikal
Raden Said Sukanto Jakarta Timur. bedah.
3. Pada penelitian ini tidak adanya
hubungan yang signifikan antara 3. Peneliti Selanjutnya
ansietas dengan self-efficacy pasien Untuk penelitian lebih lanjut,
tuberculosis yang menjalani penelitian ini diharapkan menjadi
pengobatan OAT di Poli Paru salah satu data dasar untuk
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 penelitian berikutnya khususnya
Raden Said Sukanto Jakarta Timur. mengenai factor psikologi dengan
4. Pada penelitian ini tidak adanya self efikasi pada pasien tuberculosis.
hubungan yang signifikan antara Penelitian selanjutnya sebaiknya
stres dengan self-efficacy pasien menggunakan penelitian kualitatif
tuberculosis yang menjalani agar lebih menggali lebih dalam dan
pengobatan OAT di Poli Paru mengembangkkan lagi dari hasil
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1 penelitian ini ke tahap yang lebih
Raden Said Sukanto Jakarta Timur. tinggi sehingga bisa
5. Pada penelitian ini terdapat menyempurnakan penelitian ini
hubungan yang dominan yaitu dengan baik.
depresi dengan self-efficacy pasien
DAF

DAFTAR PUSTAKA Feist, J., & Feist, G. J. 2010. Teori


Kepribadian. Jakarta; Salemba Humanika
Alvin, N.O. 2007. Handing Study Stress:
Panduan Agar Anda Bisa Belajar Bersama Hardiyanti Tarafannur, 2017. Gambaran
Anak Anak Anda. Jakarta :Elex Media Self-Efficacy Pada Klien Dengan Penyakit
Komputindo Tbc Dalam Pengobatan Di Rs Khusus Paru
(Respira), Puskesmas Piyungan Dan
Amen Desina Sari & Djazuly Chalidyanto, Puskesmas Sewon Ii Bantul Yogyakarta.
2016. The Correlation Pshycological
Factors To Hospital Radiographer’s Hendiani, Sakti, Widiyanti, 2013.
Performance. Jurnal Administrasi Kesehatan Hubungan Antara Persepsi Dukungan
Indonesia Volume 4 Nomor 1 Januari-Juni Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
2016 Dan Efikasi Diri Penderita Tuberculosis Di
BKPM Semarang.
Alwisol, 2009. Psikologi Kepribadian.
Malang : UMM Press Kemenkes RI, 2011. Rencana Aksi
Nasional, Programatik Menegemant Of
Bandura, A, 1997. ”Self-efficacy: Toward a Drugs Resistance Tuberculosis,
Unifying Theory of Behavioral Change. Pengendalian Tuberculosis. Received from :
Stanford University”. Psychological Review. www.depkes.go.id/resourch/download.3/has
84(2), 191-215. il%indonesia-ran-pmdt. Diakses 22
Black. & Hawks, 2014. Keperawatan Desember 2019.
Medical Bedah. Edisi 8, Jilid 3. Elsevier, Kementrian Kesehatan RI, 2018. Strategi
Singapura : PT Salemba Medika. Tuberculosa Multi Drug Resistant (TB-
Departemen Kesehatan RI, 2015. Laporan MDR).
Hasil Survei Hasil Implementasi Program
Kementrian Kesehatan RI, 2018.
Nasional Penanggulangan TB di Daerah
Tuberkulosis: Pusat Data dan Informasi
ICDC. Kementerian RI 2018.
Departemen Kesehatan RI, 2018. Profil Kusmayadi, Muhammad Agus. 2001. Profil
Kesehatan Indonesia 2018. Received from : Kepribadian Siswa Berprestasi Unggul dan
http://www.depkes.go.id/resources/downloa Anshor berdasarkan program studi
d/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia /Data-
dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia- Kotler, Philip, dan Gary Armstrong, 2008.
2018.pdf. Diakses 02 Januari 2020. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Alih Bahasa
oleh Bob Sabran.Jilid 1. Edisi Kedua Belas.
Djojodibroto, Daramnto 2014. Respiologi. Cetakan Kelima. Jakarta: Erlangga
Jakarta : EGC, hal. 151.
Lemone, 2016. Keperawatan Medical pada Pasien Tuberculosis Multidrugs
Bedah. Edisi 5. Vol 4. Penerbit Buku Resistance (TB MDR). Jurnal Keperawatan
Kedokteran EGC Padjadjaran, 3(3).

Lenz. E. R, 2002. Self-Efficacy In Nursing: Permenkes, 2017. Peraturan Mentri


Research and Measurement Perspectives, Kesehatan Repunlik Indonesia, No 67 Tahun
Volume 15. New York: Springer Publishing 2016, Tentang Penanggulangan
Company. Tuberculosis, Received from :
www.tbindonesi.or.id Diakses 02 Januari
Lubis, N.L 2009. Depresi tinjauan 2020.
psikologis. Jakarta : kencana
Peter, J. Paul dan Olson, Jerry C, 2013,
Lewis, C.P. & Newell, J.N, 2009. Improving Perilaku Konsumen dan Marketing Strategy,
Tuberculosis Care In Low Income Countries Penerjemah : Diah Tantri Dwiandani,
– A Qualitative Study Of Patients’ Jakarta : Salemba EmpatEfikasi Diri:
Understanding of Patients Support In Nepal. Tinjauan Teori Albert Bandura.
BMC Public Health.
Reviono dkk, 2017. Serial Kasus Gangguan
Muhibbinsyah, 2010. Psikologi Pendidikan Psikologis Pada Pasien Tuberkulosis
Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. Multidrug Resista. (MDR TB) Di Rumah
XV. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Mukhtar, 2013. Family Empowerment In
Richard G. 2010. Psikologi. Yogyakarta ;
Increasing Self-Efficacy And Self-Care Pustaka Baca
Activity Of Family And Patients With
Pulmonary Tuberculosis. Rochman Kholilur 2010. Kesehatan Mental,
Purwokerto : Fajar Media Pers,
Muttaqin Arif, 2012. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Rumiani, 2006. Prokrastinasi Akademik
System Pernafasan. Jakarta : Salemba Ditinjau Darimotivasi Berprestasi Dan
Medika Stresmahasisiwa. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro, 37-38
Naomi, D., Dilangga., Rahmadhian, M.,&
Marlina, N. (2016). Penatalaksanaan Rustika Made, 2012. Efikasi Diri: Tinjauan
Tuberkulosis Paru Kasus Kambuh pada Teori Albert Bandura. BULETIN
Wanita Usia 32 Tahun di Wilayah Rajabasa. PSIKOLOGI VOLUME 20, NO. 1-2, 2012:
Jurnal Medula, 6 (1). Diakses dalam: Error! 18 – 25.
Hyperlink reference not valid. Diakses 02
Januari 2020. Sabri M Alisuf, 2010. Psikologi Pendidikan
Berdasarkan Kurikulum Nasinal, Jakarta :
Nurhayati, I., Kurniawan, T., & Mardiah, W. Pedoman Ilmu Raya.
(2015). Perilaku Pencegahan Penularan dan
Faktor-Faktor yang Melatarbelakanginya Setiadi, Nugroho, 2015. Perilaku Konsumen
: Perspektif Kontemporer pada Motif,
Tujuan, dan Keingina Konsumen, Kencana risk factors for pulmonarytuberculosis in the
Prenada Media, Jakarta. Saharia tribe of Madhya Pradesh, India.

Sarafino, E.P.(1998). Health Psychology : Yi Cao et.al, 2019. Development And


Biopsychosocial Interactions. Third Edition. Preliminary Evaluation Of Psychometric
United States of American: John Wiley & Properties Of A Tuberculosis Self- Efficacy
Sonc, Inc. Scale (TBSES), Patient Preference and
Adherence 2019:13 1817–1827
Sarwono, 2010. Pengantar Psikologi Umum.
Jilid Ketiga. Jakarta : Rajawali Pers. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis :
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Suliswati, 2014. Hubungan Kecemasan Dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Strategi Koping Pada Anggota Keluarga
Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan World Health Organization, 2014.Global
Diwilayah Surakarta, Jurnal Kesmadaska – tuberculosis report. Tersedia dalam:
Juli 2014 https://scholar.google.co.id/scholar?q=who+
2014+global+tb+report&h Diakses 02
Sukmadinata, N.S. 2008. Metode Penelitian Januari 2020.
Pendidikan. Bandung: Rosda
World Health Organization, 2015. Global
Suryani, Tatik, 2013. Perilaku Konsumen di
Tuberculosis Report 2015, Prance., WHO
Era Internet, edisi pertama, penerbit : Graha
Press.
Ilmu, Yogyakarta
World Health Organization, 2107. Global
Stuart, G. W, and Sundeen, A. J. 2005. Tuberculosis Report 2017, Prance., WHO
Buku saku Keperawatan Jiwa. 6 edition.St. Press. Tersedia dalam:
Lois :Mosby Year Book. http://www.who.int/tb/publications/global_r
Tirtana Bertin Tanggap, 2011. Independent eport/en/ Diakses 02 Januari 2020.
Factors In Affecting Successful Treatment
Outcome Of Pulmonary Tuberculosis
Patients With Tuberculosis Drug Resistence
At Central Java District.Q2

Utomo, Iqbal M, 2015. Pengaruh wudu’


terhadap kecemasan saat menghadapi ujian
praktikum pada mahsisiwa keperawatan
UIN syarif hidayatullah Jakarta Skripsi, UIN
syarif hidayatullah

Vikas Gangadhar Raoa, Jyothi Bhata, Rajiv


Yadava, Ravendra Kumar Sharmaa and
Malaisamy Muniyandib.(2018). A
comparative study of the socio-economic

Anda mungkin juga menyukai