BAB II 5 - 29-01-2024 Revisi
BAB II 5 - 29-01-2024 Revisi
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Ikan lele memiliki bagian yang dapat dikonsumsi (edible) berkisar antara
40-50% dari berat utuhnya, meskipun begitu ikan lele juga memiliki kandungan
gizi yang tinggi. Kandungan gizi ikan lele dumbo per 100 g dapat dilihat pada
Tabel 2.1 sebagai berikut.
7
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang dimiliki oleh ikan
lele sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan kalsium manusia.
Sumber kalsium yang berasal dari hewani selama ini belum banyak digunakan
karena sumber kalsium yang berasal dari hewani cenderung kurang fleksibel
untuk dijadikan sebagai olahan dan proses pengolahannya memiliki cost yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber kalsium nabati.
Cost pengolahan yang dibutuhkan untuk mengolah bagian tulang dan
kepala ikan lele dumbo adalah waktu pemasakan yang lama. Waktu pemasakan ini
dibutuhkan untuk membuat bagian tulang dan kepala ikan lele dumbo menjadi
lunak dan dapat dihancurkan. Setelah melewati proses penghancuran, bubur yang
didapatkan baru dapat dioalah menjadi bahan pangan.
Sulistiyati dan Mawaddah (2021) mengatakan kelebihan dari penggunaan
tulang dan kepala ikan lele dumbo sebagai bahan pangan dapat menjadi solusi
bagi permasalahan defisiensi kalsium. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan
terjadinya osteoporosis yang ditandai dengan kurangnya kepadatan tulang pada
usia tua, dan pada usia pertumbuhan defisiensi ini dapat menyebabkan
terhambatnya laju pertumbuhan.
9
Abon ikan sebagai salah satu produk pangan memiliki standar mutu yang
telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI. Standar
mutu menjamin kualitas dan keamanan produk yang akan dikonsumsi oleh
konsumen. Secara terperinci, syarat mutu abon tercantum pada Tabel 2.3 sebagai
berikut.
10
c. Cemaran mikroba n c M M
koloni/g 5 2 3 4
ALT 10 10
Escheria coli*** APM/g 5 1 <3 3,6
Salmonella*** per 25 g 5 0 Negatif Td
koloni/g 5 1 2 3
Staphylococcus aureus 10 10
d. Cemaran logam***
Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
e. Cemaran fisik
Filth potongan 0
Penelitian yang dilakukan oleh Sundari, Umbara dan Priyanto (2018) yang
membahas mengenai preferensi terhadap abon ikan dibandingkan dengan abon
daging di era ekonomi digital menunjukkan bahwa responden yang menjadi objek
penelitian lebih memilih abon ikan dibandingkan dengan abon daging karna
secara harga lebih terjangkau. Perilaku konsumen terhadap preferensi ini
menunjukkan pada era ekonomi digital abon ikan yang memiliki kelebihan harga
terjangkau dibandingkan dengan abon daging.
Kekurangan yang terdapat pada abon ikan terdapat pada pemilihan bahan
baku ikan. Kandungan dan jenis protein pada bahan baku ikan akan berpengaruh
terhadap sifat fisik abon ikan. Daging ikan memiliki struktur serat-serat protein
lebih pendek dibandingkan dengan daging yang dimiliki hewan darat. Serat-serat
ini akan mempengaruhi kadar air dan tekstur produk abon. Abon yang telah
dikenal oleh masyarakat merupakan produk berserat dan kering karena pada
11
awalnya abon merupakan produk yang diolah dari daging sapi. Sifat fisik kering
merupakan ciri khas dari produk abon sehingga abon memiliki daya simpan yang
lama.
2.2.1 Bahan Baku Pembuatan Abon
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat abon terbagi menjadi bahan
baku yang merupakan bahan utama abon dan bahan tambahan. Bahan tambahan
atau zat aditif yang digunakan dalam pembuatan abon berperan untuk
meningkatkan cita rasa abon, pengawetan, dan mengelevasi penampilan abon
(Ardiansah, 2023). Bahan tambahan yang termuat dalam SNI 7690-3-2013 yaitu
garam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, gula, santan (opsional),
merica, dan minyak goreng.
a. Bawang putih (Allium sativum L.)
Bawang putih adalah salah satu jenis bumbu dapur yang biasa
digunakan sebagai bahan tambahan dalam masakan. Bawang putih selain
menambah cita rasa juga memiliki efek farmakologis seperti antibakteri,
antijamur, hiperlipidemik, antitrombotik, antioksidan dan anti kanker,
sehingga memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia (Pajan, 2016).
b. Bawang merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah adalah salah satu rempah yang memiliki kandungan
atsiri yang sering dimanfaatkan sebagai penurun kolesterol, gula darah dan
mencegah penggumpalan darah dan menurunkan tekanan darah
(Ardiansah, 2023)
c. Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Kandungan atsiri yang dimiliki oleh ketumbar menjadikan
ketumbar sebagai rempah-rempah yang sering digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pengolahan makanan yang memiliki bau kurang sedap.
Selain itu manfaat dari ketumbar juga sangat baik bagi tubuh (Hasanah
dkk 2019).
d. Lengkuas (Alpinia galanga)
Rimpang lengkuas telah dijadikan bumbu dapur sejak lama karena
kandungannya dapat mengelevasi cita rasa dari produk pangan. Rimpang
12
e. Gula
Pada pembuatan abon, gula memiliki peran penting sebagai
pemberi rasa manis dan memicu terjadinya reaksi maillard sehingga luaran
yang dihasilkan memiliki warna kecokelatan yang menarik.
f. Merica (Piper nigrum)
Merica merupakan bahan dengan banyak sekali manfaat. Merica
mengandung banyak kandungan mineral seperti potasium, kalsium, seng,
mangan, besi, magnesium dan vitamin. Komponen utama dalam merica
yaitu piperine, memiliki sifat antioksidan dan juga memiliki efek
menurunkan tekanan darah (Anggraini dkk 2018). Kandungan yang
dikandung oleh merica juga membuat merica sering digunakan dalam
industri modern seperti parfum, kosmetik, makanan, aromaterapi dan obat-
obatan (Feriyanto dkk 2013).
g. Minyak goreng
Minyak goreng merupakan bahan yang digunakan sebagai media
penghantar panas dalam proses pengolahan (Rahayu dkk 2014)
h. Serai (Cymbopogon citratus DC)
Serai merupakan tumbuhan dengan batang germinal, yang
mengandung banyak minyak atsiri. Serai memiliki metabolit sekunder
seperti saponin, kuinon dan steroid. Metabolit sekunder merupakan
senyawa yang umumnya memiliki kemampuan bioaktif (Erlia dkk 2016).
i. Daun jeruk (Citrus hystrix)
Daun jeruk merupakan daun yang memiliki atsiri dengan banyak
manfaat dan memiliki aroma yang khas. Daun jeruk digunakan untuk
mengelevasi aroma produk pangan.
j. Daun salam (Syzygium polyanthum)
13
2.3.2 Sangrai
Penyangraian merupakan metode penggorengan yang tidak menggunakan
minyak. Teknik sangrai memiliki lebih banyak faktor yang mempengaruhi kualitas
hasilnya jika dibandingkan dengan teknik deep frying. Beberapa faktor di
antaranya media, jenis dan jumlah bahan yang diproses, jenis pemanas, suhu,
14
media dan teknik sangrai menjadi faktor yang mempengaruhi mutu produk
(Jamaluddin, 2018).
Selama proses penyangraian, bahan harus secara terus-menerus diaduk
agar distribusi panas dapat terjadi secara merata. Distribusi panas yang merata
akan menguapkan air pada bahan dan membuat produk memiliki masa simpan
yang panjang. Proses sangrai terbagi menjadi 2 metode berdasarkan tekniknya,
yaitu dengan metode manual dan otomatis. Penyangraian metode manual
umumnya dilakukan dengan tangan dan menggunakan spatula sebagai alat bantu.
Sementara itu, penyangraian otomatis dilakukan dengan menggunakan bantuan
mesin yang terus mengaduk dan mencampur bahan, umumnya metode ini
dilakukan dalam pengolahan biji kopi, kacang maupun biji kakao. Penyangraian
yang dilakukan pada abon ikan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini
dikarenakan ikan memiliki kadar air yang tinggi (Jamaluddin, 2018).