Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH

OSTEOATRIHITIS

OLEH :

KELOMPOK 11

1. NOVIYANTI PUTRI
2. THIYA MAWADDATUSYIFA’
3. SETIANTO

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

JENJANG S1 KEPERAWATAN

MATARAM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul “asuhan keprawatan lansia
dengan gangguan osteoatrihitis ”.makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
keperawatan gerontik dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih yang sebesar
besarnya kepada:

1. Dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan gerontik

2. Rekan rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,baik dari
segi penulisan,bahasa ataupun penyusunannya.oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun,khususnya dari dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan
gerontik menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan
datang.

Mataram,15 november 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Pada penderita osteoarthritis, tulang rawan sendi telah mengalami penipisan yang
menyebabkan permukaan rawan sendi menjadi tidak rata dan bergelombang. Semua
sendi pada tubuh dapat dipengaruhi oleh osteoarthritis, tetapi pada bagian bahu, siku, dan
pergelangan kaki cenderung tidak terkena osteoarthritis kecuali pada kondisi traumatik.
Dari semua sendi yang rentan yaitu sendi pada lutut, atau bisa dikenal dengan sebutan
encok lutut. (Yekti, 2017). Osteoarthritis merupakan penyakit dengan gejala nyeri dan
kaku pada persendian yang menyebabkan penderita mengalami gangguan pada alat gerak
yang mengakibatkan masalah gangguan mobilitas fisik (Hartoyono DKK, 2018)
Fenomena yang terjadi di Desa Siwalanpanji yaitu masih banyak masyarakat yang belum
bisa atau belum mengetahui macam macam rasa nyeri yang mereka alami, mereka masih
beranggapan bahwa nyeri sendi terutama lutut merupakan nyeri dari asam urat (gout
athritis) atau karna faktor penurunan usia. (Kader Kesehatan Siwalanpanji, 2021).
Diberbagai masalah kesehatan, gangguan muskuloskeletal menempati urutan
kedua yaitu sekitar 14,5% setelah penyakit kardiovaskular dalam desain penyakit
kelompok usia lebih dari 55 tahun (ismaningsih & selviani, 2017). Pada korban
Osteoarthritis secara keseluruhan telah mencapai 355 juta orang, diperkirakan akan terus
bertambah hingga tahun 2025. Prevalensi osteoarthritis di indonesia mencapai 5% pada
usia kurang dari 40 tahun, 30% pada usia 40- 60 tahun, dan 65% pada usia lebih dari 61
tahun. Untuk prevalensinya osteoarthritis lutut cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita. Berdasarkan Tinjauan WHO di Jawa menemukan bahwa osteoartritis
menempati posisi pertama, yaitu 49% dari desain penyakit lansia (ismaningsih &
selviani, 2017).
Belum diketahui secara pasti penyebab Osteoarthritis, namun ada beberapa faktor
risiko yang dapat memicu terjadinya Osteoarthritis. Faktor risiko dibagi menjadi 2
kelompok yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasi yaitu indeks massa tubuh (IMT), diabetes melitus (DM),
hiperkolesterolemia, hipertensi, dan merokok. Sedangkan untuk faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin, cacat fisik/imbalance tubuh, riwayat trauma,
dan etnis. Osteoarthritis terjadi akibat ketidakrataan tulang rawan sendi dengan disusul
ulserasi dan hilangnya tulang rawan sendi sehingga terbentuknya kista subkodral, osteofit
di tepi tulang dan respons radang dalam membran synovial. Penebalan membran
synovial, regangnya ligament, serta pembengkakan sendi dan kapsul sendi, menyebabkan
ketidakstabilan dan deformitas. Otot yang ada di sekitar sendi menjadi tidak berdaya
karena emisi sinovial dan mengabaikan pembusukan di satu sisi dan kecocokan otot di
sisi lain dan disuse atropi di satu sisi dan kecocokan otot di sisi lain. (Ismaningsih &
Selviani, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana melakukan asuhan keperawatan lansia dengan masalah osteoatrihitis ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan lansia dengan masalah
osteoatrihitis
2. Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan
2) Mampu menentukan diagnose keperawatan
3) Mampu menyusun intervensi keperawatan
4) Mampu melakukan mengimplementasikan keperawatan
5) Mampu melakukan evaluasi keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual,karena factor tertentu lansia tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun social. Seseorang dikatakan
lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahap akhir dari pase kehidupannya.kelompok
yang dikatagorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process
atau proses penuaan.
2. Batasan lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat kategori,
yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3. Usia tua (old) : 75-89 tahun
4. Usia sangat lanjut (very old ) : lebih dari 90 tahun
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia (65 th th >) sebagai senium
Berbagai ahli dalam Efendi (2009) menetapkan batasan usia seseorang dikatakan
lansia, di antaranya:
a. UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab 1 Pasal 1
Ayat 2 menyebutkan bahwa “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun keatas”.
b. Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) membagi lansia menjadi empat fase yaitu
pertama (fase inventus) 25-40 tahun, kedua (fase virilities) 40- 55 tahun, ketiga
(fase presenium) 55-65 tahun, keempat (fase senium) 65 tahun hingga tutup
usia.
c. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro membagi lansia menjadi tiga batasan usia,
yaitu young young old old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80
tahun) (Efendi, 2009).
3. Ciri-ciri lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia sebagai berikut :
1) Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia salah satunya disebabkan karena faktor motivasi,
faktor motivasi memiliki peran yang sangat penting dalam kemunduran lansia.
Contohnya lansia yang memiliki motivasi rendah dalam melakukan aktivitas,
maka akan mempercepat kemunduran fisik. Sebaliknya lansia yang memiliki
motivasi tinggi dalam melakukan aktivitas, maka akan memperlambat
kemunduran fisik.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi sebagai akibat dari sikap social yang tidak menyenangkan terhadap
orang lanjut usia yang di akibatkan oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia contohnya seperti : lansia lebih suka mempertahankan
pendapatnya sendiri dari pada mendengarkan pendapat dari orang lain.
3) Menua membutuhkan sebuah peran
Perubahan tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal dan perubahan peran tersebut sebaiknya dilakukan atas
keinginanya sendiri bukan karena atas dasar tekanan dari lingkungan.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perilaku yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula
5) Perubahan Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual
(Azizah dan Lilik M, 2011)
4. Perubahan fisik
1) Sistem Indera
Sistem pendengaran : Prebiacusis (ketidakberuntungan mendengar) karena
hilangnya kapasitas pendengaran di telinga bagian dalam, terutama terhadap
suara atau suara yang tajam, suara yang kabur, kata – kata yang sulit dipahami,
setengahnya terjadi pada individu diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Kulit lansia akan mengalami pembusukan, bebas, tidak elastis, kering dan
berkerut parah. Kulit akan mengering sehingga menjadi sedikit dan berantakan.
Kekeringan kulit disebabkan oleh pembusukan organ sebaceous dan organ
sudoritera, adanya warna tanah pada kulit dikenal sebagai bintik-bintik hati.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia meliputi jaringan orang
tengah (kolagen dan elastin), tulang, otot, ligamen, dan sendi. Kolagen sebagai
penopang utama kulit, ligamen, ligamen, dan jaringan ikat mengalami substitusi
sebagai peregangan yang tidak terduga
a) Ligamen : Jaringan ligamen pada persendian ternyata halus dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan persendian menjadi rata.
Kekuatan ligamen untuk pulih terkuras dan degenerasi yang terjadi pada
umumnya akan bersifat sedang, akibatnya ligamen pada persendian
menjadi tidak berdaya melawan kontak.
b) Tulang : Bagian dari penuaan fisiologi dicap dengan berkurangnya
kepadatan tulang, sehingga akan memicu osteoporosis dan jika
berkepajangan akan berakibat nyeri, deformitas dan fraktur.
c) Otot : Perubahan susunan otot dalam pematangan sangat berbeda,
penyusutan jumlah dan ukuran filamen otot, perluasan jaringan ikat dan
jaringan lemak di otot membuat konsekuensi yang merugikan.
d) Sendi : Di masa tua, jaringan ikat di sekitar sendi, misalnya, ligamen,
tendon, dan selempang mengalami adaptasi yang matang
4) Sistem Kasdiovaskuler
Perubahan sistem kardiovaskular pada lansia, khususnya, peningkatan massa
jantung, hipertropi ventrikel kiri sehingga perluasan jantung berkurang, keadaan ini
terjadi sebagai akibat dari penyesuaian jaringan ikat. Perubahan ini diharapkan terjadi
agregasi lipofusin, karakterisasi SA Hub dan perubahan jaringan konduksi menjadi
jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Sistem pematangan berubah menjadi penyesuaian jaringan ikat paru-paru,
batas paru-paru lengkap tetap, tetapi paru-paru menyimpan peningkatan volume
untuk menebus ekspansi di ruang paru-paru, aliran udara ke paru-paru berkurang.
Perubahan pada otot, ligamen dan sendi dada membuat perkembangan pernafasan
terhambat dan kemampuan untuk memanjangkan dada menjadi menurun.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem yang berhubungan dengan
lambung, misalnya, penurunan produksi sebagai kehilangan kemampuan yang nyata
karena kekurangan gigi, berkurangnya rasa perasa, berkurangnya rasa lapar,
berkurangnya hati dan berkurangnya ruang ekstra, serta berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Dalam kerangka kemih, ada kontras yang luar biasa. Banyak kemampuan
menurun, misalnya kecepatan filtrasi, pelepasan, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem sensorik mengalami perubahan anatomi dan pembusukan moderat pada
untaian saraf yang lama. Semakin tua mengalami penurunan koordinasi dan kapasitas
untuk menyelesaikan latihan sehari-hari
B. KONSEP PENYAKIT OSTEOATRIHITIS
1. Definisi

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang


menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia di atas 60 tahun. (Renny, 2014).
2. Etiologi
Penyebab dari osteoarthritis hingga saat ini masih belum terungkap namun beberaoa
faktor resiko timbulnya osteoarthritis antara lain :
a. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoarthritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan
penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang
berwarna kuning.
c. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis pada lutut dan sendi, dan laki-laki lebih
sering terkena osteoarthritis pada paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-
laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada
wanita dari pada laki-laki hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
pathogenesis osteoarthritis.
d. Genetik
Faktor Herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis misal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoarthritis pada sendi-sendi interfalang distal terdapat 2
kali lebih sering osteoarthritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tannpa osteoarthritis.
e. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoarthritis nampaknya terdapat
perbedaan diantaranya masing-masing suku bangsa, misalnya osteoarthritis lebih
jarang pada orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoarthritis lebih
sering dijumpai pada orang-orang amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
f. Kegemukan
Berat badan berlebih nyatanya berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoarthritis baik pada wanita maupun pada pria, kegemukkan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoarthritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula)
g. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoarthritis adalah trauma yang
menmbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
h. Akibat Penyakit Radang Sendi Lain.
Infeksi menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks
rawan sendi oleh membrane sinovial dan sel-sel radang.
i. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
j. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
k. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan
gaya berjalan.
a. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
b. Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit
dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
c. Peradangan Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan
dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai
sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
d. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan
keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong
sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan
tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
e. Pembengkakan sendi pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan
karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa
adanya pemerahan.
f. Defomitas disebabkan oleh distruksilokal rawan sendi
g. Gangguan fungsi timbul akibat ketidakserasian antara tulang pembentukan
sendi.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga
sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus. (Renny 2014).
5. Komplikasi
Ketidaknyamanan yang muncul bergantung pada area sendi yang
mengalami osteoarthritis dan bagaimana teknik perkembangannya terjadi selama
perawatan. Sebagian dari ketidaknyamanan yang disebabkan oleh patologi yang
berbeda adalah osteofit, emanasi sinovial, dan degenerasi jaringan di sekitar
sendi. Penghancuran sendi osteoarthritis dapat menyebabkan varus atau valgus.
Deskontinuitas permukaan sendi yang berbentuk berupa debris pada kavum
synovial atau badan osteokondral yang melekat pada permukaan sendi pertama.
Di sendi lutut, radiasi synovial dapat menyebabkan luka spesialis di fossa
poplitea (Perhimpunan Reumatologi indonesia, 2014). Sementara itu menurut
(Bakara, 2016), kelemahan fleksibilitas dapat menyebabkan keterikatan,
khususnya hipotensi ortostatik, ketidakteraturan tonus, apoplexy vena yang
dalam dan kontraktur.
6. Penatalaksanaan terapi
a. Pencegahan
1) Penurunan berat badan
2) Pencegahan cedera
3) Screening sendi paha
4) Pendektan ergonomic untuk memodifikasi stress akibat kerja
b. Terapi farmakologi
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteortritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang
diberikan bertujuan utnuk mengurangi rasa sakit meningkatkan mobilitas
dan mengurangi ketidakmampuan obat-obat anti inflamasinon steroid
bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun
tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
1) Ancetaminophen
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh kter karena
relatif aman dan efektif untuk mengurangi rasa sakit.
2) NSAID (nonsteroid anti flammatory drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi efek samping
itu menyebabkan sakit perut dan gangguan fungsi ginjal.
3) Midnarcosteroid
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodoney yang efektif
mengurangi rasa sakit pada penderita osteoarthritis.
4) Corticosteroids
Efektif mengurangi rasa sakit
5. Glukosamine dan chondroitin sulfate. Mengurangi pengobatan untuk
pasien osteoarthritis pada lutut.
6. Corticosteroids Efektif mengurangi rasa sakit.
7. Hyaluronic Acid Merupakan glycosaminoglycan yang tersusun oleh
disaccharides of glucuronic acid dan n-acetyanglusamine. Disebut
juga viscosupplementation. Dari hasil penelitian yang dilakukan 80%
pengobatan dengan menggunakan hyaluronic acid mempunyai efek
yang lebih kecil dibandingkan pengobatan dengan menggunakan
placebo. Makin besar molekul hyaluronic acid yang diberikan, makin
besar efek positif yang dirasakan karena hyaluronic acid efektif
mengurangi rasa sakit.
8. Glukosamine dan Chondroitin Sulfate Mengurangi pengobatan untuk
pasien osteoarthritis pada lutut.
c. Terapi Konservatif
Kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-alat orthotic
untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi.Message sebaiknya
dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya. Tujuan message tersebut
adalah untuk membuat rileks otot-otot yang spasme dan membantu
melancarkan sirkulasi darah.
d. Terapi Non Farmakologi
1) Olahraga
Olahraga yang dianjurkan adalah olahragayangtidak telalu berat dan
tidak menyebabkan bertambahnya kompresi atau tekanan atau trauma
pada sendi, yaitu misalnya berenang dan menggunakan sepeda statis.
Olahraga selain berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan kaku juga
bermanfaat untuk mengontrol berat badan.
2) Proteksi/Perlindungan Sendi
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan pekerjaan yang
dapat menambah stress/tekanan pada sendi.
Osteoarthritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme
tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan
pada sendi yang sakit.
3) Terapi Panas atau Dingin
a. Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
membuat otot-otot sekitar sendi menjadi rileks dan
melancarkan peredaran darah. Terapi panas dapat diperoleh
dari kompres dengan air hangat/panas, sinar IR (Infra red/infra
merah) dan alat-alat terapi lainnya seperti swd/mwd.
b. Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada
sendi dan mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya
dipakai saat kondisi masih akut. Dapat diperoleh dengan
kompres air dingin.
4) Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoarthritis yang gemuk
menjadi program utama pengobatan osteoarthritis. Penurunan berat
badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhandan
peradangan.
Pemberian Vitamin C,D,E dan beta karoten, vitamin- vitamin tersebut
bermanfaat untuk mengurangi laju perkembangan osteoarthritis.
5) Dukungan Psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoarthritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya.
Pasienosteoarthritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat
bantu karena faktor psikologis.
e. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoarthritis, meliputi terapi
panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat- obat gosok jangan dipakai
sebelum pemanasan.
Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti hidrokolator, bantalan
elektrik, ultrasonik, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran
panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoarthritis.
Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi
tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi daan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena kontraksi otot.
f. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoarthritisdengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyeri menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakkan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pembersihan osteofit.
g. Akupuntur
Dapat mengurangi rasa sakit dan merangsang fugsi sendi.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Mengetahui nama klien, usia yang memberikan panduan sehubungan dengan
variabel kecenderungan infeksi. Osteoarthritis jarang dijumpai usia dibawah
40 tahun, seringnya pada umur 60 tahun keatas serta yang paling banyak
tekena yaitu perempuan daripada laki – laki. Ada perbedaan diantara masing
– masing suku bangsa, orang – orang yang berkulit hitam dan Asia jarang
sekali terkena penyakit osteoarthritis dari pada orang asli Amerika yang
berkulit putih. Selain itu juga bisa mempengaruhi seseoran mengetahui faktor
pekerjaan yang diharuskan untuk mengangkat beban juga bisa menyebabkan
nyeri dan menjadi pemicu munculnya osteoarthritis (Debora, 2012)..
b. Keluhan Utama
Penderita osteoarthritis adalah nyeri sendi. Di riwayat kesehatan sekaran,
kebanyakan pasien mengeluh nyeri saat bergerak dan merasa kaku di
persendian
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berupa paparan mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari ulai
timbulnya keluhan yang dirasakan hingga klien dibawa ke rumah sakit, dan
apakah pernah periksa ke tempat lain selain di rumah sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah diberikan, bagaimana perubahannya dan data
yang didapatkan saat pengkajian
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Informasi yang diperoleh biasanya klien yang pernah mengalami akromegali
dan kejengkelan pada persendian seperti artropati.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya didaptkan adanya data keluarga yang menderita osteoarthritis
sebelumnya. Penyakit osteoarthritis biasanya terjadi karena faktor genetic.
Jika anggota keluarga mengalami penyakit ini maka kemungkinan bisa
menurun pada keluarga selanjutnya (Debora, 2012).
f. Riwayat keperawatan
Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu mengidentifikasi
adanya :
1) Rasa nyeri / sakit tulang punggung (bagian bawah), leher dan pinggang
2) Berat badan menurun
3) Biasanya di atas 45 tahun
4) Jenis kelamin sering pada wanita
5) Pola latihan dan aktivitas
6) Keadaan nutrisi (ex: kurang vitamin D dan C, serta kalsium)
7) Merokok, mengkonsumsi alkohol dan kafein
8) Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid,
sindrom cushing, akromegali hipogonadisme.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum Lansia yang mengalami masalah otot luar biasanya
lemah, kesadaran klien biasanya composmentis dan acuh tak acuh.
2) Tanda vital Suhu pada lansia dalam batas normal
3) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
a) Sistem Respirasi (B1)
Inspeksi: Pada lansia, osteoartritis dapat dilacak sebagai perluasan
kekambuhan pernapasan atau masih berada di dalam titik batas yang
khas.
Palpasi: Rongga dada dengan vocal fremitus simetris atau tidak
Auskultasi & Perkusi: Kelainan yang sering ditemukan beberapa
paru obstruktif dan kelainan pleura (effusi pleura, nodul subpleura).
(Putra et al. 2013)
b) Sistem Kardiovaskuler (B2)
Inspeksi Pada lansia osteoarthritis tekanan darah dan nadi mungkin
meningkat, namun pada penyakit osteoarthritis sendiri jarang di
dapatkan ada masalah
Palpasi: Kaji ada tidaknya vena jugulari biasanya pada penderita
osteoarthtis jarang kita jumpai Auskultasi & Perkusi: Kelainan
jantung yang simtomatis jarang di dapatkan
c) Sistem Persarafan (B3)
Inspeksi Pada lansia dengan osteoartritis, terdapat berbagai gangguan
neuritis karena vaskulitis yang sering terjadi sebagai kemalangan
nyata di titik terjauh dengan efek samping kaki atau pergelangan
tangan turun. (Putra et al, 2013).
d) Sistem Genetourinaria (B4)
Inspeksi Pada lansia osteoarthritis perubahan pola perkemihan.
seperti disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin.
e) Sistem Pencernaan (B5)
Inspeksi: Pada lansia osteoarthritis keadaan mulut, gusi, gigi dan
abdomen jarang dijumpai adanya pembengkakan/benjolan
Palpasi & Perkusi : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
f) Sistem Muskuloskeletal & Integumen (B6)
Pada lansia dengan osteoartritis, ketidakteraturan otot luar super yang
dapat dilihat selama evaluasi termasuk penurunan tonus otot,
hilangnya massa, dan kontraktur. Pengkajian rentang gerak
merupakan data dasar yang penting dimana hasil pengukuran
nantinya dibandingkan untuk mengevaluasi terjadinya kehilangan
mobilisasi sendi. Rentang gerak di ukur dengan menggunakan
geniometer. Pengkajian rentang gerak dilakukan di daerah seperti
bahu, kaki, lengan, siku, panggul, dan.
Inspeksi: Perhatikan warna kulit, ukuran, kehalusan kulit,
pembesaran, pelengkap penuh. Kepala biasanya mengalami sianosis.
Palpasi: Kekuatan otot, pembengkakan kaki pada persendian. Untuk
mengetahui skala penderitaan pada pasien yang menggunakan
metode numerik. (Andarmoyo, 2013).
Perkusi : Akan terjadi menggigil pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jaringan, dan perluasan sendi yang seimbang.
g) Sistem Pengindraan (B7)
Inspeksi & Palpasi: Penderita osteoarthritis pada lansia bisa
dilakukan test ketajaman penglihatan. Sfingter pupil timbul sklerosis
dan respon terhadap sinar menghilang. kornea lebih berbentuk sferis
(bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lansia) dan berlanjut
menjadi katarak, terjadi peningkatan ambang. pengamatan sinar,
kemampuan adaptasi terhadap kegelapan lebih Sistem Endokrin dan
Kelenjar Limfe (B8)
h) Pada lansia yang terkena osteoarthritis jarang di dapatkan
pembesaran thyroid dan kasus yang berhubungan dengan sistem
endokrin, kelenjar limfe.
2. Diagnosa keprawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang reaksi individu, keluarga,
dan area lokal terhadap masalah medis asli atau potensial atau proses kehidupan
yang menjadi alasan pemilihan mediasi keperawatan untuk mencapai hasil.
(Deden, 2012). Masalah keperawatan yang muncul seperti yang ditunjukkan oleh
(Tim Pokja SDKI, 2017).
a. Nyeri kronis berhubungan dengan muskuluskletal kronis
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
3. Analisa Data
N Data / Symtom Etiologi Problem
o
1 Gejala dan Reaksi imunologi Nyeri kronis
tanda mayor berhubungan
Subjektif dengan
1.Mengeluh Inflamasi muskuluskletal
nyeri membran sinoval kronis
2. Merasa
depreri
(tertekan)
Objektif Destruksi sendi
1.Tampak
meringis
2.Gelisah
3.Tidak Nyeri kronis
mampu
menuntaskan
aktivitas

Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif
1. Merasa takut
mengalami
cedera
berulangan)
Objektif
1. .Bersikap
protektif
(mis.
Posisi
menghind
ari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur
berubah
4. Anoreksia
5. Fokus
menyempi
t
6. Berfokus
pada diri
sendiri

2 Gejala dan Mobilisasi Gangguan


tanda mayor mobilitas fisik
Subjektif berhubungan
1. Mengeluh dengan kekakuan
sulit Tidak mampu sendi
menggerakan beraktivitas
ekstermitas.
Objektif
1. Kekuatan
otot menurun Tirah baring yang
2. Rentang lama
gerak menurun
(ROM)

Gejala dan Kehilangan daya


tanda minor otot
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif Penurunan otot
1.Menjalani
pemeriksaan
yang tidak
tepat Perubahan system
2.Menunjukkan muskuluskletal
perilaku
berlebihan
(mis. Apatis. Hambatan
bermusuhan, mobilitas fisik
agitasi,
histeria)
4. Intervensi keperawatan
N Diagnose Tujuan dan kriteria (SLKI) Intervensi (SIKI)
o (SDKI)
1 Nyeri Luaran Utama Manajemen Nyeri (I.08238)
kronis Tingkat Nyeri 1.Observasi
(D.0078) (I.08066)  Lokasi, karakteristik,durasi,
berhubun Setelah dilakukan frekuensi, kualitas, intensitas
gan tindakan / kunjungan nyeri
dengan selama 2x  Identifikasi skala nyeri
muskulus diharapkan tingkat Identifikasi respon nyeri non
kletal nyeri klien menurun, verbal
kronis dibuktikan dengan  Identifikasi faktor yang
kriteria hasil : memperberat dan memperingan
 Kemampuan nyeri
menuntaskan  Identifikasi pengetahuan dan
aktivitas meningkat keyakinan tentang nyeri
 Keluhan nyeri  Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
 Ketegangan otot  Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
 Meringis menurun  Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

2 Gangguan Luaran Utama Dukungan Mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik Mobilitas Fisik 1. Observasi 1.
(D0054) (L.05042)  Identifikasi adanya nyeri atau
berhubungan Setelan dilakukan keluhan fisik lainnya
dengan tindakan / 2. Tarapeutik
kekakuan sendi Kunjungan selama  Libatkan keluarga untuk
2x diharapkan membantu pasien dalam
mobilitas fisik klien meningkatkan pergerakan
meningkat, 3. Edukasi
dibuktikan dengan  Ajarkan mobilisasi sederhana
kriteria hasil : yang harus dilakukan (mis.
 Pergerakan duduk di (tempat tidur, duduk di
ekstermitas sisi tempat tidur, pindah dari
meningkat tempat tidur ke kursi)
 Kekuatan otot
meningkat
 Rentang gerak
(ROM) meningkat
 Kaku sendi menurun
5. Implementasi keprwatan
Implementasi merupakan bagian yang berfungsi dalam asuhan keperawatan, penolong
melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan.Kegiatan bersifat ilmiah, khusus, dan
relasional sebagai upaya yang berbeda untuk memenuhi persyaratan dasar klien. Aktivitas
keperawatan, persepsi keperawatankesejahteraan/instruksi keperawatan, dan aktivitas klinis yang
dilakukan oleh petugas (Saifudin, 2018
6. Evaluasi
yang ditentukan sebelumnya dalam mengatur, membandingkan Evaluasi diselesaikan dengan
mempertimbangkan langkah-langkah konsekuensi dari kegiatan keperawatan yang telah
dilakukan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan mengevaluasi kelayakan sistem
keperawatan mulai dari tahap penilaian, pengaturan dan pelaksanaan Penilaian dikumpulkan
menggunakan SOAP (Fadhilla, 2018)
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn. T
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pendidikan : tidak tamat sd
Pekerjaan : petani
Status perkawinan : kawin
Suku/bangsa : sasak/Indonesia
Alamat : dusun sempit
2. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit,kalau ditekuk tidak
bisa, kaku dan terasa sakit sekali
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sudah 1 minggunan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit
untuk berjalan. Nyeri dirasakan setiap pagi hari, dirasakan selama 15 menit.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan pernah operasi amandel tahun 2004 dan klien memiliki riwayat
hipertensi
4) Riwayat kesehatan keluarga
 Genogram


Keterangan

: Laki-laki

: perempuan

: meninggal

: klien

 Riwayat kesehatan keluarga


Memiliki riwayat hipertensi
3. Kesehatan fungsional
1) Nutrisi
Klien mengatakan makan normal 3x1 sehari, minum sehari 1-2 liter.
2) Pola Eliminasi
Klien mengatakan BAB terganggu dengan sakit di lutut kanan, BAK lancar tapi
harus memakai kursi roda untuk ke kamar kecil
3) Pola Aktivitas
Aktivitas sehari-hari Pasien mengatakan melakukan aktifitas sehari-hari secara
mandiri.
4) Kebutuhan istirahat tidur
Pada saat pengkajian Tn T mengatakan mengalami gangguan tidur berupa sering
terbangun. Klien mengatakan tidur 6-8 jam setiap hari,tidur siang 1-2 jam.
4. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Klien mengatakan sehat itu mahal harganya, klienmengatakan sakit lutut kaki
kanan
2) Pola hubungan
Klien menyatakan hubungan dengan masyarakat/ tetangga harmonis tidak ada
masalah.
3) Koping atau toleransi stress
Klien selalu berpikir positif biar tidak stres.
4) Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya
Klien mengatakan bahwa cemas akan kondisinya dikarenakan rasa sakit yang di
deritanya rasa sakit linu linu yang sering muncul terlebih saat sedang kecapekan
ataupun terlalu lama duduk klien mengatakan jika terlalu lama duduk lututnya
merasa nyeri,kaku dan terkadang membengkak. Klien menyatakan tidak merasa
malu dengan penyakitnya.
5) Konsep diri
a) Gambaran diri : Bagian tubuh pasien tidak terdapat kecacatan.
b) Harga diri: Hubungan klien dengan keluarga,masyarakat baik.
c) Ideal diri : klien mengharapkan sembuh dan dapat beraktifitas seperti dahulu.
d) Identitas diri : klien mengatakan bahwa dirinya laki-laki sebagai kepala
keluarga.
5. Aspek lingkungan fisik
Pada saat pengkajian kamar klien tampak bersih,wangi dan rapi, kamar mandi klien
Kamar mandi klien sedang diperbaiki , lantainya yang semula keramik sedang proses
pergantian dengan batu kecil-kecil dengan alasan klien sering hampir kepleset karena
lantai kamar mandinya licin. Bagian luar rumah terlihat tampak bersih, karena
istrinya suka menanam bunga-bunga dan rajin menyiram serta membersihkannya.
6. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1) Kesadaran : Compos metis
2) Status gizi : TB = 150 cm BB = 45 Kg
3) Tanda vital TD = 130/80 mmHg Nadi= 88x/mm Suhu = 36,50 C RR = 22
x/mm
b) Pemeriksaan Secara Sistematik
1) Kulit :Turgor kulit kering
2) Kepala : Simetris, warna rambut merah ( disemir), tidak terdapat nyeri tekan.
3) Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar limpa dan tidak ada tiroid.
4) Tungkak : Tidak ada lesi,tidak ada benjolan/massa.
5) Dada
Inspeksi: Dada tampak simetris
Auskultasi: Dada terdengar trakheal, bronchial.
Perkusi : Dada terdengar samar saat diketuk.
Palpasi : Dada tidak ada nyeri tekan, expansi dada simetris.
6) Punggung: Tidak terdapat lesi
7) Abdomen
Inspeksi : Tidak dikaji
Auskultasi: Terdengar peristaltik usus dengan jelas.
Perkusi : Terdengar timpasi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
8) Ektremitas
a) Atas : Tidak ada kelainan bentuk pada tulang dan tangan (anggota gerak
atas)
b) Bawah : Tidak ada kelainan bentuk pada tulang dan jari, kaki, terjadi
kelemahan/rasa sakit pada lutut kaki kanan.
9) Musculoskeletal
Pada saat pengkajian Tn. T mengatakan merasakan nyeri pada
sendinya,tidak ada bengkak saat di kaji,sendi juga merasa kaku, tidak ada
perubahan anatomi/deformitas, klien tidak merasakan kram,tidak ada
kelemahan otot ,masalah gaya berjalan tidak ada Cuma lebih berhati-hati,tidak
ada nyeri punggung, pola latihan yang di lakukan oleh Tn T yaitu jalan-jalan
pagi selepas sholat subuh, postur tulang belanag normal, dampak pada
aktivitas dan latihan klien mengatakan melakukan aktivitas dan latihan dengan
hati-hati karena terkadang kedua lutut kaku saat melakukan aktivitas, klien
tidak menggunakan alat bantu gerak,refleks bicep normal,tricep normal,knee
normal, achiles normal.
- Inspeksi : klien tidak mengalami fraktur, dislokasi maupun luka. Akral
hangat dan lembab, turgor elastis CRT<3 detik, tidak ada oedema,
kebersihan kulit bersih
- Palpasi & perkusi : kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM )
terbatas jika kambuh nyeri dan kaku di lutut kanannya klien mengalami
keterbatasan dalam menggerakkan sendi lutut sebelah kanan. Kekuatan
otot klien 5-5-4-5 kemampuan melakukan ADL mandiri, namun jika
kesulitan dalam berjalan klien menngunakan kruk. Mengeluh sulit
mengerakkan ektermiitas (lutut kanan), nyeri dan cemas saat bergerak,
kekuatan otot menurun, adanya kekakuan dan gerakan terbatas pada sendi
7. Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Item yang Skor Nilai
. dinilai
1. Makan (Feedin 0 = Tidak mampu
g) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega
1
dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathin
0 = Tergantung orang lain
g) 1
1 = Mandiri

3. Perawatan
0 = Membutuhkan bantuan orang lain
diri (Grooming
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, 1
)
dan bercukur

4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain


(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju) 1
2 = Mandiri
5. Buang air 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
kecil (Bowel) terkontrol
1
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6. Buang
0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
air besar
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu) 1
(Bladder)
2 = Kontinensia (teratur)

7. Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain


toilet 1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
1
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
1
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 2
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik 0 = Tidak mampu
turun tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Kesimpulan Hasil :
1. Ketergantungan berat ( 7)
2. Ketergantungan sedang ( 11)
3. Ketergantungan ringan ( 13)

Analisis data

No Data Fokus Etiologi Problem


1 Ds: Agen injuri Nyeri akut
1. Klien menyatakan nyeri dilutut kanan sejak 1 biologis
minggu
2. Klien mengatakan nyeri dirasakan tiap
berjalan dan tiap pagi hari
3. Klien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-
kemeng, sakit,kalau ditekuk tidak bisa, kaku
dan terasa sakit sekali

Do :
1. Klien tampak tenang
2. Saat linu, nyeri dan kaku di lututnya muncul
ekspresi klien tampak meringis kesakitan
3. TTV
TD : 130/80
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,50 C
4. Pengkajian skala nyeri
P : aktivitas berlebihan
Q : pegel-pegel,kemeng, nyeri
R : lutut kanan
S:6
T : setiap berjalan sakit, nyeri dirasakan di
pagi hari

2 DS : Nyeri Gangguan Mobilitas Fisik


1. Klien mengatakan jika ingin membersihkan
ruangan dilantai 2 rumahnya klien selalu
dibantu oleh istri saat akan naik tangga dan
saat turun tangga.
2. Klien mengatakan sekarang ia tidak bisa
bergerak bebas lagi karena jika terlalu capek
lututnya akan timbul rasa linu dan kaku.
3. Klien mengatakan terasa susah saat akan
berdiri selepas gerakan sholat ruku dan sujud.
4. Klien mengeluh sulit mengerakkan lututnya
DO :
1. Gerakan terbatas
2. Kekuatan otot menurun
3. Kekuatan otot klien 5-5-4-5
4. Klien tampak susah untuk naik dan turun dari
tangga dan harus dipegangi oleh orang lain
meskipun tangga rumah klien sudah ada
penyangganya.
5. Klien tampak susah berdiri saat
mempraktekkan gerakan sholat ruku dan
sujud.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyerI
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x 12 jam nyeri
menurun dengan kriteria hasil : 1. Observasi
 Kemampuan klien  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
menuntaskan aktivitas
 Identifikasi skala nyeri
meningkat  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Keluhan nyeri klien  Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Ketegangan otot  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
 Meringis menurun diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Gangguan mobilitas Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi


fisik berhubungan selama 1x30 menit diharapkan
dengan nyeri Gangguan Mobilitas Fisik dapat 1. Observasi 1.
meningkat, dengan kriteria hasil :  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Pergerakan ekstermitas dari 2. Tarapeutik
skala 3 (sedang) menjadi  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
skala 4 (cukup meningkat) meningkatkan pergerakan
 Kekuatan otot dari skala 3 3. Edukasi
(sedang) menjadi skala 4  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(cukup meningkat) (mis. duduk di (tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Jam Evaluasi
tanggal
1 Nyeri Rabu, 23 nov 15.30 1. Melokasi, karakteristik, 16.00 S:
kronis 2022 durasi, frekuensi, kualitas, P: klien mengatakan masih nyeri
berhubunga intensitas nyeri Q: nyeri terasa meringis
n dengan R: nyeri di bagian lutut
proses 2. MeIdentifikasi skala S: skala 5
penyakit nyeri T: hilang timbul

3. Melaskan penyebab, O: TD: 130/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,


periode, dan pemicu nyeri RR: 22x/menit.

4. MenJelaskan strategi A: Masalah nyeri Akut belum teratasi


meredakan nyeri
P:
5.Mengajurkan 1. Kaji nyeri klien
mengunakan analgesic 2. Evaluasi senam ergonomis
yang tepat
6. Mengukur TTTV

2 Gangguan Rabu 16.30 1. Mengidentifikasi 17.00 S:


mobilitas adanya nyeri tekan 1. Klien mengatakan nyeri pada lutut berkurang
fisik atau keluhan fisik P : Aktivitas yang berlebihan
berhubunga lainnya Q : Seperti nut-nut R : Kedua lutut
n dengan P : Karena aktivitas S : 7 (Rentang 1-10)
nyeri T : Hilang timbul (Pada saat beraktivitas berlebih
yang berlebihan dan saat kedua lutut ditekuk).
Q : pegal-pegal, 2. Klien mengatakan senang bisa diajarkan mobilisasi
kemeng, nyeri sederhana oleh perawat.
R : lutut kanan O:
S : 6 (Rentang 1-10) 1. Klien tampak tenang dan mengikuti arahan
T :Hilang timbul (Pada 2. Klien tampak kooperatif dan bersemangat saat
saat beraktivitas melakukan mobilisasi sederhana.
berlebihan , dan saat 3. Istri klien selalu membantu klien saat naik dan
lutut ditekuk) turun tangga.
2. Melibatkan keluarga A:
untuk membantu 1. Pergerakan ekstermitas dari skala 3 (sedang)
klien dalam menjadi skala 4 (cukup meningkat) belum tertatasi.
melakukan aktivitas 2. Kekuatan otot dari skala 3 (sedang) menjadi skala 4
pergerakan. (cukup meningkat) belum teratasi
Respon : istri klien P:
selalu membantu klien Intervensi dilanjutkan
saat naik dan turun
tangga.
3. Mengajarkan
mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
(mis. duduk di
(tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi).
Respon : Klien tampak
kooperatif dan
bersemangat saat
melakukan mobilisasi
sederhana meskipun
harus pelan-pelan
seperti biasanya.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

Abdurrachman, Nurseptiani, D., & Adani, M. (2019). Pengaruh Cycling Exercise Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Osteoarthritis Di Posyandu Lansia Puskesmas Kedungwuni II
Kabupaten Pekalongan. Jurnal Penelitian Ipteks, 4(2).
Bakara, D. M. D. S. W. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap Rentang Sendi
Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Jurnal, 7(2), 13–15.
Bararah, W., & Aceh, Z. A. B. A. S. F. P. K. U. S. K. D. B. (2016). Korelasi Intensitas Nyeri
terhadap Kulaitas Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut Di RSUD dr. Partowo

Anda mungkin juga menyukai