Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. B
Umur : 55 tahun
No. RM : 00-00-46-XX-XX
TB/BB : 178 cm/69 kg
MRS/KRS : 30/05/2019 s/d 08/06/2019
Riwayat Penyakit : Hipertensi, Diabetes Mellitus, TB Paru
Riwayat Obat : Amlodipine, Levemir, Glidiab, Glucobay, Lanzoprazole, Ranitidin,
Harnal (7 bulan lalu), Rifampisin, INH
Diagnosis : DM Hiperglikemia, Anemia, TB Paru

B. SOAP
1. Subjektif
Sejak 1 minggu yang lalu pasien berkeringat dingin, pasien merasa badan gemetar, lemas dan
pusing mbliyur.

2. Objektif
1. Kondisi klinik
Kondisi Tanggal
Klinik 30/06 31/06 01/06 02/06 03/06 04/06 05/06 06/06 07/06 08/06
Lemas + + + + + + + + - -
Pusing + + + + + - - - - -
Perut
- + + - - - - - - -
kembung
Keringat
- - + - - - - - - -
dingin
Polifagi - - + - - - - - - -
Batuk - - + + + - - - - -
2. Tanda – tanda vital (TTV)
Tanggal
TTV 04/0
30/05 31/05 01/06 02/06 03/06 05/06 06/06 07/06 08/06
6
Tekanan 170/ 180/ 140/ 150/ 170/ 190/ 150/ 130/ 140/ 140/
Darah 90 100 90 90 100 100 100 90 90 90
Nadi
100 80 80 80 80 88 80 84 80 80
(80-100 x/min)
RR
20 20 20 20 20 20 18 18 20 20
(16-20 x/min)
Suhu (oC) 37,2 37,4 36,8 36 36,6 37 36,6 36 36 36

3. Parameter Laboratorium
Tanggal
Parameter
30/05 31/05 01/06 03/06 04/06 05/06 07/06
3
WBC (4 – 10 x 10 /UL) 7,3 8,6 9,1 6,7 6,5
RBC (3,5 – 5 x 106/UL) 2,87 2,95 2,99 2,75 3,75
HGB (12 – 16 g/dL) 8,3 8,8 8,6 7,7 10,9
HCT (37 – 54%) 23,8 25,1 25,3 23,2 31,1
MCV (80-100 fl) 83 85,2 84,5 84,2 82,9
MCH (27-34%) 28,9 29,8 28,8 28 29,1
MCHC (32-36%) 34,8 35 34 33,3 35,1
PLT (150 – 400 x 103/UL) 157 214 209 181 175
LED (0 – 8 mm/jam) 95 106 105
GDA (< 200 mg/dL) 321 334 164
GDP (70 – 110 mg/dL ) 235 142
GD 2 JPP (< 80-125 mg/dL) 213
HbA1c (%) 5,3
TG (50 – 200 mg/dL) 135 125
Kolesterol 229
(150 – 200 mg/dL)
HDL-C (35 – 55 mg/dL) 60
LDL-C (65 – 175 mg/dL) 151
Globulin (2,2 – 3,5 mg/dL) 1,7 2,9
Albumin (3,5 – 5) 2,4 2,6
BUN (10 – 24 mg/dL) 27 32 30
Creatinin (0,5 – 1,5 mg/dL) 2,4 2,2 2,1
Na (135 – 145 mmol/L) 128 131,6
K (3,5 – 5 mmol/L) 4,5 4,23
Cl (95 – 108 mmol/L) 100 102
Ca (8,6 – 10,3 mmol/L) 7,5
UA (3,4 – 7 mg/dL) 5,1 5,5
Urinalisa
Protein ++

4. Pemeriksaan Penunjang
Photothorax (01-06-2019):
Kesan : Radang lama paru kanan atas terkesan masih tampak aktif

USG Abdomen (03-06-2019):


Kesan : Kolelitiasis (0,82 cm)
Nefropati bilateral
Kista pole atas ginjal kanan
BPH
5. Terapi

Tanggal
Nama Obat Dosis
30/05 31/05 01/06 02/06 03/06 04/06 05/06 06/06 07/06 08/06
Infus Kidmin : NaCl 2:1 √ √ √ √ √ STOP
Inj Levofloxacin 500 mg 0-0-1 √ √ √ √ √ √ STOP
Novorapid 3x16 U √ √ √ √ √ STOP
Levemir 0-0-10 U √ √ √ √ √ √ √ √
Micardis 80 mg 1-0-0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj Lasix 1-0-0 √ STOP √
Rifampicin 600 mg 0-0-1 √ √ √
INH 300 mg 0-0-1 √ √ √
STOP
Mucylin 200 mg 0-0-1 √ √ √
Codein + Salbutamol 0-0-1 √ √ √
Spironolakton 100 mg 1-0-0 √ √
Furosemide 40 mg 1-0-0 √ √ √ √ -
Amlodipin 10 mg 0-0-1 √ √ √ √ √
Glikuidon 30 mg 1-1/2 -0 √ √ √ √ √
Difehidramin syr 3x1C √ √ √ √ √
Bisoprolol 5 mg 1-0-0 √ √ √ √
Diazepam 0-0-1 √ √ √ STOP
Transfusi PRC 2 kolf √
C. ASSESSMENT
Problem Medik Subjektif, Objektif Terapi DRPs
DM Hiperglikemi S: lemas, polifagia 1. Novorapid 3 Terapi insulin adekuat,
+ x16 U Pasien mengalami hiperglikemia dapat dimungkinkan karena
Nefropathy O: edema (30 Mei – 3 adanya penurunan efektivitas obat antidiabetik oral yg dikonsumsi
GDA : 321, 334, Juni) bersamaan dengan obat antituberkulosis (Rifampisin) (Depkes RI,
164 2. Levemir 0-0-10 2005).
GDP : 235, 142 U
GD2JPP : 213 (30 Mei – 7 Penurunan glukosa darah acak sudah tercapai dengan penggunaan
HbA1C : 5,3% Juni) insulin Novorapid sehingga terapi dikembalikan seperti semula,
yaitu dengan obat antidiabetik oral (Glikuidon) dan insulin basal.
BUN : 27; 32; 30 Glikuidon merupakan golongan sulfonilurea yang tepat pada
Cr : 2,4; 2,2; 2,1 pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal (Koda-Kimble, 2013).

DM Hiperglikemi S: lemas, polifagia Glikuidon 30 mg Terapi sudah tepat.


+ 1- ½ -0 (3-8 Juni) Ketika glukosa darah telah terkontrol dengan penggunaan
Nefropathy O: edema kombinasi insulin basal dan rapid acting, maka terapi awal
GDA : 321, 334, dikembalikan seperti semula, yaitu dengan obat antidiabetik oral
164 (Glikuidon) dan insulin basal. Glikuidon merupakan obat
GDP : 235, 142 antidiabetik golongan sulfonilurea yang terbukti secara klinis
GD2JPP : 213 memiliki efek samping hipoglikemia yang lebih kecil
HbA1C : 5,3% dibandingkan dengan glibenklamid atau gliburid (Malaisse, 2006).
Glikuidon juga merupakan obat golongan sulfonilurea yang tidak
BUN : 27; 32; 30 memerlukan penyesuaian dosis pada pasien DM dengan CKD
Cr : 2,4; 2,2; 2, stage 1 – 5 (Arnouts, dkk, 2013). Glikuidon merupakan golongan
sulfonilurea yang tepat pada pasien DM dengan gangguan fungsi
ginjal (Koda-Kimble, 2013; Malaisse, 2006). Namun tidak ada
hasil pemeriksaan glukosa darah setelah pemberian terapi ini.
Hipertensi S: pusing, lemas Micardis 80 mg 1. Menurut JNC 7; KDIGO (2012), drug of choice antihipertensi
(Telmisartan) 1-0- untuk pasien Diabetes melitus nefropati adalah ACEi/ARB.
O: TD 170/90 0 Selain berperan dalam menurunkan tekanan darah, ARB juga
mmHg (30 Mei); (30 Mei – 8 Juni) memiliki efek antiproteinuria dan bersifat renoproteksi.
170/100 mmHg (3 Sehingga pemilihan Telmisartan (ARB) pada pasien ini sudah
Juni); 190/100 tepat.
mmHg (4 Juni) 2. Terapi tidak adekuat, dimana tekanan darah pasien 170/100
mmHg (3 Juni), walaupun dengan dosis maksimal yang dapat
diberikan.
Amlodipin 10 mg, 1. Amlodipin merupakan antihipertensi golongan CCB
0-0-1 (3 – 7 Juni) dihidropiridin yang menjadi lini kedua sebagai obat tambahan
ketika ACEi/ARB tidak dapat ditoleransi (JNC 7). Sehingga
kombinasi antihipertensi pada pasien ini sudah tepat, dimana
pada tanggal 3 Juni ketika TD 170/100 mmHg, pasien
diberikan kombinasi Telmisartan dan Amlodipin.
2. Pada tanggal 4 juni, TD pasien meningkat 190/100 mmHg
(pagi hari). Menurut Medscape, amlodipin memiliki onset 24-
96 jam. Sehingga perlu monitoring efektivitas amlodipin
sebelum penambahan agen antihipertensi yang lain. Selain itu,
peningkatan TD pasien juga didukung kondisi pasien yang
tidak bisa tidur pada malam hari.
Bisoprolol 5 mg, 1. Penambahan obat menjadi kurang tepat. Sebaiknya perlu
1-0-0 (4 – 8 Juni) monitoring efektivitas amlodipin hingga onsetnya tercapai.
Apabila selama 24-96 jam belum terjadi perbaikan pada TD,
maka penambahan obat lain direkomendasikan.
2. Penggunaan bisoprolol pada ClCr <40 mL/min diberikan
dengan dosis awal sebesar 2,5 mg yang dapat ditingkatkan
secara perlahan dengan monitoring yang ketat (DIH ed 21, p
261).
3. Terapi adekuat, dimana TD pasien saat KRS 140/90 mmHg.
TB paru S: batuk 1. Rifampicin 1. Pengobatan TB pada pasien DM dengan pengelolaan glukosa
(Fase lanjutan) 600 mg, 0-0-1 darah yang tidak terkontrol, terapi dilakukan selama 9 bulan
O: BTA (-) (30 Mei-1 Juni) (PDPI, 2006). Terapi OAT pada kasus ini telah dihentikan
(21 Mei), 2. INH 300 mg pada bulan ke 7 karena hasil BTA I -/-. Meskipun demikian
Photothorax : 0-0-1 sebaiknya terapi OAT perlu dilanjutkan hingga bulan ke 9
Radang lama paru (30 Mei-1 Juni) karena nilai LED masih tinggi dan hasil foto thorax
kanan atas terkesan menunjukkan kecenderungan peradangan yang masih aktif
masih tampak aktif; (Tuberkulosis Paru BTA Negatif). Pada pemeriksaan 3
LED : 95; 106; 105 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya BTA
mm/jam negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif – Depkes RI, 2005).

2. Pemberian Rifampisin dan INH menunjukkan potensial efek


samping terhadap kejadian anemia (DIH, 2013, p 1487)
Rifampisin mengakibatkan kejadian anemia hemolitik pada
pasien (Ahrens, et al., 2002). INH dapat mengakibatkan
anemia sideroblastik, hemolitik, aplastik (DIH, 2013, p 934;
Piso, et al., 2011). Hal ini ditunjukkan dengan penurunan Hb
yang sudah terjadi pada saat pasien masuk.
Inj Levofloxacin Terapi kurang tepat.
500 mg, 0-0-1 Penggunaan levofloxacin pada terapi TB dilakukan jika pasien
(30 Mei – 4 Juni) sudah mengalami MDR. Pada kasus ini, pasien tidak
menunjukkan tanda – tanda mengalami MDR. Oleh karena itu
pada kondisi ini, pemberian levofloxacin kurang tepat (PDPI,
2006; Pharmaceutical Care TBC, 2005; Canadian Tuberculosis
Standards, 7th ed, 2014; Al Sultan etc, 2015).
1. Racikan Pemberian obat batuk salbutamol, codein dan mucylin diberikan
Salbutamol dan pada pasien saat di Poli Paru. Hal ini berkaitan dengan kondisi TB
Codein 1-1-1 pasien yang terkadang membuat pasien sering mengalami batuk
30 Mei – 1 dan sesak. Salbutamol berfungsi sebagai bronkodilator, codein
Juni) sebagai antitusif dan mucylin sebagai mukolitik.
2. Mucylin 200
mg 2x1 tab
(30 Mei – 1
Juni)
Difenhidramin Pemberian difenhidramin dilakukan pada tanggal 3 Juni karena
sirup 3x1C (3 – 7 pasien mengalami batuk akibat alergi. Terapi adekuat karena
Juni) batuk yang dialami pasien berkurang. Pemberian difenhidramin
dilakukan pada tanggal 3 Juni karena pasien mengalami batuk
akibat alergi. Terapi adekuat karena batuk yang dialami pasien
berkurang.

Anemia S: lemas Transfusi PRC 2 Terapi yang diberikan sudah tepat.


kolf (6 Juni) Pemberian transfusi PRC dilakukan jika memang diperlukan
O: peningkatan Hb yang segera (Dipiro et al, 2008; Watschinger, et
Hb 8,3; 8,8; 8,6; al, 2013, Renal Guideline Committee, 2012, GCSC, 2011, Coyne,
7,7; 10,9 mg/dL 2012; KDIGO, 2012).
Hipoalbuminemia S : lemas - Terapi peningkatan albumin pada pasien lebih difokuskan pada
O : edema intake makanan karena kondisi klinis pasien masih
Alb : 2,4; 2,6 memungkinkan untuk pemenuhan nutrisi secara oral.
Total protein : 5,5
Edema S: - Spironolakton 100 Terapi kurang tepat
mg 1-0-0 (1 – 2 Penggunaan spironolakton tidak dianjurkan pada
O: kedua kaki dan
Juni) pasien dengan edema karena memiliki efek diuresis yang lebih
tangan kiri bengkak
kecil dibandingkan obat diuretik lain.
Dengan demikian penggunaan obat spironolakton dihentikan dan
diganti dengan diuretik lain yaitu
Furosemid 40 mg 1-0-0 (Koda-Kimble, 2013, p 775)
Furosemid 40 mg Terapi sudah tepat dan adekuat.
1-0-0 (3 – 6 Juni) Pada pasien CKD yang mengalami edema, pemberian furosemid
sudah tepat (Medicine Health Care, 2009). Furosemid dapat
memperlambat progres dari penurunan nilai ClCr (Koda-Kimble,
2013, p 775). Penggunaan furosemid pada kasus ini bertujuan
sebagai diuretik dan antihipertensi. Dosis penggunaan furosemide
masuk dalam range terapi, yaitu sebesar 20-80 mg/hari (DIH edisi
21, p 772). Penggunaan furosemid dengan ClCr 20-50 ml/min
menggunakan dosis normal (The Renal Drug Handbook, 3rd,
2004). Oleh karena itu penggunaan furosemide 40 mg 1-0-0 sudah
tepat indikasi dan tepat dosis. Kondisi udem pasien berkurang.
Kolelitiasis S: - - Belum ada terapi.
Guideline terapi kolelitiasis dilakukan dengan pembedahan, terapi
O: Bil-D 0,3
litolitik, ESWL, kombinasi terapi litolitik dan ESWL, atau terapi
Hasil USG adanya litolitik transhepatik perkutan. Salah satu agen litolitik adalah
batu empedu 0,82 Ursodioxycholic acid yang terbukti dapat membantu mencegah
cm pembentukan batu (60-90%) (Medscape; Reshetnyak, 2012). Obat
ini tidak memiliki interaksi dengan obat antidiabiates maupun
obat antituberkulosis (Medscape). Meskipun farmasis sudah
memberikan saran terapi akan tetapi terapi tidak diberikan dengan
pertimbangan tidak adanya tanda-tanda klinis yang dialami
pasien.
BPH S: - - Belum ada terapi
Meskipun hasil USG pasien menunjukkan + BPH akan tetapi
O: Hasil USG
gejala klinis berupa nokturia 2-3 kali dan nyeri saat berkemih
menunjukkan kesan
tidak dialami pasien. Pengobatan berupa alfa bloker maupun agen
BPH
antikolinergik diberikan ketika pasien sudah tergolong pada
moderate-severe BPH (MacVery dkk., 2010; Dipiro, 2015). Pada
pasien ini tidak diberikan terapi karena tidak terdapat gejala klinis.
D. REKOMENDASI TERAPI
1. Melanjutkan terapi OAT dengan Rifampisin dan INH dengan dosis 3x seminggu selama 9
bulan dengan saran pemberian PRC jika kemungkinan terjadi penurunan Hb yang drastis.
2. Pemberian agen ursodioxyholic acid.
3. Pemberian terapi tinggi protein untuk meningkatkan kadar albumin pada pasien.

E. MONITORING TERAPI
Kondisi klinik:
1. Pusing
2. Udem (volum urin)
3. Lemas
4. Efek samping hipoglikemia
Tanda-tanda vital:
1. Penurunan tekanan darah pasien
2. Nadi
Laboratorium:
1. Penurunan glukosa darah
2. Monitoring kadar Hb pasien
3. USG abdomen untuk melihat ukuran batu empedu
4. Monitoring kadar Kalium dan albumin
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens, N., Genth, R., Salama, A., 2002, Belated diagnosis in three patients with rifampicin-
induced immune haemolytic anaemia, Case Report, Br J Haematol, 117(2):441-443.
Alsultan etc, 2015, Limited sampling strategy an target Attainment Analysis for Levofloxacin in
Patients with Tuberculosis, Antimicrob Agents Chemother, 00341-15.
Ashley, C and Currie, A., 2004, The Renal Drug Handbook, 3 rd edition, Radcliffe Publishing,
Oxford, New York.
Menzies, D., Alvarez, G.G., and Khan, K., 2014, Canadian Tuberculosis Standards, 7th edition,
Public health Agency of Canada, Canada.
Coyne, 2012, CKD Medscape CME Expert Column Series: Issue 3 — Management of Chronic
Kidney Disease Comorbidities, CME
Dipiro et al, 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th ed., Mc Graw Hill, New
York
JNC 7, 2003, Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, National
Institute of Health.
JNC 8, 2014, 2013, Evidence-BasedGuideline for theManagement of HighBlood Pressure
inAdults, Clinical Review and Education, JAMA. 2014;311(5):507-520.
doi:10.1001/jama.2013.284427
Kidney International Supplements, 2012, KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in
Chronic Kidney Disease, 2, 288–291
Koda-Kimble, 2009, Applied Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition, Lippincott
Williams & Wilkins
Lacy, et al., 2013, Drug Information Handbook., 21st edition, Lexicomp, United State.
NCGC, 2011, Anemia Management in Chronic Kidney Disease, National Clinical Guideline
Centre, London
Piso, R.J., Kriz, K., and Desax, M.J., 2011, Severe Isoniazid Related Sideroblastic Anemia, Case
Report, Hematol Rep, 3(1); e2 doi 10.4081/hr.2011.e2
Watschinger, et al, .2013, The MAINTAIN study--managing hemoglobin variability with
darbepoetin alfa in dialysis patients experiencing a severe drop in hemoglobin,
Feb;125(3-4):71-82. doi: 10.1007/s00508-012-0311-1. Epub 2013 Jan 9.
www.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai