Makalah Sejarah Indonesia
Makalah Sejarah Indonesia
Disusun Oleh:
Ika Rahmawati
Nayla Najhlahana
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PEMBERONTAKAN PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA DAN
PERJUANGAN RAKYAT SEMESTA (PRRI/PERMESTA)”.
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Winalni G. Harefa, S.Pd yang
telah memberikan tugas makalah ini. Kami mendapatkan ilmu baru mengenai pemberontakan
PRRI/Permesta.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini tidaklah sempurna. Maka dari itu,
kami mengucapkan maaf sebesar-besarnya bila dalam makalah ini masih ditemukan banyak
kesalahan dan kekurangan. Makalah ini kami susun dengan harapan bahwa materi yang telah
kami sampaikan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan penulis.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................................... 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bulan Agustus dan September 1956, beberapa tokoh dari Sumatera Tengah
(yang dulunya merupakan gabungan dari wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan
Kepulauan Riau) mengadakan rapat dan pertemuan di Jakarta. Pertemuan itu dilanjutkan
dengan reuni 612 perwira aktif dan pesiunan Divisi Banteng pada tanggal 20 – 25
November 1956 yang bertempatan di Padang.
Dalam reuni itu muncul aspirasi otononi untuk memajukan daerah. Disambung juga
dengan persetujuan pembentukan Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letkol Ahmad
Husein, komandan Resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di Padang.
Pada tanggal 2 Maret 1957, Kolonel Ventje Sumual seorang perwira militer yang
terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mendirikan Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta). Awal mulanya terjadi di Makassar, namun kemudian berpindah ke Manado,
Sulawesi Utara.
1
Munculnya pemberontakan ini disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya
adalah berkembangnya sentimen di Negara Indonesia Timur. Para perwira daerah merasa
kecewa karena pemerintah pusat dianggap terlalu mengistimewakan Pulau Jawa
dibandingkan pulau lain, karena politik dan perekonomian Indonesia pada saat itu
terpusat di Pulau Jawa.
Padahal sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari pulau lain.
Dengan hambatan tersebut, proses pengembangan daerah juga jadi terbatas dan
terganggu. Adanya perselisihan ini kemudian memunculkan aspirasi untuk memisahkan
diri dari Indonesia.
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang ada dapat dirumuskan menjadi:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bergabung ke dalamnya, seperti Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan
Mohammad Natsir.
Pada 9-13 Januari 1958 diadakan pertemuan PRRI di Sumatera Barat. Hasil keputusan
dari pertemuan tersebut yaitu akan dibuat sebuah pemerintahan tandingan bila tuntutan dari
PRRI tidak dipenuhi. Mulai dari situ, Kolonel Ahmad Husein yang memiliki kekuasaan di
bidang militer, mulai melakukan penyelundupan senjata ke Sumatera Tengah, di mana pada
masa itu Sumatera Barat belum memiliki otonomi daerah sendiri.
Sayangnya, ultimatum ini ditolak tegas oleh Perdana Menteri Djuanda. Konflik pun
memuncak pada tanggal 15 Februari 1958 Ahmad Husein memproklamasikan berdirinya
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat. Seluruh
dewan perjuangan di Sumatera dianggap mengikuti pemerintahan ini. Syafruddin
Prawiranegara ditunjuk sebagai perdana menteri PRRI.
Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula oleh para tokoh
masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan musyawarah dengan pemerintah, menjadikan
mereka mendukung PRRI, mendeklarasikan Permesta sekaligus memutuskan hubungan
dengan pemerintah pusat (Kabinet Juanda).
Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer dilakukan
untuk menindak pemberontak yang diam-diam didukung Amerika Serikat. Dukungan AS
didasarkan pada kekhawatiran negara tersebut bila Indonesia akan jatuh ke tangan komunis
yang kekuatannya semakin besar di pemerintahan pusat.
4
Selain dengan perundingan, pemerintah pusat juga melakukan upaya penumpasan
dengan melakukan beberapa operasi militer, yaitu Operasi Merdeka, Operasi Tegas, Operasi
Sadar.
Operasi militer yang bertugas di Riau dipimpin oleh Letnan Kolonel Kaharuddin
Nasution. Target utama dari operasi ini adalah untuk merebut kedudukan Permesta dengan
menguasai Pekanbaru dan menghadang kemungkinan pemberontak melarikan diri melalui
Selat Malaka ke daerah Singapura dan Malaysia.
Serangan mendadak pun dilakukan oleh Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dan Resimen
Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dipimpin Letnan Kolonel Wiriadinata. Dari
serangan mendadak ini, mereka berhasil menguasai Lapangan Terbang Pekanbaru
a. Operasi Saptamarga
Pasukan Permesta yang dipimpin oleh mantan Mayor Boyke Nainggolan menyerang
dan menguasai Kota Medan. TNI kemudian memberangkatkan kesayuan PGT dan
RPKAD menuju Medan, Sumatera Utara, melalui Operasi Saptamarga yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Djamin Ginting untuk melawan pasukan Permesta.
b. Operasi 17 Agustus
Operasi 17 Agustus dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani untuk daerah Sumatera Barat.
Seluruh pasukan Operasi 17 Agustus melakukan perlawanan dengan Permesta untuk
menguasai jalan besar Tebing-Padang. Operasi ini bertujuan untuk menguasai
Bukittinggi.
c. Operasi Saptamarga II
5
Operasi Sapta Marga II dilakukan di Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono.
Operasi ini berhasil menduduki Gorontalo yang telah dikuasai oleh Permesta terlebih
dahulu.
Operasi Sadar dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo. Operasi ini bertujuan untuk
menuntaskan pemberontakan di Sumatera Selatan dibantu oleh pasukan operasi sebelumnya.
Operasi Sadar berhasil membuat wilayah Sumatera secara keseluruhan terlepas dari Permesta.
Sementara wilayah Manado direbut oleh pasukan Permesta melalui Operasi Merdeka. Namun,
pada Oktober 1961, seluruh wilayah yang dikuasai oleh pasukan Permesta berhasil kembali ke
Republik Indonesia melalui operasi-operasi TNI tersebut.
Akhirnya pada Oktober 1961, seluruh wilayah yang dikuasai oleh pasukan Permesta
berhasil kembali ke Republik Indonesia melalui operasi-operasi TNI tersebut. Pemberontakan
Permesta resmi berakhir setelah diberikannya amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat
Permesta melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 322 tahun 1961.
1. Sebanyak 22.174 jiwa menjadi korban pemberontakan ini, 4.360 orang mengalami
luka-luka dan 8.072 orang menjadi tawanan. Bahkan korban-korban yang disebutkan
di atas juga terdiri dari warga sipil yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan
pemberontakan namun menunjukkan sikap simpati terhadap pemberontakan ini
2. Perekonomian semakin tidak stabil
3. Negara kekurangan bahan makanan
4. Adanya perpecahan hubungan persaudaraan
5. Munculnya kesadaran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki masing-masing masalah di wilayahnya
6
2.5 Tokoh-tokoh yang Terlibat dalam Pemberontakan PRRI/Permesta
Gambar 1 Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta, dari kiri: Letkol Ahmad Husein,
Kolonel Maludin Simbolon, Letkol Barlian, Kolonel Ventje Sumual, Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin
Harahap, Mohammad Natsir
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Saran dari penulis adalah agar negara berusaha sekuat tenaga untuk melakukan
pemerataan pembangunan. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah sudah dapat
mengembangkan daerahnya masing-masing dengan lebih baik. Namun hal ini tidak dapat
menjadi alasan bagi pemerintah pusat untuk tidak memedulikan keadaan di daerah. Jadi perlu
adanya usaha secara aktif dari pemerintah pusat untuk membantu mengembangkan daerah-
daerah lainnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Sh. dkk. 2009. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XII Program IPA. Jakarta: Pusat
perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.