Anda di halaman 1dari 64

Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFLEKSI KASUS

Fakultas Kedokteran 26 Januari 2024


Universitas Alkhairaat
Palu

GLOMERULONEFRITIS AKUT SUSP EC PASCA STREPTOKOKUS +

ENCEPALOPATI HIPERTENSI + STUNTED + OVERWEIGHT

Disusun Oleh :
Nurhasana H.B Jafar, S.Ked
(19 23 777 14 539)

PEMBIMBING :
dr. Christina M.R Kolondam, Sp. A

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2024
HALAMAN PENGESAHAN

Nama / No Stambuk : Nurhasana H.B Jafar/ 19 23 777 14 539

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul : Glomerulonefritis Akut Susp Ec Pasca Streptokokus + Encepalopati

Hipertensi + Stunted + Overweight

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSU Anutapura Palu
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 26 Januari 2024

Pembimbing Dokter Muda

dr. Christina M.R Kolondam, Sp. A Nurhasana H.B Jafar, S.Ked

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. REFLEKSI KASUS 4

A. Identitas Pasien 4

B. Anamnesis 5

C. Pemeriksaan Fisik 9

D. Pemeriksaan Penunjang 12

E. Resume 13

F. Diagnosis 15

G. Diagnosis Banding 15

H. Terapi 15

I. Anjuran 15

J. Follow up 16

BAB III DISKUSI KASUS 23


BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut merupakan glomerulonefritis yang sering


ditemukan pada anak ditandai dengan hematuria, hipertensi, edem, dan penurunan
fungsi ginjal. Glomerulonefritis akut pada anak paling sering ditemukan pada
umur 2- 10 tahun dan umumnya terjadi pasca infeksi streptokokus Walaupun
penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan
pemantauan.
Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh
dan sisa-sisa pembuangan . GNA adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap
bakteri / virus tertentu.GNA adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh
infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala
nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.
GNAPS glomerulonefritis akut terbanyak yang terjadi pada anak. Tercatat
sebanyak 472.000 kasus baru GNAPS setiap tahunnya dengan jumlah kematian
5.000 jiwa per tahun.1,3
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis GNAPS dibutuhkan urinalisis.
Pada pemeriksaan urinaliss biasanya didapatakan proteinuria yang dapat bertahan
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Selain
proteinuria bisa didapatkan hematuria mikroskopik yang hampir selalu didapatkan
pada kasus GNAPS, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda
yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu
glomerulonefritis.3
Istilah ensefalopati hipertensi mulai dikenal pada tahun 1928 untuk
mendeskripsikan kondisi ensefalopati yang berhubungan dengan fase ganas
hipertensi yang terjadi dengan percepatan lebih. Ensefalopati hipertensi merupakan
jenis ensefalopati yang kurang umum, ditandai dengan edema cerebral yang terjadi
1
setelah suatu episode hipertensi berat. Pada ensefalopati hipertensi dengan
papilledema, pasien menunjukkan tanda disfungsi otak menyebar seperti sakit
kepala berat, muntah, penglihatan kabur, kejang, dan koma. Kejang merupakan
tanda paling umum ditemukan, terutama pada bayi dan anak kecil dengan
ensefalopati hipertensi. Di Amerika Serikat, sekitar 50% dari populasi orang
dewasa mengalami beberapa tingkat hipertensi. Darurat hipertensi terhitung untuk
persentase kecil (kurang dari 2%) dari kasus hipertensi pada unit gawat darurat.
Ensefalopati hipertensi secara spesifik terhitung sebanyak 15% dari darurat
hipertensi yang dilaporkan. Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada orang
berusia paruh baya (45-65 tahun) yang memiliki riwayat hipertensi jangka lama.
Hipertensi lebih umum pada laki-laki daripada wanita.

Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan


darah (TD) yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau
perburukan kerusakan organ target (target organ damage=TOD).1 Pada kondisi
klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi (hypertensive mediated
organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa (tabel-1),2 sehingga
memerlukan intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu menit/jam
dengan obat-obatan intravena (iv).

Stunted adalah suatu kondisi dimana tubuh yang pendek dan sangat pendek
berdasarkan indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) dibawah standar deviasi (< - 2 SD (Stunted) dan < - 3 SD
(Severely Stunted). Balita yang mengalami stunting sudah pasti stunted, namun
balita stunted belum pasti stunting.

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Stunting diidentifikasi
dengan menilai panjang atau tinggi badan anak (panjang badan berbaring untuk
anak kurang dari 2 tahun dan tinggi berdiri untuk anak usia 2 tahun atau lebih) dan
menafsirkan pengukuran dengan membandingkannya dengan serangkaian nilai
standar yang dapat diterima. Terdapat kesepakatan internasional bahwa anak-anak
2
mengalami stunting jika panjang/tinggi badan mereka di bawah −2 SD dari
median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia dan jenis kelamin yang
sama. Anak-anak dianggap mengalami stunting parah jika panjang/tinggi badan
mereka di bawah −3 SD dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia
dan jenis kelamin yang sama.
Perawakan pendek didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana tinggi badan
seseorang berada pada persentil ke-3 dari rata-rata tinggi badan pada kelompok usia,
jenis kelamin, dan populasi tertentu. Hal ini dapat dinilai melalui berbagai
instrumen antropometri. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kelainan
hormonal, genetik, dan perkembangan. Diagnosis perawakan pendek memerlukan
pemeriksaan biokimia dan radiologi, termasuk penilaian nutrisi dan hormonal serta
perkiraan usia tulang. Penatalaksanaan utama pada perawakan pendek bertujuan
untuk meringankan penyebab yang mendasarinya dan mengobati tekanan
psikososial yang terkait.
Penatalaksanaan utama pada perawakan pendek harus bertujuan untuk
meringankan penyebab yang mendasarinya. Perawakan pendek yang disebabkan
oleh kekurangan hormon harus ditangani dengan pengobatan hormonal.
Perawakan pendek akibat penyakit tulang sebaiknya bertujuan untuk mengobati
penyakit tersebut.
Overweight atau juga sering disebut dengan kegemukan adalah sebuah
kondisi dimana seseorang memiliki berat badan yang melebihi berat badan pada
manusia normal. Kelebihan berat badan ini tidak hanya disebabkan oleh kelebihan
pada lemak yang berada pada tubuh manusia sebagaimana penyebab kegemukan
pada umumnya. Overweight juga dapat disebabkan oleh kelebihan massa otot pada
tubuh ataupun kegemukan karena air. Overweight dapat menjadi gejala awal
terjadinya obesitas pada seseorang.
Berikut ini akan dibahas refleksi kasus dengan diagnosis GNA Susp Ec
Pasca Streptokokus pada anak usia 12 tahun 6 bulan disertai dengan Encepalopati
HT, STUNTED, OVERWEIGHT. pada Anak yang dirawat di Ruang Nuri Bawah
RSU Anutapura Palu.

3
BAB II

REFLEKSI KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama Pasien: An. F

2. Jenis Kelamin: Laki-Laki

3. Lahir pada tanggal/umur: 03-06-2011/ 12 tahun 6 bulan

4. Kebangsaan: Indonesia

5. Agama: Islam

6. Alamat: Salibu

7. Suku Bangsa: Kaili

8. Nama Ibu: Ny. R

9. Usia Ibu: 42 tahun

10. Pekerjaan Ibu: IRT

11. Pendidikan terakhir ibu: SMP

12. Nama Ayah: Tn. S

13. Usia Ayah: 45 tahun

14. Pekerjaan Ayah: Swasta

15. Pendidikan terakhir ayah: SMA

16. Tanggal masuk ruangan/jam: 03-12-2023 / 19.27 WITA

17. Tanggal keluar ruangan/jam: 09-12-2023

18. Jumlah hari perawatan: 9 hari

19. Diagnosis: Glomerulonefritis Akut Susp Ec Pasca Streptokokus + Encepalopati


Hipertensi + Stunted + Overweight
20. Anamnesis diberikan oleh: Orang tua pasien (ibu pasien)

4
21. Family Tree :

Keterangan :

Ayah pasien

Ibu pasien

Pasien

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Kesadaran menurun + Bengkak pada wajah 5 hari yang lalu (29/11/2023)

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien anak laki-laki usia 12 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan bengkak pada wajah di sertai penglihatan kabur dan juga sakit perut
di bagian suprapubic yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit (29/11/2023). Pada hari Jum,at tanggal (01/12/2023) pasien
mengeluh pusing (+) di sertai sesak (+) yang hilang timbul. Kemudian di
hari Minggu, tanggal (3/12/2023) pasien mengeluhkan kencing berwarna
merah dan muntah (+) dengan frekuensi sebanyak 10x , keluhan di sertai
kejang 1x dengan durasi <10 menit saat masih di rumah, setelah kejang
pasien dalam kondisi kesadaran menurun hingga di bawah ke rumah sakit.
BAB (+) seperti biasa.

5
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama


4. Anamnesis Antenatal dan Riwayat Persalinan

Selama masa kehamilan ibu pasien rutin melakukan kunjungan antenatal


care (ANC). Tidak ada keluhan selama kehamilan. Pasien lahir dari ibu
dengan G4P4A0. Lahir secara normal di klinik, lahir langsung menangis,
Siamosi(-), dengan BBL 2,500 gram, PBL 48 cm.
5. Penyakit yang sudah pernah dialami

 Morbili : Belum Pernah

 Varicella : Belum Pernah

 Pertussis : Belum Pernah

 Diare : Belum Pernah

 Cacingan : Belum Pernah

 Batuk/Pilek : Pernah

 Kejang : Pernah

 Lain-lain : Tidak Ada

6. Riwayat Kepandaian/Kemajuan/Perkembangan Anak Pertama kali :

- Membalik 4 bulan

- Tengkurap 4 bulan

- Duduk 7 bulan

- Merangkak 5 bulan

- Berdiri 12 bulan

- Berjalan 13 Bulan

- Tertawa 4 bulan

6
- Berceloteh 4 bulan

- Memanggil mama 20 bulan

7. Anamnesis Makanan Terperinci

Usia 0 – 6 bulan : Asi + Susu Formula


Usia 6 - 12 bulan : Susu Formula + MPASI (Bubur Sun dan Bubur Saring)
Usia 12 - 24 bulan : Makanan keluarga, setiap hari pasien makan 3 kali sehari
dengan nasi + sayur + ikan/ayam/telur/daging.
Usia 24 bulan - sekarang : Makanan keluarga, setiap hari pasien makan 3 kali
sehari dengan nasi + sayur + ikan/ayam/telur/daging.
8. Riwayat Imunisasi

Imunisasi pasien lengkap

Dasar Ulang
Imunisasi
I II III I II III

BCG +

Polio + + +

DPT + + +

Campak +

Hepatitis + + +

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 tahun Rekomendasi IDAI Tahun 2023

7
9. Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
 Keadaan sosial : Pasien saat ini tinggal bersama kedua orang tua.
 Keadaan Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan status ekonomi
menengah yang cukup mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien tinggal di lingkungan rumah yang
cukup bersih dan sehat, sanitasi yang memadai, pemenuhan air bersih yang
memadai.
C. Pemeriksaan Fisik
Umur : 12 tahun 6 bulan
Berat Badan : 34 kg
Tinggi Badan : 136 cm
Status Gizi : Overweight
BB/U : 34/43 X 100 = 79 (BB KURANG)
TB/U : 135/152X 100 = 88 (PENDEK)
BB/TB : 34/29X 100 = 117 (OVERWEIGHT)

8
BB/U : 34/43 X 100 = 79 (BB KURANG)
TB/U : 135/152X 100 = 88 (PENDEK)
BB/TB : 34/29X 100 = 117 (OVERWEIGHT)

9
PEMERIKSAAN AWAL

KEADAAN UMUM

Keadaan mental : Sakit Berat


Kesadaran : Somnolen GCS (E2M2V3)

Sianosis : (-)
Anemia : (-/-)
Ikterus : (-/-)

TANDA VITAL
Tekana darah : 154/101
Denyut nadi : 105 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,6 oC
SpO2 : 96 %

KULIT :
Warna : Sawo matang

Efloresensi : Peteki (-), purpura (-),


vesikel (-) Pigmentasi : Tidak ditemukan
Jaringan parut : Tidak
ditemukanLapisan lemak : Cukup
Turgor : Segera kembali (<2 detik)
Tonus : Normal
Edema : Pada wajah
Lain-lain :-
KEPALA :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam
Ubun-ubun besar : Tertutup

10
MATA :
Eksoftalmus/Enoftalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan
pemeriksaanKonjungtiva : Anemis (-/-)

Palpebra : Edema (+/+)


Sklera : Ikterus (-/-)
Corneal reflex : Refleks cahaya langsung (+/+)

Refleks cahaya tidak langsung (+/+)


Pupil : Bulat, isokor kedua pupil
Lensa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan : Parese (-/-) kekuatan bebas
TELINGA : Bentuk normal, otorhea (-/-), sekret (-/-)
HIDUNG : Bentuk normal, rinorhea (-/-), epistaksis (-)
MULUT :
Bibir : Sianosis (-), stomatitis (-), kering (-)
Lidah : Kotor (-)
Gigi : Belum ada gigi
Selaput mulut : Vesikel (-), eritema (-),
stomatitis (-)Gusi : Tidak ada perdarahan
Bau pernapasan : Dalam batas normal
TENGGOROKAN :
Tonsil : T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)

11
LEHER :
Trachea : Letak ditengah
Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Kaku kuduk : Negatif
Lain-lain :-
THORAX :
Bentuk : Normal
Xiphosternum : Tidak ada
Rachitic Rosary : Tidak ada
Harrison’s groove : Tidak ada
Ruang Intercostal : Normal
Pernapasan paradoxal : Tidak ada
Precordial Bulging : Tidak ada
Retraksi : Tidak ada
Lain-lain :-
PARU :
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-),
jejas (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular (-/-), Rhonki (-/-), Whezzing (-/-)
JANTUNG :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC V linea


midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung
SIC V linea parasternal dekstra, batas kiri
jantung SIC V linea aksilla anterior
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-),murmur (-)

12
ABDOMEN :
Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal


Perkusi : Tympani 9 kuadran, Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), distensi (-)
Lien : Spenomegali (-)
Hepar : Hepatomegali (-)

GENITALIA : Dalam batas normal

KELENJAR : Tidak ada pembesaran


ANGGOTA GERAK : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (+/+)
TULANG : Fraktur (-), deformitas (-)
OTOT : Eutrofi (+)
REFLEKS : Refleks babinski +, plantarpalmar Graps +, refleks

patologis TDP

13
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Minggu, 03 Desember 2023
Hasil Nilai Rujukan
WBC 17,2 x 103/Ul 4,8 – 10,8 x 103
RBC 4,7 x 4,7 – 6,1 x 106
106/Ul
HGB 12,4 g/Dl 14 – 18 g/dl
HCT 37 % 42 – 52 %
MCV 78.9 Fl 80 – 99 Fl
MCH 26,4 pg 27 – 31 pg
MCHC 33,4 g/Dl 33 – 37 g/Dl
PLT 533 x 150 – 450 x
103/Ul 103/Ul
RDW 13,8 % 11,5-14,5%
PDW 9,2.2 fL 9-13fL
MPV 8 fL 7,2-11,1fL
LYM% 3,4 % 19-48 %
LYM# 0,6 x 1-3,7 103/Ul
103/Ul
GDS 105 60-199 /dL

Ureum creatinin
Minggu, 03 Desember 2023
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
CREATININ 0,92 mg/dl 0,50-0,90
UREUM 29mg/dl 10.0- 50.0 mg/dl

Urin Lengkap
Minggu, 03 Desember 2023
NILAI
NO PEMERIKSAAN URINE HASIL
RUJUKAN
1. PH 5,0 4,8 – 8,0
2. BJ 1,020 1,003 – 1,022

14
4. PROTEIN + Negatif
5. UROBILINOGEN Negatif Negatif
6. BILIRUBIN Negatif Negatif
7. KETON + Negatif
8. NITRIT Negatif Negatif
9. BLOOD +3 Negatif
10. Leukosit Negatif Negatif
11. SEDIMEN
1. Leukosit 2-3 0-5/LPB
2. Eritrosit TAK TERHITUNG 0-3LPB
3. Kristal Ca. Oxalat Negatif Negatif
4. Kristal Asam Urat Negatif Negatif
5. Granula Negatif Negatif
6. Epitel Sel + Negatif
13. Bakteri Negatif Negatif

E. Resume
Seorang pasien anak laki-laki usia 12 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan bengkak pada wajah di sertai penglihatan kabur dan juga sakit perut di
bagian suprapubic yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit (29/11/2023). Pada hari Jum,at tanggal (01/12/2023) pasien mengeluh pusing
(+) di sertai sesak (+) yang hilang timbul. Kemudian di hari Minggu, tanggal
(3/12/2023) pasien mengeluhkan kencing berwarna merah dan muntah (+) dengan
frekuensi sebanyak 10x , keluhan di sertai kejang 1x dengan durasi <10 menit saat
masih di rumah, setelah kejang pasien dalam kondisi kesadaran menurun hingga di
bawah ke rumah sakit. BAB (+) seperti biasa.
Pemeriksaan fisik ditemukan KU sakit Berat, kesadaran somnolen status
Gizi overweight, TTV: Tekanan darah :154/101 mmHg, N : 105 x/mnt, RR: 22
x/menit, SB: 36,6oC, SpO2: 96%. Pemeriksaan kepala : Palpebra udem (+/+).
Pemeriksaan thoraks: normothoraks, pergerakan dada simetris bilateral, vesikuler
(-/-), Whz (-/-), Rhk (-/-), BJ I/II murni regular. Pemeriksaan abdomen: tampak
cembung (-) Asites (-), Pembesaran hepar dan lien (-) nyeri tekan (+) region
hypogastic, peristaltik (-) kesan normal. Ekstremitas: akral hangat, udem anasarkal

15
(-) pulsasi kuat angkat. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap
didapatkan WBC17,2 x 103/Ul, RBC 4,7 x 106/Ul, HGB 12,4 g/Dl, HCT 37 %,
MCV 78.9 Fl, MCHC 33,4, pemeriksaan ureum kreatinin 0,92 mg/dl, 29 mg/dl
masih dalam batas normal, Pemeriksaan urin lengkap Protein +, Keton +, Blood +3,
dan eritrosit takterhitung, dan dari hasil pengukuran Antopometri di dapatkan pada
pasien ini mengalami gizi kurang dengan hasilnya hitung nya di dapatkan BB/U :
34/43 X 100 = 79 (BB KURANG) TB/U : 135/152X 100 = 88 (PENDEK)
BB/TB : 34/29X 100 = 117 (OVERWEIGHT)

F. Diagnosis

- GNA Susp Ec Pasca Streptokokus


- Encepalopati HT
- Stunted
- Overweight

G. Diagnosis Banding :

- Sindrom Nefrotik
- Encepalopati Hepatik

H. Terapi

- IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
- Karbohidrat: 220 gram
- Protein: 25 gram
- Lemak: 50 gram
- Kalsium: 1.000 miligram
- Zat besi: 10 miligram
16
- Vitamin A: 450 RE
- Vitamin C: 45 miligram
- Vitamin D: 15 mikrogram

I. Anjuran

Periksa Asto

17
FOLLOW UP

Hari/Tanggal : 03 Desember 2023


Perawatan Hari PH : 1 (ICU)
S Kejang (-), Sakit Kepala (+), Edema Palpebra (+), Kencing merah (+)

KEADAAN UMUM

Keadaan mental : Sakit Berat


Kesadaran : Somnolen GCS(E2M2V3)

Sianosis : (-)
Anemia : (-/-)
Ikterus : (-/-)

TANDA VITAL
Tekana darah : 154/101
Denyut nadi : 105 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,6 oC
SpO2 : 96 %

KULIT :
O
Warna : Sawo matang

Efloresensi : Peteki (-), purpura (-),


vesikel (-) Pigmentasi : Tidak ditemukan
Jaringan parut : Tidak
ditemukanLapisan lemak : Cukup
Turgor : Segera kembali (<2 detik)
Tonus : Normal
Edema : Pada wajah
Lain-lain :-
KEPALA :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam
Ubun-ubun besar : Tertutup

18
MATA :
Eksoftalmus/Enoftalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan
pemeriksaanKonjungtiva : Anemis (-/-)

Palpebra : Edema (+/+)


Sklera : Ikterus (-/-)
Corneal reflex : Refleks cahaya langsung(+/+)

Refleks cahaya tidak langsung (+/+)


Pupil : Bulat, isokor kedua pupil
Lensa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan : Parese (-/-) kekuatan bebas
TELINGA : Bentuk normal, otorhea (-/-), sekret (-/-)
HIDUNG : Bentuk normal, rinorhea (-/-), epistaksis (-)
MULUT :
Bibir : Sianosis (-), stomatitis (-), kering (-)
Lidah : Kotor (-)
Gigi : Belum ada gigi
Selaput mulut : Vesikel (-), eritema (-),
stomatitis (-)Gusi : Tidak ada perdarahan
Bau pernapasan : Dalam batas normal
TENGGOROKAN :
Tonsil : T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)

19
LEHER :
Trachea : Letak ditengah
Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Kaku kuduk : Negatif
Lain-lain :-
THORAX :
Bentuk : Normal
Xiphosternum : Tidak ada
Rachitic Rosary : Tidak ada
Harrison’s groove : Tidak ada
Ruang Intercostal : Normal
Pernapasan paradoxal : Tidak ada
Precordial Bulging : Tidak ada
Retraksi : Tidak ada
Lain-lain :-
PARU :
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-),
jejas (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular (-/-), Rhonki (-/-), Whezzing (-/-)
JANTUNG :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC V linea


midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung
SIC V linea parasternal dekstra, batas kiri
jantung SIC V linea aksilla anterior
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-),murmur (-)

20
ABDOMEN :
Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal


Perkusi : Tympani 9 kuadran, Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), distensi (-)
Lien : Spenomegali (-)
Hepar : Hepatomegali (-)

GENITALIA : Dalam batas normal

KELENJAR : Tidak ada pembesaran


ANGGOTA GERAK : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (+/+)
TULANG : Fraktur (-), deformitas (-)
OTOT : Eutrofi (+)
REFLEKS : Refleks babinski +, plantarpalmar Graps +, refleks

patologis TDP

Status gizi :
BB/U : 34/43 X 100 = 79 (BB KURANG)
TB/U : 135/152X 100 = 88 (PENDEK)
BB/TB : 34/29X 100 = 117 (OVERWEIGHT)

- GNA Susp Ec Pasca Streptokokus


- Encepalopati HT
A - Stunted
- Overweight

21
- IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV
- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
P
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV

- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV


- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV

- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)

- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr

- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine

- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

22
Hari/Tanggal : 04 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 2 (ICU)
S Kejang (-), Sakit Kepala (-), Edema Palpebra (-), Kencing merah (+)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
 Anemia : (-)
 Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)

O  Pigmentasi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
Tekanan darah : 130/97 mmHg
Denyut nadi : 100 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu Axilla : 36,3 oC
SpO2 : 99%

4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

23
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
- Overweight
P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV
- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

24
Hari/Tanggal : 05 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 3 (Ruangan Nuri Bawah)
Kejang (-), Sakit Kepala (+) Hilang timbul, Edema Palpebra (-), Kencing
S
merah (-)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
O
 Anemia : (-)
 Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)
 Pigmentasi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
Tekanan darah : 136/89 mmHg
Denyut nadi : 74 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,4 oC
SpO2 : 99%

4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

25
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
- Overweight

P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

26
Hari/Tanggal : 06 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 4 (Ruangan Nuri Bawah)
Kejang (-), Sakit Kepala (+) Hilang Timbul, Edema Palpebra (-), Kencing
S
merah (-)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
 Anemia : (-)
 Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)
 Pigmentasi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
O Tekanan darah : 151/100 mmHg
Denyut nadi : 72 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,9 oC
SpO2 : 98%

4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

27
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
- Overweight

P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

28
Hari/Tanggal : 07 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 5 (Ruangan Nuri Bawah)
Kejang (-), Sakit Kepala (+) Hilang Timbul, Edema Palpebra (-), Kencing
S
merah (-)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
 Anemia : (-)
 Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)
 Pigmentasi : (-)
O  Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
Tekanan darah : 163/119 mmHg
Denyut nadi : 110 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,7 oC
SpO2 : 99 %
4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

29
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
Overweight

P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

30
Hari/Tanggal : 08 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 6 (Ruangan Nuri Bawah)
S Kejang (-), Sakit Kepala (-), Edema Palpebra (-), Kencing merah (-)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
 Anemia : (-)
O  Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)
 Pigmentasi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
Tekanan darah : 130/76 mmHg
Denyut nadi : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,7 oC
SpO2 : 99 %

4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

31
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
Overweight

P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

32
Hari/Tanggal : 09 Desember 2023
Perawatan Hari PH : 7 (Ruangan Nuri Bawah)
S Kejang (-), Sakit Kepala (-), Edema Palpebra (-), Kencing merah (-)
1.Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4M6V5)
 Sianosis : (-)
 Anemia : (-)
 Ikterus : (-)
2. Kulit :
 Efloresensi : (-)
 Pigmentasi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Lapisan Lemak : (-)
 Turgor : < 2 detik
 Wajah : Edema (-)
3.Tanda vital
Tekanan darah : 116/78 mmHg
O
Denyut nadi : 100 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axilla : 36,4 oC
SpO2 : 99 %

4.Mata
 Mata cekung : (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Palpebra : Edema (-/-)
 Sklera : Ikterus (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor. Oculi dextra ±2,5 cm/ Oculi
sinistra ± 2,5 cm

5.Anggota gerak : Akral Hangat ke 4 extremitas, edema (-),


Otot eutrofi
Tulang : Intake
Tonus : Normotonus

33
A - GNA Susp Ec Pasca Streptokokus
- Encepalopati HT
- Stunted
- Overweight

P - IVFD D5 1/4 8 tpm/24 jam/IV


- Captopril Tab 1,25 mg/12 jam
- Inj Paracetamol 350 mg/8 jam/IV
- Inj Ceftriaxone 2 mg/12 jam/IV
- Inj furosemid 20 mg/12 jam/IV
- Inj Ondancetron 1 amp/kg/12 jam/IV
- Inj Diazepam 5 mg/ bila kejang (Injeksi Pelan-pelan)
- Diet rendah garam 1 g, kg/ hari, Protein 1-2 gr, kb/hr
- Observasi Tanda-tanda vital + Takar urine
- Bed rest
- Kebutuhan kalori 2160 kkal
• Karbohidrat: 220 gram
• Protein: 25 gram
• Lemak: 50 gram
• Kalsium: 1.000 miligram
• Zat besi: 10 miligram
• Vitamin A: 450 RE
• Vitamin C: 45 miligram
• Vitamin D: 15 mikrogram

34
BAB III

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis glomerulonephtritis akut susp ec pasca


streptokokus , Encepalopati HT, Overweight, Stunted dari hasil anamnesis,
Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari hasil anamnesis di dapatkan gejala berupa keluhan buang air kecil
berwarna kemerahan seperti teh pekat, kencing berwarna merah pekat
seperti teh pada pasien GNA diakibatkan oleh kerusakan membran basalis
glomerulus dimana eritrosit gagal difiltrasi sehingga eritrosit ikut keluar
bersama urin.

Dari pemeriksaan fisik juga di dapatkan tekanan darah TD 154/101


mmHg yang, Hal ini berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
persentil untuk jenis kelamin dan umur. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik
yang lain.

Pada juga didpatkan edema palpebra dan wajah edema yang ada
disebabkan oleh setidaknya 2 mekanisme yaitu penurunan konsentrasi
protein plasma dan peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang
diakibatkan oleh gangguan fungsi glomerulus.

Pada hasil pemeriksaan urin di dapatkan Pemeriksaan urin lengkap


Protein +, Keton +, Blood +3, dan eritrosit takterhitung Secara kualitatif
proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai
dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif
proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/ m2 LPB/24 jam, tetapi pada
keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/ m2 LPB/24 jam. Hilangnya
proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik,
sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai
beberapa bulan sesudah gejala klinik, menghilang. Sebagai batas 6 bulan,
bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria

35
menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik
yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

Pemeriksaan ureum kreatinin 0,90 mg/dl, 29 mg/dl masih dalam


batas normal.
Pada pasien ini juga diberikan pengobatan berupa antibiotik
ceftriaxone dosis 1 gr/ 24 jam /IV,. Pengobatan antibiotic pada GNAPS
bertujuan untuk eredikasi infeksi kuman streptokokus yang menyerang
tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pemberian antibiotic ini tidak
mempenagaruhi beratnya glomerulonephritis, melaikan mengurangi
menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Meskipun
demikian, pengobatan antibiotic hanya bila terbukti ada infeksi streptokokus
yang masih ada. Meskipun demikian, penggunaa antibiotic dapat mencegah
penyebaran bakteri. Beberapa klinisi memberikan antibiotic hanya bila
terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap
menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya
penularan yang meluas.
Pada pasien ini juga diberikan pengobatan anti hipertensi yaitu
furosemid 6,5 mg/12 jam/IV furosemid dilakukan untuk mengurangi retensi
cairan berlebih dan mengurangi edema pada pasien .
Komplikasi yang sering di jumpai : Ecelopaty Hipertensi, Gangguan
ginjal akut (Acute kidney injury/AKI), Edema paru Pada pasien ini tidak di
dapatkan gejala yang mengarah ke komplikasi, yaiu hipertensi Berat,
Penurunan Fungsi Ginjal, dan penumpukan cairan di paru.
proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi
sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif
proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/ m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan
tertentu dapat melebihi 2 gram/ m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu
bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria
bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik,
menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat
proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu
glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

36
Pemeriksaan ureum kreatinin 0,90 mg/dl, 29 mg/dl masih dalam batas
normal.
Pada pasien ini juga diberikan pengobatan berupa antibiotik
ceftriaxone dosis 1 gr/ 24 jam /IV,. Pengobatan antibiotic pada GNAPS
bertujuan untuk eredikasi infeksi kuman streptokokus yang menyerang
tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pemberian antibiotic ini tidak
mempenagaruhi beratnya glomerulonephritis, melaikan mengurangi
menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Meskipun
demikian, pengobatan antibiotic hanya bila terbukti ada infeksi streptokokus
yang masih ada. Meskipun demikian, penggunaa antibiotic dapat mencegah
penyebaran bakteri. Beberapa klinisi memberikan antibiotic hanya bila
terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap
menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya
penularan yang meluas.
Pada pasien ini juga diberikan pengobatan anti hipertensi yaitu
furosemid 6,5 mg/12 jam/IV furosemid dilakukan untuk mengurangi retensi
cairan berlebih dan mengurangi edema pada pasien .

Komplikasi yang sering di jumpai : Ecelopaty Hipertensi, Gangguan


ginjal akut (Acute kidney injury/AKI), Edema paru Pada pasien ini tidak di
dapatkan gejala yang mengarah ke komplikasi, yaiu hipertensi Berat,
Penurunan Fungsi Ginjal, dan penumpukan cairan di paru.

37
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan suatu istilah untuk menunjukkan
gambaran klinis akibat perubahan perubahan struktur dan faal dari peradangan akut
glomerulus. Gambaran klinis yang menonjol adalah kelainan dari urin (proteinuria,
hematuria, silinder eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi,
hipertensi, dan sembab. Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi
GNA paling sering didapatkan pada anak berumur 2–10 tahun Glomerulonefritis
akut (GNA) adalah suatu proses histopatologis berupa proliferasi dan inflamasi
glomerulus akibat proses imunologik.
Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan
ditemukannya HLA-D dan HLA- DR. Periode laten antara infeksi streptokokus
dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran
penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim
imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan
menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada
membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas
substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil
merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah
neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen
menjadi autoantigen. Terbentuknya auto-antibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian
mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai
sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel
mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear
dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif
eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi
penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari

38
yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding
kapiler. Endapanimunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan
sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen.
Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di
daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.

Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS


GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang
terjadi dalamsirkulasi atau in situ dalam glomerulus.8,9 Mekanisme terjadinya
inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses
sebagai berikut:3
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh
streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus.
3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulusyang normal yang bersifat autoantigen).
Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah
ini:

39
Mekanisme terjadinya GNA

40
Bakteri streptokokus tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal, terdapat
suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan
unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Pada GNAPS terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah yang bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.4, 7, 9

Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan


yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan eritrosit dapat keluar ke dalam urin sehingga terjadi proteinuria dan
hematuria. Kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai
nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah- bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1, 3

Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat


pada streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan
glomerulus. Selain itu penelitian-penelitian saat ini menemukan adanya dua fraksi
antigen, yaitu nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi
sebagal glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal
pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi
nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan

41
menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada
pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi
daripada deposit NAPlr.7, 9, 12
GNAPS terjadi karena reaksi hipersensivitas tipe III. Pada reaksi ini
terjadi kompleks imun terhadap antigen nefritogenik streptokokus yang
mengendap di membran basalis glomerulus dan proses ini melibatkan aktivasi
komplemen. Aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, tetapi
ikatan protein imunoglobulin pada permukaan streptokokus juga menyebabkan
terjadinya aktivasi jalur klasik. Aktivasi komplemen tersebut menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.3, 13
Deposit kompleks imun terjadi di kapiler glomerulus karena tekanan darah
di daerah tersebut hampir 4 kali lebih tinggi daripada tekanan darah di kapiler
tempat lain. Selain itu deposit lebih banyak di daerah percabangan tempat
terjadinya turbulensi aliran darah.2, 4
Sifat afinitas terhadap jaringan tertentu
diduga berhubungan dengan sifat antigen dalam kompleks imun dan sifat
muatan dari antigen terhadap antibodinya. Antigen kationik akan terikat pada
daerah membrana basalis yang anionik, biasanya di subepitelial. Ukuran kompleks
imun menentukan letak deposit, yaitu kompleks imun yang berukuran kecil akan
menembus membrana basalis dan melekat pada sel epitel, sedangkan kompleks
imun yang besar akan terkumpul antara endotel dan membrana basalis. Kompleks
imun yang mengandung kelas IgM dan IgG lebih sering mengendap di
glomerulus Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks- kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, terlokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel.14
Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan- endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat
pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM
atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering
dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan
oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.11, 13, 14

42
Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS.
Infiltrasi glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan
dalam menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti
ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan
tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi.11
Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang
dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga
terbentuk autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Streptokinase yang merupakan
sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Streptokinase
mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.3, 5, 12

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah


kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin
minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel
mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran
basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama
terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus
penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur-
angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis
baru yang dibentuk pada sisi epitel.14, 15
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
43
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan
utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus membran basalis
kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di
bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.14
Hasil penyelidikan klinis-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut:3-5, 13
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badanautoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.

Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas,
yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4,
12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit.
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.5
Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran
nafas, kuman Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan
meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik
pada Streptokokus beta hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe
nefritogenik. Protein M tipe 1, 2, 4 dan 12 berhubungan dengan infeksi saluran
nafas atas sedangkan tipe 47, 49, dan 55 berhubungan dengan infeksi kulit.3
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNAPS. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang
paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:4, 5

44
1. Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi, dll
2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika
3. Parasit: Malaria dan toksoplasma

Istilah ensefalopati hipertensi mulai dikenal pada tahun 1928 untuk


mendeskripsikan kondisi ensefalopati yang berhubungan dengan fase ganas
hipertensi yang terjadi dengan percepatan lebih. Ensefalopati hipertensi merupakan
jenis ensefalopati yang kurang umum, ditandai dengan edema cerebral yang terjadi
setelah suatu episode hipertensi berat. Pada ensefalopati hipertensi dengan
papilledema, pasien menunjukkan tanda disfungsi otak menyebar seperti sakit
kepala berat, muntah, penglihatan kabur, kejang, dan koma. Kejang merupakan
tanda paling umum ditemukan, terutama pada bayi dan anak kecil dengan
ensefalopati hipertensi. Di Amerika Serikat, sekitar 50% dari populasi orang
dewasa mengalami beberapa tingkat hipertensi. Darurat hipertensi terhitung untuk
persentase kecil (kurang dari 2%) dari kasus hipertensi pada unit gawat darurat.
Ensefalopati hipertensi secara spesifik terhitung sebanyak 15% dari darurat
hipertensi yang dilaporkan. Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada orang
berusia paruh baya (45-65 tahun) yang memiliki riwayat hipertensi jangka lama.
Hipertensi lebih umum pada laki-laki daripada wanita.

Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan


darah (TD) yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau
perburukan kerusakan organ target (target organ damage=TOD).1 Pada kondisi
klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi (hypertensive mediated
organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa (tabel-1),2 sehingga
memerlukan intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu menit/jam
dengan obat-obatan intravena (iv).

Hipertensi pada GNAPS berhubungan dengan ekspansi volume


intravascular dan ekstravaskular hingga vasospasme akibat faktor neurogenik dan
hormonal. Hipertensi pada GNAPS adalah bentuk volume-dependen-
hypertension sehingga retriksi cairan dan garam serta pemberian diuretik dan
garam serta permberian diuretik dan vasodilator mampu mengontrol kejadian
45
hipertensi dengan optimal. Berdasarkan teori diatas penatalaksanaan krisis
hipertensi pada pasien.

Manfaat kaptopril pada hipertensi terutama disebabkan oleh penekanan


sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Inhibitor enzim pengubah
angiotensin (ACE) menghambat ACE, mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan reseptor ATI pada tot polos untuk
menghasilkan vasokonstriksi arteriol prakapiler dan venula pascakapiler,
menghambat pengambilan kembali norepinefrin, dan pelepasan katekolamin dari
medula adrenal, yang semuanya meningkatkan tekanan darah. Angiotensin II juga
merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron. Aldosteron
menyebabkan tubulus distal dan saluran pengumpul ginjal meyerap kembali air
dan atrium sebagai ganti kalium, yang mengakibatkan peningkatan volume
ekstraseluler dan peningkatan tekanan darah.

Penghambatan ACE menebabkan penurunan angiotensin II plasma,


menyebabkan vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Peningkatan kecil
kalium dan atrium serum serta kehilangan cairan dapat teriadi karena penurunan
sekresi aldosteron. Pemberian kaptopril menghasilkan penurunan resistensi arteri
perifer pada pasien hipertensi. Mengenai sistem kardiovaskular, ACE inhibitor
mengurangi preload dengan menyebabkan vasodilatasi dan natriuresis,
mengurangi afterload dengan menghambat pembentukan angiotensin II. Efek
keseluruhannya adalah peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan darah.
ACE juga memetabolisme bradikinin, suatu peptida yang menyebabkan
vasodilatasi. Inhibitor ACE menghambat pemecahan bradikinin, mengakibatkan
vasodilatasi dan batuk yang memicu bradikinin. Dua penghambat ACE yang tidak
harus diaktifkan di dalam tubuh agar efektif adalah lisinopril dan kaptopril,
sedangkan yang lain perlu diaktifkan agar efektif.

ACE inhibitor bekerja dengan mengurangi aktifitas renin – angiotensin –


aldosteron sistem (RAAS) yang fungsi utamanya adalah membentuk gejala
hipertensi pada manusia dengan melibatkan tingkat gula darah seseorag. RAAS
merupakan mekanisme proses sirkulasi tekanan darah. Bekerja untuk
meningkatkan tekanan darah pada anusia dengan meningkatkan kandungan garam
dan air di dalam tubuh. Efek yang ditimbulkan adalah pembuluh darah menjadi
tegang dan menyempit.

46
Sistem renin-angiotensin (RAS), atau sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAAS), adalah sistem hormon yang mengatur tekanan darah dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta resistensi pembuluh darah sistemik.

Ketika aliran darah ginjal berkurang, sel-sel jukstaglomerulus di ginjal


mengubah prekursor prorenin (sudah ada dalam darah) menjadi renin dan
mensekresikannya ke dalam sirkulasi. Renin plasma kemudian memecah
angiotensinogen, yang dilepaskan oleh hati, menjadi angiotensin I. Angiotensin I
selanjutnya diubah menjadi angiotensin II oleh enzim pengubah angiotensin
(ACE) yang ditemukan pada permukaan sel endotel vaskular, terutama pada paru-
paru. Angiotensin II adalah peptida vasokonstriksi kuat yang menyebabkan
pembuluh darah menyempit, mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Angiotensin II juga merangsang sekresi hormon aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron menyebabkan tubulus ginjal meningkatkan reabsorbsi natrium (retensi
natrium dan air), sekaligus menyebabkan ekskresi kalium (untuk menjaga
keseimbangan elektrolit). Hal ini meningkatkan volume cairan ekstraseluler dalam
tubuh, yang juga meningkatkan tekanan darah.

Saat dilakukan pengukuran panjang badan pasien 135 cm dan berat


badan 34 kg. Saat diplot dalam kurva CDC 2 to 20 years : Boys didapatkan
BB/U: 34/43 x 100 = 79 dengan interpretasi BB kurang. TB/U: 135/152 x 100
= 88 interpretasi perawakan pendek, dan pengukuran status gizi BB/TB:
didapatkan hasil 34/29x100 = 117 interpretasi overweight. Karena perawakan
pasien pendek sehingga perlu adanya identifikasi apakah pasien mengalami
stunted atau stunting.
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Stunting diidentifikasi
dengan menilai panjang atau tinggi badan anak (panjang badan berbaring untuk
anak kurang dari 2 tahun dan tinggi berdiri untuk anak usia 2 tahun atau lebih) dan
menafsirkan pengukuran dengan membandingkannya dengan serangkaian nilai
standar yang dapat diterima. Terdapat kesepakatan internasional bahwa anak-anak
mengalami stunting jika panjang/tinggi badan mereka di bawah −2 SD dari median
Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia dan jenis kelamin yang sama. Anak-

47
anak dianggap mengalami stunting parah jika panjang/tinggi badan mereka di
bawah −3 SD dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia dan jenis
kelamin yang sama.
Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis).
Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan
karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Selain itu, anak
yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya juga
bisa mengalami stunting. Risiko terjadinya stunting pada anak bisa meningkat jika
ibu hamil memiliki beberapa kondisi atau faktor berikut :
• Intrauterine growth restriction (IUGR)
• Perawakan pendek
• Berat badan ibu tidak naik selama kehamilan
• Tingkat pendidikan rendah
• Kemiskinan
• Tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk dan tidak mendapatkan akses
untuk air bersih

Sedangkan pada anak, beberapa kondisi yang meningkatkan risikonya


mengalami stunting adalah:
• Mengalami penelantaran
• Tidak mendapatkan ASI eksklusif
• Mendapatkan gizi MPASI yang berkualitas buruk
• Menderita penyakit yang menghalangi penyerapan nutrisi, seperti penyakit
• TBC, anemia, penyakit jantung bawaan, infeksi kronis, serta sindrom
malabsorbsi

Untuk membedakan apakah pasien stunted atau stunting adalah :

usia berat < usia tinggi < usia kronologi = stunting. usia tinggi < usia berat < usia
kronologi = stunting.
Stunted adalah suatu kondisi dimana tubuh yang pendek dan sangat pendek
berdasarkan indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) dibawah standar deviasi (< - 2 SD (Stunted) dan < - 3 SD
(Severely Stunted). Balita yang mengalami stunting sudah pasti stunted, namun
balita stunted belum pasti stunting.

48
Overweight atau juga sering disebut dengan kegemukan adalah sebuah
kondisi dimana seseorang memiliki berat badan yang melebihi berat badan pada
manusia normal. Kelebihan berat badan ini tidak hanya disebabkan oleh kelebihan
pada lemak yang berada pada tubuh manusia sebagaimana penyebab kegemukan
pada umumnya. Overweight juga dapat disebabkan oleh kelebihan massa otot
pada tubuh ataupun kegemukan karena air. Overweight dapat menjadi gejala awal
terjadinya obesitas pada seseorang.

49
Sindrom Nefrotik didefinisikan sebagai penyakit glomerular yang terdiri
daribeberapa tanda dan gejala yaitu proteinuria masif (rasio protein kreatinin >3,5
gram/hari), disertai edema, hipoalbuminemia (albumin serum 200 mg/dL), dan
lipiduria. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer atau
idiopatik yang merupakan penyebab sindrom nefrotik paling sering dan sekunder
akibat infeksi seperti pada glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus atau infeksi
virus hepatitis B, akibat obat seperti obat antiinflamasi nonsteroid, dan akibat
penyakit sistemik seperti lupus eritematosus sistemik dan diabetes melitus.
Berdasarkan penyebabnya, sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis primer dan sekunder oleh karena infeksi, keganasan, penyakit
jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Penyebab sindrom
nefritik yang paling sering pada anak yaitu glomerulonefritis lesi minimal,
sedangkan pada dewasa penyebab sindrom nefrotik sering dihubungkan dengan
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, amiloidosis atau lupus eritematosus
sistemik.
Patofisisologi :
1. Proteinuria
Proteinuria ada tiga jenis yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilangan
protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular. Proteinuria
disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat rusaknya
glomerulus. Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya
filtrasi makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini disebabkan
oleh kelainan pada podosit glomerular. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein.
2. Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin
hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik, kelainan ini
disebabkan karena proteinuria masih yang mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik plasma. Agar tekanan onkotik tetap bertahan, maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil
menghalangi timbulnya hipoalbuminemia.2 Diet tinggi protein dapat
meningkatkan sintesis albumin hati, namun dapat mendorong peningkatan ekskresi
albumin melalui urin.
50
3. Edema
Edema pada sindrom nefrotik memiliki teori underfill dan overfill. Teori underfill
menyatakan hipoalbuminemia adalah faktor terjadinya edema pada sindrom
nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang
berakibat cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan terjadi
edema. Akibat dari penurunan tekanan onkotik dan bergeser cairan plasma terjadi
hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi
natrium dan air.

51
Ensefalopati Hepatik (EH) merupakan disfungsi otak yang disebabkan
oleh insufisiensi hati dan/atau pirau portosistemik; bermanifestasi pada spektrum
kelainan klinis neurologi dan psikiatri yang luas, mulai dari subklinis hingga
koma.2
Subtipe EH terdiri dari EH minimal, yang terkait dengan abnormalitas
motorik dan kognitif yang dapat diketahui melalui pemeriksaan psikometrik atau
neurofisologik, dan EH overt, yang dapat didiagnosis dengan tanda dan gejala
klinis, disertai adanya penyakit hati akut atau kronis dan setelah menyingkirkan
penyebab lain abnormalitas status mental. 13
Di Indonesia, prevalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui secara pasti
karena sulitnya penegakan diagnosis. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo mendapatkan prevalensi EH minimal sebesar 63,2% pada tahun
2009,17 dan dari data pada tahun 1999 mencatat prevalensi EH stadium 2- 4
sebesar 14,9%.
Patogenesa EH sampai saat ini belum diketahui secara pasti, hal ini
disebabkan karena masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar
neurokimia/neurofisiologis, heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun
biokimia yang berbeda dalam jaringan otak, serta ketidakpastian apakah
perubahan – perubahan mental dan penemuan biokimia saling berkaitan satu
dengan lainnya. EH terjadi didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam
peredaran darah yang melewati sawar darah otak.21

52
Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa EH terjadi akibat akumulasi
dari sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat tersebut
dalam sirkulasi sistemik. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada
patogenesa ensefalopati hepatik, diantaranya adalah :
a. Hipotesis amonia

Amonia diproduksi oleh berbagai organ. Amonia merupakan hasil


produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease, terutama
bakteri gram negatif anaerob, Enterobacteriaceae, Proteus dan
Clostridium. Enzim urease bakteri akan memecah urea menjadi amonia
dan karbondioksida.22

b. Hipotesis toksisitas sinergik


Neurotoksin lain yang memiliki efek sinergis dengan amonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain- lain.
Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan
menghambat NaK-ATP-ase. Asam lemak rantai pendek terutama
oktanoid memiliki efek metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi
dan penghambatan konsumsi oksigen, serta penekanan aktifitas NaK-
ATP-ase sehingga dapat mengakibatkan hepatic encephalopathy
reversibel.

53
c. Hipotesis neurotransmiter palsu
Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan
noradrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati,
neurotransmiter otak akan diganti oleh neurotransmiter palsu seperti
oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibandingkan dopamin
atau noradrenalin.30
d. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang
dan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan
terhadap terjadinya ensefalopati hepatik. Terjadi penurunan transmiter
yang memiliki efek yang merangsang fungsi otak seperti glutamat,
aspartat dan dopamin sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama
aminobutirat (GABA) yang menghambat transmisi impuls. 2,30
GABA merupakan faktor penghambat neurotransmiter melalui berbagai
macam mekanisme diantaranya :30
 Meningkatkan kadar bezodiazepin endogen

 Meningkatkan ketersediaan GABA yang berikatan dengan


reseptor GABA-A melalui peningkatan pelepasan asam amino
di sinap
 Interaksi langsung dari peningkatan kadar amonia dengan
kompleks respetor GABA-A – Benzodiazepin
 Peningatan regulasi reseptor benzodiazepin astrosit perifer
yang diinduksi oleh amonia.

54
Prognosis pada pasien ini ialah Dubia ad malam karena di perberat dengan penyakit
penyerta yaitu Encepalopati HT Selain itu pasien juga mengalami Overweight dan
Stunted.

Edukasi Pasien

Berikut adalah edukasi yang perlu diberikan pada pasien glomerulonefritis:

 Mengonsumsi diet yang rendah garam, gula, dan lemak

 Menjalani pemeriksaan fungsi ginjal dan urinalisis berkala untuk pasien lupus

eritematosus sistemik
 Melakukan kontrol berkala ke fasilitas kesehatan untuk memantau tekanan darah

dan progresivitas penyakit, serta untuk menilai fungsi ginjal dan kadar protein
pada urine
 Melakukan gaya hidup sehat, termasuk berolahraga rutin, berhenti merokok, dan

menjaga kebersihan tangan dan diri


 Memahami bahwa pengobatan glomerulonefritis terkadang membutuhkan waktu

yang panjang (terutama pada pasien yang memerlukan terapi kortikosteroid dan
imunosupresif), sehingga kepatuhan berobat sangat penting dijaga.

55
BAB IV
PENUTUP

Seorang pasien anak laki-laki usia 12 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan bengkak pada wajah di sertai penglihatan kabur dan juga sakit perut di
bagian suprapubic yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit (29/11/2023). Pada hari Jum,at tanggal (01/12/2023) pasien mengeluh pusing
(+) di sertai sesak (+) yang hilang timbul. Kemudian di hari Minggu, tanggal
(3/12/2023) pasien mengeluhkan kencing berwarna merah dan muntah (+) dengan
frekuensi sebanyak 10x , keluhan di sertai kejang 1x dengan durasi <10 menit saat
masih di rumah, setelah kejang pasien dalam kondisi kesadaran menurun hingga di
bawah ke rumah sakit. BAB (+) seperti biasa.
Pemeriksaan fisik ditemukan KU sakit Berat, kesadaran somnolen status
Gizi overweight, TTV: Tekanan darah :154/101 mmHg, N : 105 x/mnt, RR: 22
x/menit, SB: 36,6oC, SpO2: 96%. Pemeriksaan kepala : Palpebra udem (+/+).
Pemeriksaan thoraks: normothoraks, pergerakan dada simetris bilateral, vesikuler
(-/-), Whz (-/-), Rhk (-/-), BJ I/II murni regular. Pemeriksaan abdomen: tampak
cembung (-) Asites (-), Pembesaran hepar dan lien (-) nyeri tekan (+) region
hypogastic, peristaltik (-) kesan normal. Ekstremitas: akral hangat, udem anasarkal
(-) pulsasi kuat angkat. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap
didapatkan WBC17,2 x 103/Ul, RBC 4,7 x 106/Ul, HGB 12,4 g/Dl, HCT 37 %,
MCV 78.9 Fl, MCHC 33,4, pemeriksaan ureum kreatinin 0,92 mg/dl, 29 mg/dl
masih dalam batas normal, Pemeriksaan urin lengkap Protein +, Keton +, Blood +3,
dan eritrosit takterhitung, dan dari hasil pengukuran Antopometri di dapatkan pada
pasien ini mengalami gizi kurang dengan hasilnya hitung nya di dapatkan BB/U :
34/43 X 100 = 79 (BB KURANG) TB/U : 135/152X 100 = 88 (PENDEK)
BB/TB : 34/29X 100 = 117 (OVERWEIGHT)

56
Glomerulonefritis akut merupakan glomerulonefritis yang sering
ditemukan pada anak ditandai dengan hematuria, hipertensi, edem, dan penurunan
fungsi ginjal. Glomerulonefritis akut pada anak paling sering ditemukan pada
umur 2- 10 tahun dan umumnya terjadi pasca infeksi streptokokus Walaupun
penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan
pemantauan.
Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh
dan sisa-sisa pembuangan . GNA adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap
bakteri / virus tertentu.GNA adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh
infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala
nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.
GNAPS glomerulonefritis akut terbanyak yang terjadi pada anak. Tercatat
sebanyak 472.000 kasus baru GNAPS setiap tahunnya dengan jumlah kematian
5.000 jiwa per tahun.1,3
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis GNAPS dibutuhkan urinalisis.
Pada pemeriksaan urinaliss biasanya didapatakan proteinuria yang dapat bertahan
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Selain
proteinuria bisa didapatkan hematuria mikroskopik yang hampir selalu didapatkan
pada kasus GNAPS, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda
yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu
glomerulonefritis.3
Istilah ensefalopati hipertensi mulai dikenal pada tahun 1928 untuk
mendeskripsikan kondisi ensefalopati yang berhubungan dengan fase ganas
hipertensi yang terjadi dengan percepatan lebih. Ensefalopati hipertensi merupakan
jenis ensefalopati yang kurang umum, ditandai dengan edema cerebral yang terjadi
setelah suatu episode hipertensi berat. Pada ensefalopati hipertensi dengan
papilledema, pasien menunjukkan tanda disfungsi otak menyebar seperti sakit
kepala berat, muntah, penglihatan kabur, kejang, dan koma. Kejang merupakan
tanda paling umum ditemukan, terutama pada bayi dan anak kecil dengan
ensefalopati hipertensi. Di Amerika Serikat, sekitar 50% dari populasi orang
dewasa mengalami beberapa tingkat hipertensi. Darurat hipertensi terhitung untuk
persentase kecil (kurang dari 2%) dari kasus hipertensi pada unit gawat darurat.
Ensefalopati hipertensi secara spesifik terhitung sebanyak 15% dari darurat
hipertensi yang dilaporkan. Ensefalopati hipertensi kebanyakan terjadi pada orang
berusia paruh baya (45-65 tahun) yang memiliki riwayat hipertensi jangka lama.
Hipertensi lebih umum pada laki-laki daripada wanita.

Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan


darah (TD) yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau
perburukan kerusakan organ target (target organ damage=TOD).1 Pada kondisi
klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi (hypertensive mediated
organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa (tabel-1),2 sehingga
memerlukan intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu menit/jam
dengan obat-obatan intravena (iv).

Stunted adalah suatu kondisi dimana tubuh yang pendek dan sangat pendek
berdasarkan indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) dibawah standar deviasi (< - 2 SD (Stunted) dan < - 3 SD
(Severely Stunted). Balita yang mengalami stunting sudah pasti stunted, namun
balita stunted belum pasti stunting.

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Stunting diidentifikasi
dengan menilai panjang atau tinggi badan anak (panjang badan berbaring untuk
anak kurang dari 2 tahun dan tinggi berdiri untuk anak usia 2 tahun atau lebih) dan
menafsirkan pengukuran dengan membandingkannya dengan serangkaian nilai
standar yang dapat diterima. Terdapat kesepakatan internasional bahwa anak-anak
mengalami stunting jika panjang/tinggi badan mereka di bawah −2 SD dari
median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia dan jenis kelamin yang
sama. Anak-anak dianggap mengalami stunting parah jika panjang/tinggi badan
mereka di bawah −3 SD dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia
dan jenis kelamin yang sama.
Perawakan pendek didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana tinggi badan
seseorang berada pada persentil ke-3 dari rata-rata tinggi badan pada kelompok usia,
jenis kelamin, dan populasi tertentu. Hal ini dapat dinilai melalui berbagai
instrumen antropometri. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kelainan
hormonal, genetik, dan perkembangan. Diagnosis perawakan pendek memerlukan
pemeriksaan biokimia dan radiologi, termasuk penilaian nutrisi dan hormonal serta
perkiraan usia tulang. Penatalaksanaan utama pada perawakan pendek bertujuan
untuk meringankan penyebab yang mendasarinya dan mengobati tekanan
psikososial yang terkait.
Ada dua tipe perawakan pendek, perawakan pendek proporsional (PSS) dan
perawakan pendek tidak proporsional (DSS). PSS didiagnosis ketika individu
memiliki proporsi yang biasa pada anggota badan dan tinggi badan, sedangkan jika
proporsi ini tidak ada dan individu menunjukkan perbedaan besar dalam tinggi
duduk dan berdiri, maka individu tersebut dikatakan menderita DSS.
Penatalaksanaan utama pada perawakan pendek harus bertujuan untuk
meringankan penyebab yang mendasarinya. Perawakan pendek yang disebabkan
oleh kekurangan hormon harus ditangani dengan pengobatan hormonal.
Perawakan pendek akibat penyakit tulang sebaiknya bertujuan untuk mengobati
penyakit tersebut.
Overweight atau juga sering disebut dengan kegemukan adalah sebuah
kondisi dimana seseorang memiliki berat badan yang melebihi berat badan pada
manusia normal. Kelebihan berat badan ini tidak hanya disebabkan oleh kelebihan
pada lemak yang berada pada tubuh manusia sebagaimana penyebab kegemukan
pada umumnya. Overweight juga dapat disebabkan oleh kelebihan massa otot pada
tubuh ataupun kegemukan karena air. Overweight dapat menjadi gejala awal
terjadinya obesitas pada seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ebeledike C, Ahmad T. Pneumonia Pediatrik. [Diperbarui 2023 16 Januari].


Di: StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls;
2023Januari-.Tersediadari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/#
2. Nur S, Albar H, Daud D. IDENTIFIKASI FAKTOR PROGNOSTIK
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKKUS PADA
ANAK. JST Kesehatan. 2015;5(1):82-89.
3. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca
Strwptokokus. Badan penerbit ikatan dokter anak indonesia; 2012
4. Heryudarini, H. Basuki Faridah, D. Gambaran Jumlah dan Jenis Leukosit
Pada Pasien Diare di Rumah Sakit Umum Daerah Curup. Politeknik
Kesehatan Bengkulu. 2018. Available from :
http://repository.poltekkesbengkulu.ac.id/2161/1/KTI%20Full%20DEWI.pd
f
5. Sudarman, S. Aswadi. Masniar. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Gizi
Kurang Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kecamatan Mariso Kota Makassar. JURNAL Promotif Preventif, Vol. 1 No.
2 Februari 2019, Hal 30 - 4. Available from :
http://journal.unpacti.ac.id/index.php/JPP/article/view/158/100
6. Chaparro CM, Suchdev PS. Anemia epidemiology, pathophysiology, and
etiology in low- and middle-income countries. Ann N Y Acad Sci. 2019
Aug;1450(1):15-31. doi: 10.1111/nyas.14092. Epub 2019 Apr 22. PMID:
31008520; PMCID: PMC6697587.
7. Tapia C, Bashir K. Sindrom Nefrotik. [Diperbarui 2023 29 Mei]. Di:
StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023
Januari-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/
8. Salim SA, Masnadi NR, Amelin F. Analisis faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipetensi pada pasien glomerulonefritis akut pasca streptococcus.
Baiturrahmah Medical Journal. 2021;1(1
9. Nur S, Albar H, Daud D. IDENTIFIKASI FAKTOR PROGNOSTIK
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKKUS PADA
ANAK. JST Kesehatan. 2015;5(1):82-89.
10. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca
Strwptokokus. Badan penerbit ikatan dokter anak indonesia; 2012
11. Khairin, Rawla P, Padala SA, Ludhwani D. Poststreptococcal
Glomerulonephritis. Statpearls.
12. Geetha D. Poststreptococcal Glomerulonephritis. Medscape.
13. Turner J, Parsi M, Badireddy M. Anemia. [Diperbarui 2023 Agustus 8]. Di:
StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023
Januari-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499994/
14. Yogiantoro, M.Hipertensi essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Internal Publishing. 2009:
1079. 2.
15. Manning L,Robinson TG,Anderson CS, 2014. Control of blood pressure in
hypertensive neurological emergencies. Current hypertension reports. 3.
16. Miller JB,Suchdev K,Jayaprakash N,Hrabec D,Sood A,Sharma S,Levy PD,
2018. New Developments in Hypertensive Encephalopathy. Current
hypertension reports.
17. Park E, Abraham MK. 2014. Altered mental status and endocrine diseases.
Emergency medicine clinics of North America.
18. PAPDI. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.” (2014).
19. PPK PAPDI. “Penatalaksanaan Bidang Ilmu Penyakit Dalam.” (2015).
20. Tapia, Carolina. and Khalid Bashir. “Nephrotic Syndrome.” StatPearls,
StatPearls Publishing, 15 May 2022.
21. Turner, Neil N., et al., eds. Oxford textbook of clinical nephrology. Oxford
University Press, 2015.

Anda mungkin juga menyukai