Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“PUASA”

KELOMPOK V

LA ODE MUHAMMAD ALI RISKI : (230810125)


JUFAIDIL FAHRIL : (230830181)
AKMAl : (230820143)
DARUL AQRAM : (230830163)
ELSA ALFIRA : (230830165)
AMAL KHOLIQ ILHAM : (230820145)
MUH. NASRIL ILHAM : (230810123)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA
MARET
2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, seegala puji hanya milik Allah SWT. Tuhan semesta alam
yang mengatur segala aspek kehidupan berkat limpahan nikmat dan karunia-
Nyalah sehingga kami dari kelompok V mampu menyelesaikan makalah ini yang
di berikan oleh dosen Pendidikan agama Islam, Universitas Sembilanbelas
November Kolaka, dengan tema “PUASA”. Selanjutnya salawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah Muhammad
SAW yang telah menggantarkan Cahaya islam sampai kepada kita semua, sebagai
Rahmatan Lil Alamin, semoga kita mendapatkan syafaat-Nya di Yaumil Akhir
nanti.

Aamiin, Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin……..

Pada kesempatan ini kami dari kelompok V mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan motivasinya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, semoga segala yang
tertulis dalam makalah ini dapat memberikan manfaat kepada banyak orang.

Harapan kami makalah ini dapat memberi banyak manfaat dan jika ada
kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon di maafkan dan dapat di kritisi
untuk di benarkan.

Kolaka, 6 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penilitian ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Puasa................................................................................................. 3
2.2 Syarat Sah Puasa…....... ................................................................................. 3
2.3 Rukun Puasa…….......................................................................................... 4
2.4 Macam-macam Puasa..................................................................................... 4
2.5 Hal-hal Membatalkan Puasa .......................................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang telah kita ketahui dalam agama islam mempunyai rukun islam
yang salah satu didalamnya ialah puasa, yang mana puasa merupakan rukun islam
yang ke empat. Ibadah puasa terdapat hampir seluruh agama. Oleh karena itu
ibadah puasa ini telah dikenal di kalangan orang-orang agama budaya dulu kala.
Hal tesebut tercermin dalam firman Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian puasa?
2. Apa saja macam-macam puasa?
3. Apa saja syarat wajib puasa?
4. Apa saja rukun puasa?
5. Hal apa saja yang membatalkan puasa?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian puasa.
2. Untuk mengetahui macam-macam puasa.
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi syarat wajib puasa.
4. Untuk mengetahui rukun-rukun puasa.
5. Untuk mengetahui hal apa saja yang membatalkan puasa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Puasa


Pengertian As-Shaum (Puasa) menurut bahasa, puasa berarti menahan.
Sedangkan menurut syari’at, puasa berarti menahan diri secara khusus dan dalam
waktu tertentu serta dengan syarat-syarat tertentu pula. Menahan diri disini
termasuk ibadah. Karena, harus menahan diri dari makanan, minuman, dan
berhubungan badan serta seluruh macam syahwat, dari sejak terbit fajar sampai
terbenamnya matahari.
Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah
banyak para para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf
Qardawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan,
minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar
siddiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.

2.2 Syarat Sah Puasa

Ibadah puasa seseorang dinilai sah dan benar jika memenuhi syarat dan
rukunnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sesorang yang hendak
melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:

1. Islam
Puasa dalah ibadah Islamiyah, tidak sah dilakukan oleh orang yang bukan
Islam, apabila seseorang kafir, maka tidaklah sah puasanya. Apabila
seorang (remaja) muslim yang sedang berpuasa menjadi murtad karena
mencela agama Islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang
diijma’i oleh umat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan
penghianatan bagi Al-Qur’an atau memaki seorang Nabi, niscaya keluar
mereka dari Islam dan batallah puasanya
2. Baligh (Sampai umur)
Dalam pelaksanaan ibadah puasa, bagi orang (remaja) muslim
haruslah berumur baligh, batasan antara laki-laki dan wanita beda, untuk
batasan laki-laki ditandai dengan keluarnya air sperma (mimpi basah) kira-
kira berumur 10-13 tahun. Namun untuk wanita diketahui dengan keluar
darah haid, sekitar umur 9- 11 tahun, akan tetapi untuk batasan itu tidaklah
mutlak, yang penting berapa umur anak itu yang esensi mereka keluar air
sperma untuk laki-laki, keluar darah haid bagi wanita.
3. Berakal
Ibadah puasa haruslah dilaksanakan oleh orang (remaja) yang
muslim yang berakal, serta tamyiz (bisa membedakan perkara yang baik
dan perkara yang buruk). Orang (remaja) gila tidak boleh melakukan
ibadah puasa karena orang gila tidak termasuk mukallaf (orang yang kena
tuntutan ibadah), maka dengan demikian puasa tidak wajib bagi orang
(remaja) gila ketika sedang gila dan kalau dia berpuasa, maka puasanya
tidak sah, anak kecil tidak diwajibkan berpuasa, tetapi puasanya tetap sah
kalau anak tersebut sudah mumayyiz.
4. Suci dari haid dan nifas bagi wanita
Khusus bagi wanita yang haid nifas jika mereka melaksanakan
puasa maka puasanya tidak syah (batal), serta mereka harus mengqhada’
puasanya, sebagaimana hadits:
“ Dari Abi Sa’id berkata: Nabi Muhammad bersabda tidak ada perbuatan
apapun apabila seseorang wanita (remaja) berhalangan haid maka tidak
boleh shalat dan tidak boleh puasa, karena perbuatan itu termasuk bisa
mengurangi agama wanita (remaja) itu ”. (H.R. Bukhari).
5. Berada dikampung, kota, tidak wajib atas orang musafir orang yang
bepergian).
Diwajibkan puasa bagi orang Islam (remaja) itu ketika mereka
berada di Desanya, namun ketika bepergian maka mereka diperbolehkan
untuk tidak berpuasa. Itupun kalau mereka menggunakan Rukhsah
(keringanan) itu. Asalkan keluarnya mereka sesuai dengan syarat-syarat
yang diperbolehkan untuk melakukan Shalat Qashar.
6. Mampu/kuasa untuk berpuasa, tidak wajib atas orang yang lemah dan
orang sakit.
Imam empat madzhab mengemukakan, kalau orang yang berpuasa
sakit dan menghawatirkan dengan dirinya, ketika mereka (remaja)
berpuasa maka mereka (remaja) bila suka berpuasalah dan bila tidak maka
berbukalah tertapi tidak ada ketentuan (keharusan) berbuka baginya,
karena berbuka itu merupakan rukhsah (keringanan), bukan keharusan
bagi orang yang berada sakit.
Untuk mengetahui apakah mereka (orang yang berpuasa) itu sakit
atau penyakitnya akan bertambah parah bila mereka berpuasa, maka
cukuplah baginya menggunakan perkiraan atau ijtihadnya sendiri. Kalau
dirinya sangat lemah, maka hal tersebut bukan menjadi sebab untuk
diperbolehkan berbuka puasa (selama kelemahan itu sudah biasa bagi
dirinya) karena yang menjadi sebab diharuskannya (kewajiban) berbuka
adalah sakit itu sendiri, bukan karena kelemahan, keletihan atau kelelahan.
2.3 Rukun Puasa
Rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat, yaitu menyengaja untuk melaksanakan puasa. Dilakukan pada
malam hari sebelum terbit fajar. Niat dilakukan dalam hati.
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar
hingga terbenam matahari.

2.4 Macam-Macam Puasa


Macam-macam puasa disini banyak yang menggolongkan, istilahnya pun
beda-beda, ada yang menggolong menjadi 5 golongan:

1. puasa Fardlu
2. puasa Qadha
3. Puasa Nazar
4. Puasa Kafarat
5. Puasa Tathawwu’ (sunnah)
A. Puasa Wajib (Fardlu)
Puasa wajib disini bisa juga disebut dengan puasa fardlu, yang terdiri
dari Puasa Ramadhan, puasa qadla’(mengganti puasa Ramadhan yang
batal pada hari-hari yang lain), puasa kifarat (puasa yang diwajibkan
karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan agama).
Dan puasa untuk melaksanakan nazar (puasa yang dijanjikan oleh
seseorang atas dirinya), semuanya hukumnya wajib. Namun biasanya yang
dikategorikan puasa fardlu di sini adalah Puasa Ramadhan.
B. Puasa Kafarat
Ialah Puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja
dalam bulan Ramadhan (dalam hal ini khilaf), bukan karena sesuatu
‘udzur yang dibenarkan syara’, karena bersetubuh dengan sengaja dalam
bulan ramadhan pada siang hari, karena membunuh dengan tidak sengaja,
karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam Haji, serta tidak
sanggup menyembelih binatang Hadyu, karena merusak sumpah dan
berdziar terhadap istri (menyerupakan Bentuk Tubuh Istri Disamakan
Dengan Muhrimnya).
Puasa kafarat ini mempunyai beberapa bentuk. Diantaranya puasa
kafarat karena salah membunuh, puasa kafarat karena sumpah dan nazar.
Bentuk-bentuk ini mempunyai hukum-hukum tertentu.
Puasa kafarat, ialah puasa yang wajib dikerjakannya untuk
menutupi sesuatu keteledoran yang telah kita (remaja) lakukan:
1. Karena merusak puasa dengan bersetubuh, yaitu dengan puasa dua
bulan berturur-turut.
2. Karena membunuh orang dengan tidak sengaja, yaitu puasa dua bulan
berturut-turut, jika tidak sanggup harus memerdekaan seorang budak
3. Karena seseorang (remaja) mengerjakan sesuatu yang haram
dikerjakan dalam ihram, serta tidak boleh menyembelih binatang
Hadyu.
C. Puasa yang Diharamkan
Ialah puasa yang dilakukan diwaktu hari raya Idul Fitri maupun Idul
Adha, pada hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 zulhijjah ), istri melakukan
puasa sunnah tidak mendapatkan izin dari suami.Untuk masalah puasa hari
raya semua ulama’ sepakat mengharamkan, kecuali Imam Hanafi,
alasannya berpuasa pada dua hari raya tersebut adalah makruh yang
diharamkan itu adalah hampir mendekati kepada haram, sementara untuk
masalah puasa di hari Tasyriq, para ulama’ berbeda pendapat, Imam
Syafi’i puasa hari Tasyriq hukumnya tidak dihalalkan, baik pada waktu
melaksanakan ibadah haji atau bukan, Imam Hambali; tidak diharamkan
berpuasa pada hari tasryiq, selain melaksanakan haji, tetapi tidak
diharamkan kalau pada waktu melaksamnakan haji, Imam Hanafi;
berpuasa pada hari Tasyriq adalah makruh hanya diharamkan pada hari 11
dan 12 Zulhijjah pada waktu selain haji, tapi tidak diharamkan kalau
dalam melaksanakan ibadah haji, sementara puasa sunnahnya istri ulama’
sepakat bahwa istri tidak boleh berpuasa sunnah tanpa mendapatkan izin
suaminya, kalau puasanya mengganggu hak-hak suaminya selain menurut
Imam Hanafi, beliau mengatakan puasa istri tanpa izin suaminya adalah
makruh saja bukan haram.
D. Puasa Makruh
Ada beberapa pendapat tentang puasa ini, para ulama’ sepakat tentang
hari-hari makruh dalam melakukan puasa, yakni:
1. Mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa
Berpuasa satu bulan penuh pada bulan Rajab merupakan amalan
yang dimakruhkan. Akan tetapi, jika wanita muslimah yang hendak
berpuasa pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa secara berselang.
Karena, ini merupakan bulan yang diagungkan oleh orang-orang
Jahiliyah.
2. Puasa pada hari jum’at saja
3. Puasa pada hari sabtu saja
4. Pada hari yang diragukan (Hari ketiga puluh dari bulan Sya’ban)
5. Bepuasa khusus pada tahun baru dari hari besar orang kafir
6. Puasa wishal (Puasa selama dua atau tiga hari tanpa berbuka)
7. Puasa Dahr (Puasa yang dilakukan selama satu tahun penuh)
8. Puasanya seorang istri tanpa seizin suami
9. Puasa dua hari terakhir dari bulan Sya’ban
E. Puasa yang disunnahkan
Puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan sebagai tambahan
yang dianjurkan. Serta dapat melengkapi yang fardlu apabila tidak ada
kekurangan atau cacat padanya. Puasa sunnah dapat diistilahkan dengan
puasa tathawu’ antara lain: puasa enam hari di bulan syawal, puasa tanggal
9 Dzulhijjah, puasa ‘Assyura dan Tasyu’a yaitu hari yang kesepuluh dan
kesembilan di bulan Muharram, puasa tiga hari di tiap-tiap bulan (tanggal
13, 14, 15, bulan qamariah), puasa senin kamis, puasa di bulan-bulan
haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), puasa di bulan
Sya’ban dan puasa Daud, yaitu puasa sehari puasa sehari tidak puasa,
puasa setiap hari senin dan hari kamis, serta puasa lain
yang tidak menentang pada syara’.
F. Puasa Sya’ (ragu-ragu)
Puasa hari sya’ itu biasanya dikerjakan ketika apakah sudah masuk
bulan Ramadhan atau belum, kemudian ada titik terang bahwa hari
tersebut masuk bulan ramadhan, oleh para ulama’ ada khilafiyah untuk
masalah mengqhadha’ atau apakah mendapat pahala, menurut Imam
Hanafi ia mendapatkan pahala dan tidak wajib mengqhada’.
Tapi untuk Imam Syafi’i , Imam Hambali, Imam Maliki berpendapat
puasanya tidak mendapatkan pahala dan ia harus mengqhada’nya.
2.5 Hal-hal Membatalkan Puasa
a. Orang yang dengan sengaja makan dan minum pada siang hari, maka
puasanya menjadi batal dan harus mengqadha’ serta memberikan
kafarat atasnya. Akan tetapi, jika makan dan minum dilakukan tanpa
adanya unsur kesengajaan atau karena lupa, maka tidak ada kewajiban
mengqadha’ atau memberikan kafarat.
b. Muntah dengan sengaja.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersbda:
“Barang siapa terpaksa muntah, maka tidak ada kewajiban baginya
mengqadha’ puasa. Akan tetapi, barang siapa yang memaksakan diri
untuk muntah, maka hendaklah ia mengqadha’ puasanya.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni
dan Al-Hakim)
c. Memandang lawan jenis dengan penuh perasaan nafsu birahi atau
mengingat-ngingat akan nikmatnya hubungan badan. Akan tetapi, jika
hanya sekedar hanya teringat akan kenikmatan hubungan badan atau
memandang lawan jenis dengan tidak diikuti oleh munculnya
ransangan, maka puasanya tidak batal dan tidak ada kewajiban baginya
untuk mengqadha’ puasanya.
d. Haid dan nifas
Wanita yang menjalani masa haid dan nifas meski hanya sesaat, maka
puasanya menjadi batal. Sedangkan keluarnya istihadhah tidak
membatalkan puasnya.
e. Jika seorang suami menyetubuhi istrinya dengan persangkaan; bahwa
waktu maghrib telah masuk atau mengira bahwa waktu fajar belum
tiba, maka keduanya dalam hal ini tidak berkewajiban untuk
membayar kafarat. Akan tetapi menurut mayoritas ulama, mereka
berdua harus mengqadha puasnya. Karena tidak disengaja.
f. Jika berniat untuk berbuka, sedang ia dalam keadaan berpuasa, maka
puasa yang tengah dijalankannya saat itu menjadi batal. Kareba, niat
merupakan salah satu syarat syahnya puasa.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat ditarik
kesimpulan:
1. Puasa (Ash-Shawm) adalah menahan dari makan, minum, dan
hubungan kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena
mencari Ridha Allah . Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian bahasa
adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah
agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan
kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena mencari
Ridha Allah.
2. Terdapat macam-macam puasa, yaitu: puasa Fardlu, Puasa Qadha,
Puasa Nazar, Puasa Kafarat, Puasa Tathawwu’ (sunnah).
3. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendak
berpuasa diantaranya, yaitu Islam, Baligh (Sampai Umur), Berakal,
Suci dari haid dan nifas bagi wanita, Mampu/kuasa atas puasa.
4. Rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut niat dan meninggalkan
segala hal yang membatalkan puasa hingga terbenam matahari.
5. Hal-hal yang membatalkan puasa yaitu Orang yang dengan sengaja
makan dan minum pada siang hari, Muntah dengan sengaja,
Memandang lawan jenis dengan penuh perasaan nafsu birahi atau
mengingat-ngingat akan nikmatnya hubungan badan, Haid dan nifas,
Jika seorang suami menyetubuhi istrinya dengan persangkaan, dan
Jika berniat untuk berbuka, sedang ia dalam keadaan berpuasa
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqih Islam. Sinar Baru Algensindo.


‘Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2006. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Syahida, Aip. & Rahman, Irsyad Taufieq. Hidayah Pendidikan Agama Islam.
Bandung: CV. Thurisna
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. FIQIH Lima Mudzhab. Jakarta: Penerbit
Lentera
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1-2004-
sabiqkhoer-627-BAB2_310-5.pdf Diakses tanggal 02 maret 2017 jam 11:44
http://www.islamicbook.ws/indonesian/indonesian-60.pdf Diakses tanggal 08
maret 2017 jam 12:01
http://files.islamdownload.net/123910/pdf-islamhouse/Risalah%20Ramadhan.pdf
Diakses pata tanggal 20 Maret 2017 jam 12:57
Altuwayjiry, Muhammad bin Ibrahim. Puasa. Buraidah: Foreigeners Guidance
Office Al Khubayb

Anda mungkin juga menyukai