Sekolah Inklusi Untuk Autisme
Sekolah Inklusi Untuk Autisme
105191106622
Judul :
Menembus Sekat Perbedaan di Sekolah Inklusi Bandung
Deskripsi kasus :
Seorang murid kelas 6 di SDN 206 Putraco Indah, Kelurahan Turangga,
Kecamatan Lengkong, Kota Bandung bernama M Akbar Nurul Fitrah yang
tergolong sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah itu. Meski
memiliki kekurangan, Akbar tak canggung untuk bermain dengan teman
sebayanya saat pelajaran dimulai.
Sejak awal masuk sekolah, siswa yang reguler juga sudah mulai diberi
pemahaman jika mereka memiliki teman yang 'berbeda' secara mentalitas
dengan mereka. Sehingga setelah anak-anak yang reguler ini naik kelas,
mereka sudah mulai mengerti memiliki teman sekolah yang berkebutuhan
khusus.
Guru-guru di sekolah itu juga punya konsep dalam menangani ABK yang
mereka sebut tutor sebaya. Konsep ini bertujuan supaya anak-anak reguler
bisa ikut membentuk anak berkebutuhan khusus dalam perkembangan
motorik dan akademiknya.
Perilaku autis digolongkan dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif
(berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk
perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit,
menggigit, mencakar, memukul, mendorong. Di sini juga sering terjadi anak
menyakiti dirinya sendiri (self-abused). Perilaku defisit ditandai dengan
gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensori sehingga dikira
tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa-tawa
tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.
Proses seleksi ABK pada awal perkenalan dunia sekolah kemudian turut
menyeleksi orang tua ABK, apakah ia dapat dianggap kooperatif atau tidak
dengan program sekolah. Keterlibatan orang tua ABK dalam
penyelenggaraan sekolah inklusi berperan penting dalam pendidikan inklusi.
Tujuan seleksi ABK didasari pada kesadaran bahwa latar belakang guru
pendamping yang berbeda-berbeda. Guru Pembimbing Khusus (GPK)
merupakan seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi
anak berkelainan atau siswa berkebutuhan khusus pada saat diperlukan
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
Autisme dimulai pada awal masa kanak-kanak dan dapat diketahui pada
minggu pertama kehidupan. Dapat ditemukan pada semua kelas sosial
ekonomi maupun pada semua etnis dan ras.
Kesimpulan :
Komunikasi tidak melulu berarti interaksi subjek-subjek yang setara
yang selalu bertujuan kesepahaman (mutual understanding) tetapi juga
menjadi instrument kekuasaan dalam rangka penundukan. Sekolah inklusi
yang distrukturkan oleh wacana pengkategorian ABK pada akhirnya
menciptakan proses komunikasi atau proses koneksi yang menempatkan
ABK sebagai liyan (yang lain). Pada akhirnya, sekolah inklusi adalah ruang
yang memproduksi subjek ABK, seorang yang dianggap punya kesadaran
sebagai ABK. Bertujuan untuk mengabaikan upaya penyebaran ide
pendidikan inklusif di Indonesia. Riset ini lebih bertujuan untuk
mengingatkan bahwa pada dasarnya sekolah inklusi yang berjalan sekarang
adalah instrument ekslusi ABK, karena wacana dominan dalam sekolah
inklusi adalah bagaimana mengatasi ABK yang harus diikutsertakan dalam
pendidikan.
Yang tidak menjadi pembahasan utama dalam diskusi pendidikan inklusi
adalah bagaimana mengkonstruksi anak tipikal untuk menerima dan menjadi
lingkungan yang supportif bagi ABK, bagaimana kesiapan anak tipikal di
sekolah non inklusi untuk menerima ABK tersebut.
Kesimpulan yang diperoleh dari peran yang dijalankan guru pendidikan
khusus yaitu peran pedagogik dan non pedagogik pada siswa ABK di sekolah
inklusi. Peran pedagogik meliputi pengajaran, memberikan instruksi tugas,
membantu siswa fokus menyelesaikan tugas, membuat PPI, dan melakukan
asesmen. Peran non pedagogik meliputi membantu manajemen diri dalam
mengelola perilaku siswa ABK, dukungan emosional, konsultasi, dan
menjalin komunikasi dengan guru, orang tua dan siswa. Selain itu,
pentingnya guru pendidikan khusus memiliki kompeten di bidangnya serta
diperlukannya kolaborasi antara guru dengan guru pendidikan khusus
sehingga menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk anak berkebutuhan
khusus.
Daftar Pustaka :
Desiningrum, Dinie Ratri. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosian.
27-40p.