Anda di halaman 1dari 20

BAB I LAPORAN KASUS I. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan No. RM Masuk RS II.

IDENTITAS PASIEN : Ny. Birah : 40 tahun : perempuan : Kp. Pegadungan, Serang : Islam : Ibu rumah tangga : 203265 : 18 Juni 2011

ANAMNESIS : keluar darah dan gumpalan-gumpalan sebesar anggur dari jalan lahir : hipertiroid :

Keluhan utama Keluhan tambahan Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Serang diantar keluarganya dengan surat rujukan dari puskesmas anyer. Pasien mengatakan keluar darah banyak dan bergumpal-gumpal sebesar anggur dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pukul 17.00 WIB. Pasien juga mengaku sudah periksa T3-T4 dengan hasil hipertiroid. Pasien mengaku hamil anggur sejak 2 bulan SMRS anak ke-4. pasien pernah melakukan pemeriksaan USG sebulan SMRS dan dinyatakan kehamilan dengan mola hidatidosa. Pasien mengaku rutin periksa ke bidan, pasien tidak pernah mengonsumsi obat warung. Pasien mengatakan belum pernah keguguran. Riwayat menstruasi: Menarche Haid Banyak Siklus : 13 tahun : 5 hari : 2 x ganti pembalut/hari : teratur

Dismenore Fluor albus HPHT

: + : + : april 2011-07-02

Taksiran persalinan: januari 2012 Riwayat pernikahan: Menikah : 2x selama 3 tahun Pernikahan I usia pria 22 tahun wanita 21 tahun Riwayat kontrasepsi: KB suntik 3 bulan selama 15 tahun Riwayat kehamilan: G4P3A0 I : 17 tahun, lahir spontan ditolong dukun, ada, sehat, BBL 3200 gr II : 9 tahun, lahir spontan, ditolong bidan, ada, sehat, BBL 3200 gr III : 2 tahun, lahir spontan, ditolong dokter, ada, sehat IV : hamil sekarang Riwayat penyakit terdahulu: Asma, hepatitis, DM, hipertensi, dan penyakit disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit keluarga: Asma, hepatitis, DM, hipertensi, dan penyakit disangkal oleh pasien.

III.

PEMERIKSAAN FISIK : baik : compos mentis : 140/90 mmHg : 22 x/ menit : 84 x/ menit : 36,7 o C : 57 kg

Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Pernapasan Nadi Suhu Berat badan Status generalis Kepala Mata THT Leher Toraks Cor Pulmo Mammae Abdomen Ekstremitas Status ginekologi Inspeksi Palpasi ballotement (-) Perkusi Auskultasi

: rambut hitam, tidak mudah dicabut, normosefal : CA -/- SI -/- RC +/+ : dalam batas normal : KGB membesar : simetris saat statis dan dinamis : BJ I & BJ II reguler, gallop (-), murmur (-) : vesikuler, Rh (-/-), wheezing (-/-) : menegang, papilla belum membesar : BU (+) normal : akral hangat

: perut tampak membuncit sedikit : tinggi fundus uteri 21 cm, teraba massa, nyeri tekan (-), : redup diseluruh lapang abdomen : bising usus (+)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium: Tanggal 17-06-2011: fT3 fT4 Hb Leukosit Hematocrit Trombosit BT CT MCV MCH MCHC Tes hamil Tes hamil titer : 212 ng/dl ( N: 74-179) : 14,32 g/dl (N: 4,8-11,6) : 7,6 g/dl : 7000 /ul : 24 % : 316.000 /ul : 2 : 6 : 34 fL : 30 pg : 32 g/dL :+ : 1/10 (+), 1/50 (+), 1/100 (+), 1/200 (+), 1/400 (+)

tanggal 18-06-2011:

Tanggal 27-06-2011 : Hb Leukosit Hematokrit Trombosit fT3 fT4 : 9,3 g/dL : 5500 /uL : 27 % : 257.000/uL : 171 ng/dL : 12,9 g/dL

Tanggal 28-06-2011 : Hb Hematokrit : 10,1 g/dL :30 %

Leukosit Trombosit BT CT Natrium Kalium Kalsium fT3 fT4 Hb Leukosit Hematokrit Trombosit

: 6800 /uL : 324.000 /ul : 3 : 7 : 134 mg/dL : 3,30 mg/dL : 7,2 mg/dL : 174 ng/dL : 11,6 g/dL : 8,2 g/dL : 8300 /uL : 24 % : 252.000 /uL

Tanggal 30-06-2011 :

Tanggal 01-07-2011 (post histerektomi): GDS kolesterol total trigliserida protein total albumin globulin SGOT SGPT Ureum Kreatinin Natrium Kalium : 104 mg/dL : 156 mg/dL : 284 mg/dL : 5,4 g/dL : 2,8 g/dL : 2,6 g/dL : 16 U/l : 10 U/l : 25 mg/dL : 1,6 mg/dL : 136 mg/dL : 4,9 mg/Dl

V. DIAGNOSIS KERJA VI. DIAGNOSIS TAMBAHAN VII. TINDAKAN Evaluasi obsgyn Rongent paru jantung Pemeriksaan T3-T4 Pro histerektomi total :

: MOLA HIDATIDOSA : HIPERTIROID

LAPORAN ANESTESI Tanggal operasi Jam anastesi o dimulai o selesai : 09.45 WIB : 11.25 WIB : 30 juni 2011

o lama anastesi : 2 jam 20 menit Jenis anastesi Resiko Teknik Cairan Hb Tekanan darah Tinggi badan Berat badan Suhu Nadi Pernapasan Keadaan gizi Ondansentron Kalnex Vit K Decain Fentanyl : besar : besar : spinal : ringer laktat 3000 cc, fima hes 1000 cc : 10,1 g/dl : 125/90 mmHg : 158 cm : 57 kg : 36 oC : 90 x/menit : 21x/ menit : baik 8 mg 500 mg 20 mg 15 mg 5 g

Catatan:

Induksi :

Maintenance :

O2 Tramadol 200 mg BAB II DISKUSI KASUS

Recovery :

Dari anamnesis dapat disimpulkann bahwa pasien mengidap mola hidatidosa. Mola hidatidosa adalah suatu neoplasma jinak villi khorialis, yang ditandai dengan: Proliferasi trofoblas yang berlebihan, baik sinsitio dan sitotrofoblas Edema atau degenerasi hidrofik dari stroma jaringan ikat vili sehingga terjadi distensi dan pembentukan gelembung Villi avaskuler, pembuluh darah yang hilang ini menyebabkan kematian dini embrio. Mola hidatidosa terbagi menjadi : Mola Hidatidosa Sempurna / komplit : Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh: - Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma villus - Tidak adanya pembuluh darah di villus yang membengkak - Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi - Tidak adanya janin dan amnion. Mola Hidatidosa Parsial : Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Adapun kelompok-kelompok risiko tinggi yaitu usia kurang dari 20 tahun atau diatas 40 tahun, sosial ekonomi kurang, jumlah paritas tinggi, dan riwayat kehamilan

mola sebelumnya. Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah: Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. Imunoselektif dari trofoblast Keadaan sosio-ekonomi yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan protein, asam folat, dan beta karoten Jumlah paritas yang tinggi Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya Riwayat abortus spontan Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar) Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat menjadi tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid, tirotoksikosis pada mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya berbeda. Tirotoksikosis dipicu oleh hormon hCG berlebih hasil sekresi sel tumor trofoblastik atau sekresi oleh plasenta pada masa kehamilan, oleh karena hormon hCG memiki sifat tirotrofik selain gonadotrofik, sehingga dapat berfungsi layaknya hormon TSH. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : Serum -hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan -hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu) Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal Foto rontgen dada 1. Perbaiki keadaan umum Koreksi dehidrasi Penderita dewasa yang dipuasakan karena pembedahan elektif harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 cc/kgBB/jam lama puasa. Pada pasien ini karena puasa 6 jam sebelum operasi, maka penggantian cairannya 2cc x 60x 6 jam = 720 cc Transfusi darah bila ada anemia Rumus transfusi darah = (Hb normal- Hb pasien) x BB x 4 Untuk pasien ini karena Hb awal 7,6 g/dL maka harus ditransfusi Whole Blood. Berarti WB yang dibutuhkan adalah (10 7,6) x 60 x 4 = 576 cc. Hb post transfusi 9,3 g/dl. Transfusi ke II (10-9,3) x 60 x 4 =168 cc. Hb post tranfusi 10,1 g/dL Bila ada gejala pre-eklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protokol. Penatalaksanaan hipertiroidisme, untuk mencegah pelepasan T4 yang terus menerus dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan factor-faktor presipitasi. Pada pasien ini diberikan obat PTU dari bagian interna, karena T3 dan T4 pada pasien meningkat.
Tatalaksana:

2. Pengeluaran jaringan mola Kuretase Histerektomi total, tindakan ini dilakukan pada wanita dengan umur 35 tahun, anak hidup 3 orang. Pada pasien ini dilakukan histerektomi total karena pasien berusia 40 tahun dan sudah mempunyai 3 anak. 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika, terapi ini diberikan pada kasus mola berisiko tinggi dengan pasien yang menolak dilakukan histerektomi. Biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. 4. penatalaksanaan pasca evakuasi PERSIAPAN ANALGESI SPINAL 1. Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.pasien ini menyetujui prosedur anestesi spinal. 2. Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual muntah, nyeri otot, gatal-gatal, atau sesak napas paska bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih baik. Pada pasien ini, belum pernah melakukan operasi atau anestesi sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki riwayat asma, alergi terhadap obat, DM, ataupun hipertensi. 3. Pemeriksaan fisik Memeriksa apakah ada kelainan spesifik pada pasien, seperti kelainan tulang punggung, dan atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinous. Pada pasien ini tidak dijumpai kelainan seperti yang disebutkan diatas. 4. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine time). 5. Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. 6. Klasifikasi status fisik Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran seseorang ialah berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA), kelas I VI. Pada pasien ini ditentukan sebagai ASA II. 7. Masukkan oral Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa). Pasien dewasa umumnya puada 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Pada pasien ini puasa selama 6 jam sebelum operasi. CAIRAN PERIOPERATIF Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari : - kerusakan sel di lokasi pembedahan - Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum - Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah - Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan perioperatif, yaitu : 1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/haridan K+ = 1mmol/kgBB/hari. 2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit

bedahnya

(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada

penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. 3. Kehilangan cairan saat pembedahan a. perdarahan Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump) dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml. b. Kehilangan cairan lainnya Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. 4. Gangguan fungsi ginjal Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: o Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun. o Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron. o Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat. - Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkanurin hipotonis. I. Pengganti defisit Pra bedah Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif)

harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. II. Terapi cairan selama pembedahan Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang. Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala karena depresi komponen vasoaktif. Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan: a. Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan b. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi c. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum. d. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi) e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit. g. Usia penderita Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah: - 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa. - Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr% Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga diuresis 1 ml/kgBB/jam. PREMEDIKASI tersebut seringkali tidak begitu tampak

1. ONDANCENTRON Sebelum pembedahan sebaiknya lambung dalam keadaan kosong, sehingga bila terjadi refleks esofagus tidak terjadi aspirasi isi lambung. Mual dan regurgitasi disebabkan oleh hipoksia selama anestesia, anestesia yang terlalu dalam, tekanan lambung yang tinggi karena lambung penuh, atau akibat tekanan dalam rongga perut yang tinggi. Farmakologi : o suatu antagonis 5-HT3 selektif untuk menekan mual dan muntah. o Mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan aferen vagal saluran cerna. o Mempercepat pengosongan lambung. Indikasi : o Untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi Pada kasus ini pasien diberikan ondansentron sebanyak 8 mg secara intravena. Hal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya mual dan muntah pasca bedah serta mempercepat pengosongan isi lambung. 2. KALNEX Farmakologi : o Termasuk golongan asam traneksamat. o Merupakan analog asam aminokaproat namun 10 kali lebih kuat dengan efek samping yang lebih ringan. o Penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Dosis : o 0.5 1 gram diberikan 2- 3 kali sehari secara intravena lambat sekurangkurangnya dalam waktu 5 menit. Indikasi : o Fibrinolisis lokal dan menoragia. Kontraindikasi : o Gangguan ginjal yang berat

o Penyakit tromboembolik. Efek samping : o Mual o Muntah o Diare o Pusing pada injeksi intravena cepat. Farmako kinetik: o Cepat diabsorbsi dari saluran cerna. o 90 % dari satu dosis intravena diekskresi melaluiu urin dalam 24 jam. o Dapat melalui sawar uri. Pada pasien ini diberikan kalnex sebanyak 1 ampul. Diharapkan dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan. .3. VITAMIN K Farmakologi : o Diperlukan untuk produksi faktor pembeku darah dan berbagai protein yang diperlukan untuk kalsifikasi tulang yang normal. o Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk menimbulkan efek karena harus merangsang pembentukan faktor-faktor pembekuan darah terlebih dahulu. Pada kasus ini pasien diberikan sebanyak 2 ampul. Diharapkan pemberian vitamin K membantu kerja dari pemberian kalnex untuk membantu mengatasi perdarahan berat. Vitamin K tidak diberikan sendiri karena kurang bekerja dengan cepat.

INDUKSI 1. DECAIN (BUPIVAKAIN)

obat anestesi lokal yang mempunyai masa kerja panjang dengan efek blokade

terhadap sensorik yang lebih besar daripada motorik, struktur mirip dengan lidokain. indikasi: anestesi intratekal (subarachnoid, spinal) untuk pembedahan. Pembedahan abdomen (perut) bertahan 45-60 menit (termasuk caesar). Pembedahan urological & limb bawah bertahan 2-3 jam (termasuk pembedahan pinggul). Efek samping: o o Hipotensi, bradikardia, sakit kepala setelah spinal. Jarang : blokade spinal total atau tinggi menyebabkan depresi

jantung & pembuluh darag serta pernapasan, komplikasi neurologis Kontraindikasi: o Penyakit aktif susunan saraf pusat yang akut, seperti meningitis, tumor, poliomielitis (radang akut sumsum tulang belakang karena virus) & perdarahan kranial, tuberkulosa aktif atau lesi metastase pada tulang belakang. o Septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut). o Anemia pernisiosa dengan kombinasi degenerasi urat saraf tulang belakang subakut. o Infeksi pirogenik kulit pada atau berdekatan dengan tempat suntikan. o Syok hipovolemik atau kardiogenik. o Gangguan pembekuan darah atau sedang menjalani pengobatan dengan antikoagulan Dosis: 3-4 mg/kgBB. Dosis maksimal 20 mg Pada pasien diberikan decain sebanyak 15 mg

2. FENTANYL Farmakologi : o Termasuk golongan opioid.

o Pengaruh analgesia anestesia lebih kuat dengan depresi pernafasan yang lebih ringan. o Lama kerjanya sekitar 30 menit. o Efek amnesianya tidak lengkap. Indikasi :

o Penghilang nyeri dalam intra-operasi diberikan secara injeksi. Efek samping : o Mual dan muntah, o Konstipasi, o Rasa mengantuk, o Depresi napas, terjadi pd pemberian dosis 200 g intravena o Hipotensi Kontra Indikasi : o Depresi pernapasan akut, alkoholisme akut, hindarkan pada peningkatan TIK. Dosis 1-3 g/kgBB secara intra vena Pada pasien ini diberikan fentanyl sebanyak 5 g untuk memperpanjang efek analgesik RECOVERY KETOROLAC analgesik non-narkotik, obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat Onset aksi analgesiknya sebanding dengan Morfin. Durasi analgesia Ketorolac 30 mg dan 90 mg lebih lama daripada narkotik. Berdasarkan pertimbangan efektivitas dan keamanan setelah dosis berulang, dosis 30 mg menunjukkan indeks terapetik yang terbaik.

Tidak tampak adanya depresi napas setelah pemberian Ketorolac tromethamine pada uji klinis kontrol. Ketorolac tromethamine tidak menyebabkan kantuk dan dibandingkan dengan Morfin, Ketorolac lebih sedikit menyebabkan kantuk.

III.Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Beda 1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan. 2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah: - Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C suhu tubuh - Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah. - Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi. 3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen. 4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

Anda mungkin juga menyukai