Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penerimaan perpajakan merupakan sumber pendapatan yang utama

dalam APBN. Selama lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan rata-rata

sekitar 70 persen dari total pendapatan negara. Hal ini menunjukkan bahwa

peran pajak dalam membiayai APBN semakin besar. Peran pajak tersebut

akan semakin besar untuk masa yang akan datang karena pemerintah ingin

mengurangi peran utang dalam mendanai APBN. Karena peranan pajak

semakin penting, maka penerimaan perpajakan membutuhkan sistem

pengelolaan yang semakin baik sehingga penerimaan perpajakan semakin

optimal sesuai dengan kondisi ekonomi dan kemampuan masyarakat. Oleh

karena itu, perlu disusun suatu perencanaan angka target penerimaan

perpajakan yang tepat dan optimal dengan menggunakan model proyeksi

penerimaan perpajakan yang mampu menghasilkan angka proyeksi yang

sesuai dengan kondisi ekonomi yang sedang dan akan terjadi, dan mampu

menjelaskan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penerimaan

perpajakan.

(sumber: Badan Kebijakan Fiskal di www.fiskal.depkeu.go.id diakses

tanggal 9 mei 2012)

Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor

pajak dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan. Hal ini dilakukan

1
2

dengan adanya suatu perubahan dalam sistem perpajakan yaitu sistem self

assesment, dimana wajib pajak diberi kewenangan untuk menghitung,

memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan kemudian melunasinya

serta melaporkannya ke Kantor Pajak sehingga kepatuhan sangatlah penting

dalam menghitung dengan jujur pajak penghasilan terutang dan menyetor

serta melaporkannya dengan tepat waktu.

Dengan diterapkannya sistem perpajakan tersebut di harapkan

kepatuhan wajib pajak dapat meningkat sehingga pendapatan pajak negara

dapat meningkat juga. Oleh karena itu agar pendapatan pajak meningkat

wajib pajak harus patuh pada kewajibannya. Seperti yang dinyatakan oleh

Summers et. Al dalam Nasucha (2004:8) dalam Lusiana Dewi (2011:2)

bahwa dalam sistem self assesment, administrasi perpajakan adalah untuk

mengawasi kepatuhan dan meyakinkan wajib pajak dalam menjalankan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam

pendaftaran wajib pajak, penilaian, menjalankan prosedur pemungutan dan

pembayaran dengan tidak melakukan penghindaran dan penggelapan pajak.

Dalam perkembangan sektor pajak, sebagaimana diketahui bahwa

penerimaan negara semakin tahun semakin tergantung dari penerimaan

sektor pajak. Peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan dan

penyelenggaraan roda pemerintah sangat diperlukan. Salah satu peran

tersebut adalah melakukan kewajiban membayar sebagai sumber

penerimaan negara yang dominan. Namun, kepatuhan wajib pajak dalam

membayar kewajiban pajaknya masih rendah. Hal ini disebabkan oleh


3

adanya wajib pajak yang kurang patuh terhadap kewajiban tahunan yaitu

menghitung pajak atas dasar sistem self assesment yaitu wajib pajak

melaporkan perhitungan nilai pajaknya lebih kecil dari pada yang

sebenarnya dalam SPT akhir tahun pajak dan ada juga wajib pajak yang

tidak melunasi utang pajaknya.

Kantor Pelayanan Pajak sebagai fiksus pemungut pajak yang dibentuk

pemerintah untuk melayani setiap wajib pajak yang akan melapor dan

membayarkan pajak terutangnya harus bekerja dengan baik dan

menjalankan tugas–tugas pokoknya agar kepatuhnan pelaporan dan

pembayaran pajak terutang wajib pajak dapat sesuai dengan target yang

telah ditentukan supaya penerimaan kas dalam sektor pajak dapat

semaksimal mungkin tercapai. Dalam hal ini salah satu fiksusnya ialah

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal yang mempunyai wilayah kerja

cukup luas yaitu Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes.

Dari semua uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

menuangkan pembahasan yang berjudul “ANALISIS TINGKAT

KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PAJAK

PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA TEGAL”.


4

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

“Untuk mengetahui mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Tegal”

1.2.2 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis

mengenai perpajakan lebih dalam, terutama penerapan kepatuhan

pajak di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan memberi

pandangan positif mengenai kebijakan perpajakan di Indonesia

terutama dalam menganalisis hubungan kepatuhan pajak terhadap

tingkat penerimaan pajak di Indonesia.

2. Bagi Politeknik Harapan Bersama

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah atau keabsahan ilmu pengetahuan dan dipergunakan

sebagai salah satu wacana ilmiah bagi kalangan umum dan

khususnya mahasiswa Politeknik Harapan BersamaTegal

Program Studi Akuntansi.


5

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak PratamaTegal

Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

masukan serta saran bagi pihak pengambil kebijakan dalam

mengupayakan peningkatan penerimaan pajak.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan Wajib

Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal?”

1.4 Batasan Masalah

Dalam penulisan laporan ini, penulis hanya akan membatasi masalah

pada tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang

pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal pada masa pajak tahun

2008-2010.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini adalah sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Memuat latar belakang masalah, tujuan dan manfaat,

perumusan masalah, batasan masalah, metode penelitian

serta sistematika penulisan.


6

BAB II : LANDASAN TEORI

Menguraikan penjelasan mengenai dasar-dasar teori yang

digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, antara lain

pengertian pajak, fungsi pajak, kepatuhan pajak,

klasifikasi pajak, cara pemungutan pajak, asas-asas

pemungutan pajak, nomor pokok wajib pajak (NPWP),

pengelompokan pajak, sistem pemungutan pajak,

pengertian pajak penghasilan (PPh), sumber hukum pajak

penghasilan (PPh), subyek pajak penghasilan, obyek pajak

penghasilan, pengertian wajib pajak, masa pajak, tahun

pajak, surat pemberitahuan, surat setoran pajak.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi lokasi penelitian, waktu penelitian, metode

pengumpulan data, jenis dan sumber data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi riwayat singkat berdirinya KPP Pratama Tegal,

kedudukan dan wilayah kerja KPP Pratama Tegal, struktur

organisasi KPP Pratama Tegal, visi misi dan nilai KPP

Pratama Tegal, nilai-nilai dan falsafah organisasi,

pengolahan SDM di KPP Pratama Tegal. Dan rasio tingkat

kepatuhan penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang

pribadi, jumlah wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama

Tegal, jumlah SPT tahunan, perhitungan rasio tingkat


7

kepatuhan penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang

pribadi di KPP Pratama Tegal pada tahun 2008 sampai

2010.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian akhir dari tugas akhir: berisi daftar pustaka, daftar

tabel, daftar gambar, daftar lampiran.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak secara awam merupakan iuran dalam bentuk uang

(bukan barang) yang dipungut oleh pemerintah (negara) dengan suatu

peraturan tertentu (tarif tertentu) dan selanjutnya digunakan untuk

pembiayaan kepentingan umum.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam Rhendy Hendriata

Astama (2009:7) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

undang–undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk

pengeluaran umum.

Yang kemudian dikoreksi kembali menjadi sebagai berikut: Pajak

adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving

yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment

Undang–undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan undang–undang

Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007: Pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang–undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

8
9

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–

besarnya kemakmuran rakyat.

Dari semua pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan

tanpa mendapat kontraprestasi secara langsung, digunakan untuk

pembiayaan kepentingan umum, dan apabila ada dari masyarakat yang tidak

melunasinya maka dikenakan sanksi oleh negara.

2.2 Fungsi Pajak

Pada dasarnya fungsi pajak tidak hanya untuk memasukan uang

sebanyak–banyaknya ke kas negara (fungsi budgeter), melainkan masih ada

fungsi–fungsi lain, yaitu fungsi mengatur dan fungsi sosial (fungsi non

budgeter).

Pengertian fungsi pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fungsi Budgeter:

Fungsi budgeter adalah fungsi untuk memasukan uang dari masyarakat

sebanyak–banyaknya ke kas negara untuk memenuhi pembiayaan

pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan

uang pajak ini terutama digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin

dalam rangka pelayanan kepada masyarakat (public service),

pengeluaran untuk pembangunan dan untuk investasi pemerintah

(public investment).
10

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak juga digunakan pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai

tujuan–tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Misalnya:

a. Untuk melindungi (proteksi) produk barang dalam negeri,

pemerintah mengenakan bea masuk terhadap barang impor,

sehingga produk barang dalam negeri mampu bersaing dengan

barang impor.

b. Untuk menghambat kegiatan perdagangan, misalnya pada saat

terjadi kelangkaan minyak goreng, pemerintah mengenakan pajak

ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa

sawit.

c. Terhadap barang–barang yang mempunyai efek negatif bagi

konsumen, dikenakan cukai yang bertujuan untuk membatasi/

mengurangi produksi maupun konsumsi barang tersebut (misalnya

rokok, miras, dan sebagainya).

3. Fungsi Sosial:

Fungsi sosial artinya fungsi yang memperhatikan hak milik perorangan

yang harus diakui oleh siapapun, dan pemanfaatannya tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan masyarakat sehingga besarnya

pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan atau kemampuan

seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi–

tingginya, setelah dikurangi dengan kebutuhan yang mutlak (primer).


11

Misalnya:

a. Terhadap wajib pajak orang pribadi diberikan pengurangan berupa

penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

b. Adanya lapisan tarif PPh yang bersifat progresif, yang bertujuan

agar makin tinggi penghasilan makin besar pajaknya, sehingga

mencerminkan keadilan.

c. Penerimaan uang santunan dari perusahaan asuransi terkait dengan

asuransi kecelakaan, asuransi jiwa dan asuransi beasiswa, tidak

termasuk objek pajak penghasilan kecuali premi asuransinya

ditanggung oleh pemberi kerja

2.3 Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan berarti patuh dan taat pada peraturan yang berlaku.

Dalam hal ini, aturan yang berlaku adalah peraturan perpajakan. Sedangkan

wajib pajak adalah orang atau badan yang karena peraturan perpajakan

wajib melaporkan dan membayar pajak. Kepatuhan wajib pajak adalah

tingkat ketaatan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Nasucha dalam Rhendy Hendriata Astama (2009:32)

disebutkan bahwa : Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari

kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan wajib pajak

untuk menyetor kembali surat pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam


12

menghitung dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam

pembayaran tunggakan.

Definisi kepatuhan perpajakan menurut Safitri Nurmantu dalam

Rhedy Hendriata Astama (2009:32) dinyatakan bahwa : “Kepatuhan

perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan”.

Ada dua macam kepatuhan, yaitu :

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak substantif

atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni

sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material juga

merupakan ketentuan formal.

2.4 Pembagian Pajak

Menurut wewenang pemungutan

Sesuai dengan wewenang pemungutannya, pajak dapat

dikelompokan sebagai berikut dalam Budi Rahatjo dalam Septi Kurniasih,

2010:19 :

1. Pajak Negara atau Pajak Pusat

Wewenang pemungutannya oleh pemerintah pusat yaitu Departemen

Keuangan/Ditjen Pajak/Ditjen Bea dan Cukai.


13

2. Pajak Daerah

Pajak daerah diartikan sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peratuaran perundang-

undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

2.5 Pengelompokan Pajak

1. Pembagian pajak menurut golongan :

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung

wajib pajak yang bersangkutan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan ke pihak lain.

2. Pembagian pajak menurut sifatnya :

Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan

pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperlihatkan diri wajib pajak.

b. Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.


14

3. Pembagian wajib pajak menurut pemungutnya :

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.6 Cara Pemungutan Pajak

Dalam perpajakan dikenal beberapa cara pemungutan pajak, yaitu:

1. Stelsel Rill, pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan yang benar–

benar diperoleh pada setiap tahun pajak. Oleh karena itu besarnya

penghasilan sesungguhnya baru dapat diketahui setelah berakhinya tahun

pajak yang bersangkutan.

2. Stelsel Fiktif atau Anggapan, pengenaan pajak didasarkan pada suatu

anggapan bahwa penghasilan pajak tahun berjalan dianggap sama dengan

besarnya penghasilan tahun yang lalu, oleh karena itu cara

pemungutannya adalah tahun berjalan kepada si wajib pajak diminta

membayar setiap bulan 1/12 dari pajak tahun yang lalu.

3. Stelsel Campuran, merupakan penggabungan antara stelsel rill dan stelsel

fiktif. Pada awal tahun besarnya pajak yang dibayar didasarkan stelsel

fiktif selanjutnya pada akhir tahun disesuaikan dengan kenyataan yang

benar.
15

2.7 Klasifikasi Wajib Pajak

1. Wajib pajak terdaftar

Adalah wajib pajak yang terdaftar dalam master file kantor pelayanan

pajak, baik wajib pajak yang aktif atau efektif maupun tidak aktif.

2. Wajib pajak tidak aktif

Adalah wajib pajak yang masih terdapat dalam master file kantor

pelayanan pajak tetapi memiliki status tidak aktif.

3. Wajib pajak aktif

Adalah wajib pajak yang masih melakukan kegiatan memotong,

menyetor, dan melaporkan pajaknya setiap bulan ke kantor pelayanan

pajak.

2.8 Asas-asas Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak terdapat asas-asas atau prinsip-prinsip

yang harus diperhatikan dalam sistem pemungutan pajak tersebut

1. Asas Keadilan (equity)

Asas Keadilan (equity) menyatakan bahwa pemungutan pajak

harus adil dan merata. Pajak dikenakan kepada wajib pajak sebanding

dengan kemampuan untuk membayar pajak tersebut, dan juga sesuai

dengan manfaat yang diterima dari negara (walaupun penerimaan

manfaat itu tidak secara langsung).


16

2. Asas Produktifitas Penerimaan (Revenue Productivity)

Revenue Productivity merupakan asas yang lebih menyangkut

kepentingan pemerintah, sehingga asas ini oleh pemerintah sering

dianggap sebagai asas yang terpenting. Hal tersebut sejalan dengan salah

satu fungsi pajak yaitu “fungsi budgeter” sebagai fungsi utama untuk

menghimpun dana dari masyarakat guna membiayai kegiatan pemerintah

baik pembiayaan rutin ataupun pembiayaan pembangunan. Karena itu

dalam pemungutan pajak harus selalu dipegang teguh asas produktifitas

penerimaan ini, ada dalam implementasinya harus sejalan dengan asas

keadilan (equity).

3. Asas Kemudahan Administrasi (Ease of Administrtion)

Asas ini menitik beratkan bahwa undang-undang perpajakan

hendaknya jangan terlalu sering berubah, kalaupun ada perubahan

hendaknya perubahan tersebut dalam rangka reformasi perpajakan yang

menyeluruh sehingga tidak membingungkan wajib pajak. Dalam asas

Ease of Administration ini meliputi sebagai berikut :

a. Asas Kepastian (Certainly)

Asas ini menyatakan bahwa sistem pemungutan pajak harus jelas,

terang atau pasti, baik bagi petugas pajak maupun seluruh masyarakat

khususnya wajib pajak. Asas kepastian ini antara lain menyangkut

kejelasan tentang subyek, obyek, tarif dasar pengenaan pajak serta

prosedur.
17

b. Asas Kemudahan/Kenyamanan (Convenience of payment)

Asas ini menyatakan bahwa atas pembayaran pajak hendanklah

dimungkinkan pada saat yang menyenangkan/memudahkan wajib

pajak. Misalnya PPh pasal 21 yang dibayar oleh karyawan (dalam

negeri) dipotong dari penghasilan karyawan yang bersangkutan pada

saat karyawan tersebut menerima penghasilan (gaji atau upah).

c. Asas Efisien (Efficiancy)

Asas ini dapat diterapkan untuk dua sisi yaitu :

1) Dari sisi fiskus (pemungut pajak) : pemungut pajak dikatakan

efisien jika biaya pemungut pajak yang dilakukan kantor pajak

lebih kecil dari jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan.

2) Dari sisi wajib pajak : sistem pemungutan pajak dikatakan efisien

jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk

memenuhi kewajiban pajaknya bisa seminimal mungkin.

d. Asas Kesederhanaan (Simplicity)

Pada umunya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas dan

mudah dipahami oleh wajib pajak. Oleh karena itu dalam menyusun

suatu undang-undang perpajakan harus diperhatikan adanya

kesederhanaan. Misalnya : untuk wajib pajak tertentu yang lingkup

usahanya termasuk kecil (diukur dari peredaran usahanya) dapat

menghitung penghasilan netonya dengan mempergunakan norma

perhitungan penghasilan neto.


18

e. Asas Netral (Neutrality)

Asas ini menyatakan bahwa pemungutan pajak itu harus bebas

distorsi, baik distorsi terhadap konsumsi maupun distorsi terhadap

produksi serta faktor-faktor ekonomi lainya. Artinya pajak seharusnya

tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk mengkonsumsi dan

juga tidak mempengaruhi produsen untuk memilih memproduksi

barang-barang atau jasa-jasa tertentu, serta tidak mengurangi

semangat orang untuk bekerja atau melakukan usaha.

2.9 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor pokok wajib pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan

kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang

dipergunakan sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi pajak.

2.10 Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.


19

Ciri-cirinya :

a. Wewenang besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Pajak

oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

Ciri-cirinya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak

sendiri.

b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

wajib pajak.

Ciri-cirinya :

Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.


20

2.11 Pajak Penghasilan (PPh)

Dalam UU No.7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 tahun 2008, pajak

penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi dan

badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya

selama satu tahun pajak.

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

manambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

Jadi yang dimaksud dengan pajak penghasilan (PPh) adalah pajak

yang dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan

penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

2.12 Sumber Hukum Wajib Pajak

1. Masa sebelum Reformasi Perpajakan tahun 1983

Adanya reformasi perpajakan tahun 1983, diatur dalam :

a. Ordonasi Pajak Perseroan 1925, yang mengatur mengenai materi

pengenaan dan tata cara pengenaan pajak atas penghasilan dari badan.

b. Ordonasi Pajak Pendapatan 1944, yang mengatur mengenai materi

pengenaan dan tata cara pengenana pajak atas penghasilan dari orang

pribadi.
21

c. Undang-undang Pajak atas Bunga, Deviden, Royalti 1970 yang

mengatur mengenai tata cara pengenaan pajak atas pengahasilan

berupa bunga, deviden dan royalti.

d. Undang-undang No. 8 tahun 1967 peraturan pemerintah No. 11 tahun

1967 yang mengatur mengenai tata cara pengenaan pajak atas

penghasilan melalui sistem MPS (menghitung, menyetor, dan melapor

pajak sendiri) dan MPO (menghitung, menyetor dan melapor

pemungutan pajak oleh pihak lain).

2. Masa setelah Reformasi Perpajakan tahun 1983

Setelah reformasi perpajakan tahun 1983 sumber hukum pemungutan

pajak penghasilan di Indonesia adalah berdasarkan pada :

a. Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 nomor 50) yang

telah 4 (empat) kali dilakukan perubahan melalui :

1) Undang-undang nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

(Lembaran Negara RI tahun 1991 nomor 93).

2) Undang-undang nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor

tahun 1991 (Lembaran Negara RI tahun 1994 nomor 60)


22

3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga

atas undang-undang nomor 7 tahun tahun 1983 tentang pajak

penghasilan (Lembaran Negara RI tahun 2000 nomor 127)

4) Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat

undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

(Lembaran Negara RI tahun 2008 nomor 133)

b. Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata

cara perpajakan (Lembaran Negara RI tahun 1983 nomor 49) yang

telah 3 (tiga) kali dilakukan perubahan melalui :

1) Undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan dan tata

cara perpajakan (Lembaran Negara RI tahun 1994 nomor 59).

2) Undang-undang nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua

atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

dan tata cara perpajakan (Lembaran Negara RI tahun 2000 nomor

126).

3) Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang susunan dalam satu

naskah dari undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun

1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.


23

2.13 Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

2.14 Masa Pajak

Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar wajib pajak

untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam

suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam UU.

2.15 Tahun Pajak

Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali

apabila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan

tahun kalender.

2.16 Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan

untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT dilihat dari Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak atau Pemotong

atau Pemungut Pajak sebagai berikut :


24

1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan

a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan pajak

yang sebenarnya terutang.

b) Melapor pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain

dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

c) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain

dalam satu Masa Pajak, sesuai peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak

a) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

yang sebenarnya terutang.

b) Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

c) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku.

d) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong

atau dipungut dan disetor.


25

3. Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak

Fungsi SPT ini adalah sarana melapor dan mempertanggung-jawabkan

pajak yang dipotong atau dipungut dan disetor.

Batas waktu penyampaian SPT baik Masa maupun tahun, berikut

disampaikan batas waktu penyampaian SPT sebagai berikut :

1. SPT-Masa

YANG
BATAS WAKTU
No. JENIS PAJAK MENYAMPAIKAN
PENYAMPAIAN
SPT
1 PPh Pasal 21 Pemotong PPh Tanggal 20 bulan takwin
Pasal 21 berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
2 PPh Pasal 22- Bea Cukai 14 hari setelah takwin
Impor berakhirnya Masa Pajak
3 PPh Pasal 22 Bendaharawan Tanggal 14 bulan takwin
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
4 PPh Pasal 23 Pemotong PPh Tanggal 20 bulan takwin
Pasal 23 berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
5 PPh Pasal 25 Wajib Pajak Yang Tanggal 20 bulan takwin
Mempunyai NPWP berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
6 PPh Pasal 26 Pemotong PPh Tanggal 20 bulan takwin
Pasal 26 berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
7 PPN Umum Pengusaha Kena Tanggal 20 bulan takwin
Pajak berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
8 PPN Bea Cukai Bea cukai Tujuh hari setelah
penyetoran

Bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan SPT Tahunan

PPh harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa Neraca dan


26

Penghasilan Laba Rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai

dasar menghitung Penghasilan Kena Pajak.

2. SPT Tahunan

No. JENIS PAJAK YANG BATAS WAKTU


MENYAMPAIKAN PENYAMPAIAN
SPT SPT
1 SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang
Selambatnya 3 bulan
Orang Pribadi atau mempunyai NPWP setelah Tahun Pajak
Badan (1770/1771) berakhir
2 PPh Tahunan Pasal Pemotong PPh Pasal Selambatnya 3 bulan
21 (1721) 21 setelah Tahun Pajak
berakhir

2.17 Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak

untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas

negara melalui Kantor Pos atau Bank Usaha Milik Negara atau Bank Usaha

Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Tegal yang beralamat di Jln. Kolonel Sugiono No. 5 Tegal

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu dari tanggal 1 Maret

s/d 1 Mei 2012.

3.3 Metode Pengumpulan Data

a) Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Tegal, berupa informasi dalam bentuk lisan dan

tertulis, seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi, dan

uraian tugas masing-masing bagian dalam organisasi pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal.

2. Data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala

numerik (angka), berupa data jumlah wajib pajak orang pribadi

SPT Tahunan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal.

27
28

b) Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data Primer merupakan sumber data penelitian yang di

peroleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media

perantara). Dapat berupa opini subyek (orang) secara individu

atau kelompok. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara

dengan pihak-pihak yang terkait pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tegal.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang di

peroleh peneliti secara langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat pihak lain), dalam hal ini Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Tegal. Adapun data yang diambil sebagai data

sekunder adalah data jumlah wajib pajak orang pribadi SPT Tahunan

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal.

c) Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan penulis dalam proses

pengumpulan data adalah :

a. Riset Kepustakaan

Merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan cara

membaca dan mempelajari buku maupun literatur lainnya yang

ada kaitannya dengan penelitian ini, sehingga diharapkan akan


29

mendapatkan pemahaman yang memadai tentang teori-teori yang

digunakan dan dapat menjadi landasan dari pembahasan dalam

Tugas Akhir ini.

b. Riset Lapangan

Metode ini merupakan suatu metode penelitian yang

dilakukan terhadap obyek penelitian untuk memperoleh data

yang bersifat premier yang meliputi data umum organisasi atau

kantor, buku register permohonan pendaftaran Wajib Pajak.

3.4 Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data dan materi yang disajikan, teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

Key Performance Indicator (KPI) penyampaian surat pemberitahuan

Pajak Penghasilan.

Metode KPI adalah sebuah alat analisis untuk mengukur tingkat

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menyampaikan SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dibandingkan

dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar dalam satu periode

tertentu. Berdasarkan SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK No. SE-

18/PJ/2006

rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Penyampaian SPT
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
Tahunan PPh =
WP Orang Pribadi Terdaftar
x 100%
Orang Pribadi Wajib SPT Tahunan
30

Keterangan:

a. SPT Tahunan : Untuk KPI semester ganjil, jumlah SPT Tahunan

PPh yang diterima semester ganjil tersebut, sedangkan untuk KPI

semester genap adalah jumlah SPT Tahunan PPh yang diterima

selama satu tahun penuh.

b. WP terdaftar : Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha

Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan NPWP per awal

tahun.

c. Target tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahunan wajib pajak

orang pribadi sebesar 70%.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Riwayat Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal

Pada bulan Juni 1964 Kantor Inspeksi Keuangan Pekalongan

Berdiri, yang diresmikan oleh Direktur Jenderal Pajak Drs. Soejoedno

Brotodihardjo. Tegal termasuk wilayah dari Kantor Inspeksi Keuangan

Pekalongan yang pada waktu itu statusnya adalah Kantor Dinas Luar

Tingkat I Tegal dengan wilayah operasinya meliputi Kabupaten Tegal dan

Kabupaten Brebes (pada waktu itu Tegal belum menjadi kotamadya).

Karena perkembangan ekonomi dan jumlah wajib pajak di

Kabupaten Tegal sangat pesat kemajuannya maka oleh Kantor Pusat

dipertimbangkan untuk berdiri sendiri menjadi Kantor Inspeksi Pajak Tegal.

Setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia

maka Tegal yang semula merupakan Kantor Dinas Luar Tingkat I

diresmikan menjadi Kantor Inspeksi Pajak Tegal pada akhir tahun 1970 dan

pimpinan kantor dijabat sementara oleh Bapak Soemono Soeryodinoto.

Selang beberapa bulan kemudian pimpinan yang baru dilantik oleh

Direktur Jenderal Pajak Drs. Sutadi Sukarya sebagai Kepala Kantor Inspeksi

Pajak Tegal Pertama yaitu Drs. Setyarso. Kemudian berturut-turut pimpinan

yang menjabat kepala kantor adalah :

31
32

1. Drs. H. Amran Loebis

2. Drs. CB. Naiberhu

3. Drs. Soeharto

4. Drs. Sampurno Ribudi

5. Drs. H. Sumaryoto

6. Drs. Djangastas Karokaro

7. Drs. H. Pandeta Hasan

8. Drs. Suwandi

9. Asrori Chusnan, SH.

10. Abdurachim, SH., MM.

11. Drs. Wiwit Mudjikan

12. Drs. Haryon Bangsawan

13. Drs. Moh. Imam Budhy Triwindhu

14. Abdur Rachman

15. Drs. Suwarno, MBA.

16. Drs. Adilega Tanius, MSi. (s/d saat ini).

Pada tanggal 1 April 1989 Kantor Inspeksi Tegal berubah namanya

menjadi Kantor Pelayanan Pajak Tegal berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 276/KMK.01/1989, dan

sejak tanggal 6 Nopember 2007 namanya berubah menjadi Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Tegal.


33

4.2 Visi, Misi, dan Nilai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal

Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi, Kantor Pelayanan

Pajak memiliki visi sebagaimana visi Direktorat Jenderal Pajak. Adapun

yang menjadi visi dari Direktorat Jenderal Pajak adalah menjadi institusi

pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang

efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan

profesionalisme tinggi.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi yang diemban oleh

Kantor Pelayanan Pajak adalah menghimpun penerimaan pajak negara

berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan

kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui

sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

Maksud yang terkandung dari visi Direktorat Jenderal Pajak tersebut

adalah meliputi :

1. Misi Fiskal

Yaitu menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang

mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan

Undang-undang Perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang

tinggi.

2. Misi Ekonomi

Yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi

permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan perpajakan.


34

3. Misi Politik

Yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa.

4. Misi Kelembagaan

Yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat

dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

Dalam menjalankan misi yang diemban tersebut, setiap pegawai

Kantor Pelayanan Pajak harus selalu memegang teguh nilai-nilai sebagai

berikut :

1. Integritas

Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode

etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak

jujur, menepati janji, dan bertindak konsisten.

2. Profesionalisme

Memiliki kompetensi di bidang profesinya, menjalankan tugas dan

pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma

profesi, etika, dan sosial.

3. Inovasi

Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan dan / atau alternatif

pemecahan masalah yang kreatif dengan memperhatikan aturan norma

yang berlaku.

4. Teamwork

Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang atau pihak lain,

serta membangun teamwork untuk menunjang tugas dan pekerjaan.


35

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut, sesuai Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak

menjalankan fungsi sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,

pengamatan potensi perpajakan dan ektensifikasi wajib pajak.

2. Penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, Surat

Pemberitahuan masa serta berkas wajib pajak.

3. Pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan

Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung

lainnya.

4. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian

keberatan, penatausahaan banding, dan penyelesaian restitusi Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, dan Pajak Tidak Langsung lainnya.

5. Pemeriksaan perpajakan dan penerapan sanksi perpajakan.

6. Penerbitan dan pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

7. Pengurangan sanksi perpajakan.

8. Penyuluhan dan konsultasi perpajakan.

9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama.


36

4.3 Kedudukan dan Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Tegal

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal merupakan salah satu Kantor

Pelayanan Pajak yang termasuk dalam koordinasi Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I. Terletak pada jalur lalu lintas utara

yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Wilayah kerja Kantor

Pelayanan Pajak Tegal Meliputi :

1. Kota Tegal

2. Kabupaten Tegal

3. Kabupaten Brebes.

Luas wilayah sekitar 458.339 ha dengan batasan wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa.

2. Sebelah Selatan dibatasi oleh Kecamatan Paguyangan (perbatasan

Kabupaten Banyumas)

3. Sebelah Timur dibatasi oleh Desa Warureja (perbatasan Kabupaten

Pemalang).

4. Sebelah Barat dibatasi oleh Kecamatan Losari (perbatasan Propinsi Jawa

Barat)

Adapun penghidupan dan sosial ekonomi penduduk diperoleh dari:

1. Pertanian, antara lain :

a. Bawang merah dan cabe merah di daerah Kabupaten Brebes, bawang

putih di daerah sekitar Gunung Slamet Kabupaten Tegal.


37

b. Tebu di daerah Kabupaten Tegal dan Brebes, untuk memasok Pabrik

Gula Pangkah (kabupaten Tegal), Jatibarang dan Banjaratma

(Kabupaten Brebes).

2. Perikanan (nelayan) bagi penduduk di sekitar pantai utara yang meliputi

Kabupaten Brebes, Kota Tegal dan Kabupaten Tegal.

3. Pengecoran logam merupakan ‘home industry’ di daerah Kecamatan

Talang Kabupaten Tegal.

4. Industri pengolahan teh, gula, dan air mineral.

Sektor usaha yang strategis dan cukup menunjang penerimaan

adalah industri pengolahan teh wangi dan air mineral, sedangkan industri

gula Pangkah, Jatibarang dan Banjaratma merupakan bagian dari PTP XV

dan XVI yang berkedudukan di solo sehingga kewajiban perpajakannya

lebih banyak dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Surakarta. Untuk sektor

pertanian dan perikanan serta pengecoran logam merupakan sektor ekonomi

rakyat dan ‘home industry’ yang cukup potensial bagi penerimaan pajak.

4.4 Struktur Organisasi KPP Pratama Tegal

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka bentuk hubungan

pekerjaan antara orang-orang atau kelompok di dalam menjalankan tugas

sesuai dengan bidangnya masing-masing. Untuk terselenggarannya suatu

kegiatan usaha secara efektif dan efisien maka diperlukan suatu struktur

organisasi yang baik, agar dapat diketahui adanya pembagian tugas,

tanggung jawab dan wewenang masing-masing karyawan secara jelas.


38

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal

Kepala Kantor

Kelompok Jabatan Subbagian umum KP2KP


Fungsional Pemeriksa

Seksi PDI Seksi Seksi Seksi


Pelayanan Pemeriksaan Penagihan

Seksi Pengawasan Seksi Pengawasan Seksi Pengawasan Seksi


dan Konsultasi I dan Konsultasi II dan Konsultasi III Ekstensifikasi
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal

Kantor Pelayan Pajak Pratama Tegal dilengkapi dengan struktur

organisasi yang mencakup keseluruhan tugas dan fungsi yang ditetapkan

melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006. Sesuai

dengan peraturan tersebut, maka struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tegal, sebagaimana halnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama

lainnya memiliki struktur organisasi sebagai berikut :

Adapun ringkasan tugas dari kelompok jabatan fungsional, Subbagian

umum, dan seksi-seksi tersebut diatas adalah sebagai berikut:


39

1. Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksaan melakukan tugas teknis

pelaksanaan pemeriksaan.

2. Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,

keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.

3. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)

Bumiayu mempunyai tugas melayani konsultasi perpajakan serta

menyusun rencana dan melaksanakan penyuluhan kepada Wajib Pajak.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan

pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen

perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi

e-SPT dan e-Filing, serta penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan

produk hukum perpajakan dan pengolahan surat pemberitahuan,

penerimaan surat lainnya serta pelaksanaan registrasi wajib pajak.

6. Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan

piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan

aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-

dokumen penagihan.

7. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana

pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan

dan penyuluhan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi

pemeriksaan perpajakan lainnya.


40

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi

II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, masing-masing mempunyai

tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib

pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis

perpajakan, penyusunan profil wajib pajak dalam rangka melakukan

intensifikasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.

9. Seksi Ekstensifikasi mempunyai tugas untuk menambah jumlah wajib

pajak maupun objek pajak baru.

4.5 Kondisi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal Saat Ini

Mengelola sumber daya manusia perlu mempertimbangkan kuantitas

dan kualitas pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal. Jumlah

pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal sebanyak 78 orang per

April 2012. Pelaksana merupakan jumlah terbanyak jika ditinjau dari

jabatan pegawai. Sebagaimana kondisi SDM di kantor pajak, maka

kebutuhan jumlah SDM dirasa masih kurang jika dibandingkan kebutuhan

yang ideal.

Data pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal menurut

jenis kelamin yaitu pegawai Laki-laki sebesar 53 sedangkan pegawai

Perempuan sebesar 25. Jenis kelamin juga menjadi pertimbangan dalam

penempatan Pelaksana ditiap seksi. Pegawai berjenis kelamin laki-laki lebih

banyak dibandingkan dengan pegawai berjenis kelamin perempuan. Secara

umum penempatan pegawai dilakukan secara proporsional.


41

4.6 Hasil

4.6.1 Rasio Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan Wajib

Pajak Orang Pribadi.

Untuk menghitung rasio tingkat kepatuhan wajib pajak orang

pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan menggunakan Key

Performance Indicator (KPI) sebagai rumus rasio yang telah

ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak dengan mengeluarkan Surat

Edaran Dirjen Pajak SE-18/PJ/2006, rumus perhitungannya sebagai

berikut :

Penyampaian SPT SPT Tahunan PPh Orang Pribadi


Tahunan PPh =
WP Orang Pribadi Terdaftar
x 100%
Orang Pribadi Wajib SPT Tahunan

Rumus Key Performance Indicator (KPI) ini digunakan untuk

menghitung data-data yang telah diperoleh penulis dari Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Tegal.

4.6.2 Penyajian Data Penelitian

a. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Tegal

Tabel 4.1 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Tegal
Tahun Wajib Pajak Orang Perkembangan
Pribadi Terdaftar setiap tahun (%)
2008 63.560
2009 96.054 51,12
2010 132.337 37,77
Jumlah 291.951
Sumber : KPP Pratama Tegal
42

Berdasarkan data tabel 4.1, maka dapat diketahui wajib pajak orang

pribadi terdaftar pada KPP Pratama Tegal tahun 2008 sampai dengan

tahun 2010 dan perkembangan setiap tahun wajib pajak orang

pribadi terdaftar. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan 51,12% dari

tahun 2008, sedangkan pada tahun 2010 kenaikan sebesar 37,77%

dari tahun 2009.

b. Jumlah SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di


KPP Pratama Tegal
Tabel 4.2 Jumlah SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
yang Menyampaikan di KPP Pratama Tegal
Tahun SPT Masuk

2008 23.789
2009 52.150
2010 55.542
Jumlah 131.481
Sumber : KPP Pratama Tegal

4.6.3 Pembahasan

4.5.3.1 Perhitungan Rasio Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi di

KPP Pratama Tegal Tahun 2008 :

Penyampaian
23.789
SPT Tahunan = x 100% =37,43%
63.560
PPh Orang
Pribadi

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Key Performance

Indicator (KPI), pada tahun 2008 diperoleh hasil rasio tingkat

kepatuhan penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Orang


43

Pribadi sebesar 37,43% dari jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi

yang Terdaftar di KPP Pratama Tegal.

4.5.3.2 Perhitungan Rasio Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi di

KPP Pratama Tegal tahun 2009 :

Penyampaian
SPT Tahunan 52.150
= X 100% = 54,29%
PPh Orang 96.054
Pribadi

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Key Performance

Indicator (KPI), pada tahun 2009 diperoleh hasil rasio tingkat

kepatuhan penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Orang

Pribadi sebesar 54,29% dari jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi

yang terdaftar di KPP Pratama Tegal. Dari tahun 2008 ke tahun

2009 menunjukkan peningkatan tingkat kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan sebesar

16,86% dari 37,43%. Kenaikan ini tentunya merupakan hasil

positif dalam upaya meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tegal.
44

4.5.3.3 Perhitungan Rasio Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi di

KPP Pratama Tegal tahun 2010 :

Penyampaian
SPT Tahunan 55.542
= 132.337 X 100% = 41,97%
PPh Orang
Pribadi

Pada tahun 2010 memperoleh hasil perhitungan dengan

menggunakan Key Performance Indicator (KPI) sebesar 41,47%

dari jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Tegal. Hasil perhitungan ini tidak

melampaui target Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2011

sebesar 70% melalui dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Pajak

NOMOR SE – 18/PJ/2011.

Kenaikan rasio tingkat kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan Wajib Pajak dari tahun2008 – 2009 sebesar 16,86%,

sedangkan dari tahun 2009 – 2010 mengalami penurunan

sebesar 12,32%, hal ini mungkin disebabkan karena Tingkat

kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan

secara umum masih sangat rendah, hal ini karena masih

awamnya Wajib Pajak dalam hal pengetahuan tentang

Perpajakan itu sendiri sehingga menimbulkan ketidaktahuan

Wajib Pajak akan arti penting pembayaran pajak yang mereka

bayar.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pada tahun

2008 prosentasenya tidak patuh yaitu sebesar 37,43%, dan pada tahun

2009 prosentasenya mengalami kenaikan sebesar 16,86% dari 54,29%,

tetapi pada tahun 2010 prosentasenya turun dibawah tahun 2009 yaitu

sebesar 12,32% dari 41,97%, namun dari pelaporan SPT Tahunan

tersebut jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan yang cukup

signifikan setiap tahunnya.

2. Pada tahun 2008 Pemerintah membuat kebijakan Sunset Policy,

kebijakan tersebut bertujuan menyadarkan masyarakat agar lebih taat

lagi melaporkan kewajiban perpajakannya, tetapi setelah kebijakan

tersebut dijalankan ternyata berhasil. banyak masyarakat yang

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, tetapi setelah memperoleh

NPWP ternyata masyarakat yang telah menjadi Wajib Pajak tersebut

tidak memahami hak dan kewajibannya sehingga meskipun jumlah

Wajib Pajak bertambah dan yang melaporkan SPT tahunan pajak

45
46

penghasilan wajib pajak orang pribadi bertambah akan tetapi

prosentasenya menurun.

3. Wajib Pajak Orang Pribadi di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tegal bisa termasuk Wajib Pajak yang kurang patuh karena

prosentase tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahunan masih dibawah

target kepatuhan penyampaian SPT tahunan.

4. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam penyampaian SPT tahunan

tersebut sehingga prosentase tingkat pelaporan SPT Tahunan mengalami

penurunan, akan tetapi jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri

mengalami peningkatan setiap tahunnya.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan yang penulis kemukakan tentang

Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap

Penyampaian SPT di Kota Tegal, maka dalam hal ini penulis memberikan

masukan yang sekiranya dapat membangun antara lain :

1. Lebih ditingkatkan lagi pada segi penyuluhan ataupun sosialisasinya

oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegal agar meningkatkan

kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak terhadap kewajibannya

sehingga penerimaan SPT setiap tahunnya jumlahnya bertambah.

2. Lebih ditingkatkan lagi pada pengawasan SPT Tahunan Wajib Pajak

Orang Pribadi dan diupayakan untuk memberi surat peringatan pada

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan.


47

3. Para petugas pajak dalam pelaksanaan pengolahan SPT tahunan pajak

penghasilan orang pribadi sebaiknya dipertahankan untuk menjaga

ketelitian dan ketertiban.

4. Sebaiknya dilakukan penambahan sumber daya manusia dalam jangka

waktu pendek agar penerimaan SPT yang meningkat bisa teratasi.

5. Faktor lain yang perlu ditingkatkan oleh Kantor Pelayanan Pajak di

seluruh Indonesia dengan meningkatkan profesionalisme, kejujuran

aparat pajak, serta kualitasnya. Dengan begitu image negatif yang ada

selama ini berkurang.


48

DAFTAR PUSTAKA

Astama, Rhendy H. (2009). Pengaruh kepatuhan wajib pajak orang pribadi


terhadap penerimaan pajak penghasilan di kantor pelayanan pajak
Jakarta dan Tanggerang, Fakultas Ekonomi, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”, Jakarta.

Basuki, Tri. (2010). Analisis tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahunan


wajib pajak badan di kantor pelayan pajak pratama Tegal,
Akuntansi, Politeknik Harapan Bersama, Tegal.

Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. 2006. SURAT EDARAN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK NO SE-18/PJ/2006

Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. 2011. SURAT EDARAN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK NO SE-18/PJ/2011

Dewi, Lusiana. (2011). Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak


penghasilan pasal 21 di kantor pelayanan pajak pratama surabaya
krembangan, Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran”, Jawa Timur.

http://ngampaxcomunity.blogspot.com/2010/09/analisa-tingkat-kepatuhan-
wajib-pajak.html diakses 4 Juni 2012

http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010 diakses 9 Mei 2012

Kurniaasih, Septi. (2010). Pengaruh jumlah pengusaha kena pajak (PKP)


terdaftar terhadap penerimaan pajak sector pajak pertambahan nilai
(PPN) pada kantor pelayanan pajak pratama Tegal, Akuntansi,
Politeknik Harapan Bersama, Tegal.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang
– undang Nomor 16 Tahun 2009.

Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang
– undang Nomor 36 Tahun 2008.

Widjaya, Annisa G. (2011). Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum


Reformasi 2008 dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada
KPP Pratama Semarang Di Lingkungan Kantor Wilayah DJP
JATENG 1, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai