Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN PENENTUAN KAWASAN

POTENSI RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR

Iwan Mulyawan
Bidang Fisik dan Lingkungan Hidup
Bappeda Kabupaten Kuningan

Pendahuluan

Latar Belakang
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk
mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik
secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada
suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya
suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak
mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi tanah longsor, lereng
akan seimbang atau stabil kembali. Jadi tanah longsor merupakan pergerakan
massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat
terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini
didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik
berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut
disebut sebagai longsoran tanah.
Bencana tanah longsor merupakan salah satu jenis bencana alam yang
sering terjadi di Kabupaten Kuningan, terutama selama musim hujan. Data
frekuensi kejadian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan tanah longsor
dalam sepuluh tahun terakhir ini menunjukkan terjadinya peningkatan, dengan
daerah sebaran yang bertambah luas. Sehubungan dengan hal tersebut,
penentuan tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap tanah longsor sangat
diperlukan, untuk mendukung usaha perlindungan bagi masyarakat yang
mendiami atau memanfaatkan lahan yang rawan bahaya longsor tersebut. Kajian
penelitian tentang kelongsoran dengan integrasi Sistem Informasi Geografis
(Geographic Information System) dan Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
sangat perlu untuk dilakukan guna memberikan informasi terkomputerisasi
tentang sebaran/distribusi spasial kawasan yang memiliki potensi untuk
terjadinya logsor secara akurat.

1
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi kawasan potensi
rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Kuningan dan meninjaui
kemitigasiannya.

Keluaran (Output)
Keluaran yang diharapkan dari kajian penentuan kawasan potensi rawan
bencana tanah longsor di Kabupaten Kuningan adalah sebagai berikut:
1. data spasial dan data tabular tentang potensi rawan bencana tanah longsor
di Kabupaten Kuningan; dan
2. rekomendasi tindak lanjut berdasarkan kajian yang dilakukan dalam bentuk
konsep mitigasi kebencanaan tanah longsor.

Metodologi Penelitian
Integerasi SIG dan Penginderaan Jauh dapat mengidentifikasi wilayah
rawan tanah longsor dengan melihat stabil atau tidaknya tanah serta tingkat
kelembapan tanahnya. Dapat dikatakan, hasil identifikasi ini sebenarnya
merupakan hasil analisis DEM menjadi tingkat kemiringan/lereng ( slope) dan
aliran air (flow direction) yang kemudian dengan pengolahan data raster dengan
menerapkan model spasial diterjemahkan menjadi wilayah tingkat kestabilan dan
tingkat kelembapan tanah. Hasil formulasi keduanya dapat dihasilkan suatu
informasi keruangan tentang potensi bencana tanah longsor.
Selanjutnya kajian kawasan rawan bencana tanah longsor kabupaten
kuningan, meliputi tahapan sebagai berikut :
1. identifikasi dan analisis data kelongsoran melalui ketinggian atau Data
Elevation Model (DEM) berupa data raster;
2. pengumpulan data primer melalui kegiatan survey lapangan;
3. penyajian data spasial dan atribut serta analisis potensi kerawanan tanah
longsor dan kemitigasian bencana; dan
4. kajian potensi dan kerawanan tanah longsor melalui analisis keruangan di
zona berpotensi longsor pada berbagai bentuk satuan morfologi dengan
kerawanan tingkat tinggi, sedang dan rendah yang kemudian dikaitkan
dengan konsentrasi permukiman untuk kegiatan mitigasi dalam
meminimalisir dampak terjadinya tanah longsor.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur
Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1.195,7112 Km 2 terletak pada titik
koordinat 108 ’ - 108 ’ Bujur Timur dan  ’ - 7 ’ Lintang Selatan.

2
Menurut Suseda 2010, jumlah penduduk Kabupaten Kuningan 1.122.376
jiwa. Jumlah penduduk tersebar di 32 kecamatan dan masih terkonsentrasi pada
pusat-pusat pertumbuhan. Secara umum, tingkat kepadatan penduduk rata-rata
Kabupaten Kuningan mencapai 872 orang/km2. Untuk kepadatan penduduk
tertinggi terdapat di Kecamatan Kuningan yaitu sebanyak 3.727 orang/km2.

Hasil dan Pembahasan

Penentuan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor


Kestabilan Tanah
Kajian mekanisme kestabilan tanah merupakan salah satu usaha yang
penting untuk mengurangi tingkat risiko bencana yang ditimbulkan. Terdapat
dua aspek geologis yang penting artinya untuk menilai kestabilan tanah dan
meramalkan terjadinya kelongsoran yaitu: (1) litologi kajian tentang ciri-ciri
batuan kandungannya, tampilan permukaan/teksturnya atau berbagai ciri lain
yang akan mempengaruhi pembawaan batu itu. Semua ciri akan menentukan
kekuatan, daya bentuk, kepekaan terhadap bahan kimia dan pengolahan fisik,
serta berbagai faktor penentu kestabilan lereng; (2) struktur batuan dan tanah
tampilan-tampilan struktural yang mungkin mempengaruhi kestabilannya,
termasuk urutan dan corak lapisan, perubahan-perubahan litologis, bentangan-

3
bentangan titik-titik pertemuan/persendian antar bagian, patahan/sesar dan
lipatan.
Berdasarkan analisis SIG, didapatkan enam kelas untuk klasifikasi
kestabilan tanah, yaitu tingkatan stable, moderattely stable, quasy stable, lower
threshold , upper threshold dan defended. Untuk klasifikasi beserta range dari
masing-masing klasnya tersebut adalah sebagai berikut :

Stability Index Values


Classification
(SI)
Stable SI > 1,5
Moderately Stable , < SI ≤ ,
Quasy Stable , < SI ≤ ,
Lower Threshold , < SI ≤ ,
Upper Threshold , < SI ≤ ,
Defended SI = 0,00

Analisis ini menekankan bahwa semakin ke bawah maka akan semakin


mudah untuk terjadinya tanah longsor (semakin tidak stabil). Selanjutnya untuk
analisis pengklasan, tingkat kestabilan tanah di Kabupaten Kuningan hanya dapat
sampai level upper threshold yang bernilai , < SI ≤ , untuk stabilitas
tanahnya. Hal ini dapat diketahui bahwa untuk benar-benar mencapai level
defended tanah itu benar-benar dalam kondisi labil/lepas. Kondisi ini tidak
ditemui pada kondisi stabilitas tanah di Kabupaten Kuningan.

Tabel 1 Luas Tanah menurut Tingkat Kestabilannya pada Zonasi Potensi Tanah longsor
per Kecamatan (dalam Hektar)
No Kecamatan Kondisi Tanah Luas No Kecamatan Kondisi Tanah Luas
1 Ciawigebang Stable 15 Hantara Stable 3,958
Moderattely Stable Moderattely Stable 278,583
Quasy Stable Quasy Stable 418,379
Lower Threshold Lower Threshold 328,760
Upper Treshold 61,696 Upper Treshold 1.162,169
2 Cibeureum Stable 22,325 16 Jalaksana Stable 68,718
Moderattely Stable 262,235 Moderattely Stable 976,123
Quasy Stable 180,320 Quasy Stable 308,958
Lower Threshold 112,527 Lower Threshold 100,785
Upper Treshold 521,015 Upper Treshold 409,050
3 Cibingbin Stable 2,710 17 Japara Stable
Moderattely Stable 16,587 Moderattely Stable
Quasy Stable 66,607 Quasy Stable
Lower Threshold 68,170 Lower Threshold 2,710
Upper Treshold 490,356 Upper Treshold 33,048
4 Cidahu Stable 18 Kadugede Stable 2,486
Moderattely Stable Moderattely Stable 65,751
Quasy Stable Quasy Stable 77,424
Lower Threshold Lower Threshold 61,388

4
No Kecamatan Kondisi Tanah Luas No Kecamatan Kondisi Tanah Luas
Upper Treshold 13,534 Upper Treshold 592,261
5 Cigandamekar Stable 19 Karangkancana Stable 33,364
Moderattely Stable Moderattely Stable 274,175
Quasy Stable Quasy Stable 333,282
Lower Threshold Lower Threshold 320,631
Upper Treshold 15,157 Upper Treshold 1.435,122
6 Cigugur Stable 20 Kramatmulya Stable
Moderattely Stable 156,267 Moderattely Stable 3,255
Quasy Stable 220,771 Quasy Stable 2,535
Lower Threshold 102,624 Lower Threshold 3,958
Upper Treshold 780,255 Upper Treshold 11,282
57 Cilebak Stable 21 Kuningan Stable
Moderattely Stable 200,832 Moderattely Stable 15,830
Quasy Stable 458,048 Quasy Stable 9,088
Lower Threshold 428,396 Lower Threshold 13,029
Upper Treshold 1.544,259 Upper Treshold 453,490
8 Cilimus Stable 23,725 22 Luragung Stable
Moderattely Stable 561,912 Moderattely Stable
Quasy Stable 156,774 Quasy Stable 4,504
Lower Threshold 25,939 Lower Threshold 16,128
Upper Treshold 299,170 Upper Treshold 117,595
9 Cimahi Stable 23 Maleber Stable 3,958
Moderattely Stable 422,771 Moderattely Stable 243,507
Quasy Stable 93,009 Quasy Stable 504,641
Lower Threshold 101,299 Lower Threshold 439,853
Upper Treshold 531,890 Upper Treshold 1.758,671
10 Ciniru Stable 6,018 24 Mandirancan Stable 32,011
Moderattely Stable 311,597 Moderattely Stable 239,561
Quasy Stable 505,612 Quasy Stable 46,071
Lower Threshold 407,269 Lower Threshold 37,919
Upper Treshold 1.962,584 Upper Treshold 204,787
11 Cipicung Stable 25 Nusaherang Stable 0,049
Moderattely Stable Moderattely Stable 66,610
Quasy Stable Quasy Stable 88,061
Lower Threshold 3,958 Lower Threshold 70,203
Upper Treshold 35,897 Upper Treshold 290,782
12 Ciwaru Stable 3,958 26 Pasawahan Stable
Moderattely Stable 309,223 Moderattely Stable 48,091
Quasy Stable 304,206 Quasy Stable 77,736
Lower Threshold 236,491 Lower Threshold 73,422
Upper Treshold 1.172,725 Upper Treshold 386,309
13 Darma Stable 27 Selajambe Stable 9,814
Moderattely Stable 78,705 Moderattely Stable 422,707
Quasy Stable 250,030 Quasy Stable 368,963
Lower Threshold 193,416 Lower Threshold 191,250
Upper Treshold 1.120,886 Upper Treshold 1.257,690
14 Garawangi Stable 28 Subang Stable
Moderattely Stable 28,922 Moderattely Stable 214,197
Quasy Stable 75,528 Quasy Stable 362,144
Lower Threshold 49,730 Lower Threshold 350,040
Upper Treshold 395,827 Upper Treshold 2.187,958
Sumber : Hasil Analisis Data, 2011

5
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 28 kecamatan yang
dengan luasan kurang lebih 32.922,586 hektar atau sekitar 27,5 persennya dari
luas kabupaten merupakan wilayah berpotensi tanah longsor. Dengan tingkatan
kestabilan tanah yang beragam dapat diketahui luasan masing-masing wilayah
yang memiliki potensi kerawanan tinggi. Asumsinya semakin ke bawah ( stable-
upper threshold) maka nilai kestabilan tanahnya akan semakin berkurang
(dikatakan mudah terjadi tanah longsor).
Seperti yang terdapat pada Tabel 1, terdapat sembilan kecamatan dengan
luasan lahan lebih dari seribu hektar dengan tanah sangat labil yakni Kecamatan
Cilebak, Ciniru, Ciwaru, Darma, Hantara, Karangkancana, Maleber, Selajambe, dan
Subang. Luasan ini dinilai memiliki potensi besar untuk menciptakan suatu zonasi
kerawanan longsor tinggi dengan stabilitas tanah yang paling labil. Oleh
karenanya apabila lereng dinyatakan labil, maka diperlukan usaha untuk
mengantisipasinya.
Metode stabilitas lereng umumnya, mengurangi gaya yang melongsorkan
atau menyebabkan lereng tanah tersebut longsor (bergerak turun) ke arah kaki
lereng, memperbesar gaya perlawanan terhadap gaya yang melongsorkan, atau
kombinasi ke duanya. Secara umum metode stabilitas lereng ini dapat dilakukan
secara fisis, mekanis, khemis, dan bio engineering dengan memperhatikan kondisi
lereng yang labil, sehingga dapat ditentukan metode yang paling tepat.

6
Kelembapan Tanah
Hujan lebat yang turun pada awal musim dapat menimbulkan tanah
longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di
bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Pada waktu turun
hujan, air akan menyusup ke bagian tanah yang retak sehingga dengan cepat
tanah akan mengembang kembali. Pada awal musim hujan dan intensitas hujan
yang tinggi biasanya sering terjadi kandungan air pada tanah menjadi jenuh
dalam waktu singkat.
Berdasarkan analisis SIG, didapatkan empatt kelas untuk klasifikasi
kelembapan tanah, yaitu tingkatan saturation zone, threshold saturation, partially
wet, dan low moisture. Asumsi dari klasifikasi ini semakin ke bawah semakin
lembab atau dapat dikatakan akan semakin mudah terjadi longsoran tanah.
Berikut disajikan pengklasan dari kelembapan tanah beserta nilai indeks
kelembapannya.
Saturation Index Values
Classification
(Sa)
Saturation Zone Sa > 2,1
Threshold Saturation 1,1 – 2,1
Partially Wet 0,1 – 1,1
Low Moisture Sa < 0,1

Selanjutnya, dengan analisis spasial didapatkan luasan tingkat


kelembapan tanah pada zonasi kerawanan longsor di Kabupaten Kuningan.
Tingginya curah hujan dan penyinaran matahari menjadikan tinggi pula proses
pelapukan batuan. Batuan yang banyak mengalami pelapukan akan
menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan yang pada akhirnya membentuk
lapisan batuan lemah dan tanah residu yang tebal. Apabila hal ini terjadi pada
daerah lereng, maka lereng akan menjadi mudah terjadinya tanah longsor.

Tabel 2 Luas Tanah menurut Tingkat Kelembapannya pada Zonasi Potensi Tanah longsor
per Kecamatan (dalam Hektar)

No Kecamatan Kondisi Tanah Luas No Kecamatan Kondisi Tanah Luas

1 Ciawigebang Saturation Zone 15 Hantara Saturation Zone


Threshold Saturation Threshold Saturation 506.998
Partially Wet 29,161 Partially Wet 1.068,950
Low Moisture 34,668 Low Moisture 610,330
2 Cibeureum Saturation Zone 16 Jalaksana Saturation Zone 24,032
Threshold Saturation 373,296 Threshold Saturation 1.174,443
Partially Wet 373,100 Partially Wet 377,074
Low Moisture 356,189 Low Moisture 285,072
3 Cibingbin Saturation Zone 2,710 17 Japara Saturation Zone
Threshold Saturation 39,246 Threshold Saturation

7
No Kecamatan Kondisi Tanah Luas No Kecamatan Kondisi Tanah Luas

Partially Wet 316,218 Partially Wet 26,457


Low Moisture 285,038 Low Moisture 10,507
4 Cidahu Saturation Zone 18 Kadugede Saturation Zone
Threshold Saturation Threshold Saturation 113.797
Partially Wet 2,535 Partially Wet 338,772
Low Moisture 10,665 Low Moisture 345,811
5 Cigandamekar Saturation Zone 19 Karangkancana Saturation Zone
Threshold Saturation Threshold Saturation 417,712
Partially Wet 3,958 Partially Wet 1.135,783
Low Moisture 11,480 Low Moisture 839,631
6 Cigugur Saturation Zone 20 Kuningan Saturation Zone
Threshold Saturation 231,651 Threshold Saturation 17,959
Partially Wet 686,742 Partially Wet 110,170
Low Moisture 330,392 Low Moisture 360,435
57 Cilebak Saturation Zone 21 Luragung Saturation Zone
Threshold Saturation 429,791 Threshold Saturation 5,233
Partially Wet 1.356,517 Partially Wet 59,982
Low Moisture 849,744 Low Moisture 74,160
8 Cilimus Saturation Zone 5,936 22 Maleber Saturation Zone
Threshold Saturation 659,184 Threshold Saturation 441,762
Partially Wet 248,293 Partially Wet 1.389,587
Low Moisture 158,846 Low Moisture 1.119,747
9 Cimahi Saturation Zone 23 Mandirancan Saturation Zone 6,493
Threshold Saturation 101,934 Threshold Saturation 281,104
Partially Wet 295,081 Partially Wet 157,816
Low Moisture 358,796 Low Moisture 121,380
10 Ciniru Saturation Zone 24 Nusaherang Saturation Zone
Threshold Saturation 606,465 Threshold Saturation 117,046
Partially Wet 1.428,537 Partially Wet 219,890
Low Moisture 1.150,765 Low Moisture 179,886
11 Cipicung Saturation Zone 25 Pasawahan Saturation Zone
Threshold Saturation Threshold Saturation 86,246
Partially Wet 8,471 Partially Wet 348,958
Low Moisture 34,967 Low Moisture 145,674
12 Ciwaru Saturation Zone 26 Selajambe Saturation Zone
Threshold Saturation 476,245 Threshold Saturation 597,194
Partially Wet 813,933 Partially Wet 855,690
Low Moisture 742,045 Low Moisture 780,418
13 Darma Saturation Zone 27 Subang Saturation Zone
Threshold Saturation 156,829 Threshold Saturation 352,249
Partially Wet 874,721 Partially Wet 1.449,309
Low Moisture 630,017 Low Moisture 1.297,243
14 Garawangi Saturation Zone
Threshold Saturation 64,657
Partially Wet 230,474
Low Moisture 251,635
Sumber : Hasil Analisis Data, 2011

Berbeda dengan pendekatan kestabilan tanah, tinjauan kelembapan tanah


hanya berpotensi menimbulkan tanah longsor di 27 kecamatan saja. Luasan dari

8
ke 27 kecamatan yang berpotensi tersebut secara total kurang lebih 32.893,764
hektar atau 27,51 persen dari total luas wilayah kabupaten. Apabila dilihat secara
lebih mengerucut lagi dengan melihat kejenuhan air yang tinggi dengan luasan
wilayah lebih dari seribu hektar dapat diketahui wilayah dengan tingkat
kerawanan tinggi dengan kelembapan tanah yang tinggi pula, yakni Kecamatan
Ciniru, Maleber dan Subang.
Salah satu usaha untuk mernbuat lereng tidak kenyang air adalah
menempatkan suatu sistern drainase bawah permukaan lereng (sub surface
drainage) dengan memperhitungkan curah hujan yang terjadi di daerah tersebut.
Tujuannya adalah agar sistem drainase mampu mengalirkan sebagian air yang
meresap ke dalam tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah. Selain
itu vegetasi yang menumbuhi lereng dapat menyumbangkan pengaruh positif
atau justru sebaliknya negatif terhadap ketangguhan lereng itu. Akar-akar
tumbuhan mungkin akan menahan air dan meningkatkan ketahanan tanah
namun dapat juga memperlebar patahan/sesar-patahan/sesar batu dan
mendorong masuknya air yang menyebabkan pencairan dan pelongsoran.

Kajian Potensi dan Kerawanan Tanah Longsor


Tanah longsor terjadi biasanya diakibatkan oleh wilayah jenuh air dan
adanya gaya gravitasi. Hal ini terjadi karena bagian bawah tanah terdapat lapisan
yang licin dan kedap (sukar ditembus) air (Suryolelono, 2010). Dalam musim
hujan, apabila tanah di atasnya tertimpa hujan dan menjadi jenuh air, sebagian

9
tanah akan bergeser ke bawah melalui lapisan kedap yang licin tersebut dan
menimbulkan longsor. Pada kenyataannya tidak semua lahan/wilayah berlereng
mempunyai potensi longsor dan itu tergantung pada karakter lereng (beserta
materi penyusunnya) terhadap respons tenaga pemicu terutama respons lereng
tersebut terhadap curah hujan.
Data geomorfologis terpenting untuk membantu meramalkan tanah
longsor adalah sejarah kelongsoran tanah di daerah yang teliti. Faktor-faktor
penting lainnya mencakup kemiringan/kecuraman sehubungan dengan kekuatan
bahan-bahan yang membentuknya serta aspek arah itu dan bentuk
kemiringannya. Oleh karenanya dengan memformulasikan suatu kestabilan dan
kelembapan tanah dengan pemodelan dengan SIG didapatkan klasifikasi
kerawanan longsor menurut tingkatnya secara komulatif. Klasifikasi tanah longsor
dalam penelitian ini terdiri dari kerawanan tinggi, sedang dan rendah.

Tabel 3 Luas Tanah menurut Tingkat Kerawan pada Zonasi Potensi Tanah longsor
per Kecamatan (dalam Hektar)
Potensi Potensi
No Kecamatan Luas No Kecamatan Luas
Rawan Rawan
1 Ciawigebang Rendah 3,144 15 Hantara Rendah 11,957
Sedang 8,845 Sedang 715,420
Tinggi 56,765 Tinggi 1.476,311
2 Cibeureum Rendah 36,295 16 Jalaksana Rendah 92,979
Sedang 491,836 Sedang 1.274,326
Tinggi 618,476 Tinggi 508,076
3 Cibingbin Rendah 26,601 17 Japara Rendah 1,196
Sedang 109.335 Sedang 0,926
Tinggi 535,042 Tinggi 35,299
4 Cidahu Rendah 0,423 18 Kadugede Rendah 15,773
Sedang 1,754 Sedang 145,952
Tinggi 12,278 Tinggi 642,847
5 Cigandamekar Rendah 0,841 19 Karangkancana Rendah 56,653
Sedang 5,172 Sedang 738,363
Tinggi 12,290 Tinggi 1.717,167
6 Cigugur Rendah 16,261 20 Kramatmulya Rendah 0,909
Sedang 401,882 Sedang 5,898
Tinggi 858,858 Tinggi 15,132
7 Cilebak Rendah 31,316 21 Kuningan Rendah 0,128
Sedang 978,596 Sedang 29,995
Tinggi 1.957,728 Tinggi 462,666
8 Cilimus Rendah 24,192 22 Luragung Rendah 3,587
Sedang 724,265 Sedang 11,002
Tinggi 324,425 Tinggi 129,225
9 Cimahi Rendah 4,779 23 Maleber Rendah 14,088
Sedang 254,616 Sedang 1.159,622
Tinggi 608,269 Tinggi 2.180,946
10 Ciniru Rendah 23,006 24 Mandirancan Rendah 61,493
Sedang 876,665 Sedang 308,049
Tinggi 2.325,603 Tinggi 224,423

10
Potensi Potensi
No Kecamatan Luas No Kecamatan Luas
Rawan Rawan
11 Cipicung Rendah 1,193 25 Nusaherang Rendah 3,794
Sedang 6,653 Sedang 158,732
Tinggi 37,723 Tinggi 359,365
12 Ciwaru Rendah 30,697 26 Pasawahan Rendah 14,900
Sedang 782,529 Sedang 151,343
Tinggi 1.398,378 Tinggi 438,334
13 Darma Rendah 29,554 27 Selajambe Rendah 14,926
Sedang 365,671 Sedang 833,395
Tinggi 1.290,533 Tinggi 1.413,939
14 Garawangi Rendah 11,150 28 Subang Rendah 15,705
Sedang 128,025 Sedang 885,667
Tinggi 428,887 Tinggi 2.507,044
Sumber : Hasil Analisis Data, 2011

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui terdapat 28 kecamatan dengan


kerawanan bencana tanah longsor. Luas keseluruhan wilayah yang memiliki
potensi longsor adalah kurang lebih 34.678,528 hektar atau sekitar 29 persen dari
total luas wilayah kabupaten. Apabila dilihat lebih spesifik, terdapat beberapa
kecamatan dengan luasan potensi tanah longsor tinggi dengan luas lebih dari
seribu hektar yaitu Kecamatan Cilebak, Ciniru, Ciwaru, Darma, Hantara,
Karangkancana, Maleber, Selajambe dan Subang.

Kebiasaan masyarakat dalam mengembangkan pertanian/perkebunan tidak


memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan lahan-lahan baru di lereng-lereng
bukit menyebabkan permukaan lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air
(drainase) yang seharusnya, dan bentuk-bentuk teras bangku pada lereng

11
tersebut perlu dilakukan untuk mengerem laju erosi. Bertambahnya penduduk
menyebabkan perkembangan permukiman ke arah daerah perbukitan
(lereng-lereng bukit) yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan (tata guna
lahan), menimbulkan beban pada lereng (surcharge) semakin bertambah berat.
Erosi di bagian kaki lereng akibat aliran sungainmengakibatkan lemahnya bagian
kaki lereng, terjadinya kembang susut material pembentuk lereng dan lain-lain
menyebabkan terjadinya peningkatan tegangan geser.
Tabel 4 Luas Permukiman menurut Tingkat Kerawanan pada Zonasi Potensi
Tanah longsor per Kecamatan (dalam Hektar)
No Kecamatan Potensi Rawan Luas
1 Cibeureum Permukiman - Longsor Tinggi 7,112
2 Cibingbin Permukiman - Longsor Sedang 0,132
3 Cigugur Permukiman - Longsor Rendah 0,137
Permukiman - Longsor Sedang 4,196
Permukiman - Longsor Tinggi 25,031
4 Cilebak Permukiman - Longsor Rendah 1,837
Permukiman - Longsor Sedang 33,126
Permukiman - Longsor Tinggi 60,497
5 Cimahi Permukiman - Longsor Sedang 0,610
Permukiman - Longsor Tinggi 19,597
6 Ciniru Permukiman - Longsor Sedang 9,083
Permukiman - Longsor Tinggi 55,551
7 Cipicung Permukiman - Longsor Sedang 0,945
Permukiman - Longsor Tinggi 6,024
8 Ciwaru Permukiman - Longsor Rendah 1,385
Permukiman - Longsor Sedang 38,396
Permukiman - Longsor Tinggi 110,131
9 Darma Permukiman - Longsor Rendah 0,808
Permukiman - Longsor Sedang 5,413
Permukiman - Longsor Tinggi 41,197
10 Garawangi Permukiman - Longsor Rendah 1,091
Permukiman - Longsor Sedang 0,481
Permukiman - Longsor Tinggi 4,383
11 Hantara Permukiman - Longsor Rendah 0,092
Permukiman - Longsor Sedang 1,051
Permukiman - Longsor Tinggi 10,073
12 Jalaksana Permukiman - Longsor Tinggi 18,880
13 Kadugede Permukiman - Longsor Rendah 1,527
Permukiman - Longsor Sedang 2,724
Permukiman - Longsor Tinggi 27,552
14 Karangkancana Permukiman - Longsor Sedang 6,940
Permukiman - Longsor Tinggi 43,502
15 Kuningan Permukiman - Longsor Sedang 1,131
Permukiman - Longsor Tinggi 34,439
16 Luragung Permukiman - Longsor Sedang 0,076
Permukiman - Longsor Tinggi 0,350

12
No Kecamatan Potensi Rawan Luas
17 Maleber Permukiman - Longsor Sedang 9,706
Permukiman - Longsor Tinggi 40,507
18 Nusaherang Permukiman - Longsor Rendah 0,718
Permukiman - Longsor Sedang 1,819
Permukiman - Longsor Tinggi 3,884
19 Pasawahan Permukiman - Longsor Tinggi 0,270
20 Selajambe Permukiman - Longsor Sedang 3,460
Permukiman - Longsor Tinggi 43,912
21 Subang Permukiman - Longsor Rendah 1,090
Permukiman - Longsor Sedang 14,266
Permukiman - Longsor Tinggi 75,901
Sumber : Hasil Analisis Data, 2011
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui masih luasnya permukiman yang
terdapat pada kerawanan bencana tanah longsor tinggi. Banyak terdapat
permukiman yang terletak di atas tanah dengan struktur yang labil sehingga
mempunyai kecenderungan sangat besar untuk mengalami longsor. Penduduk
yang tinggal di daerah rawan longsor membangun rumah karena faktor tanah
pewarisan dengan sumber penghidupan berupa bertani. Sebenarnya penduduk
telah mengetahui risiko longsor dengan upaya mitigasi secara sederhana melalui
memperkuat tulang bangunan, membuat tanggul, sampai reboisasi.

Mitigasi Bencana Tanah Longsor


Kajian potensi dan kerawanan tanah longsor meliputi analisis keruangan
di zona berpotensi longsor pada berbagai bentuk satuan morfologi dengan

13
tingkat tinggi, sedang dan rendah yang dikaitkan dengan konsentrasi
permukiman untuk kegiatan mitigasi untuk meminimalisir dampak terjadinya
tanah longsor. Mitigasi merupakan bagian dari pengelolaan bencana.
Pemahaman mengenai mitigasi harus mencakup pula konteks pengelolaan
bencana secara keseluruhan.
Berikut ini beberapa upaya dalam kegiatan memperkuat tebing dan
mengantisipasi terjadinya tanah longsor 1:
1. Sistem drainase yang tepat pada lereng
Tujuan dari pengaturan sistem drainase adalah untuk menghindari air hujan
banyak meresap masuk dan terkumpul pada lereng yang rawan longsor.
Dengan demikian perlu dibuat drainase permukaan yang mengalirkan air
limpasan hujan menjauh dari lereng rawan bencana longsor, dan drainase
bawah permukaan yang berfungsi untuk menguras atau mengalirkan air
hujan yang meresap masuk ke lereng.
2. Sistem perkuatan lereng untuk menambah gaya penahan gerakan tanah
pada lereng
Perkuatan kestabilan lereng dapat dilakukan, dengan menggunakan salah
satu atau kombinasi dari beberapa konstruksi meliputi : Tembok/Dinding
Penahan; Angkor; Paku Batuan (Rock Bolt); Tiang Pancang; Jaring Kawat
Penahan Jatuhan Batuan; Shotcrete; dan Bronjong.
3. Meminimalkan pembebanan pada lereng
Penetapan batas beban yang dapat diterapkan dengan aman pada lereng
perlu dilakukan dengan menyelidiki struktur tanah/batuan pada lereng, sifat-
sifat keteknikan, serta melakukan analisis kestabilan lereng dan daya dukung.
4. Memperkecil kemiringan lereng
Upaya memperkecil kemiringan lereng dilakukan untuk meminimalkan
pengaruh gaya-gaya penggerak dan sekaligus meningkatkan pengaruh gaya
penahan gerakan pada lereng.
5. Mengupas material gembur (yang tidak stabil) pada lereng
Pengupasan material dapat memperkecil beban pada lereng, yang berarti
meminimalkan besarnya gaya penggerak pada lereng, dan efektif diterapkan
pada lereng yang lebih curam dari 40 persen.
6. Mengosongkan lereng dari kegiatan manusia
Apabila gejala awal terjadinya gerakan tanah/longsoran telah muncul,
terutama pada saat hujan lebat atau hujan tidak lebat tetapi berlangsung

1
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 22/PRT/M/2007

14
terus menerus mulai pagi hingga siang dan sore/malam, segera kosongkan
lereng dari kegiatan manusia.
7. Penanaman vegetasi dengan jenis dan pola tanam yang tepat
Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi dan mengalami penggundulan
hutan, dapat diupayakan untuk ditanami kembali, dengan jenis tanaman
budidaya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
8. Perlu diterapkan sistem terasering dan drainase yang tepat pada lereng
Pengaturan sistem terasering bertujuan untuk melandaikan lereng,
sedangkan sistem drainase berfungsi untuk mengontrol air agar tidak
membuat jenuh massar tanah pada lereng.
Mitigasi merupakan suatu siklus kegiatan yang secara umum dimulai dari
tahap pencegahan terjadinya tanah longsor, kemudian tahap waspada, evakuasi
jika longsor terjadi dan rehabilitasi, kemudian kembali lagi ke tahap yang
pertama. Pencegahan dan waspada adalah merupakan bagian yang sangat
penting dalam siklus mitigasi ini.
Berikut ini beberapa tahapan dalam mitigasi bencana tanah longsor :
Pemetaan – Penyelidikan – Pemeriksaan – Pemantauan – Sosialisasi.
Selama dan sesudah terjadi bencana kegiatan mitigasi bencana dapat
dilakukan sebagai berikut : Tanggap Darurat – Rehabilitasi – Rekonstruksi.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. penggunaan lahan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi di
wilayah dengan kelerengan curam menyebabkan aliran permukaan (surface
run off) meningkat dan menggerus solum tanah. Longsor yang terjadi
dikategorikan sebagai luncuran (slides);
2. Kabupaten Kuningan terdapat 28 Kecamatan yang memiliki wilayah kerawanan
tanah longsor yaitu Kecamatan Ciawigebang, Cibeureum, Cibingbin, Cidahu,
Cigandamekar, Cigugur, Cilebak, Cilimus, Cimahi, Ciniru, Cipicung, Ciwaru,
Darma, Garawangi, Hantara, Jalaksana, Japara, Kadugede, Karangkancana,
Kramatmulya, Kuningan, Luragung, Maleber, Mandirancan, Nusaherang,
Pasawahan, Selajambe dan Subang;
3. manajemen dan rekomendasi teknis mitigasi bencana tanah longsor di
Kabupaten Kuningan adalah:
 Mitigasi tanah longsor ditekankan pada arahan pemanfaatan/penggunaan
lahan, karena kondisi faktor biofisik/ karakteristik alamiah (kelerengan,
geologis, curah hujan, kedalaman solum tanah) dalam wilayah yang
berbeda-beda.

15
 Konsep mitigasi harus mampu mengintegrasikan pemahaman masyarakat
lokal mengenai terjadinya bencana tanah longsor, untuk menjadikannya
energi positif dalam mencegah terulangnya kembali bencana tersebut.
 Pengelolaan tanah longsor lebih ditekankan pada solusi yang bersifat
vegetatif (reboisasi, usaha tani konservasi, dan sebagainya) dibandingkan
sipil mekanis, karena solusi vegetatif bersifat aktif dalam melibatkan peran
serta masyarakat.
4. Manajemen dan rekomendasi teknis mitigasi pencegahan dan pemulihan
kerusakan lingkungan Kabupaten Kuningan di wilayah rawan longsor dalam
penelitian ini adalah:
 Jika penggunaan lahan adalah lahan terbuka, maka direkomendasikan agar
dijadikan kawasan lindung berupa hutan kota atau hutan wisata;
 Jika penggunaan lahan adalah sawah, maka direkomendasikan agar
dikembangkan budidaya lorong (alley cropping) mengikuti garis kontur
dengan pengaturan tata ruang tanaman semusim (padi gogo, wortel,
kentang, sawi, kubis) dengan tanaman tahunan (apel, leci, jambu, anggur)
dan tanaman pagar (lamtoro, kaliandra, flemingia, rumput gajah, setaria,
benggala);
 Jika penggunaan lahan adalah tegalan, maka direkomendasikan agar
dikembangkan perkebunan (budidaya tanaman tahunan);
 Jika penggunaan lahan adalah permukiman, maka direkomendasikan agar
dilakukan relokasi permukim di kawasan tersebut, untuk menghindari
adanya korban jiwa, jika terjadi longsor; dan kemudian kawasan tersebut
dijadikan kawasan lindung berupa hutan kota atau hutan wisata.

Saran
Penelitian ini bersifat komputerisasi teknologi yang mengacu kepada
integerasi SIG dan Penginderaan Jauh dan belum menggunakan teknis manual
konvensional dengan tumpang susun peta. Selain itu belum memperhatikan
faktor-faktor penyebab longsor yang lain yaitu faktor arah lereng, pola drainase,
jarak dari saluran drainase, dan jarak dari jalan raya, dalam mengidentifikasikan
wilayah rawan longsor di Kabupaten Kuningan, untuk itu terdapat peluang
adanya penyempurnaan penelitian ini dengan memperhatikan faktor-faktor
tersebut.

16
Daftar Pustaka
Geohazard Zone. 2006. Pengenalan Longsor untuk Penanggulangan Bencana.
Diakses 24 Mei 2011, dari
http://geohazard.blog.com/2006/09/15/pengenalan-longsor-untuk-
penanggulangan-bencana/.
Nusanto, Tito Palawa. 2011. Kajian Penataan Ruang Kawasan Bencana Tanah
Longsor Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tesis. Yogyakarta : Program
Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007. Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
Sitorus, S.R.P. 2006 Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Control
Terhadap Faktor Risiko Erosi dan Bencana Longsor. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Penataan Ruang sebagai Wahana untuk
Meminimalkan Potensi Kejadian Bencana Longsor. Jakarta 7-03- 2006.
Suryolelono, Kabul basah. 2010. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu
Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penaggulangan Bencana, Jakarta.
Yunus, Hadi-Sabari. 1987. Geografi Permukiman dan Beberapa Permasalahan
Permukiman di Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.

17

Anda mungkin juga menyukai