Visi Pendidikan Abad
Visi Pendidikan Abad
1) Discovery learning
Belajar melalui mencari, menyelidiki, menemukan, dan mendemonstrasikan.
Misalnya, pada saat ceramah, instruktur memberikan tugas kepada siswa untuk
meneliti isu-isu terkait banjir setempat. Siswa bekerja dalam kelompok untuk
mengumpulkan data dengan berbicara dengan penduduk setempat dan membaca
konten online (dengan instruksi sesuai usia). Mereka kemudian didorong untuk
mengembangkan kesimpulan, yang dilanjutkan dengan presentasi.
2) Pembelajaran berbasis proyek
Peserta dalam proyek merancang cara untuk mencapai tujuan, yang berbentuk
produk, di bawah bimbingan pertanyaan-pertanyaan sulit. Misalnya pertanyaan
seperti apa yang diajukan kepada siswa SMK Kewirausahaan tentang barang
inovasi yang dihasilkan dari bahan daerah yang memiliki nilai tambah ekonomi?
Siswa dapat mengikuti tahapan pembelajaran meliputi eksplorasi konsep,
pengembangan ide, realisasi ide menjadi prototipe produk, pengujian produk, dan
pemasaran produk. Siswa dapat memanfaatkan teknologi selama proses untuk
meneliti materi untuk upaya membangun ide, menggambar sketsa produk
menggunakan perangkat lunak tertentu, menguji barang dengan mengumpulkan
masukan pasar menggunakan survei Google, dan banyak lagi.
3) Pembelajaran berbasis masalah
Melalui penelitian dan kajian, pembelajaran dipusatkan pada permasalahan
dengan jawaban “terbuka”, yang memungkinkan ditemukannya beberapa solusi
terhadap kesulitan. Misalnya saja mengatasi permasalahan pencemaran udara
yang disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Siswa dapat menyelidiki
lingkungan menggunakan sumber daya nyata, materi yang telah disempurnakan
secara digital, dan contoh pemecahan masalah dunia nyata dari berbagai
perspektif. Dalam rangka pemecahan masalah, siswa diajarkan bagaimana
memunculkan ide-ide segar, imajinatif, berpikir kritis, berbagi, dan berinteraksi
dengan orang lain secara lebih terbuka.
4) Belajar berdasarkan pengalaman sendiri (Self Directed Learning/SDL)
SDL adalah suatu proses dimana siswa mengambil inisiatif belajar sendiri, baik
dengan atau tanpa bantuan pihak luar, dimulai dengan diagnosis kebutuhan
belajarnya sendiri, perumusan tujuan, identifikasi sumber daya, pemilihan dan
penerapan strategi pembelajaran, dan implementasi pembelajaran mereka sendiri.
Misalnya, guru mungkin bekerja dengan siswa untuk menentukan persyaratan
pembelajaran mereka atau memulai dengan menanyakan keterampilan apa yang
ingin mereka peroleh. Guru dapat membantu siswa dalam membuat tujuan-tujuan
penting yang dapat membantu mereka mencapai tujuan mereka, seperti belajar
melukis dengan menggunakan software Corel Draw. Pembelajar mandiri
menemukan tutorial YouTube, berlatih, dan berbagi keterampilan mereka.
5) Pembelajaran kontekstual (melakukan)
Untuk membantu siswa memahami arti dari apa yang telah mereka pelajari,
instruktur menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya yang telah mereka miliki. Hal ini dilakukan melalui pengintegrasian
mata pelajaran yang dipelajari dengan pengalaman dunia nyata siswa. Misalnya,
instruktur dapat menugaskan sekelompok siswa untuk melakukan penelitian
online guna menemukan bentuk tulang daun. Guru ingin siswanya dapat
memperoleh pengalaman yang sangat signifikan dan menghubungkan apa yang
mereka pelajari dengan situasi dunia nyata. Pengalaman langsung diperlukan
karena di PAUD dan sekolah dasar kelas bawah, siswa tidak dapat membedakan
variasi kekuatan dan kelenturan tulang daun dari setiap bentuk yang bervariasi.
6) Bermain peran dan simulasi
Siswa mungkin diminta untuk memerankan peran dan meniru tindakan, gerak
tubuh, pola, atau proses tertentu. Misalnya, ketika seorang guru memanfaatkan
video YouTube, siswa diinstruksikan untuk fokus pada alur cerita dan peran
tokoh-tokoh yang ada sebelum berlatih dengan tokoh yang dimainkannya. Buat
narasi Anda sendiri dan mainkan peran untuk pengalaman yang lebih rumit.
7) Pembelajaran kooperatif
Metode pembelajaran yang berbasis pemahaman konstruktivis adalah
pembelajaran kooperatif. Dengan tugas yang sama, siswa dalam kelompok kecil
berkolaborasi dan saling mendukung untuk menyelesaikan tugas. Artikel ini akan
membahas berbagai strategi pembelajaran kooperatif, empat strategi pertama
diciptakan oleh Robert Slavin (1991) yaitu STAD, TGT, TAI, dan CIRC.
8) Pembelajaran kolaboratif
melibatkan kerja dalam tim untuk menyelesaikan berbagai tugas untuk mencapai
tujuan bersama. Siswa yang semakin mendekati kedewasaan lebih cocok untuk
pembelajaran kolaboratif. Teknologi dapat digunakan untuk memfasilitasi
kolaborasi, seperti melalui diskusi elektronik, untuk memediasi dan memantau
interaksi antara masing-masing individu yang menerima tanggung jawab sendiri
dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama. Guru, pelatih online,
pemimpin kelompok, dan mentor semuanya dapat bertindak sebagai fasilitator.
9) Diskusi kelompok kecil
Pembicaraan kelompok kecil berfokus pada keragaman pengetahuan dan
pengalaman serta pelatihan komunikasi kelompok kecil dengan tujuan
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa sehubungan dengan
mata pelajaran utama dan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari. Karena lebih banyak siswa yang berpartisipasi, pembicaraan kelompok kecil
berupaya untuk meningkatkan keterlibatan siswa. Kelompok diskusi terdiri dari
empat sampai lima orang. Pendekatan diskusi digunakan untuk mendidik
kemampuan berpikir kritis, negosiasi, kepemimpinan, dan kompromi.
Guru, yang berada di garis depan pendidikan, tidak hanya harus menjadi pembaca
yang cepat terhadap perubahan tetapi juga pembelajar yang cepat terhadap perubahan
tersebut. Guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran abad 21
yang relevan dengan kebutuhan siswa.
Para ahli pendidikan saat ini bekerja sangat keras untuk melakukan studi tentang
pembelajaran yang efisien dalam menghadapi perubahan zaman. Pendidikan STEM
adalah salah satu pendekatan yang mendapatkan daya tarik.
Faktanya, pendidikan STEM telah diperkenalkan di luar negeri sejak tahun 1957,
namun belum dipraktikkan di sejumlah negara hingga tahun 2000an. Sejak awal
berdirinya, STEM telah mengalami sejumlah perubahan pendekatan, antara lain
pendekatan SILO (yang menyatakan bahwa keempat komponen tersebut saling
eksklusif), pendekatan tertanam (yang menyatakan bahwa Teknologi dan Rekayasa
mencakup komponen Sains dan Matematika), dan pendekatan tertanam (yang
menyatakan bahwa Teknologi dan Rekayasa mencakup komponen Sains dan
Matematika), dan pendekatan terpadu (yang menyatakan bahwa semua komponen saling
berhubungan).
10) Kolaborasi
Di era digital saat ini, kolaborasi menjadi hal yang krusial dalam industri
pendidikan. Kolaborasi di sekolah dapat membantu siswa mengembangkan
kepribadian yang lebih kuat dan kebiasaan sukses. Guru harus sangat terampil
dalam berkolaborasi untuk mengembangkan pengaturan yang sempurna ini.
Oleh karena itu, kemampuan merancang suatu proyek dan menginstruksikan
murid-muridnya untuk berpartisipasi di dalamnya merupakan bakat yang harus
dimiliki seorang guru. Instruktur kemudian dapat mengambil peran sebagai
seseorang yang menawarkan solusi ketika siswa menghadapi tantangan ketika
mencoba menyelesaikannya.