Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Definisi Objek Penelitian

Kentucky Fried Chicken atau yang biasa disebut dengan KFC, adalah

sebuah sebuah perusahaan waralaba makanan cepat saji yang terkenal di

seluruh dunia. Perusahaan ini didirikan oleh Colonel Harland Sanders pada

tahun 1930-an di Corbin, Kentucky, Amerika Serikat, dikenal dengan resep

ayam goreng khasnya yang menggunakan campuran 11 rempah-rempah

rahasia. Pada tahun 1952, Sanders mulai membuka restoran KFC pertama di

Utah, Amerika Serikat. Kelezatan dan keunikan rasa ayam gorengnya segera

mendapatkan popularitas hingga seluruh dunia mengenalnya. Perlahan-lahan,

KFC mulai berkembang dan membuka gerai-gerai baru di berbagai panca

negara salah satunya di Indonesia.

PT Fast Food Indonesia Tbk didirikan oleh Keluarga Gelael pada 1978.

Pada 1979, Perseroan mendapatkan akuisisi waralaba dengan pembukaan

gerai pertama pada bulan Oktober di Jalan Melawai di Jakarta. Pembukaan

gerai pertama terbukti sukses dan diikuti dengan pembukaan gerai-gerai

selanjutnya di Jakarta dan ekspansi hingga ke sejumlah kota besar lainnya di

Indonesia antara lain Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan

Manado. Sukses membangun merek ini, menanamkan KFC dalam benak

konsumennya sebagai merek waralaba cepat saji yang terkenal dan dominan

di Indonesia.

46
47

Pengalaman sukses dan peningkatan pertumbuhan yang berkelanjutan

selama lebih dari 30 tahun, tidak diragukan lagi telah menjadikan merek KFC

sebagai pemimpin pasar restoran cepat saji di negara ini. Ekspansi jaringan

restoran terus diupayakan supaya bisa hadir dekat dengan konsumen, baik di

kota-kota metropolitan yang sarat persaingan maupun di kotakota di daerah.

Sejak empat tahun terakhir, Perseroan lebih berfokus pada pembukaan gerai

bertipe free-standing (gerai yang berada di bangunan yang berdiri sendiri)

yang memberikan fleksibilitas yang lebih dalam jam operasi dengan fasilitas

lengkap untuk memenuhi kebutuhan dan selera konsumen.

Perseroan selalu memonitor kondisi pasar dan citra merek KFC secara

keseluruhan dan mendapatkan respons dari konsumen tentang kualitas

produk, layanan, dan fasilitas melalui survei rutin yang disebut dengan Brand

Image Tracking Study (BITS), yang dilakukan oleh agensi survei independen.

BITS adalah survei untuk mengetahui persepsi konsumen dan citra merek

KFC, diukur bersama dengan merek utama lainnya dalam industri restoran

cepat saji. Hasil dari BITS menunjukkan KFC secara konsisten masih

menempati posisi tertinggi “paling diingat” oleh konsumen untuk Top of

Mind Awareness. Pada tahun 2011, Perseroan dengan konsisten memimpin

dalam porsi kunjungan terbesar dibandingkan dengan merek restoran cepat

saji utama lainnya.

Selama beberapa dekade, KFC terus berinovasi dan mengembangkan

menu. KFC menghadirkan berbagai varian seperti ayam panggang, ayam

crispy, burger, kentang goreng, dan hidangan samping lainnya. KFC juga
48

menawarkan beragam pilihan saus dan minuman untuk melengkapi

pengalaman makan pelanggan. Selain menu yang lezat, KFC juga dikenal

dengan logo dan brand identitasnya yang ikonik. Logo KFC menampilkan

wajah Colonel Sanders, pendiri perusahaan, yang menjadi simbol dari cita

rasa dan kualitas yang konsisten yang dihadirkan oleh KFC.

Perusahaan KFC berfokus pada penyediaan makanan cepat saji yang

lezat dan berkualitas tinggi kepada pelanggan mereka. KFC memiliki jaringan

restoran yang luas, baik dalam bentuk gerai fisik maupun layanan

pengiriman, yang memungkinkan pelanggan untuk menikmati hidangan

mereka dengan mudah dan nyaman. Selain ayam goreng, KFC juga

menawarkan berbagai menu lain seperti burger, kentang goreng, sayuran, dan

minuman. KFC juga aktif dalam menggunakan strategi pemasaran termasuk

media sosial dan promosi untuk memperluas jangkauan merek. Selama

bertahun-tahun, KFC telah memperluas kehadirannya di berbagai pasar

internasional dan mengadaptasi menu mereka sesuai dengan selera lokal.

KFC juga aktif dalam menggunakan strategi pemasaran seperti kampanye

iklan, promosi, dan kehadiran di media sosial untuk membangun dan

memperkuat brand.

Sejarah KFC mencerminkan perjalanan panjang perusahaan ini dalam

menyajikan makanan cepat saji yang lezat dan berkualitas tinggi kepada

pelanggan di seluruh dunia. Dengan inovasi, ekspansi global, dan fokus pada

kepuasan pelanggan, KFC telah membangun reputasi yang kuat dan menjadi

salah satu merek terkenal di industri makanan cepat saji.


49

4.2 Deskriptif Hasil Penelitian


4.2.1 Analisis Karakteristik Responden
Data mengenai karakteristik responden pada penelitian ini dapat

diketahui melalui jawaban kuesioner dari pertanyaan-pertanyaan yang telah

diajukan dalam kuesioner dan telah disebarkan kepada responden. Maka

dari jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui hal-hal sebagai berikut.

4.2.1.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia


Berdasarkan dari 130 responden yang menjawab kuesioner yang telah
diberikan dapat diketahui sebaran usia dari responden pada tabel berikut.

Tabel 4. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


No. Usia Jumlah Presentase
1. 17-21 27 20,8%
2. 22-26 70 53,8%
3. 27-31 13 10%
4. >31 20 15,4%
Total 130 100%
Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.1penelitian ini yang merupakan konsumen KFC

Mulyosari Surabaya yaitu mayoritas berusia 22-26 tahun dengan

persentase 53,8% atau 70 yang mengisi kuesioner. Sedangkan yang

berusia 17 - 21 tahun memiliki presentase 20,8% atau sebanyak 27

responden, kemudian usia 27 – 31 tahun yaitu 10% atau 13 responden, dan

selanjutnya usia lebih dari 31 tahun yaitu 15,4% atau 20 responden.

4.2.2 Deskripsi Variabel

Deskripsi variabel digunakan untuk mengetahui distribusi atau

deskripsi indikator dari variabel Social Media Marketing (X1), Perceived

Quality (X2) dan Brand Equity (Y) secara keseluruhan yang diperoleh dari
50

jawaban responden melalui kuesioner yang disebar, baik dalam jumlah

responden maupun dalam jumlah presentase.

4.2.2.1 Deskripsi Variabel Social Media Marketing

Tabel 4. 2 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai


Social Media Marketing (X1)

Skor Jawaban
NO Pernyataan Total
1 2 3 4 5

Postingan Instagram KFC memberikan 0 1 6 58 65 130


1. saya informasi produk KFC dengan
jelas dan menarik 0% 0,8% 4,6% 44,6% 50% 100%

KFC memberikan respon baik terhadap 0 3 14 46 67 130


2. komentar dan pertanyaan dari
konsumen 0% 2,3% 10,8% 35,4% 51,5% 100%

KFC mengajak pelanggan untuk 0 4 12 35 79 130


3. berpartisipasi dalam kampanye dimedia
social instagram 0% 3,1% 9,2% 26,9% 60,8% 100%

Instagram KFC membuat saya merasa 0 1 11 57 61 130


4.
lebih dekat dengan brand KFC 0% 0,8% 8,5% 43,8% 46,9% 100%
Sumber: Data Kuesioner diolah, 2023
Berdasarkan data tabel 4.2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Indikator pertama dari Social Media Marketing yaitu context. Diketahui dari

hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 65

responden atau 50%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4

mencapai 58 responden atau 44,6%, kemudian skor 3 mendapat 6 responden

atau 4,6%, kemudian skor 2 mendapat 1 responden atau 0,8%, selanjutnya

skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan hasil

tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

b. Indikator kedua dari Social Media Marketing yaitu communication.

Diketahui dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5


51

sebanyak 67 responden atau 51,5%, kemudian terbanyak kedua terdapat

pada skor 4 mencapai 46 responden atau 35,4%, kemudian skor 3 mendapat

14 responden atau 10,8%, kemudian skor 2 mendapat 3 responden mencapai

2,3%, selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.

c. Indikator ketiga dari Social Media Marketing yaitu collaboration. Diketahui

dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 79

responden atau 60,8%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4

mencapai 35 responden atau 26,9%, kemudian skor 3 mendapat 12

responden atau 9,2%, kemudian skor 2 mendapat 4 responden atau 3,1%,

selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan

hasil tanggapan maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

d. Indikator keempat dari Social Media Marketing yaitu connection. Diketahui

dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 61

responden atau 46,9%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4

mencapai 57 responden atau 43,8%, kemudian skor 3 mendapat 11

responden atau 8,5%, kemudian skor 2 mendapat 1 responden mencapai

0,8%, selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.
52

4.2.2.2 Deskripsi Variabel Perceived Quality


Tabel 4. 3 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Perceived Quality (X2)

Skor Jawaban
NO Pernyataan Total
1 2 3 4 5
Saya percaya produk dan layanan 0 3 8 46 73 130
1. KFC memiliki kualitas yang
konsisten 0% 2,3% 6,2% 35,4% 56,2% 100%

Saya percaya produk makanan yang 0 1 9 48 72 130


2. disajikan di KFC dibuat dengan
baik 0% 0,8% 6,9% 36,9% 55,4% 130%

Saya percaya produk dan layanan 0 4 11 53 62 130


3. KFC sesuai dengan kualitas yang
saya harapkan 0% 3,1% 8,5% 40,8% 47,7% 130%

0 4 10 50 66 130
Saya tidak pernah menjumpai
4.
produk KFC yang gagal 0% 3,1% 7,7% 38,5% 50,8% 100%
Saya percaya kinerja KFC selalu 0 2 12 44 72 130
memberikan performa yang baik
5.
setiap kali saya berkunjung ke 0% 1,5% 9,2% 33,8% 55,4% 100%
restoran
Sumber: Data Kuesioner diolah, 2023
Berdasarkan data tabel 4.3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Indikator pertama dari Perceived Quality yaitu has consistent quality.

Diketahui dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5

sebanyak 73 responden atau 56,2%, kemudian terbanyak kedua terdapat

pada skor 4 mencapai 46 responden atau 35,4%, kemudian skor 3 mendapat

8 responden atau 6,2%, kemudian skor 2 mendapat 3 responden atau 2,3%,

selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan

hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

b. Indikator kedua dari Perceived Quality yaitu is well made. Diketahui dari

hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 72

responden atau 55,4%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4


53

mencapai 48 responden atau 36,9%, kemudian skor 3 mendapat 9 responden

atau 6,9%, kemudian skor 2 mendapat 1 responden atau 0,8%, selanjutnya

skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan hasil

tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

c. Indikator ketiga dari Perceived Quality yaitu has an acceptable standard of

quality. Diketahui dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih

skor 5 sebanyak 62 responden atau 47,7%, kemudian terbanyak kedua

terdapat pada skor 4 mencapai 53 responden atau 40,8%, kemudian skor 3

mendapat 11 responden atau 8,5%, kemudian skor 2 mendapat 4 responden

atau 3,1%, selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.

d. Indikator keempat dari Perceived Quality yaitu rarely experiences product

defects. Diketahui dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih

skor 5 sebanyak 66 responden atau 50,8%, kemudian terbanyak kedua

terdapat pada skor 4 mencapai 50 responden atau 38,5%, kemudian skor 3

mendapat 10 responden atau 7,7%, kemudian skor 2 mendapat 4 responden

atau 3,1%, selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.

e. Indikator kelima dari Perceived Quality yaitu would perform consistently.

Diketahui dari hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5

sebanyak 72 responden atau 55,4%, kemudian terbanyak kedua terdapat


54

pada skor 4 mencapai 44 responden atau 33,8%, kemudian skor 3 mendapat

12 responden atau 9,2%, kemudian skor 2 mendapat 2 responden mencapai

1,5%, selanjutnya skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.

4.2.2.3 Deskripsi Variabel Brand Equity

Tabel 4. 4 Frekuensi Hasil Jawaban Responden


Mengenai Brand Equity (Y)

Skor Jawaban
NO Pernyataan Total
1 2 3 4 5
KFC seringkali menjadi pilihan 2 3 14 55 56 130
1. utama saya saat memilih restoran
fastfood. 1,5% 2,3% 10,8% 42,3% 43,1% 100%

KFC memiliki reputasi yang baik 0 2 8 53 67 130


2. dalam menjaga kualitas dan
konstensi produknya 0% 1,5% 6,2% 40,8% 51,5% 100%

0 1 9 48 72 130
3. KFC terkenal dipasar internasional
0% 0,8% 6,9% 36,9% 55,4% 100%

0 0 10 46 74 130
Sejumlah varian menu KFC selalu
4.
disesuaikan dengan cita rasa lokal 0% 0% 7,7% 35,4% 56,9% 100%
Sumber: Data Kuesioner diolah, 2023

Berdasarkan data tabel 4.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Indikator pertama dari Brand Equity yaitu leadership. Diketahui dari hasil

tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 56 responden

atau 43,1%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4 mencapai 55

responden atau 42,3%, kemudian skor 3 mendapat 14 responden atau

10,8%, kemudian skor 2 mendapat 3 responden atau 2,3%, selanjutnya skor


55

1 mendapat 2 responden atau 1,5%. Sehingga berdasarkan hasil tanggapan,

maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

b. Indikator kedua dari Brand Equity yaitu stability. Diketahui dari hasil

tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 67 responden

atau 51,5%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4 mencapai 53

responden atau 40,8%, kemudian skor 3 mendapat 8 responden atau 6,2%,

kemudian skor 2 mendapat 2 responden atau 1,5%, selanjutnya skor 1 tidak

ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan hasil tanggapan, maka

sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

c. Indikator ketiga dari Brand Equity yaitu internationality. Diketahui dari

hasil tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 72

responden atau 55,4%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4

mencapai 48 responden atau 36,9%, kemudian skor 3 mendapat 9 responden

atau 6,9%, kemudian skor 2 mendapat 1 responden atau 0,8%, selanjutnya

skor 1 tidak ada responden yang memilih. Sehingga berdasarkan hasil

tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab sangat setuju.

d. Indikator keempat dari Brand Equity yaitu trend. Diketahui dari hasil

tanggapan responden paling banyak memilih skor 5 sebanyak 74 responden

atau 56,9%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 4 mencapai 46

responden atau 35,4%, kemudian skor 3 mendapat 10 responden atau 7,7%,

selanjutnya skor 1 dan 2 tidak ada responden yang memilih. Sehingga

berdasarkan hasil tanggapan, maka sebagian besar responden menjawab

sangat setuju.
56

4.3 Deskripsi Hasil Analisis Data


4.3.1 Evaluasi Outlier
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik

yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan

muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau

variabel kombinasi atau multivariasi. Evaluasi terhadap outlier multivariate

(antar variabel) perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis

menunjukkan tidak ada outlier pada tingkatan unvariate, tetapi observasi itu

dapat menjadi outlier bila sudah dikombinasikan.

Terdapat outlier apabila Mahal. Distance Maximum > Prob. & Jumlah

variabel [=CHIINV(0,001;15) : dicari melalui Excel] = 34,528

Tabel 4. 5 Hasil Uji Outlier


Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 12,0564 19,6311 17,6154 1,76077 130


Std. Predicted Value -3,157 1,145 0,000 1,000 130
Standard Error of
0,130 0,629 0,204 0,081 130
Predicted Value
Adjusted Predicted Value 11,7771 19,6243 17,6079 1,77573 130
Residual -5,74227 3,56761 0,00000 1,43280 130
Std. Residual -3,977 2,471 0,000 0,992 130
Stud. Residual -3,993 2,744 0,002 1,010 130
Deleted Residual -5,78918 4,40213 0,00745 1,48626 130

Stud. Deleted Residual -4,253 2,818 -0,001 1,027 130


Mahal. Distance 0,053 23,462 1,985 3,226 130
Cook's Distance 0,000 0,587 0,013 0,055 130
Centered Leverage Value 0,000 0,182 0,015 0,025 130
Sumber : Hasil Pengolahan Data
a. Dependent Variable: Responden
57

Dari tabel uji outlier diperoleh nilai Mahal. Distance Maximum data

responden sebesar 23,462 yang mana nilai tersebut lebih kecil dari Mahal.

Distance Maximum outlier yang ditentukan sebesar 34,528 yang berarti data

sudah tidak terdapat outlier, dengan demikian bisa dikatakan data tersebut

mempunyai kualitas yang baik dan dapat dilanjutkan untuk diolah lebih

lanjut dengan jumlah responden 130 case.

4.3.2 Interpretasi Hasil Olah Data PLS

4.3.1.1 First Order (Model Pengukuran Dimensi dengan Indikator qdan

Variabel dengan indikator pada pengukuran Outer Model)

Model pengukuran dalam penelitian ini menggunakan variabel eksogen

dengan indikator reflektif antara lain variabel Social Media Marketing (X1)

dan Perceived Quality (X2) serta variabel endogen yaitu Brand Equity (Y).

Untuk mengukur validitas indikator salah satunya dengan didasarkan pada

output tabel outer loading, yaitu dengan melihat besarnya nilai factor

loadingnya, karena dalam pemodelan ini seluruh indikator menggunakan

reflektif, maka tabel yang digunakan adalah output Outer Loadings.


58

Tabel 4. 6 Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values)

Factor Sample Standard


T Statistics P
Loading Mean Deviation
(|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
X1.1 <- Social Media Marketing (X1) 0,808 0,804 0,036 22,504 0,000

X1.2 <- Social Media Marketing (X1) 0,772 0,767 0,050 15,533 0,000

X1.3 <- Social Media Marketing (X1) 0,768 0,766 0,047 16,505 0,000

X1.4 <- Social Media Marketing (X1) 0,766 0,767 0,060 12,756 0,000

X2.1 <- Perceived Quality (X2) 0,847 0,841 0,034 25,082 0,000

X2.2 <- Perceived Quality (X2) 0,821 0,817 0,035 23,475 0,000

X2.3 <- Perceived Quality (X2) 0,854 0,849 0,034 25,487 0,000

X2.4 <- Perceived Quality (X2) 0,796 0,792 0,041 19,633 0,000

X2.5 <- Perceived Quality (X2) 0,752 0,748 0,051 14,749 0,000

Y1 <- Brand Equity (Y) 0,810 0,813 0,037 21,784 0,000

Y2 <- Brand Equity (Y) 0,830 0,828 0,029 28,142 0,000

Y3 <- Brand Equity (Y) 0,775 0,771 0,056 13,798 0,000

Y4 <- Brand Equity (Y) 0,787 0,784 0,043 18,227 0,000

Sumber: Data diolah, 2023

Dari tabel diatas, validitas indikator diukur dengan melihat Nilai Factor

Loading dari variabel ke indikatornya, dikatakan validitasnya mencukupi

apabila lebih besar dari 0,5 atau nilai T-Statistic lebih besar dari 1,96 (nilai

Z pada α = 0,05). Factor Loading merupakan korelasi antara indikator

dengan variabel, jika lebih besar dari 0,5 dianggap validitasnya terpenuhi

begitu juga jika nilai T-Statistic lebih besar dari 1,96 maka signifikansinya

terpenuhi.

Berdasarkan pada tabel outer loading di atas, seluruh indikator reflektif

pada variable Social Media Marketing (X1), Perceived Quality (X2), dan
59

Brand Equity (Y), menunjukan factor loading lebih besar dari 0,50 dan atau

signifikan (Nilai T-Statistic lebih dari nilai Z α = 0,05 (5%) = 1,96), dengan

demikian hasil estimasi seluruh indikator telah memenuhi validitas

convergen atau validitasnya baik.

Pengukuran validitas indikator juga bisa dilihat dari tabel Cross Loading,

apabila nilai loading faktor setiap indikator pada masing-masing variabel

lebih besar dari 0,6 dan nilai loading faktor nya lebih besar daripada loading

faktor tiap indikator pada variabel lainnya maka loading faktor tersebut

dikatakan valid, namun jika sebaliknya maka dikatakan tidak valid.

Tabel 4. 7 Cross Loading

Brand Equity (Y) Perceived Quality (X2) Social Media Marketing (X1)

X1.1 0,563 0,491 0,808

X1.2 0,497 0,408 0,772

X1.3 0,507 0,442 0,768

X1.4 0,567 0,591 0,766

X2.1 0,575 0,847 0,490

X2.2 0,595 0,821 0,525

X2.3 0,583 0,854 0,499

X2.4 0,608 0,796 0,491

X2.5 0,548 0,752 0,542

Y1 0,810 0,599 0,508

Y2 0,830 0,659 0,502

Y3 0,775 0,509 0,623

Y4 0,787 0,518 0,571

Sumber: Data diolah, 2023


60

Dari hasil olah data cross loading diperoleh seluruh nilai loading faktor

pada masing-masing indikator (yang diarsir) baik pada variabel Social

Media Marketing (X1), Perceived Quality (X2), dan Brand Equity (Y),

menunjukan nilai loading faktor yang lebih besar dibandingkan dengan

loading faktor indikator dari variabel lainnya, sehingga dapat dikatakan

seluruh indikator pada penelitian ini terpenuhi validitasnya atau validitasnya

baik.

1. Discriminant Validity

Discriminant Validity pada indikator reflektif dapat dilihat pada

crossloading. Cara lain untuk menilai discriminant validity dilakukan

dengan cara membandingkan Square Root Of Sverage Varianve

Extranced (AVE) untuk setiap variable nilai korelasi antar variabel.

Model ini mempunyai disriminant validity yang tinggi jika akar AVE

untuk setiap variabel lebih besar dari korelasi antara konstruk (Ghozali

2008). Jika nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar variabel yang

lain, maka dapat dikatakan hasil ini menunjukkan bahwa discriminant

validity yang tinggi.

Tabel 4. 8 Average variance extracted (AVE)

AVE
0,606
Social Media Marketing (X1)
0,664
Perceived Quality (X2)
0,641
Brand Equity (Y)

Sumber: Data Primer diolah, 2023


61

Model Pengukuran berikutnya adalah nilai Avarage Variance

Extracted (AVE), yaitu nilai menunjukkan besarnya varian indikator

yang dikandung oleh variabel latennya. Konvergen Nilai AVE lebih

besar 0,5 menunjukkan kecukupan validitas yang baik bagi variabel

laten. Pada variabel indikator reflektif dapat dilihat dari nilai AVE untuk

setiap konstruk (variabel). Dipersyaratkan model yang baik apabila nilai

AVE masing-masing konstruk lebih besar dari 0,5.

Hasil pengujian AVE untuk variabel Social Media Marketing (X1)

sebesar 0,606 ,variabel Perceived Quality (X2) sebesar 0,664 ,dan Brand

Equity (Y) sebesar 0,641 , ketiga variabel tersebut menunjukkan nilai

lebih dari 0,5 , jadi secara keseluruhan variabel dalam penelitian ini dapat

dikatakan validitasnya baik.

2. Composite Reliability

Composite reliability adalah indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya untuk diandalkan.

Reliabilitas konstruk yang diukur dengan nilai composite reliability,

konstruk reliabel jika nilai composite reliability di atas 0,70 maka

indikator disebut konsisten dalam mengukur variabel latennya. Hasil

dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4. 9 Composite Reliability

Composite Reliability

Social Media Marketing (X1) 0,860


Perceived Quality (X2) 0,908
Brand Equity (Y) 0,877
Sumber: Data Primer diolah, 2023
62

Hasil pengujian Composite Reliability menunjukkan bahwa variabel

Social Media Marketing (X1) sebesar 0,860 , variabel Perceived Quality

(X2) sebesar 0,908 , dan Brand Equity (Y) sebesar 0,877 , ketiga variabel

tersebut menunjukkan nilai Composite Reliability diatas 0,70 sehingga

dapat dikatakan seluruh variabel pada penelitian ini reliabel.

Tabel 4. 10 Latent Variable Correlations

Social Media Perceived Brand Equity


Marketing (X1) Quality (X2) (Y)

Social Media Marketing (X1) 1,000

Perceived Quality (X2) 0,625 1,000

Brand Equity (Y) 0,687 0,715 1,000

Sumber: Data diolah, 2023

Di dalam PLS hubungan variabel atau konstruk satu dengan yang lain

bisa saling berkorelasi satu dengan yang lain, baik itu variabel eksogen

dengan endogen, atau variabel eksogen dengan eksogen seperti tampak

pada tabel latent variabel correlations diatas. Hubungan antar variabel

satu dengan lainnya memiliki nilai korelasi maksimal sebesar 1, semakin

mendekati nilai 1 maka memiliki korelasi semakin baik.

Dari tabel latent variabel correlations diatas diperoleh nilai korelasi rata-

rata antar variabel satu dengan lainnya menunjukan nilai rata-rata

korelasi yang sedang. Nilai korelasi tertinggi terdapat antara variabel

Perceived Quality (X2) dengan Brand Equity (Y) sebesar 0,715 , hal ini

juga bisa dinyatakan bahwa diantara variabel yang ada didalam model

penelitian, hubungan antara variabel Perceived Quality (X2) dengan


63

Brand Equity (Y) menunjukan hubungan yang lebih kuat daripada

hubungan antara variabel lainnya, hal ini juga bisa diinterpretasikan

bahwa dalam model penelitian ini tinggi rendahnya Brand Equity lebih

banyak dipengaruhi oleh variabel Perceived Quality dibandingkan

variabel Social Media Marketing.

4.3.1.2 Analisis Model PLS

Gambar 4. 1 Outer Model dengan Factor Loading, Path Coefficient dan R-Square
Sumber : olah data, output SmartPLS

Dari gambar output PLS diatas dapat dilihat besarnya nilai

factor loading tiap indikator yang terletak diatas tanda panah

diantara variabel dan indikator, juga bisa dilihat besarnya koefisien

jalur (path coefficients) yang berada diatas garis panah antara

variabel eksogen terhadap variabel endogen. Selain itu bisa juga

dilihat besarnya R-Square yang berada tepat didalam lingkaran

variabel endogen (variabel Brand Equity).


64

4.3.1.3 Inner Model (Pengujian Model Struktural)

Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat

nilai R-Square yang merupakan uji goodness-fit model. Pengujian

inner model dapat dilihat dari nilai R-Square pada persamaan antar

variabel latent. Nilai R2 menjelaskan seberapa besar variabel

eksogen (independen/bebas) pada model mampu menerangkan

variabel endogen (dependen/terikat).

Tabel 4. 11 R-square
R Square

Social Media Marketing (X1)

Perceived Quality (X2)

Brand Equity (Y) 0,606

Sumber: Data Primer diolah, 2023


Nilai R2 = 0,606. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa model

mampu menjelaskan fenomena Brand Equity yang dipengaruhi

oleh variabel bebas antara lain Social Media Marketing dan

Perceived Quality dengan varian sebesar 60,6%, sedangkan

sisannya sebesar 39,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar

penelitian ini (selain Social Media Marketing dan Perceived

Quality).

Selain diketahui nilai R2 , Goodness of Fit Model penelitian bisa


diketahui dari besarnya Q2 atau Q-Square predictive relevance
untuk model struktural, yaitu untuk mengukur seberapa baik nilai
observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi
parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model memiliki
predictive relevance; sebaliknya jika nilai Q-Square ≤ 0
65

menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance.


Perhitungan Q-Square dilakukan dengan rumus:
Q2 = 1 – ( 1 – R12 ) ( 1 – R22 ) ... ( 1- Rp 2 ) dimana R1 2 , R2 2 ...
Rp2 adalah R-square variabel endogen dalam model persamaan.
Besaran Q2 memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2 < 1, dimana
semakin mendekati 1 berarti model semakin baik. Besaran Q2 ini
setara dengan koefisien determinasi total pada analisis jalur (path
analysis).
Pada penelitian ini besarnya nilai Q2 adalah sebesar
Q 2 = 1 – (1 – 0,606218) = 0,606
Dari hasil perhitungan Q2 dengan hasil 0,606218, maka dapat

disimpulkan model penelitian dapat dikatakan memenuhi predictive

relevance.

4.3.1.4 Pengujian Hipotesis


Selanjutnya untuk pengujian hipotesis dapat dilihat hasil koefisien

dan nilai T-statistic dari inner model pada tabel berikut ini.

Tabel 4. 12 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)


Standard
Path Sample T Statistics P
Deviation
Coefficients Mean (M) (|O/STDEV|) Values
(STDEV)
Social Media Marketing (X1) -
0,394 0,393 0,084 4,687 0,000
> Brand Equity (Y)
Perceived Quality (X2) ->
0,469 0,475 0,083 5,636 0,000
Brand Equity (Y)
Sumber: Data diolah, 2023
Dari tabel diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis yang

menyatakan :

Hipotesis 1 : Social Media Marketing berpengaruh positif terhadap Brand

Equity di Gerai KFC Mulyosari Surabaya dapat diterima, dengan path

coefficients 0,394 , dan nilai T-statistic 4,687 > 1,96 (dari nilai tabel Zα =
66

0,05) atau P-Value 0,000 < 0,05, maka Signifikan (positif).

Hipotesis 2 : Perceived Quality berpengaruh positif terhadap Brand

Equity di Gerai KFC Mulyosari Surabaya dapat diterima, dengan path

coefficients 0,469 , dan nilai T-statistic 5,636 > 1,96 (dari nilai tabel Zα =

0,05) atau P-Value 0,000 < 0,05, maka Signifikan (positif).

Gambar 4. 2 Inner Model


Sumber : olah data, output SmartPLS
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Social Media Marketing Terhadap Brand Equity
Berdasarkan hasil olah data menggunakan PLS diperoleh hasil

bahwa Social Media Marketing berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Brand Equity di Gerai KFC Mulyosari Surabaya dapat diterima.

Hal ini menunjukan bahwa social media marketing berkontribusi pada

peningkatan brand equity KFC. Berdasarkan hasil dari analisis Outer

Loading, dapat diketahui indikator yang paling berpengaruh untuk social

media marketing yaitu context, artinya konteks sangat penting dalam


67

mempengaruhi konsumen dan memperkuat merek. Hasil pembahasan

penelitian ini menjelaskan bahwa konteks dalam social media marketing

mengacu pada konten atau pesan yang disampaikan oleh perusahaan

melalui platform media sosial instagram. Melalui konten yang relevan,

konsisten, dan sesuai dengan nilai-nilai merek, menyampaikan informasi

produk, memberikan konten yang menarik dan bermanfaat, serta

menjalin interaksi yang positif dengan konsumen. Konten secara efektif

dapat mengkomunikasikan pesan merek dengan jelas, memperkuat citra

merek, dan membangun kesadaran dan kepercayaan konsumen terhadap

merek. Hal ini akan berdampak pada peningkatan brand equity KFC.

Hal ini sesuai dengan penelitian Metta Ratana (2018), menyatakan

bahwa media memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi

pandangan manusia terhadap dunia melalui konten-konten yang

disajikannya. Social media marketing sebagai saluran media marketing

secara online dengan berbagai pembaruan yang disediakan mampu

meningkatkan, mendongkrak bahkan menjaga stabilitas brand equity

sebuah produk agar tetap eksis di tengah persaingan produk yang ketat.

Kemudahan social media marketing dalam berinteraksi, komunikasi serta

mengakses gambar maupun informasi membantu produk lebih dikenal

melalui brand equity yang dimiliki (Keller & Lehmann dalam Angkie et

al., 2006).

Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Nam et al. (2011) bahwa pemasaran melalui media sosial
68

dapat memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk yang

dijual dengan membuat konten yang menarik, sehingga dapat

memberikan citra merek yang positif dari konsumen ke perusahaan. Citra

merek yang positif dapat memberikan dampak baik pada masyarakat

sehingga meningkatkan brand equity (Nam et al., 2011).

4.4.2 Pengaruh Perceived Quality Terhadap Brand Equity


Berdasarkan hasil olah data menggunakan PLS diperoleh hasil

bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Brand Equity di Gerai KFC Mulyosari Surabaya dapat diterima. Hal ini

menunjukan bahwa perceived quality berdampak pada peningkatan

brand equity dalam benak konsumen. Berdasarkan hasil dari analisis

Outer Loading, dapat diketahui indikator yang paling berpengaruh untuk

perceived quality yaitu Has an acceptable standard of quality, artinya

kepercayaan konsumen terhadap produk dan layanan yang disesuaikan

dengan kualitas yang diharapkan sangat berperan dalam memperkuat

brand equity. Ketika konsumen memiliki kepercayaan bahwa produk dan

layanan yang diberikan akan memenuhi atau bahkan melebihi harapan

mereka dalam hal kualitas, hal ini akan memperkuat persepsi konsumen

terhadap kualitas produk dan membangun citra positif terhadap merek.

Hasil pembahasan penelitian ini menjelaskan bahwa dalam jangka

panjang, kepercayaan konsumen yang terjalin secara konsisten akan

berdampak positif pada brand equity, karena konsumen cenderung

menjadi pelanggan setia dan merekomendasikan merek kepada orang


69

lain. Oleh karena itu, membangun dan mempertahankan kepercayaan

konsumen terhadap kualitas produk dan layanan yang sesuai dengan

harapan mereka merupakan faktor penting dalam meningkatkan

perceived quality dan memperkuat brand equity.

Hal ini sesuai dengan penelitian Brangsinga, et al (2018), Hal ini

menyatakan bahwa semakin baik persepsi konsumen terhadap kualitas

serta keunggulan yang diberikan Samsung kepada konsumen dan sesuai

dengan apa yang diharapkan, maka semakin baik pula nilai merek dari

produk handphone Samsung Galaxy dalam pasar.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Uning, et al. (2021) bahwa jika semakin tinggi persepsi

konsumen milenial mengenai perceived quality suatu merek coffee shop

maka nilai dari brand equity coffee shop di Solo juga akan meningkat.

Menurut Aaker dalam Pandiangan et al., (2021) perceived quality adalah

penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara

keseluruhan. Oleh karena itu, dengan menjaga penilaian positif

konsumen, perusahaan dapat mempertahankan dan meningkatkan brand

equity.

Anda mungkin juga menyukai